SEJARAH SOSIAL MASYARAKAT DESA BELIMBING KABUPATEN TABANAN TAHUN 1966 – 2014
on
ISSN: 2302-920X
Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud
Vol 16.2 Agustus 2016: 200-208
SEJARAH SOSIAL MASYARAKAT DESA BELIMBING KABUPATEN TABANAN TAHUN 1966 – 2014
Ni Wayan Listiani1*, I Gede Putu Suwitha2, A. A Inten Asmariati3 [123]Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana 1[dexmie_mooi@yahoo.com] 2[putu_suwitha@yahoo.co.id] 3[casiopeawave@gmail.com] *
*Corresponding Author
Abstract
The Social History of Belimbing Village is community to discuss rural social life relationship with agriculture, that began to develop tourism since the 1990s. Farm life after the new order known as the period of reforms have a better development. Seeing the development of Belimbing Village community today has undergone many changes in quality, especially after the reform. Belimbing village farming communities have started independently, no longer dependent on outside parties such as the need for fertilizers, pestitida, and marketing of agricultural products are no longer dependent on outside parties such as the middleman. Belimbing Village Community experience different penetration and other outside influences, so inevitably people do the adaptation, among others, by transforming themselves. Belimbing village which lies at the crossroads between Denpasar, Tabanan and Singaraja an open village, so it is easy to absorb the modernization process. Modernisation include changes in knowledge, attitudes, and skills, and this change is a positive impact on people's lives, especially since the reform.
Keywords : The Social History, New Order, Transforming, Agricultural ,Tourism, and Reform.
Secara umum dapat dikatakan bahwa sejarah pedesaan di Bali telah lama mengalami perubahan dan perkembangan yang pesat dalam beberapa aspek. Perubahan yang menyolok terutama sejak pemerintahan Orde baru yang mengadakan perubahan yang mendasar dalam bidang pertanian yang sering disebut revolusi hijau (Green Revolution). Perubahan-perubahan tersebut seperti penggunaan traktor, penggunaan pupuk buatan, penggunaan bibit unggul.Dalam bidang manajemen dilakukan perbaikan pemasaran hasil-hasil pertanian. Mendirikan pranata-pranata ekonomi di pedesaan seperti Koperasi Unit Desa (KUD), inovasi-inovasi dalam bidang pertanian. Hubungan
kerja tidak lagi gotong royong, tetapi kerja upahan. Kebijakan dalam bidang pertanian sering disebut revolusi teknologi pertanian.1
Sejak jaman orde baru, apa yang disebut trickle down effects dari model pertumbuhan (growth model) yang berdasarkan kriteria kapital atau out-put ratio tidak banyak membawa hasil dalam menaikkan taraf hidup masyarakat pedesaan. Untuk itu diperlukan model lain yang lebih berorientasi kepada rakyat bawah (bottom-up). Dengan jelas dapat dilihat sekarang masih dapat dilihat sifat tata hubungan antara sektor Desa dengan sektor kota belum seimbang. Para ahli sering menyebut hubungan tersebut sebagai hubungan eksploitatif. Adanya hubungan semacam itu barangkali salah satu sebab yang perlu dipertimbangkan. Ini menyebabkan terjadinya disparatis pendapatan antara penduduk Desa dengan penduduk kota. Dalam hubungan aset produksi terjadi distribusi pemilikan dan penguasaan alat produksi terjadi distribusi pemilikan dan penguasaan alat produksi tidak merata. Gejala yang tampak jelas hampir pada semua aset produksi dikuasai oleh sekelompok orang (golongan).Mereka jelas lebih kuat dan biasanya kurang memperhatikan masyarakat kecil apalagi membimbingnya. Akibatnya masyarakat yang tadinya sudah miskin dan minim pendidikan tidak mampu berbuat banyak. Pendekatan top-down dari atas cenderung melalaikan masalah-masalah pemerataan.2
Proses pembangunan khususnya pembangunan pedesaan, pada dasarnya dapat dilihat sebagai transformasi dari ketergantungan menuju kemandirian. Dalam hubungan ini pembangunan dapat dilihat sebagai suatu perubahan sosial. Dalam proses ini perubahan yang diharapkan tidak hanya pada taraf kehidupan masyarakat, tetapi peranan unsur-unsur yang terlibat dalam proses pembangunan. Suatu pembangunan dikatakan berhasil tidak hanya apabila pembangunan itu dapat menimbulkan kemauan dan kemampuan itu sendiri maupun prakarsa dari luar,3 sehingga betul-betul masyarakat
Desa itu otonom dan mandiri.4 Pendekatan kemandirian ini menempatkan manusia dan masyarakat sebagai subyek dan sumber utama kemandirian. Kemandirian masyarakat akan tumbuh dan meningkat jika lingkungan masyarakat adalah kunci kemandirian. Dengan kata lain pembangunan kemandirian pada hakekatnya adalah pembangunan yang partisipatif. Model atau kerangka pembangunan semacam ini hanya akan terwujud apabila tercipta suatu kondisi kebijaksanaan atau perencanaan dari atas (top-down) dan dari masyarakat sendiri (buttom-up), yang berjalan beriringan secara harmonis, menghindari ketergantungan tetapi menumbuhkan ketergantungan yang progresif. 5
Pariwisata yang akan dikembangkan di Kabupaten Tabanan adalah pariwisata yang berbasis budaya dan pertanian.6 Desa Belimbing adalah salah satu dari 8 Desa wisata yang akan dikembangkan kedepan adalah daerah pariwisata yang kualitatif, bukan kuantitatif dalam arti yang ditekankan bukan jumlah kunjungan, tetapi kunjungan yang menopang pariwisata dan pertanian secara kualitatif. Investasi pariwisata di Tabanan Desa Belimbing khususnya diutamakan adalah orang lokal. Pariwisata di Desa Belimbing digarap dengan membangkitkan potensi lokal yang ada seperti panorama persawahan, panorama pegunungan, air terjun,tracking dan wisata spiritual Pura Mekori sebuah Pura yang menghargai sejarah yang panjang. Semangat budaya pertanian tetap menjadi basis dan roh pembangunan pariwisata kerakyatan.7
Penelitian sosial-budaya pada masyarakat Bali yang memakai pendekatan sejarah (historical approach) diharapkan akan mampu menganalisis secara rinci dan mendalam tentang hal-hal yang emperik dan rasional, khususnya tentang perubahan sosia dan ekonomi pedesaan. Dalam kerangka pendekatan historis kita harus memahami dengan baik, kondisi sosial atau struktur masyarakat Bali. Di sini perlu diketahui kecenderungan (trend) yang ada dalam masyarakat dalam jangka panjang atau yang oleh Mere Block dikatakan longitudional.8 Dengan naratifisme, sejarawan akan
bungkam, tidak dapat menangkap trend-trend yang ada. Ilmu-ilmu sosial lain di luar sejarah, tentunya mempunyai banyak konsep dan teori untuk membantu memahami hal ini. Sejarawan dengan gayanya yang “baru” dapat menangani atau paling sedikit memberikan pandangan historis terhadap fenomena sosial masyarakat Bali masa kini.Sehubungan dengan hal ini, ilmu-ilmu sosial telah mengembangkan penjelasan yang diangkat dari gejala-gejala yang ada dalam kehidupan masyarakat Bali seperti struktur, proses, perubahan dan sebagainya.
Berdasarkan uraian yang dipaparkan diatas dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu :
-
1) Bagaimana Sejarah sosial masyarakat Desa Belimbing
-
2) Sejak kapan dan bagaimana terjadinya perubahan dalam masyarakat pedesaan di Desa Belimbing
-
3) Bagaimana kehidupan pariwisata di Desa Belimbing
Penelitian ini secara garis besarnya mempunyai dua tujuan.Tujuan pertama yaitu tujuan ilmiah yang hasilnya dapat diharapkan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, terutama ilmu pengetahuan sosial.Karena masih kurangnya kajian secara khusus membahas sejarah sosial di Bali.Kajian ini diharapkan memberikan sedikit sumbangan yang berguna dalam usaha menambah pengetahuan kita tentang masalah-masalah perubahan sosial dan budaya di Bali pada saat ini.Tujuan yang kedua, tujuan praktikal yaitu untuk memperoleh jawaban atas masalah-masalah perubahan sosial, yang dapat membantu pemerintah dalam hal menuju modernisasi yang diharapkan. Dengan demikian tujuan pokok yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : (1) Untuk mendiskripsikan tentang proses terjadinya transformasi masyarakat Bali, terutama dalam masyarakat agraris menuju masyarakat industri. (2) Untuk melihat tentang
jaringan-jaringan sosial yang ada, munculnya kelompok-kelompok baru seperti kelas menengah dan kelompok-kelompok lama makin berkurang.
.Metode sejarah adalah sekumpulan prinsip dan aturan yang sistematis, yang dimana dimaksudkan adalah untuk memberikan bantuan secara efektif dalam usaha mengumpulkan bahan-bahan bagi sejarah, menilai secara kritis dan kemudian menyajikan suatu sintesa dari pada hasil-hasilnya (yang biasanya berbentuk tulisan).
Tahapan pengumpulan dan menemukan sumber dilakukan dengan cara melakukan penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian kepustakaan (library research) dalam rangka mencari untuk menemukan sumber tertulis serta mengumpulkan sumber-sumber tertulis yang mendukung setiap permasalahan dalam studi ini.
Terbatasnya sumber-sumber tertulis, disiasati dengan cara melakukan pengumpulan sumber dengan menggunakan kerangka sejarah lisan yang diawali dengan mencari informan di lapangan. Informan dibagi menjadi dua, yaitu informan kunci (key informan) dan informan pendukung.Informan kunci yang dapat diwawancarai adalah para pelaku usaha pariwisata, kedua adalah masyarakat Desa itu sendiri.
Tahap berikutnya adalah, melakukan tahap kritik, yaitu dengan melakukan kritik terhadap sumber yang dikembangkan kembali menjadi dua kritik, yaitu kritik ekstern dengan membuktikan keaslian dan keotentikan sumber.Kritik ekstern ini adalah kritik terhadap penampakan dari luarnya atau kebendaan sumber tersebut.Selanjutnya kritik intern, dalam studi ini juga ditekankankan pada kritik intern, sebab dalam kritik intern ini adalah meneliti kekredibilitasan sumber yang diperoleh. Kritik intern ini juga digunakan dalam penyeleksian sumber-sumber yang diperoleh dari internet yang biasanya muatannya bersifat obyektif. Ketiga, tahap interpretasi yaitu suatu tahapan menafsirkan keterangan sumber-sumber setelah adanya fakta-fakta sejarah dan bertujuan untuk mencari makna yang terkandung di dalam sumber-sumber untuk kemudian dirangkaikan menjadi tulisan sejarah.
Dalam menganalisis permasalahan dalam penelitian ini digunakan teori yaitu : Teori Sejarah Sosial yang mengandung arti gejala baru dalam penulisan sejarah sejak sebelum Perang Dunia II, tetapi sebagai sebuah gerakan yang penting baru mendapat tempat sekitar tahun 1950-an. Di Perancis aliran penulisan sejarah Annales yang dipelopori oleh Lueien Febvre dan Marc Bloch menjadi modal bagi generasi baru penulisan sejarah sosial yang semakin kuat kedudukannya dalam dunia penulisan sejarah. Sejak tahun 1958 dengan terbitnya majalah Comparative Study on Society and History lengkaplah sudah pengaruh aliran Annales terutama di Amerika.9 Barangkali tradisi sejarah sosial yang berbeda muncul di Inggris, sebagai sumber inspirasi yang kuat dalam penulisan sejarah di luar daratan Eropa, tetapi kehormatan terbesar sebagai pelopor sejarah sosial rupanya masih saja dipegang oleh sarjana-sarjana Perancis itu. Sejarah sosial mempunyai bahan garapan yang sangat luas dan beraneka-ragam. Kebanyakan sejarah sosial juga mempunyai hubungan yang erat dengan Sejarah ekonomi, sehingga menjadi semacam sejarah sosial-ekonomi.
Teori Pariwisata
Secara etimologi, kata pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua kata yaitu paridan wisata. Pari berarti “banyak” atau “berkeliling”, sedangkan wisata “pergi” atau “bepergian”. Atas dasar itu, jadi kata pariwisata seharusnya diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar, dari suatu tempat ke tempat lain, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan kata “tour”, sedangkan untuk pengertian jamak, kata “Kepariwisataan” dapat digunakan kata “toursime” atau “tourism”.10
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa pariwisata adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan perjalanan rekreasi.Istilah pariwisata pertama kali digunakan pada tahun 1959 dalam Musyawarah Nasional Turisme II di Tretes, Jawa Timur.Istilah ini dipakai sebgai pengganti kata Turisme sebelum kata pariwisata diambil dari bahasa Sansekerta.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas. Memberikan suatu batasan tentang penyebaran kata-kata sebagai berikut :
Wisata |
: perjalanan; dalam bahasa Inggris dapat disamakan dengan perkataan “travel”. |
Wisatawan |
: orang yang melakukan perjalanan; dalam bahasa Inggris dapat disebut dengan istilah “travellers”. |
Para wisatawan |
: orang-orang yang melakukan perjalanan dalam bahasa Inggris biasa disebut dengan istilah “travelers” (jamak). |
Pariwisata |
: perjalanan yang dilakukan dari suatu tempat ke tempat lain dan dalam bahasa Inggris disebut “tourist” (jamak). |
Para pariwistawan : orang yang melakukan perjalanan tour dan dalam bahasa
Kepariwisataan |
Inggris disebut dengan istilah “tourism”. : hal-hal yang berhubungan dengan pariwisata dan dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah “tourism”. |
Menurut Herman V/ Schulalard (1990), kepariwisataan merupakan sejumlah kegiatan, terutama yang ada kaitannya dengan masuknya, adanya tempat tinggal dan bergeraknya orang-orang asing keluar masuk suatu kota, daerah, atau negara.
Menurut E. Guyer Freuler, pariwisata dalam arti modern merupakan fenomena dari jaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sabar dan menumbuhkan kecintaan yang disebabkan oleh pergaulan berbagai Bangsa dan kelas masyarakat.
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini dirumuskan antara lain, sebagai berikut :
Melihat perkembangan masyarakat Desa Belimbing sekarang dapat dikatakan telah banyak mengalami perubahan secara kualitas, terutama setelah reformasi. Masyarakat petani Desa Belimbing sudah mulai mandiri, tidak lagi tergantung pada pihak luar seperti kebutuhan pupuk, pestisida dan pemasaran hasil-hasil pertanian tidak lagi tergantung pada pihak luar seperti tengkulak. Perubahan yang bersifat kualitas ini dapat
dikatakan sebagai tolak ukur dari perkembangan suatu masyarakat, khususnya dalam hal ini adalah masyarakat pedesaan. Secara teoritis, dalam menghadapi perubahan selalu dihadapkan pada proses kemersialisasi, mobilisasi. Masyarakat Desa Belimbing mengalami berbagai penetrasi kekuatan serta pengaruh luar lainnya, sehingga mau tidak mau masyarakat melakukan adaptasi, antara lain dengan mentransformasi diri. Desa Belimbing yang terletak di persimpangan jalan antara Denpasar, Tabanan, dan Singaraja merupakan Desa terbuka, sehingga mudah menyerap proses modernisasi. Modernisasi tersebut antara lain perubahan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan dan perubahan ini berdampak positif bagi kehidupan masyarakat terutama sejak reformasi dan peristiwa masuk ke Desa Belimbing sejak tahun 1990 an.
Pada era reformasi, perubahan itu sudah mulai terfokus pada kemandirian masyarakat Desa, terutama mengarah pada perubahan kualitas kehidupan, baik secara ekonomi, budaya maupun politik. Masuknya pariwisata di Desa Belimbing sejak tahun 1990 an, perubahan masyarakat mengalami percepatan. Pada era reformasi, perubahan dalam bidang pertanian menunjukkan peningkatan secara kualitas, bukan kuantitas. Petani tidak lagi memakai pupuk kimia, pestisida, dan bibit unggul yang menyebabkan petani merasa ketergantungan kepada pihak luar. Pemakaian bibit unggul memang menghasilkan padi dengan masa panen secara kuantitas tiga kali setahun, tetapi rentan dengan penyakit.
Masuknya pariwisata di Desa Belimbing, ternyata mempunyai arti yang penting, baik masyarakat Belimbing maupun masyarakat Bali pada umumnya. Memang di Bali pariwisata yang dikembangkan adalah pariwisata budaya. Namun akhir-akhir ini perkembangan pariwisata khususnya di Bali memerlukan penyegaran dan alternatif. Hal ini sudah menjadi kenyataan di Bali. Pemerintah membutuhkan destinasi pariwisata yang baru, destinasi pariwisata alternatif. Pariwisata juga mengenal konsep diversifikasi. Disamping pariwisata budaya, butuh pariwisata alternatif. Hal ini sudah dipikirkan oleh pakar pariwisata seperti Prof.Dr. Made Sukarsa maupun Dr. Tjokorde Arta Ardhana Sukawati, MSi (Cok Ace). Sudah seharusnya mulai dipikirkan mana peariwisata budaya, mana pariwisata alam (eco tourism).
Pariwisata alam sudah mulai nampak di Belimbing tahun 1980 an, ketika tamu-tamu yang akan pergi ke Singaraja dari Denpasar tertarik pada alam pegunungan di Desa Belimbing, berupa Hutan, Air Terjun. Tahun 1990 an wisatawan sudah banyak yang datang, karena di Belimbing juga sudah tersedia Restoran, Home Stay. Tahun 2010 ditetapkan Desa Belimbing sebagai Desa wisata di Kabupaten Tabanan. Pariwisata mulai meningkat di Desa Belimbing karena alamnya yang sejuk, dan kehidupan pedesaan yang ditata secara alami.
Ladurie, Emmanuel Le Roy. The Territory of The Historian. Chicago : Chicago Press, 1980.
Suwena, I Ketut, Ilmu Pariwisata, Denpasar, 2011. Udayana Press.
Witfogel, Karl. Oriental Dispotasi : A Comparative Study of Total Power,(London : Yale University Press, 1973), p.20.
Lukman Sutrisno, “Negara dan Peranannya Dalam Menciptakan Pembangunan Desa yang Mandiri”, dalam Prisma, 9 September 1988.
Sarkanipura, Murasa. “Kesempatan Kerja, Aneka Ragam Tanaman dan Koperasi”, dalam Agro Ekonomika, No. 15, Th. VIII, 1981.
Swasono, Sri Edi, “Top-Down dan Bottom-up yang Harmonis Kunci Kemandirian Wilayah”, dalam Prisma, No. 9, 1988.
208
Discussion and feedback