PEMANFAATAN POTENSI WARISAN BUDAYA PURA MEDUWE KARANG DI DESA KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG SEBAGAI TEMPAT TUJUAN PARIWISATA
on
PEMANFAATAN POTENSI WARISAN BUDAYA PURA MEDUWE KARANG DI DESA KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG
SEBAGAI TEMPAT TUJUAN PARIWISATA
Elfrida Rosidah Simorangkir
Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana
Abstract
Meduwe Karang Temple in Kubutambahan Village, Buleleng Regency is one of the living monuments cultural heritage because up till now the present heritage as an tourist destination. This research focuses on potency cultures inheritance of Meduwe Karang Temple as a tourism fascination and utilization cultures tourism in Kubutambahan Village after the Meduwe Karang Temple as an cultural heritage.
We can come to the conclusion that Meduwe Karang Temple still functions as a place of worship compared to long time ago as an Kahyangan Jagat Temple. It has been opened now for the public and takeshold of 21 Pura Desa as well as Subak Temple, both having a close relationship with their surrounding communities and their means of livelihood.
Keywords: Cultural heritage, tourism object.
Setiap negara di dunia baik negara maju maupun negara-negara yang sedang berkembang berlomba-lomba memanfaatkan Cagar Budaya yang ada di negaranya sebagai modal untuk kegiatan pariwisata budaya. Arkeologi memiliki kegiatan pokok, yaitu penelitian, pelestarian dan pemanfaatan Cagar Budaya untuk berbagai kepentingan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sumberdaya arkeologi dapat dimanfaatkan sebagai sarana kebersamaan sekelompok masyarakat yang meyakini adanya ikatan emosional antara kelompok masyarakat dengan suatu sumberdaya arkeologi tertentu. Sumberdaya arkeologi dapat pula dimanfaatkan sebagai objek wisata budaya bahkan untuk objek-objek yang masih berfungsi seperti fungsi semula terutama pura, gereja, dan masjid dapat dikembangkan sebagai objek wisata religius (Kasnowihardjo, 2001:40).
Upaya mewujudkan suatu wilayah sebagai tujuan wisata perlu dikembangkan pemberdayaan seluruh potensi yang ada untuk ditampilkan sebagai atraksi wisata. Untuk itu perlu dilakukan eksplorasi kreatif guna mengenali potensi lain yang
terpendam. Upaya ini dimaksudkan agar dapat memperkaya khasanah daya tarik wisata. Tingkat keanekaragaman daya tarik akan sangat penting artinya bagi kelangsungan industri pariwisata suatu daerah.
Pura Meduwe Karang merupakan salah satu Cagar Budaya Nasional yang terletak di kawasan Bali Utara. Pura tersebut memiliki keunikan tersendiri dibandingkan kebanyakan pura di Bali, diantaranya memiliki beberapa arca pasukan kera, arca ibu dan anak, arca petani, relief sepeda kolonial, relief kamasutra, relief ramayana, relief ibu dan anak, relief gadis penari, relief seorang Raja, hiasan dua ekor naga dan seekor penyu pada bagian belakang bangunan suci Padmasana, dan lain sebagainya. Pura tersebut memiliki potensi yang layak untuk dimanfaatkan sebagai penunjang pariwisata budaya dan perkembangan ilmu arkeologi ke depannya. Beberapa penelitian telah dilakukan pada Pura Meduwe Karang namun belum ada pembahasan mengenai pemanfaatan potensi sumberdaya budaya.
Permasalahan yang menjadi fokus penelitian adalah bagaimana potensi warisan budaya Pura Meduwe Karang sebagai daya tarik wisata dan bagaimana pariwisata budaya di Desa Kubutambahan setelah Pura Meduwe Karang dijadikan sebagai Cagar Budaya.
Mengkaji dan mendeskripsikan potensi yang terdapat dalam Pura Meduwe Karang sebagai warisan budaya yang patut dihandalkan di Bali khususnya di kawasan Bali Utara.
Arkeologi sebagai sebuah disiplin ilmu tidak terlepas dari pemahaman tentang kebudayaan masa lalu yang didasarkan pada tiga tujuan yaitu rekonstruksi sejarah budaya, rekonstruksi cara-cara hidup, dan penggambaran proses budaya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahap pengumpulan data
dan tahap analisis data.
-
4.1 Tahap Pengumpulan Data
-
a) Observasi
Observasi dilakukan secara langsung terhadap data arkeologi yang terdapat di lokasi penelitian. Pengamatan dilakukan terhadap lingkungan pura, sarana dan prasarana serta petugas yang terdapat pada pura. Observasi dilakukan dengan kegiatan pendeskripsian, pencatatan, pendokumentasian dalam bentuk foto untuk mempermudah analisis data.
-
b) Studi Kepustakaan
Hal ini dilakukan untuk memperoleh data-data tertulis dari buku, laporan penelitian, artikel, maupun hasil penelitian para sarjana yang relevan dengan objek penelitian, sehingga dapat dipakai sebagai sumber data skunder. Tujuannya sebagai acuan untuk mendapatkan konsep dari teori dasar terkait dengan objek penelitian.
-
c) Wawancara
Wawancara merupakan pengumpulan data melalui suatu proses interaksi dan komunikasi. Teknik wawancara yang dilakukan adalah teknik wawancara bebas namun peneliti tetap terfokus pada objek dan hal-hal yang terkait dengan pemanfaatan potensi warisan budaya Pura Meduwe Karang sebagai daerah tujuan pariwisata. Dalam hal ini sumber informan telah ditentukan sebelumnya yakni, petugas dan pemangku yang ditetapkan di dalam pura serta masyarakat setempat yang mengetahui informasi tentang objek yang diteliti.
-
4.2 Tahap Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif untuk menguraikan hasil atau data yang diperoleh dalam bentuk perkataan atau pernyataan. Dalam hal ini analisis kualitatif digunakan untuk menguraikan sistem pemanfaatan potensi-potensi yang dimiliki pura dan peranan Pura Meduwe Karang sebagai Cagar Budaya sebagai daerah tujuan pariwisata..
Pura Meduwe Karang merupakan sebuah pura yang mempunyai hubungan erat dengan tanah-tanah kering (tegalan) dan kebun buah-buahan (abian), pura ini dipuja oleh para petani. Cikal bakal berdirinya pura akibat meningkatnya kebutuhan spiritual dan rohani penduduk asli Desa Bulian yang sudah berdomisili di Desa Kubutambahan.
Tata letak dan arsitektural pura ini khas Bali Utara. Gugusan tangga, areal yang luas dan jarang, detil ornamen serta deretan patung-patungnya sulit ditemukan pada pura-pura di Bali Selatan. Halaman pura terdiri dari tiga tingkat yaitu Jabaan, Jaba Tengah dan Jeroan.
Potensi arkeologis yang terdapat pada Pura Meduwe Karang cukup bervariasi, yakni sebuah Padmasana yang memiliki hiasan naga dan penyu pada bagian belakang. Dua buah gedong sari yang merupakan tempat bersemayamnya Dewa Brahma dan Dewa Siwa. Arca Durga yang digambarkan berwajah seram. Arca Rama dan pengiringnya. Arca Rahwana dan pengiringnya. Arca Kumbakarna dengan pasukan Sugriwa. Arca petani yang menggambarkan kehidupan sehari-hari para pengusung pura. Arca dan relief ibu dan anak. Relief Ramayana pada bebaturan. Relief kamasutra yang menggambarkan kesuburan. Relief sepeda kolonial yang digambarkan dengan mitologi Hindu yakni roda depan berupa cakra dan roda belakang berupa lotus. Candi bentar yang terdapat dalam memasuki jaba tengah dan jeroan yang memiliki motif hias dan ukiran-ukiran indah.
Potensi non arkeologis yang terdapat pada Pura Meduwe Karang berupa tambahan kelompok arca sebanyak 52 arca pada bagian selatan halaman luar pura, dimana penambahan tersebut pada tahun 2007. Sebuah bale pegongan yang difungsikan sebagai tempat penabuh gamelan. Dua buah bale piasan yang difungsikan sebagai tempat pembersihan arca maupun benda suci lainnya. Adanya fasilitas umum tambahan seperti kios, lapangan parkir, toilet dan wastafel sebagai sarana pelengkap bagi suatu daerah tujuan pariwisata. Letak pura yang strategis di pinggir jalan raya yang memungkinkan pura semakin banyak dikunjungi wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
Jika memperhatikan bentuk dan tinggalan arkeologis yang terdapat pada Pura Meduwe Karang yaitu dengan ditemukannya arca Wisnu dan Siwa pada padmasana maka dapat diduga bahwa di pura tersebut bersemayam ketiga manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa yaitu: Brahma, Siwa dan Wisnu. Pura inilah tempat penduduk Desa Kubutambahan yang sebagian besar adalah Hindu untuk memohon keselamatan dan sebagai wujud haturan terima kasih kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas kemurahan yang diterima melalui hasil-hasil pertanian
-
6. Simpulan
Pura Meduwe Karang adalah pura yang erat hubungannya dengan pertanian dan kehidupan sosial budaya para pengusung pura. Pura ini sudah terdaftar sebagai Cagar Budaya Nasional, hal ini sangat wajar mengingat nilai historis pura dan kandungan potensi arkeologis yang sangat unik dan langka. Sampai saat ini pura masih berfungsi seperti semula yakni terbuka untuk kalangan umum dan memiliki andil yang cukup besar dalam kehidupan (aspek pertanian) para pengusungnya.
-
7. Daftar Pustaka
Kusnowihardjo, H. Gunadi. 2001. “Pemanfaatan Sumberdaya Arkeologi”. Dalam buku Manajemen Sumberdaya Arkeologi. Makassar: Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin (LEPHAS).
Discussion and feedback