1

PERBANDINGAN NILAI BUDAYA DALAM DONGENG JEPANG DAN DONGENG BALI

Ida Bagus Gede Candra Prayoga

Program Studi Sastra Jepang, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana

Abstract

Cultural values are the basic concept that is very important for people's lives. Cultural values are also considered good by a group of people because they give the characteristics of the community. This study discusses the comparison of the value of culture in Japanese folktales and Balinese folktales.

The method used in this study is a literature and informal method. The theory used are the theory of comparative literature proposed by Damono and cultural value theory proposed by Kluckhonh.

The analysis shows the similarities and differences in terms of cultural values between these folktales. The similarities are in (1) a belief system of religion, (2) a sense of loving for animals and plants, (3) the concept of indebtedness in Japanese and Balinese folktales. The difference is about (1) the naming system of Japanese and Balinese people, (2) the differentiate of the season make a difference culture calues between Japan and Bali.

Keywords: cultural, comparative literature, Folktales

  • 1.    Latar Belakang

Nilai budaya merupakan konsep dasar yang bersifat umum yang sangat penting dan bernilai bagi kehidupan masyarakat. Selain itu nilai budaya menjadi acuan tingkah laku sebagian besar anggota masyarakat sebagai hasil belajar sejak masa kanak-kanak sampai dewasa. Berbagai suku bangsa memiliki dan mengamalkan nilai-nilai seperti gotong royong, musyawarah, setia kawan, harga diri, dan sebagainya yang tercermin dalam berbagai lapangan kehidupan yang semuanya itu merupakan bentuk dari kebudayaan sebagai hasil proses pembelajaran (Setiadi, 2011: 127-128).

Salah satu karya sastra yang mengandung nilai budaya adalah dongeng. Dongeng merupakan salah satu cerita tradisional sebagai kekayaan budaya yang dimiliki suatu bangsa. Setiap negara memiliki dongeng yang berbeda-beda. Begitu

juga dengan Jepang yang memiliki berbagai macam dongeng yang hingga saat ini diwariskan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya baik secara lisan maupun tulisan. Beberapa dongeng yang berasal dari Jepang ternyata mempunyai persamaan dengan dongeng dari Indonesia khususnya daerah Bali terutama dari segi tema, isi, nilai budaya, dan alur ceritanya. Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan pada perbandingan nilai-nilai budaya yang terdapat di dalam dongeng Jepang dan Bali. Data yang digunakan yaitu masing-masing tiga dongeng Jepang dan tiga dongeng Bali. Dongeng Jepang yang digunakan yaitu dongeng Shita Kiri Suzume, Tsuru no Ongaeshi, dan Hanasaka Jiisan, sedangkan dongeng Bali yang digunakan yaitu dongeng Men Tiwas teken Men Sugih, Taluh Mas, dan Siap Sangkur Mataluh Mas.

  • 2.    Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah persamaan dan perbedaan nilai budaya yang terdapat dalam dongeng Jepang dan dongeng Bali

  • 3.    Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum tujuan penelitian ini untuk menambah perbendaharaan penelitian dalam bidang sastra bandingan. Secara khusus tujuan penelitian ini untuk mengetahui persamaan dan perbedaan nilai budaya dalam dongeng Jepang dan dongeng Bali.

  • 4.    Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada metode penelitian yang dikemukakan oleh Ratna (2006). Metode dan teknik dibagi menjadi tiga yaitu, metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, serta metode dan teknik penyajian hasil analisis data. Pada tahap pengumpulan data menggunakan metode kepustakaan. Setelah data

terkumpul, kemudian dianalisis dengan metode sastra bandingan, yaitu metode yang digunakan untuk membandingkan antara sastra sebuah negara dengan sastra negara lain (Damono, 2005: 2). Hasil analisis disajikan dengan menggunakan metode informal, yaitu metode yang menyajikan hasil analisis data melalui katakata, bukan dalam bentuk angka-angka, bagan, dan statistik (Ratna, 2006: 50).

  • 5.    Hasil dan Pembahasan

Dalam analisis dongeng Jepang dan Bali, didapatkan hasil berupa empat persamaan dan dua perbedaan di dalamnya. Persamaan dan perbedaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

  • 5.1    Persamaan Nilai Budaya dalam Dongeng Jepang dan Dongeng Bali

Persamaan Nilai Budaya dalam Dongeng Jepang dan Dongeng Bali tersebut adalah yang pertama adanya persamaan mengenai keyakinan terhadap sistem religi didalamnya. Kepercayaan tersebut sama-sama merupakan kepercayaan terhadap Tuhan dalam ajaran agamanya masing-masing. Dalam dongeng Jepang percaya terhadap ajaran agama Buddha, sedangkan dalam dongeng Bali percaya terhadap ajaran agama Hindu.

Kedua yaitu persamaan mengenai adanya rasa kasih sayang terhadap binatang dalam dongeng tersebut. Dalam ajaran agama Buddha dan Hindu terdapat sebuah konsep mengenai kasih sayang terhadap binatang, salah satunya dengan cara tidak menyakiti ataupun membunuh binatang. Dalam masyarakat Buddha di Jepang, konsep itu dinamakan dengan istilah fusesshou, sedangkan dalam masyarakat Hindu Bali konsep tersebut dikenal dengan istilah Ahimsa.

Ketiga yaitu persamaan mengenai adanya rasa kasih sayang terhadap tumbuhan. Jika dalam masyarakat Jepang dinyatakan dengan cara melakukan perayaan matsuri sebagai rasa syukur terhadap adanya tumbuh-tumbuhan, di Bali dilakukan dengan suatu upacara yang disebut dengan tumpek wariga. Hal tersebut sama-sama merupakan hal yang dilakukan untuk mensyukuri adanya tumbuh-tumbuhan dan manusia wajib memberikan kasih sayang terhadap tumbuhan dengan melestarikan dan menjaganya.

Keempat yaitu adanya persamaan mengenai konsep hutang dalam dongeng Jepang dan dongeng Bali. Konsep hutang yang dikenal di Jepang yaitu on memiliki persamaan dengan konsep hutang di Bali yaitu Tri Rna. On merupakan beban atau hutang yang wajib dibayarkan kembali oleh seseorang. On juga merupakan konsep yang menunjuk kepada hutang psikologis dan sosial yang dikenakan kepada seseorang atas kebaikan-kebaikan yang diterimanya dari orang lain (Benedict, 1982: 105), sedangkan Tri Rna memiliki arti yaitu tiga jenis hutang atau tiga jenis kewajiban yang harus dibayar manusia. Hutang dalam konsep Tri Rna dibedakan menjadi tiga yaitu Dewa Rna, Pitra Rna, dan Rsi Rna. Dewa Rna merupakan hutang manusia kepada Tuhan karena Tuhan telah memberikan Roh sehingga manusia bisa hidup. Hutang ini nyata tetapi tidak bisa dilihat. Pitra Rna merupakan hutang kepada leluhur, orang tua, ayah atau ibu yang telah mendidik, merawat, dan membesarkan manusia dari sejak dalam kandungan sampai lahir dan menjadi dewasa. Hutang yang terakhir yaitu Rsi Rna merupakan hutang kepada para maharesi yang selalu memberikan ilmunya, sehingga manusia menjadi mengerti mana yang merupakan perbuatan baik, dan mana yang merupakan perbuatan yang buruk sehingga bisa hidup berdasarkan ajaran agama (Suhardana, 2008: 1-2).

Hutang dalam konsep masyarakat Jepang dan Bali sama-sama wajib dibayar sesuai dengan jenis hutang yang dimiliki. Dalam masyarakat Jepang, konsep hutang yaitu on dibayar dengan cara melakukan sesuatu atau membalas budi baik seseorang dengan jalan kesetiaan, kepatuhan, dan ketaatan terhadap kewajiban yang harus dibayarkan akibat dikenakannya on tersebut. Dalam masyarakat Bali, terdapat konsep hutang yang dibawa sejak manusia lahir yaitu Tri Rna dibayarkan dengan cara melakukan upacara keagamaan. Dalam dongeng Bali terdapat hutang yang dimiliki kepada Tuhan yang disebut dengan Dewa Rna. Pembayaran kewajiban tersebut dilakukan dengan melaksanakan upacara Dewa Yadnya dan Bhuta yadnya. Dewa Yadnya dan Bhuta Yadnya dilakukan sebagai rasa hormat dan untuk membayar kewajiban kepada Tuhan sebagai umat manusia.

  • 5.2    Perbedaan Nilai Budaya dalam Dongeng Jepang dan Dongeng Bali

Selain keempat persamaan tersebut, terdapat pula dua perbedaan nilai budaya pada dongeng Jepang dan dongeng Bali. Perbedaan yang pertama yaitu perbedaan nilai budaya akibat adanya perbedaan musim yang terdapat di Jepang dan di Bali. Di Jepang mengenal adanya empat musim yaitu haru (musim semi), natsu (musim panas), aki (musim gugur) dan fuyu (musim salju), sedangkan di Bali hanya mengenal dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Perubahan musim menyebabkan masyarakat Jepang mempunyai pemikiran untuk mengubah jenis pakaian yang dipakai sesuai dengan musim pada saat itu, seperti halnya pada pakaian siswa di sekolah yang selalu berganti jenis pakaian setiap pergantian musim. Pada saat musim panas jenis pakaian yang digunakan yaitu pakaian yang berbahan kain tipis agar tetap merasa sejuk. Pada musim dingin, para siswa di Jepang biasanya menggunakan pakaian yang sangat tebal dan hangat. Orang Jepang keseluruhan juga mengenakan pakaian yang tebal dan hangat pada saat musim dingin. bukan hanya pakaian, perlengkapan tidur juga harus disesuaikan dengan musim. Perbedaan tersebut membuat adanya perbedaan nilai budaya antara masyarakat Jepang dan Bali dalam kehidupannya sehari-hari. Berbeda halnya dengan di Jepang, di Bali tidak terdapat musim dingin yang bersalju. Di Bali hanya terdapat dua musim saja yaitu musim hujan dan musim panas. Musim yang terdapat di wilayah Bali tidak mempengaruhi kebiasaan masyarakat dalam menggunakan pakaian seperti halnya di Jepang yang selalu berganti jenis pakaian setiap pergantian musim.

Perbedaan yang kedua yaitu adanya perbedaan mengenai sistem penamaan orang Jepang dan orang Bali. Setiap orang Jepang memiliki satu nama keluarga dan satu nama pemberian tanpa adanya nama tengah. Nama keluarga yang umum di Jepang adalah Sato (佐藤)Suzuki (鈴木), dan Takahashi (高橋). Nama keluarga di daerah Jepang memiliki perbedaan di setiap daerahnya seperti nama Higa (比嘉) dan Shimabukuro (島袋) yang lazim dipakai di daerah Okinawa tetapi tidak demikian di daerah lain di Jepang (Putra, 2009). Berbeda halnya dengan nama orang Bali yang tidak menunjukkan adanya nama keluarga melainkan menunjukan urutan kelahiran orang tersebut seperti Wayan (anak pertama), Made (anak kedua), Nyoman (anak ketiga), dan Ketut (anak keempat).

  • 6.    Simpulan

Perbandingan nilai budaya yang terdapat dalam dongeng Jepang dan dongeng Bali lebih banyak memperlihatkan mengenai persamaan di dalamnya. Persamaan tersebut juga dipengaruhi oleh sistem kepercayaan masyarakatnya. Kebudayaan yang dilakukan orang Jepang maupun orang Bali sudah menyatu dengan sistem kepercayaan yang dianut, oleh karena itu kebudayaan yang dimiliki Jepang maupun Bali lebih banyak mengenai kebudayaan yang sudah dipengaruhi oleh sistem kepercayaan.

Daftar Pustaka

Benedict, Ruth. 1982. Pedang Samurai dan Bunga Seruni : Pola- Pola Kebudayaan Jepang. Jakarta: Sinar Harapan.

Damono, S.D. 2005. Pegangan Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Pusat Bahasa.

Putra, Andika. 2009. Struktur dan Pemberian Nama Jepang. http://www.hikaruyuuki.com/blog/struktur-dan-pemberian-nama-jepang-bagian-1.html diakses pada 3 november 2014

Ratna, N.K. 2006. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Setiadi, Elly M dkk. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Prenada Media Group.

Suhardana. 2008. Tri Rna: Tiga Jenis Hutang yang Harus Dibayar Manusia.

Surabaya: Paramita.