Ritual Penti Pada Masyarakat Desa Ndehes, Kecamatan Wae Ri’i, Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur
on
DOI: 10.24843/JH.2018.v22.i01.p26
ISSN: 2302-920X
Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud
Vol 22.1 Pebruari 2018: 166-173
Ritual Penti Pada Masyarakat Desa Ndehes, Kecamatan Wae Ri’i, Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur
Arnoldus Yansen Agus1, Ni Luh Arjani2, I Ketut Darmana3 123Prodi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Unud
1[[email protected]],2[[email protected]]
3
*
Corresponding Author
Abstract
Penti is a customary rite, the ancestral heritage of the Ndehes, Manggarai, as a medium of gratitude to God for the crops gained during the year and also known as the New Year celebration for the Ndehes, Manggarai people. Penti is also an attempt to reconcile the relationship between man and his neighbor (relative), man with nature, and man with God. The problem studied is to know how the process of ritual pent in the villagers of Ndehes, Manggarai, Flores, NTT and the functions and meanings contained in the ritual penti for the villagers of Ndehes, Manggarai, Flores, NTT. The purpose of this research is to know the background of ritual pent, pent ritual process, and the function and meaning of ritual penti for the people of Ndehes Village, Manggarai Regency, Flores, NTT. Researchers use qualitative methods, as well as data collection techniques with participant observation techniques, in-depth interviews and literature studies. Informants are determined based on the background and knowledge of the informant so that it can assist in the research process about the pent ritual. The theory of functionality proposed by Branislaw Malinowski became the foundation used for this study coupled with religious concepts from other scholars such as Emile Durkheim and Koentjaraningrat. The pent ritual is able to regulate the customary and religious life of the people of Ndehes. Ritual penti has the function and meaning contained in each series of its show process, both latent function and manifest function, and the meaning - meaning in ritual penti which become basis of social life of Ndehes Village community.
Keywords: Pause, function and meaning, functionalism
-
1. Latar Belakang
Sistem religi yang tertera dalam kebudayaan amat kompleks, dan berkembang dengan berbagai macam paham tentang sistem religi berdasarkan kepercayaan atau situasi sosial masyarakat tersebut. Ada empat unsur pokok dari religi pada umumnya, ialah: (a) emosi keagamaan atau getaran jiwa yang menyebabkan manusia menjalankan kelakuan keagamaan; (b) sistem kepercayaan atau bayangan-bayangan manusia tentang bentuk dunia, alam, alam gaib, hidup, maut, dan sebagainya; (c) sistem upacara keagamaan yang
bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib berdasarkan atas sistem kepercayaan; (d) kelompok keagamaan atau kesatuan-kesatuan sosial yang mengkonsepsikan dan mengaktifkan religi beserta sistem upacara-upacara keagamaannya(Koentjaraningrat dalam Ghazali,2011:6).
Upacara penti memiliki makna yang luhur, selain sebagai ucapan syukur kepada Tuhan atau Mori Kraeng yang menjadi tokoh dewa, yang dalam ilmu antropologi sering disebut dewa pembawa adat atau cultural hero dan leluhur atas hasil panen, juga sebagai medium rekonsiliasi, atau perdamaian
antar warga kampung, dan sebagai wadah utama proses pemaknaan jati diri serta sebuah potret realita akan betapa pentingnya sebuah rasa syukur kepada yang Maha Pencipta atau Mori Jari Dedek dan leluhur atau Empo.
Hubungan dengan Sang Pencipta dan leluhur berwujud pada upacara doa dan persembahan yang diberikan, berupa hewan kurban, seperti kerbau dan sapi. Kepada para leluhur (empo), tak lupa pula ucapan syukur berupa persembahan yang dianggap pantas seperti hewan kurban (ayam putih atau manuk bakok), atas tanah (lingko) yang telah diwariskan.
Hubungan antar sesama manusia terlihat dari salah satu makna dari ritual penti itu sendiri, dimana dimensi sosial dari perayaan penti, yakni memperkokoh persatuan dan kesatuan wa’u (clan/keturunan langsung dari ayah(patrilineal)), panga (sub-clan/para kepala keluarga dan kerabat), ase kae (saudara dan saudari), anak rona (pemberi istri), anak wina (penerima istri). Penti juga merupakan ajang pertemuan bagi suatu keluarga besar (wa’u), yang masih memiliki hubunga darah atau genetis.
Perayaan penti juga sebagai wadah, untuk mengekspresikan rasa seni dan menjalin, tali kekerabatan antar warga kampong. Sistem kekerabatan yang terjalin erat pada kehidupan masyarakat Manggarai, lumrahnya bisa saja terjadi sebuah clash atau sebuah pertikaian yang dapat memecah belah ikatan tersebut. Penti, sebagai sebuah sarana rekonsiliasi bisa menjadi sebuah sarana rekonstruksi untuk memperbaiki hubungan dengan sesama dan menguatkan makna ikatan suatu komunitas adat masyarakat Manggarai.
Penti merupakan sebuah unsur penting dalam konsep religi masyarakat Manggarai. Penti sebagai ucapan syukur kepada Tuhan dan leluhur atau empo, yang dianggap menempati alam
sekeliling manusia. Kepercayaan terhadap terhadap penguasa alam tertinggi yang dianggap sebagai pencipta, yang ada di dongeng-dongeng khusus bagaimana Dia menciptakan bumi, manusia, dunia roh, binatang, dan tumbuhan (Peursen, 1988, 38).
Keterikatan manusia dengan Tuhan dan leluhur yang akan selalu ada dan wajib dilestarikan oleh anak cucu dalam konsep ritual penti (Dagur, 1997, 38).
-
1. Bagaimana prosesi ritual Penti pada masyarakat Desa Ndehes, Manggarai, Flores, NTT?
-
2. Apakah fungsi dan makna ritual Penti bagi masyarakat Desa Ndehes Manggarai, Flores, NTT?
-
1. Menjelaskan proses ritual penti pada masyarakat Desa Ndehes, Manggarai, Flores, NTT.
-
2. Mengungkapkan fungsi dan makna yang terkandung dalam ritual penti bagi masyarakat desa Ndehes, Manggarai, Flores, NTT.
-
a. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian adalah Desa Ndehes, Kecamatan Wae Ri’i, Kabupaten Manggarai, Flores, NTT. Pemilihan lokasi dilakukan, karena Desa Ndehes adalah salah satu desa di Manggarai yang cukup kuat mempertahankan tradisi serta keaslian budaya orang Manggarai dengan setiap ritualnya yang diadakan sejak zaman nenek moyang dahulu sampai sekarang. Masyarakat Ndehes merupakan sebuah gambaran dari kehidupan masyarakat asli Manggarai yang sangat mengedepankan nilai– nilai religius yang menjadi pegangan dalam kehidupan masyarakat Ndehes.
-
b. Penentuan Informan
Penentuan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling. Informan diwawancarai, dengan pertimbangan bahwa informan dianggap memiliki pengetahuan atau pengalaman tentang masalah atau bahasan yang akan dikaji. Pada penelitian ini, penulis menentukan seorang informan yang memiliki pengetahuan yang memadai untuk membantu penelitian yang terkait dengan ritual penti itu sendiri.
-
c. Jenis dan Sumber Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini bersumber dari hasil observasi lapangan dengan ditunjang beberapa referensi pustaka yang relevan dengan topik.
-
d. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan yaitu observasi, wawancara, studi kepustakaan. Metode observasi-partisipasi didukung dengan teknik wawancara
terstrukturakan menghasilkan data-data deskriptif kualitatif (Maryaeni, 2005:75). Data –data berupa hasil observasi, wawncara serta studi pustaka akan dikategorikan dalam berbagai kategori mengacu pada pokok bahasan yang telah ditetapkan. Analisis data dilakukan sepanjang penelitian dengan menggunakan
pendekatan yang sesuai sebagai kerangka berpikir peneliti.
-
1. Upacara pra-Penti:
Podo Tenggeng (membuang kesialan atau kekurangan). Upacara ini dilakukan pada pagi hari yang mana malamnya acara Penti dilakukan. Tujuan upacara ini adalah untuk membuang segala kekurangan agar dalam tahun
berikutnya semua bencana kelaparan dijauhkan atau dibuang. Hewan persembahan adalah seekor babi kecil dan seekor ayam kecil yang berbulu hitam.
-
2. Upacara Penti.
-
a) Barong Wae Teku
Semua keluarga berkumpul di rumah adat (gendang). Kemudian secara beramai-ramai menuju mata air. Bahan yang perlu disiapkan adalah ayam, telur mentah, sirih pinang, dan kapur. Makna doa dan pemberian persembahan di mata air minum adalah untuk menunjukan rasa terima kasih atas air yang berlimpah yang memenuhi kebutuhan masyarakat Desa Ndehes seperti air minum dan untuk pengairan ke sawah serta kebutuhan hidup lainnya.
-
b) Barong Compang
Barong compang : upacara di compang (kumpulan batu di tengah kampung yang digunakan sebagai tempat pemujaan roh-roh), yang terletak di tengah-tengah kampung. Bahan persembahannya yang disajikan antara lain: sirih pinang, telur mentah sebagai tuak, dan ayam. Pemberian sirih dan telur mentah sebagai tuak untuk mengundang roh-roh yang menjaga compang supaya hadir di rumah adat nanti dalam upacara Penti. Ritual Barong Compang masyarakat desa Ndehes, hanya boleh dilakukan oleh pemangku adat seperti tu’a golo, tu’a panga, tongka, serta perwakilan dari setiap kilo kiranya dilakukan di dekat wae teku karena di situ merupakan titik utama yang diyakini merupakan tempat kehadiran nenek moyang.
-
c) Libur kilo
Libur kilo dibuat untuk membangun kembali hubungan yang telah retak dan rusak. Pertama, rekonsiliasi adalah inisiatif yang diupayakan oleh pihak yang masih hidup. Kesadaran rekonsiliatif datang
dari kesulitan hidup yang sedang dihadapi bagi semua pihak keluarga.Kedua, relasi yang benar di antara orang (anggota keluarga) yang masih hidup menjadi salah satu prasyarat pemberian restu dari leluhur. Leluhur akan menyatakan restunya, bila semua saudara-saudari, orang tua dan semua keluarga telah bersepakat dalam menyatakan intensi dalam komitmen membangun kembali hidup yang benar.
-
d) Wae Owak
Wae Owak yaitu upacara persembahan masing-masing keluarga, yang letak sesajiannya ditempatkan pada tempat khusus, sesuai kebiasaan tiap keluarga (kilo); ada yang dalam rumah, ada yang di luar rumah pada batu compang khusus atau pada pohon tertentu. Bahan persembahannya seekor ayam.
-
e) Tudak penti (upacara puncak)
Biasanya pada upacara puncak, kerbau digunakan sebagai persiapan pesta syukuran. Mengingat banyaknya warga kampung yang terlibat, maka hampir semua masyarakat menyumbang hasil panen atau ternaknya untuk dijadikan makanan pada saat syukuran puncak nantinya.
Fungsi Upacara Penti
-
1. Mohon Kesuburan Tanah Ke Hadapan Mori Jari Dedek.
Upacara penti merupakan, ungkapan sekaligus doa yang dipanjatkan oleh masyarakat Ndehes kepada leluhur agar diberi kesuburan pada tanah tempat mereka bercocok tanam. Masyarakat ndehes percaya bahwa semua yang mereka terima merupakan hadiah dari Mori Kraeng atau Mori Jari Dedek, jadi dalam ritual penti, masyarakat Ndehes mengucapkan terimakasih kepada Mori Jari Dedek untuk berkat yang mereka dapat selama masa awal penanaman, hingga masa panen. Melalui media Penti, masyarakat Ndehes, kembali memohon
pada Mori Kraeng agar tanah mereka diberi kesuburan, sehingga pada tahun berikutnya mereka kembali dapat bersyukur melalui acara penti.
Ritual penti bagi masyarakat Ndehes merupakan sarana untuk mengucapkan terimakasih, rasa hormat, dan cinta atas berkat yang diberikan Mori Jari Dedek dalam bentuk hasil panen. Keterikatan dengan alam yang diberikan Mori Jari Dedek adalah dijaga dengan cara menjaga kelestarian alam untuk kelangsungan hidup masyarakat Ndehes. Menyadarkan diri masyarakat Ndehes, Manggarai sendiri menyangkut makna bersyukur. Ternyata betapa pentingnya bersyukur terhadap Empo (leluhur) dan Mori Kraeng (Wujud Tertinggi).
Koentjaraningrat (2002:118) menyatakan bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
Konsep solidaritas sosial merupakan konsep sentral Emile Durkheim (1858-1917) dalam mengembangkan teori sosiologi. Durkheim menyatakan bahwa solidaritas sosial merupakan suatu keadaan hubungan antara individu dan/atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Solidaritas sosial dapat diartikan sebagai wujud kepedulian antar sesama kelompok ataupun individu secara bersama yang menunjukkan pada suatu keadaan hubungan antara indvidu dan atau kelompok yang di dasarkan pada persamaan moral, kolektif yangsama, dan kepercayaan yang dianut serta di perkuat oleh pengalaman emosional.
Menurut Durkheim proses integrasi sosial di dalam masyarakat dapat berjalan dengan baik apabila masyarakat betul-betul memperhatikan faktor – faktor sosial yang mempersatukan kehidupan sosial mereka dan menetukan arah kehidupan masyarakat menuju integrasi sosial. Faktor – faktor sosial tersebut antara lain tujuan yang ingin dicapai bersama, sistem sosial yang mengatur tindakan mereka, dan sistem sanksi sebagai pengontrol atas tindakan – tindakan mereka. Proses integrasi sosial akan berjalan dengan baik apabila anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil mengisi kebutuhan satu sama lain dan mencapai konsensus mengenai norma norma dan nilai- nilai sosial yang konsisten dan tidak berubah – ubah dalam waktu singkat. Dengan demikian anggota – anggota masyarakat selalu berada dalam keadaan yang stabil dan terikat dalam integrasi kelompok. Dalam ritual penti, peran-peran setiap individu diberikan berdasarkan status sosial dalam kampung atau dalam keluarga. Namun, kerja sama tetap dibutuhkan untuk melancarkan proses ritual yang akan dilaksanakan. Hal ini membuat rasa persaudaraan terhadap sesama warga Ndehes menjadi lebih terasa karena kebersamaan.
Ritual penti menghadirkan makna yang mengandung nilai-nilai bagi masyarakat Ndehes dan masyarakat Manggarai pada umumnya. Makna itu jelas lahir dari refleksi yang menggambarkan ciri khas manusia Manggarai dan akan keberadaan mereka sebagai diri dan dalam kaitan dengan suasana kehidupan bersama dengan yang lain. Artinya, refleksi manusia Manggarai tentang kehidupan ini, dengan segala dinamika di dalamnya membuahkan hasil
berupa pemahaman yang benar akan diri sendiri dan kehadirannya dalam kebersamaan dengan yang lain.
Ritual penti mengajarkan kebersamaan yang humanis dalam refleksi filosofis orang Manggarai, tidak hanya soal menghargai manusia, yang memang niscaya, tapi lebih kepada menelisik lebih mendalam tentang kebersamaan itu sebagai sesuatu yang menjunjung tinggi kemanusiaan. Manusia tidak dapat berdiri sendiri. Ia membutuhkan yang lain, ia selalu ditemukan berada bersama yang lain.
Makna Upacara Penti
-
1. Simbol – Simbol Kunci pada Ritus Penti
Geerts secara jelas mendefinisikannya. “Kebudayaan adalah suatu sistem makna dan simbol yang disusun..dalam pengertian di mana individu-individu mendefinisikan dunianya, menyatakan perasaannya dan memberikan penilaian-penilaiannya; suatu pola makna yang ditransmisikan secara historik diwujudkan di dalam bentuk-bentuk simbolik melalui sarana di mana orang-orang mengkomunikasikan, mengabadikannya, dan mengembangkan pengtahuan dan sikap-sikapnya ke arah kehidupan; suatu kumpulan peralatan simbolik untuk mengatur perilaku, sumber informasi yang ekstrasomatik”. Dalam ritual penti terdapat simbol-simbol yang memiliki makna yang menjelaskan tentang filosofi kehidupan masyarakat desa Ndehes. Simbol-simbol tersebut memiliki makna yang menceritakan tentang identitas, sejarah, atau tata cara kehidupan orang Manggarai antara lain:
-
a. Siri bongkok
Di dalam rumah gendang, posisi siri bongkok sangat sentral. Siri bongkokmemiliki makna yang mendalam dalam kehidupan orang Manggarai. Ia
berada dalam lingkaran makna go’et Manggarai (ungkapan) “gendangn one, lingkon pe’ang” (gendang sebagai pusat kehidupan, kebun komunal sebagai sumber kehidupan). Ada hubungan yang sangat esensial antara gendang dengan kebun komunal (lingko).Ritus-ritus menjadi penghubung yang elegan antara unsur-unsur penopang kehidupan dengan wadah di mana kehidupan itu bersemi dan menghasilkan buah. Siri bongkok sebagai tiang penyanggah utama, dalam mana setiap tiang lain bertumpu padanya menjadi simbol keutamaan (adak, arête) bagi orang Manggarai. Tiang yang kokoh kuat itu menjadi penanda paling strategis bagi orang Manggarai untuk selalu bersatu. Tiang yang tegak lurus dari tanah hingga bubungan juga melambangkan relasi yang kuat dengan Sang Pemilik Semesta. Tiang itu, tanpa selaan dari balok lain, berkisah tentang kelurusan hati, niat dan budi manusia peghuninya, ke haribaan Sang Khalik. Di Ndehes, menurut tuturan yang mentradisi, Siri bongkok langsung ditancapkan ke tanah. Maksudnya, supaya hos (aliran energi tanah, simbol energi leluhur) menjangkau seluruh penghuni rumah dan menyebarkan ke semua warga kampung.
-
b. Compang (Mesbah)
Yang didirikan di tengah kampung karena menurut kepercayaan orang Manggarai di sana berdiamlah Sang Naga Beo (kekuatan pelindung) yang menjaga ketentraman warga kampung setiap waktu. Compang itu berbentuk bulat maksudnya atau mengandung makna kekerabatan.
Wujud nyata dari prinsip ini nampak dalam ritual penti yang menekankan persaudaraan, kebersamaan, dan kekeluargaan. Di dalam masyarakat Manggarai, khususnya berkaitan dengan religius tumbuh dan berkembangnya upacara-upacara adat yang berkaitan
untuk menyebut nama Tuhan atau wujud tertinggi misalnya dalam acara penti, ucapan untuk menyebut nama Tuhan atau wujud tertinggi: lawang morin agu ngaran artinya untuk minta pengukuhan dari Tuhan sebagai pemilik atau pemberi atas benih atau tumbuh-tumbuhan yang digunakan oleh manusia. sehingga dalam adat Manggarai, diadakannya pesta penti (syukuran) kepada Tuhan atas pemberiannya itu.
-
c. Towe songke
Towe songke adalah kain khas masyarakat Manggarai yang biasa digunakan di dalam setiap ritual masyarakat Manggarai. Dalam ritual penti, towe songke yang digunakan oleh setiap orang Ndehes untuk menunjukan kekompakan, kebersamaan, serta rasa kekeluargaan yang menjadi ciri khas orang Manggarai. Warna dasar hitam pada songke melambangkan sebuah arti kebesaran dan keagungan orang Manggarai.
-
d. Manuk
Manuk atau ayam sering sekali dijadikan hewan persembahan dalam setiap upacara adat masyarakat desa Ndehes. Dalam ritual penti, manuk yang digunakan berwarna hitam dan putih. Penggunaan ayam sebagai hewan persembahan karena masyarakat Ndehes percaya bahwa ayam merupakan hewan suci yang pantas dipersembahkan kepada leluhur dan Mori Jari Dedek. Dalam setiap ritual, masyarakat Manggarai ayam digunakan untuk melihat nasib baik atau buruk seseorang, sebuah keluarga, atau sebuah kampung.
-
e. Ela
Ela (babi) juga digunakan pada persembahan. Pada upacara penti. Babi merupakan binatang prioritas dalam setiap upacara adat yang berkaitan dengan proses hidup dan masyarakat Ndehes dan Manggarai, yang dijadikan sebagai prinsip pokok dalam hal
penguatan relasi sosial antara manusia, dengan alam serta leluhur, dan dengan Sang Pencipta. Pihak yang menyediakan babi adalah anak rona (pihak pemberi istri ). Babi dari anak rona , rangkaian perjalanan hidup orang Mnggarai mulai dari lahir sampai dengan mati adalah wajib hukumnya dan secara adat dikukuhkan oleh babi yang dibawakan anak rona. Sebagai pengakuan secara de facto sahnya sebuah acara atau ritus adat yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat Ndehes dan Manggarai pada umumnya.
-
1. Makna Religius
Melaksanakan acara penti berarti merayakan acara syukuran dan hormat kepada leluhur, supernatural, wujud tertinggi (Mori Kraeng) (Verheijen, 1999). Penekanan utama makna penti adalah bersyukur. Orang Ndehes dan orang Manggarai pada umumnya sangat percaya pada ikatan dengan alam. Suasana batin yang sukacita ketika bersyukur, damai, semangat persaudaraan, kekeluargaan.
Manusia percaya bahwa “Yang Suci” itu ada diluar kemampuan dan kekuasaannya, sehingga manusia meminta perlindungannya dengan cara menjaga hubungan baik yaitu melakukan berbagai upacara. Upacara Penti dipercayai oleh masyarakat Ndehes sebagai salah satu upacara religius yang menghubungkan mereka dengan yang “Maha Suci” atau bentuk manifestasinya dalam wujud benda, roh leluhur menurut kepercayaannya. Prosesi yang dilakukan dalam upacara diyakini dapat membawa kebaikan dalam kehidupan para kerabat dan orang Ndehes itu sendiri, sehingga dalam upacara Penti mereka berdoa, bersaji, dan juga berkurban, agar selalu
dilindungi dari hal-hal buruk yang terjadi.
Masyarakat desa Ndehes sangat percaya bahwa dalam ritual penti, terjalin komunikasi dengan leluhur dan Tuhan. Masyarakat desa Ndehes meyakini dengan memberikan hewan kurban untuk leluhur dan Tuhan, doa yang disampaikan dapat diterima dan dikabulkan. Kepercayaan masyarakat Ndehes terhadap ritual Penti sebagai sarana yang tepat untuk mengucapkan rasa terimakasih dan cinta terhadap leluhur dan Tuhan agar menguatkan ikatan di antara mereka.
-
2. Makna Kekerabatan
Upacara Penti bagi masyarakat Ndehes bukan sekedar suatu upacara tanpa makna. Makna kekerabatan merupakan keterjalinan suatu hubungan persaudaraan atau kekerabatan antara keluarga pihak laki-laki dan pihak perempuan. Upacara Penti merupakan salah satu cara untuk membina dan membangun hubungan kekerabatan. Keterjalinan suatu hubungan persaudaraan atau kekerabatan antara kerabat kedua bela pihak masyarakat Ndehes untuk saling menghargai antara yang satu dan yang lain. Bukan itu saja, tetapi upacara Penti juga dipandang sebagai pendesiplinan yang memberikan kekuatan dasar bagi kerabat kedua belah pihak dan masyarakat untuk saling terikat satu dengan yang lain secara berkesinambungan.
-
3. Makna Pendidikan
Upacara Penti yang biasa dilaksanakan oleh masyarakat Ndehes merupakan salah satu bentuk pendidikan non formal, karena upacara tersebut selain sebagai upacara adat, tetapi juga merupakan salah satu bentuk pendidikan yang mengajarkan masyarakat tentang bagaimana Pentingnya hidup bermasyarakat. Dalam upacara ini ada
banyak pembelajaran yang diperoleh secara tidak langsung terselip dari rangkaian-rangkain kegiatan. Bagi masyarakat Ndehes sendiri , beragam upacara yang diwariskan oleh nenek moyang salah satunya upacara Penti, memberikan nilai yang mengajarkan kepada masyarakat, terutama kepada generasi muda tentang cara bersykur, cara memberi, cara berpikir, dan bertindak. Upacara Penti mengajarkan kepada masyarakat untuk saling membantu ketika orang lain membutuhkan. Hal tersebut dapat dilihat dari setiap prosesi mengajarkan para generasi mudah bagaimana caranya untuk mensyukuri kehidupan yang diberikan dengan cara saling peduli dan membantu dalam segala hal pekerjaan.
SIMPULAN
Upacara Penti merupakan sebuah ritual yang sangat penting bagi masyarakat Desa Ndehes, Manggarai, Flores, NTT, bukan hanya karena merupakan sebuah tradisi turun temurun. Namun ritual Penti menjadi bagian dari landasan kehidupan berbudaya serta gambaran identitas bagi masyarakat Ndehes dan Manggarai pada umumnya. Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari ritual Penti masyarakat Desa Ndehes
DAFTAR PUSTAKA
Dagur, Anthony Bagul, 1997, Kebudayaan Manggarai Sebagai Salah Satu Khasanah Kebudayaan Nasional, Surabaya : Ubhara Press.
Ghazali, Adeng Muchtar, 2011, Antropologi Agama, Upaya Memahami Keragaman Kepercayaan, Keyakinan, dan Agama, Bandung: Penerbit Alfabet.
Koentjaraningrat, 2002, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: PT. Rhineka Cipta.
Maryaeni, 2005, Metode Penelitian Kebudayaan, Jakarta: Bumi Aksara
Peursen, Van CA, 1988, Strategi Kebudayaan, Yogyakarta: Kanisius.
Verheijen Jillis, 1999, Manggarai dan Wujud Tertinggi. Seri LIPI-RUL.
173
Discussion and feedback