Sabung Ayam Pada Masyarakat Bali Kuno Abad IX-XII
on
ISSN: 2302-920X
E-Jurnal Humanis, Fakultas Sastra dan Budaya Unud
Vol 15.2 Mei 2016: 75-80
Sabung Ayam Pada Masyarakat Bali Kuno Abad IX-XII
I Wayan Gede Saputra K.W
email: widiarsagede688@yahoo.com
Program Studi Arkeologi Fakultas Sastra dan Budaya Unud
Abstract
Cockfighting is a unique tradition that is closely related to the social life of Balinese Hindu religious community. These activities are very frequent and commonplace found in Balinese life. Related to this activity is still a lot of question, one that perhaps the public is often questioned about when the appearance and how your activities in the past cockfights. That matter is used as a reference in order to uncover and reconstruct how actually means cockfighting activities in the past. The aim of this study was to find out when the emergence of cockfighting, what function cockfight at the time of ancient Bali, and how later developments cockfighting modern times now.
Results of this study indicate if new cockfighting activity known by the people of Bali the past in the 10th century, marked by the mention of the term lagan Sawung the inscription Sembiran AI Function cockfight at the time of ancient Bali can be grouped into three, namely, the function of tax object, grace or gift king function, and the function of complementary means of ritual. The development of cockfighting in modern times, seems to evolve into complex forms. Cockfighting in the form of tabuh rah only has changes in the implementation of adaptation bets, while cockfighting in the form tajen undergo dynamic changes both in terms of execution, time, and on spurs and chicken used.
Keywords: Cockfighting, Occurrences, Functions cockfighting, Development.
Sabung ayam merupakan tradisi pertarungan antara dua ayam jantan pada suatu arena atau wilayah tertentu. Aktivitas sabung ayam sejatinya tidak dapat dipisahkan dari tradisi adat istiadat di Bali. Umumnya sabung ayam di kategorikan menjadi 2 aktivitas yang mendasar yaitu, tabuh rah dan tajen. Tabuh rah adalah kegiatan mengadu dua ekor ayam jantan yang mana kegiatan ini lazimnya diadakan pada upacara bhuta yadnya atau mecaru. Tajen adalah kegiatan mengadu dua ekor ayam pada suatu arena tertentu yang biasanya disertai taruhan (Hidayat 2011: 1-4).
Jika dilihat secara empiris kegiatan sabung ayam erat kaitannya dengan perjudian. Dapat dilihat dari taruhan dan pungutan yang diadakan sewaktu pelaksanaan
tajen. Kenyataan di masyarakat pelaksanaan sabung ayam dewasa ini dalam rangka suatu upacara selalu terkait dengan taruhan atau judi. Ini tentunya bertentangan dengan hukum yang ada. Padahal dalam suatu upacara ritual yang besar di Bali haruslah mengadakan sabung ayam sebagai pelengkap upacara. Suatu bentuk perjudian tentunya melanggar hukum dan masyarakat yang berkecimpung dalam tradisi ini, cepat atau lambat akan meninggalkan tradisi ini. Tradisi ini sesungguhnya memegang peranan penting dalam pelaksanaan upacara ritual di Bali. Penelitian mengenai sabung ayam sangat jarang dilakukan, dan bila ada penelitian terkait hanya sebatas mengkaji kajian dampak sosial yang ditimbulkan terhadap masyarakat. Hal ini seharusnya lebih mendapat perhatian untuk dikaji lebih mendalam, sebab dalam tradisi ini terdapat makna dan fungsi yang sebelumnya hanya diketahui secara sepintas oleh masyarakat awam. Mengenai kemunculan tradisi ini pun sebenarnya masih dipertanyakan oleh banyak pihak.
Penelitian mengenai sabung ayam dewasa ini hanya difokuskan pada kajian persepektif hukum dan dampak sosial yang ditimbulkan. Sebenarnya apabila dikaji berdasarkan persepektif budaya, akan lebih banyak informasi yang dapat diperoleh dari tradisi ini. Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk meneliti tradisi sabung ayam berdasarkan kajian persepektif budaya. Penulis lebih menitik beratkan pada kemunculan, kajian fungsi, dan perkembangan tradisi sabung ayam tersebut berdasarkan data – data prasasti dan data etnoarkeologi.
Bedasarkan uraian latar belakang di atas, maka terdapat tiga permasalahan yang dijadikan fokus dalam penelitian ini. Ketiga permasalahan tersebut yaitu:
-
1. Sejak kapan kemunculan tradisi sabung ayam pada masyarakat di Bali?
-
2. Apa fungsi sabung ayam pada masa Bali Kuno?
-
3. Bagaimana perkembangan tradisi sabung ayam pada masa Bali Modern?
Penelitian apapun yang dilakukan tentunya memiliki tujuan umum dan tujuan khusus yang pada dasarnya untuk mengetahui secara umum karakteristik objek penelitian dan mengetahui secara rinci tujuan yang ingin dicapai.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui, memahami, serta menjelaskan berbagai hal yang terkait dengan sabung ayam dalam masyarakat Bali Kuno. Baik sabung ayam sebagai ritual maupun judi. Adapun tujuan khusus penelitian ini yaitu untuk menjawab permasalahan yang ada pada rumusan masalah secara terperinci, yaitu pertama untuk mengetahui sejak kapan kemunculan kegiatan sabung ayam berdasarkan data prasasti, kedua untuk mengetahui apa fungsi sabung ayam pada masa Bali Kuno, dan ketiga untuk mengetahui perkembangan sabung ayam masa kini.
-
a) Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini dirancang sebagai suatu penelitian lapangan dengan menggunakan pendekatan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif secara bersamaan. Pendekatan kualitatif yang dimaksud yaitu pendekatan yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis ataupun lisan dari objek yang diamati, sedangkan yang dimaksud dengan pendekatan kuantitatif yaitu pendekatan yang menghasilkan variabel-variabel tertentu dari objek penelitian supaya dapat dikaji lebih dalam. Obyek yang dijadikan data dalam penelitian ini adalah data transliterasi prasasti masa Bali Kuno abad IX-XII yang di dalamnya menyebutkan tentang kegiatan sabung ayam.
-
b) Jenis dan Sumber Data
Berdasarkan jenis penelitian, jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah data prasasti. Data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku, artikel, maupun jurnal ilmiah yang menyangkut tentang penelitian ini.
-
c) Instrumen Penelitian
Peneliti sendiri merupakan instrumen utama dalam penelitian ini, yaitu sebagai pengumpul data sekaligus sebagai penganalisis data. Instrumen lainnya yaitu pedoman wawancara yang digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh melalui kegiatan pengamatan di lokasi penelitian. Wawancara yang dilakukan bersifat terbuka dan tidak
terstruktur, dalam artian wawancara atau daftar pertanyaan hanya dibuat secara garis besar yang dikembangkan pada saat berada di lokasi penelitian.
-
d) Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data digunakan oleh peneliti bertujuan untuk memperoleh data yang maksimal dan akurat, maka teknik yang digunakan yaitu observasi, wawancara, dan studi pustaka.
-
e) Teknik Analisis Data
Analisis data ini dilakukan dengan memanfaatkan beberapa jenis data yang diperoleh baik data primer dan skunder yang bersumber dari hasil wawancara, dokumentasi, dan hasil penelitian. Metode analisis yang digunakan yaitu analisis kualitatif, analisis komparatif dan analisis etnoarkeologi.
-
a) Kemunculan Sabung Ayam
Dari beberapa data prasasti tertua yang ditemukan di Bali nampaknya belum ada yang dapat dijadikan tolak ukur terkait sejak kapan kemunculan sabung ayam di Bali. Untuk mendapat data yang jelas guna menemukan istilah yang dapat dijadikan sebagai kemunculan sabung ayam pada masa lalu, penelitian ini kemudian menggunakan data prasasti yang bertipe yumu pakatahu. Hal ini dikarenakan prasasti tipe ini hampir sebagian besar merupakan prasasti tertua di Bali. Dari sekian banyak prasasti hanya beberapa prasasti yang hanya dapat dijadikan sebagai indikator kemunculan sabung ayam pada masa lalu. Pada prasasti Trunyan A.I., ditemukan indikator istilah sabung ayam pada masa lalu dengan disebutkannya kata laga pada isi prasasti tersebut. Argumentasi tersebut nampaknya belum cukup kuat guna mendukung istilah tersebut sebagai indikator kemunculan sabung ayam pada masa lalu. Prasasti Sembiran A.I nampaknya yang mungkin dapat dijadikan tolak ukur terkait kemunculan sabung ayam pada masa lalu, dengan istilah lagan sawung. Dengan demikian maka penulis menyimpulkan jika sabung ayam baru dikenal masyarakat Bali pada abad ke-10.
-
b) Fungsi Sabung Ayam Masa Bali Kuno
Ketika kita berbicara masalah fungsi suatu kebudayaan dan kegiatan yang termasuk didalamnya, maka tentu harus kita pahami konteks dari kegiatan tersebut di masyarakat. Terdapat jenis kesadaran bersama (collective conscience) yakni kepercayaan dan sentiment yang diacu bersama oleh seluruh anggota masyarakat. Pegangan bersama tersebut merupakan nilai-nilai fundamental, kepercayaan, dan sentiment yang diartikulasi serta terefleksi dalam norma bersama (Paeni,2009; 2-3). Masyarakat Bali meyakini keberadaan sabung ayam sebagai pelengkap dalam upacara caru. Hasil penelitian penuluis menemukan indikasi bahwa selain berfungsi sebagai pelengkap sarana upacara keagamaan nampaknya sabung ayam pada masa Bali Kuno juga berfungsi lain. Berikut akan dipaparkan sejumlah fungsi sabung ayam masa Bali Kuno. Pertama yaitu sabung ayam dalam kaitannya dengan obyek pajak pada masa lalu. Hal tersebut diindikasikan dengan disebutkannya kegiatan sabung ayam yang selalu bergandengan dengan sejumlah pajak yang harus dibayarkan. Kedua, sabung ayam fungsinya sebagai hadiah atau anugrah raja pada masa lalu. Ini dibuktikan dari kalimat yang disebutkan pada prasasti Batur Pura Abang A, terkait pembebasan sabungan jika ada warga yang mengawinakan kuda di bukit Airhwang. Ketiga yaitu fungsi sarana pelengkap ritual. Hal tersebut dapat dilihat dari disebutkannya pengadaan dan pembebeasan kegiatan sabung ayam bila terkait dengan suatu upacara dan diadakannya sekitar areal tempat suci. Dari ketiga fungsi tersebut nampaknya, hanya fungsi ketiga lah yang dominan disebutkan pada sebagian besar prasasti masa Bali Kuno.
-
c) Perkembangan Sabung Ayam Masa Kini
Perkembangan suatu kebudayan atau tradisi apabila dijabarkan tentu akan dijelaskan terkait proses-proses budaya yang terjadi. Sabung ayam dari masa awal kemunculan hingga kini mengalami sejumlah perkembangan dan perubahan yang sifatnya cenderung dinamis. Pada awal kemunculan hingga masa Bali Kuno, kegiatan sabung ayam nampaknya tumbuh menjadi bentuk tabuh rah yang disebutkan dengan istilah manawunga dan cikal bakal bentuk tajen yang penulis asumsikan dengan istilah lagan sawung dan batun sawung. Pada era setelah pendudukan Majapahit, sabung ayam nampaknya lebih dikenal dengan bentuk tabuh rah dengan istilah manawunga yang disebutkan pada beberapa lontar. Masa kolonial nampaknya mengindikasikan jika
sabung ayam digunakan oleh penjajah guna mendapatkan budak kerja paksa. Pada masa modern ini, sabung ayam dalam bentuk tabuh rah rupanya mengalami sedikit perubahan, dimana perubahan tersebut ditandai dengan digunakannya toh dedamping dalam pelaksanaanya. Kegaiatan sabung ayam dalam bentuk tajen lah yang mengalami perubahan dinamis terus menerus hingga kini, diakibatkan oleh proses modifikasi pelaksanaan dari para pelaku tajen dan juga pengaruh budaya asing. Perubahan tersebut ditandai dari waktu pelaksanaan, ayam yang digunakan, areal dan tempat yang digunakan, hingga taji yang digunakan juga mengalami suatu bentuk perubahan.
-
6. Simpulan
Kegiatan sabung ayam yang masih dipertanyakan kemunculannya nampaknya dari hasil penelitian ini dapat ditemukan jawabannya. Istilah blindarah yang semula digunakan untuk mengaitkan kegiatan sabung ayam kala itu rupanya belum cukup kuat sebagai indikator kemunculan sabung ayam. Istilah lagan sawung pada prasasti Sembiran A.I nampaknya merupakan indikator kemunculan sabung ayam pada masa lalu. Fungsi sabung ayam pada masa Bali Kuno dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu fungsi obyek pendapatan pajak, fungsi hadiah atau imbalan raja, dan fungsi sarana pelengkap ritual. Perkembangan sabung ayam masa kini nampaknya hanya terjadi perubahan besar ada aktivitas tajen. Ditandai dengan modifikasi pada pelaksanaan, taruhan, dan ayam yang digunakan. Pada tabuh rah perubahan yang terjadi hanya sebatas penambahan toh dedamping pada pelaksanaannya.
Hidayat, Rahmatul.2011.“Sabung Ayam Tabuh Rah Dan Judi Tajen Di Bali”(Skripsi).Jakarta.Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah.
Paeni, M. 2009. “Religi dan Falsafah”, Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta:
Rajawali Pers.
80
Discussion and feedback