ISSN: 2302-920X

Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud

Vol 16.1 Juli 2016: 78 - 85

WACANA SAKTI KI GUSTI NGURAH PANJI SAKTI DALAM BABAD BULELENG ANALISIS STRUKTUR DAN SEMIOTIK

I Gusti Ayu Ima Swandayani1*, Tjok Istri Agung Mulyawati R2, Ida Bagus Rai Putra, M.Hum3

123

123Sastra Bali Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana 1[imaswandayani@gmail.com] 2[tiamulya59@gmail.com]

3

3[idabagusraiputra@yahoo.co.id]

*

Corresponding Author

Abstract

This study discusses about Wacana Sakti Ki Gusti Ngurah Panji Sakti in a Structural and Semiotics Analysis of Babad Buleleng. The study uses structural and semiotics theory. Structural theory in related to the structure of history literature. This theory was introduced by Jonathan Culler and collaberated by a theory introduced by Darusuprapta. Both theory are used in this study about literature aspects, such as: theme, plot, character, mitology with combination of legend, hagiography, symbolism, and suggestion. Meanwhile, semiotics theory is introduced by Carles Sanders Pierce (1931-1958).

The method of this study used three steps. First is collecting data through observation technique and supported by note taking technique. Second, the data were analyzed by using a descriptive method and hermeneutics by note taking technique. Third, the result of data analysis presented by using formal and informal method that were supported by deductive and inductive technique.

The structure of Babad Buleleng covers plot, theme, and character. Those structures become one unit of framework in construct a theme which concists of mayor theme; that is authentication, and minor theme which concists of declaration, glorification, sacred. Those themes can build characters so that construct the plot such as broken plot which means cause and result which is constructed with mitology elements, legend, hagiography, symbolism, and suggestion. Meanwhile, the purpose of this literature covers the special quality of character name, weapon, and born mark of Ki Gusti Ngurah Panji Sakti.

Keywords : structure, supernatural power, purpose, and babad

  • 1.    Latar Belakang

Babad merupakan salah satu karya sastra sejarah. Adanya tradisi karya sastra sebagai milik bersama yang mencerminkan kedekatan antara karya sastra dengan penyambutnya tampak dipakai kesempatan oleh seorang penulis babad dalam mengenalkan peristiwa-peristiwa yang dialami dan dilakukan oleh para leluhur pada masa lampau. Karya sastra sejarah hadir dalam berbagai bentuk yakni dapat berbentuk kakawin, kidung, geguritan dan babad. Babad, sejarah, dan lain-lain merupakan teks-teks historik dan geneologik yang mengandung unsur-unsur kesusastran, dengan metode dan pendekatan yang sesuai dengan sifat utamanya (Teeuw, 1984 : 342-343).

Pada perkembangannya, karya sastra berupa babad banyak muncul di masyarakat salah satunya, yakni Babad Buleleng. Babad Buleleng ini mengisahkan tentang silsilah keturunan serta perjalanan sakti Ki Gusti Ngurah Panji Sakti dalam menguasai daerah Den Bukit (Buleleng) dan beberapa daerah di Bali. Babad Buleleng mengandung pola struktur sastra yang meramu tema, alur, latar dan tokoh-tokoh dalam satu-kesatuan yang berupa mitologi dalam jalinan genealogi silsilah yang dihubungkan dengan dewa-dewa, bidadari, orang suci (pendeta atau nabi).

Selain itu, dalam Babad Buleleng diperkuat dengan simbolisme yang berupa lambang-lambang kejayaan Ki Gusti Ngurah Panji Sakti. Adanya unsur hagiografi di dalamnya yakni berupa kemujijatan atau sakti yang dimiliki oleh tokoh Ki Gusti Ngurah Panji Sakti baik berupa senjata yang beliau miliki maupun sabda yang beliau dapatkan selama masa kejayaan Panji Sakti menjadi raja. Tafsiran-tafsiran terhadap wacana sakti yang dimiliki oleh Ki Gusti Ngurah Panji Sakti inilah akan dilakukan untuk nantinya memperoleh suatu makna yang terkandung di dalamnya. Kemudian penafsiran akan wacana sakti yang dimiliki oleh Ki Gusti Ngurah Panji Sakti menjadi media pembuka cakrawala pembaca terhadap isi teks Babad Buleleng ini yang selalu diidentikkan dengan tokoh Ki Gusti Ngurah Panji Sakti sebagai penguasa Den Bukit pada masanya.

  • 2.    Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka adapun masalah yang dirumuskan ke dalam sebuah pertanyaan makna apasajakah yang terkandung dalam wacana sakti Ki Gusti Ngurah Panji Sakti dalam Babad Buleleng ?

  • 3.    Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini digolongkan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menambah perbendaharaan mengenai kesusastraan dan dapat menunjang serta penyediaan bahan dalam studi penelitian sastra, yang nantinya diharapkan ikut memberikan sumbangan terhadap Kebudayaan Nasional. Selain itu hasil yang nantinya akan diperoleh dari penelitian ini diharapkan nantinya akan dipakai sebagai perbandingan dalam penelitian-penelitian selanjutnya, terutama dalam kaitannya dengan karya sastra tradisional. Secara khusus, penelitian ini mempunyai tujuan mendeskripsikan unsur-unsur yang membangun strukturnya, serta meneliti secara lebih mendalam keterkaitan unsur-unsur yang merupakan kesatuan yang membentuk kebulatan dan keutuhan karya sastra. Hasil yang diharapkan dapat memberikan gambaran yang aktual dan jelas mengenai struktur yang membangun Babad Buleleng. Kemudian dapat dipahami makna yang terkandung dalam wacana sakti Ki Gusti Ngurah Panji Sakti.

  • 4.    Metode Penelitian

Dalam penelitian ini metode dan teknik yang digunakan, yaitu (1) tahap penyediaan data, (2) tahap analisis data, dan (3) tahap penyajian hasil analisis data. Pada tahap penyediaan data dipergunakan metode observasi. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu (1) teknik pencatatan, dan (2) teknik terjemahan.

Pada tahap analisis data, metode yang digunakan, yaitu metode kualitatif dan ditunjang dengan deskriptif analitik. Pada tahap penyajian hasil analisis data digunakan metode formal dan informal, yang dibantu dengan teknik deduktif dan induktif

  • 5.    Hasil dan Pembahasan

Makna merupakan ruang lingkup semiotika. Semiotik atau ilmu tentang tanda-tanda sesungguhnya telah lahir di Amerika, pada abad ke XIX, dipelopori oleh Charles Sanders Pierce, seorang filosof (Sukada, 1987 : 66). Bagi Pierce semiotika adalah suatu tindakan (action), pengaruh (influence), atau kerja sama tiga subjek yaitu : tanda (sign), objek (object), dan interpretan (interpretan). Sebagai ilmu, semiotika berfungsi untuk mengungkapkan secara ilmiah tanda dalam kehidupan manusia, baik tanda verba maupun nonverbal. Jadi semiotika adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berbohong (Ratna, 2006 : 105). Adapun makna yang akan dibahas adalah tentang keunggulan nama tokoh Ki Gusti Ngurah Panji Sakti dan keunggulan yang dimiliki oleh Ki Gusti Ngurah Panji Sakti.

  • 5.1    Keunggulan nama tokoh Ki Gusti Ngurah Panji Sakti

Berikut keunggulan nama tokoh Ki Gusti Ngurah Panji Sakti yaitu :

  • 1)    Ki Gusti memiliki arti sebagai sebutan suatu golongan dalam masyarakat Bali, Gusti II : raja (Kamus Bahasa Bali- Bahasa Indonesia, 1990 : 254);

  • 2)    Ngurah memiliki arti sebagai sebutan suatu segolongan masyarakat di Bali (Kamus Bahasa Bali-Bahasa Indonesia, 1990 : 464);

  • 3)    Panji memiliki arti sebagai bendera atau tanda kebesaran (kamus besar bahasa Indonesia, 1985 : 708 );

  • 4)    Sakti memiliki arti mampu (kuasa) berbuat sesuatu yang melampaui kodrat alam atau mempunyai kesaktian (kamus besar bahasa Indonesia, 2005 : 982). Sakti juga memiliki arti mempunyai kuasa yang bersifat gaib (kamus besar bahasa Indonesia, 2005: 982). Dalam Kamus Bahasa Bali-Indonesia, 1990: 598) Sakti berarti : 1. Balian-dukun sakti; 2. Maha Kuasa; Asta-delapan kemahakuasaan Tuhan.

Dari penjabaran makna nama tokoh Ki Gusti Panji Sakti di atas dapat disimpulkan makna yang terkandung dalam nama tersebut yakni mencerminkan kehidupan yang dari segi fisik, digambarkan dengan seorang laki-laki tampan nyaris tanpa cacat. Beliau yang terlahir dalam keturunan bangsawan dan memiliki kepribadian yang baik sebagai seorang raja. Walaupun beliau dan ibunya Si Luh Pasek di buang oleh ayahnya tidak menjadikan Panji Sakti menjadi orang yang pendendam. Beliau

hidup secara sederhana bersama ibunya di desa Panji dan selalu menolong sesama. Ki Gusti Ngurah Panji Sakti merupakan sosok seorang raja yang bijaksana dan memiliki kesaktian luar biasa serta daerah kekuasaan dimana-mana sehingga para rakyatnya sangat tunduk kepadanya.

Keunggulan nama Ki Gusti Ngurah Panji Sakti yang diberikan oleh rakyatnya merupakan suatu simbol yang ada dalam diri beliau. Sakti yang diberikan pada akhir nama beliau merupakan suatu simbol bahwa beliau Ki Gusti Ngurah Panji adalah seorang pemimpin Den Bukit yang memiliki kesaktian yang luar biasa sehingga rakyat mengagumi kesaktian yang beliau miliki. Rakyat pun memberi julukan kepada beliau sebagai Ki Gusti Ngurah Panji Sakti karena kesaktiannya yang luar biasa seperti pada peristiwa terdamparnya perahu Ki Mpu Awwang di pesisir Panimbangan. Pada saat itu Ki Gusti Ngurah Panji dapat memindahkan perahu tersebut dengan sebilah keris Ki Semang sehingga para rakyat pun kagum dan senang terhadap Ki Gusti Ngurah Panji Sakti karena kesaktian yang di milikinya.

  • 5.2    Keunggulan yang dimiliki oleh Ki Gusti Ngurah Panji Sakti

  • 1.    Tanda lahir Ki Gusti Ngurah Panji Sakti

Dalam Babad Buleleng tokoh Ki Gusti Ngurah Panji Sakti sangat berperan di dalamnya. Sejak lahir ke dunia, beliau sudah dikaruniai wajah yang tampan tanpa cacat dan sebuah kelebihan yang tidak dimiliki oleh manusia lainnya. Saat beliau lahir, ubun-ubun beliau sudah mengeluarkan sinar suci yang itu menandakan tanda bakal calon pemimpin yang sakti, berani serta unggul dalam peperangan. Hal ini yang membuat sang ayah Dalem Sagening menjadi takut dan kemudian menyuruhnya untuk pergi ke desa Panji tempat ibu Ki Gusti Ngurah Panji Sakti berasal. Setelah Ki Gusti Ngurah Panji Sakti dewasa, tanda-tanda yang sedari kecil beliau miliki menjadi kenyataan. Beliau pun menjadi penguasa Den Bukit, semua rakyat tunduk dan setia dengan beliau karena kesaktian dan keutamaan beliau sehingga disenangi oleh rakyat. Beliau mahir dalam peperangan sehingga wilayah Den Bukit serta beberapa daerah lainnya dapat beliau kuasai. Hingga akhir ajalnya semua rakyatnya tetap setia mengabdi kepada beliau

karena berkat jasanya wilayah Den Bukit menjadi aman dan sejahtera dari ancaman apapun.

  • 2.    Senjata Ki Gusti Ngurah Panji Sakti

Simbol merupakan tanda berdasarkan konvensi, peraturan atau perjanjian yang disepakati bersama. Simbol baru dapat dipahami jika seseorang sudah mengerti arti yang telah disepakati bersama. Dalam Babad Buleleng, senjata pemberian Dalem ayah dari Ki Gusti Ngurah Panji Sakti merupakan suatu simbol. Senjata (kamus besar Bahasa Indonesia, 1985: 917) merupakan alat perkakas yang gunanya untuk berperang seperti : keris, tombak. Senjata milik Ki Gusti Ngurah Panji berupa sebilah keris dan tombak. Keris tersebut diberi nama Ki Semang sedangkan tombak beliau diberi nama Ki Pangkajatatwa.

Kedua senjata beliau mempunyai kesaktian masing-masing seperti keris Ki Semang yang selalu beliau bawa saat peperangan untuk menikam para musuhnya sehingga semua musuh takluk kepada beliau. Selain itu Ki Semang digunakan untuk membantu Ki Mpu Awwang saat perahunya terdampar dan tidak bisa berlayar. Berkat keris Ki Semang yang di hempaskan ke arah perahu atas kekuatan yang diberikan Hyang Widhi perahu tersebut berhasil bergerak ke tengah laut. Sejak saat itu Ki Gusti Ngurah Panji Sakti menjadi kaya karena mendapat hadiah dari Ki Mpu Awwang.

Tombak Ki Pangkajatatwa juga memiliki kekuatan yang sama dengan Ki Semang. Tombak tersebut digunakan saat Ki Pangkajatatwa digunakan pada saat beliau menempuh perjalanan jauh ke daerah Panji bersama sang ibu Si Luh Pasek Panji dan kedua abdinya. Saat mereka beristirahat sambil memakan bekal ketupat yang dibawa, Ki Gusti Ngurah Panji Sakti tersendat sehingga diperintahkan abdinya yang bernama Ki Dumpyung mencari air. Tombak yang beliau bawa diserahkan kepada ibunya, saat itu sang ibu menaruhnya dengan menancapkan tombak tersebut ke tanah. Namun setelah itu, ternyata dari dalam tanah memancar air keluar sehingga Ki Gusti Ngurah Panji Sakti dan yang lainnya sangat senang. Untuk itu tempat itu di beri nama Banyu Anaman atau Toya Katipat sampai sekarang.

  • 6.    Simpulan

Berdasarkan analisis dan uraian di depan, akhirnya dapat disimpulkan sebagai berikut. Pada analisis semiotik dibahas mengenai makna wacana Ki Gusti Ngurah Panji sebagai simbol teks diulas untuk mendapatkan makna-makna yang tekandung di dalamnya, yaitu :

  • 1)    keunggulan dari nama tokoh Ki Gusti Ngurah Panji Sakti yang di dalamnya terkandung makna dalam nama tersebut yakni mencerminkan kehidupan yang dari segi fisik digambarkan dengan seorang laki-laki tampan nyaris tanpa cacat yang terlahir dalam keturunan bangsawan dan memiliki kepribadian yang baik sebagai seorang Raja yang bijaksana dan memiliki kesaktian yang luar biasa serta daerah kekuasaan dimanamana.

  • 2)    keunggulan yang dimiliki Ki Gusti Ngurah Panji Sakti adalah tentang tanda lahir serta senjata beliau, yang dapat simpulkan sebagai berikut : a) Ki Gusti Ngurah Panji Sakti lahir, kemudian dari ubun-ubun beliau sudah mengeluarkan sinar suci yang itu menandakan tanda bakal calon pemimpin yang sakti, berani serta unggul dalam peperangan. Hal ini yang membuat sang ayah Dalem Sagening menjadi takut dan kemudian menyuruhnya untuk pergi ke desa Panji tempat ibu Ki Gusti Ngurah Panji Sakti berasal, dan b) senjata milik Ki Gusti Ngurah Panji Sakti memiliki makna kesaktian dan kekuatan Ki Gusti Ngurah Panji Sakti karena selain beliau memiliki kelebihan sejak lahir, namun setelah memiliki kedua senjata ini menambah kesaktian dan kekuatan beliau dalam menghadapi musuhnya.

  • 7.    Daftar Pustaka

Departemen Pendidikan Nasional.2005.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Poerwadarmika,W.J.S, 1985. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan PN. Balai Pustaka.

Ratna, I Nyoman Kutha. 2006. Teori, Metode,dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Sukada. 1987. Pembinaan Kritik Sastra Indonesia Masalah Sistematisasi Analisis Struktur Fiksi. Bandung: Angkasa.

Teeuw, Andreas.1984. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Jakarta : PT.

Dunia Pustaka Jaya.

Warna, dkk. 1990. Kamus Bali-Indonesia. Dinas Pendidikan Dasar Propinsi DATI I Bali.

85