CITRA DIRI TOKOH HIME DALAM DONGENG KAGUYA HIME, KAMI NAGA HIME, DAN HACHI KATSUGI HIME

Oleh:

Nyoman Ayu Tri Yuliasari

Program Studi Sastra Jepang Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana

Abstract

Fairy tale of Kaguya Hime, Kami Naga Hime, and Hachi Katsugi Hime selected as the data source because there three fairy tales describe the characteristics of women (Hime) of the Heian period, Nara, and Edo. The story of Kaguya Hime, Kami Naga Hime, and Hachi Katsugi Hime is in the book entitled Nihon Mukashi Banashi written by Kawauchi Sayumi. The theory used is a woman imaging theory by Sugihastuti and the theory of functionalism folklore by William R. Bascom. The analysis showed similarities of Hime character portrayal in the Heian period, Nara and Edo. It can be seen from the makeup, and long black hair. Psychological state of Hime also figures also affect the social life in society and in the family environment. In addition, through a fairy tale of Kaguya Hime, Kami Naga Hime and Hachi Katsugi Hime can be know that the most prominent function of fairy tales in there three fairy tale is as a and have children's education namely to teach children to share in return, to become a diligent prayer, and have tolerance.

Keywords: self-image of women, Hime, Japanese fairy tales.

  • 1.    Latar Belakang

Dongeng dijadikan suatu media komunikasi dalam penyampaian pesan-pesan yang merupakan nilai-nilai dari masing-masing bangsa (Danandjaja, 1986:83). Dongeng-dongeng yang bertemakan putri, seperti Putri Salju, Putri Cinderella, Putri Duyung serta masih banyak yang lainnya menggambarkan, sosok seorang putri yang berwajah cantik, bersifat lemah lembut, dan penurut. Jepang juga memiliki cerita dongeng yang bertemakan putri. Dongeng bertema putri yang menjadi objek penelitan ini adalah Kaguya Hime, Kami Naga Hime, dan Hachi Katsugi Hime menggambarkan tokoh perempuan yang memiliki karakteristik perempuan (Hime) yang menawan. Tokoh perempuan di-gambarkan

sebagai sosok yang memiliki pesona, memiliki kecantikan, secara romantik perempuan juga diposisikan seperti pemandangan alam atau lukisan. Selain itu, dalam ketiga dongeng tersebut terdapat unsur budaya dan nilai pendidikan yang kental.

  • 2.    Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, permasalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah citra diri tokoh Hime yang menyangkut aspek fisis, psikis, dan sosial dalam dongeng Kaguya Hime, Kami Naga Hime dan Hachi Katsugi Hime dan fungsi dongeng Kaguya Hime, Kami Naga Hime dan Hachi Katsugi Hime.

  • 3.    Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dapat dibagi menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum, penelitian ini bertujuan memberikan informasi dan untuk meningkatkan penghargaan dan apresiasi masyarakat terhadap karya sastra. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pencitraan tokoh Hime di Jepang yang menyangkut aspek fisis, psikis, dan sosial dan fungsi dongeng yang terdapat dalam dongeng Kaguya Hime, Kami Naga Hime dan Hachi Katsugi Hime.

  • 4.    Metode Penelitian

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data berupa teks dongeng Kaguya Hime, Kami Naga Hime, dan Hachi Katsugi Hime dalam kumpulan Manga Nippon Mukashi Banashi karya Kawauchi Sayumi pada tahun 2005.

Untuk dapat memperoleh hasil penelitian yang baik maka dibutuhkan metode yang tepat untuk mekanisme kerja yang berstruktur. Mekanisme kerja dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap pengumpulan data, penganalisisan data, dan penyajian hasil analisis data.

Objek dari penelitian ini adalah sebuah karya sastra berupa dongeng, metode yang digunakan yaitu metode pustaka. Penelitian pustaka secara khusus

meneliti teks, baik lama maupun modern (Ratna, 2006: 39). Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah metode kualitatif secara keseluruhan memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya (Ratna, 2006: 46—47). Data yang telah terkumpul dianalisis dan disajikan menggunakan metode informal. Metode informal adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan katakata biasa, bukan dalam bentuk angka-angka, bagan, atau statistik (Ratna, 2006: 50).

  • 5.    Hasil dan Pembahasan

    • 5.1    Citra Diri Tokoh Hime Dalam Dongeng Kaguya Hime, Kami Naga Hime, dan Hachi Katsugi Hime

Berikut ini tiga buah aspek yang berhubungan dengan citra diri tokoh Hime yaitu aspek fisis, apek psikis dan aspek sosial.

  • 5.1.1    Aspek Fisis

Citra tokoh Hime dalam dongeng Kaguya Hime, Kami Naga Hime, dan Hachi Katsugi Hime menunjukkan wajah dan ciri khas perempuan Jepang pada masing-masing zaman yaitu zaman Heian (794-1185), zaman Nara (710-794) dan zaman Edo (1603-1867). Citra fisis Kaguya Hime, Kami Naga Hime, dan Hachi Katsugi Hime digambarkan sebagai seorang anak perempuan yang cantik jelita.

Gambar 1: KH (1)     Gambar 2: KNH (1)     Gambar 3: HKH(1)

(Kaguya Hime,2005:24) (Kami Naga Hime,2005:24) (Hachi Katsugi Hime, 2005:29—30)

Pada gambar (1) diketahui Kaguya Hime telah beranjak dewasa. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan pakaian tradisional pada zaman Heian (794-1185) yaitu Juunihitoe yang berwarna dasar merah muda. Kaguya Hime memiliki rambut tebal, lurus, dan hitam berkilau yang terurai sampai menyentuh tanah.

Pada gambar (2) Kami Naga Hime terlihat sedang menyisir rambutnya yang hitam dan panjang. Model rambut Kami Naga Hime disebut dengan Tarekami. Model Tarekami merupakan jenis model rambut yang terurai ke bawah. Pakaian yang digunakan Kami Naga Hime adalah kimono berwarna ungu muda dengan motif garis.

Pada gambar (3) diketahui bahwa Hachi Katsugi Hime adalah seorang perempuan dewasa yang memiliki ciri fisik memiliki rambut yang panjang dan berwarna hitam. Menggunakan kimono dengan motif bunga yang mempercantik penampilanya. Pada zaman Edo desain kimono yang anggun dan warna berani seperti merah, biru, kuning, ungu, dan hijau. Desain kimono dengan gaya Cina dan Jepang terdapat motif khas yaitu bunga, burung, pohon dan pemandangan (Rowthorn, 2007:312).

  • 5.1.2    Aspek Psikis

Perwujudan citra diri Kaguya Hime, Kami Naga Hime, dan Hachi Katsugi Hime ditunjukkan sebagai pribadi yang memiliki rasa kegundahan hati dan rasa kehilangan. Kami Naga Hime merupakan pribadi yang tegar dan mandiri. Perwujudan citra psikis dari Hachi Katsugi Hime ditunjukkan sebagai seorang perempuan yang memiliki rasa khawatir terhadap kesehatan ibunya.

  • 5.1.3    Aspek sosial

Citra diri perempuan dalam aspek sosial dibagi dalam dua peran yaitu peran perempuan dalam keluarga dan peran perempuan dalam masyarakat. Peran adalah bagian yang dimainkan seseorang pada setiap keadaan dan cara bertingkah laku untuk menyelaraskan diri dengan keadaan (Wolfman dalam Sugihastuti, 2000:121).

Kaguya Hime dalam keluarga sangat terbatas gerak geriknya ia selalu berada di dalam rumah meskipun banyak pemuda yang datang untuk melamarnya. Berita mengenai kecantikan Kaguya Hime meluas sampai ke seluruh negeri, banyak laki-laki yang datang ke rumahnya untuk melihat kecantikan dan melamarnya. Seperti tercantum dalam data berikut :

  • (1)    “Sono uchi ni, utsukushii kaguya hime no uwasa wa, kuni juu ni shirewatarimashita.To iu wake de, takusan no otokotachi ga, mainichi, mainichi, tazunete kuru no desu. Kizoku ya, daijin ya, wakamono tachi ga, ippai tsumekakete, mon no mae ni, gyouretsu ga dekiru hododeshita.” (Kaguya Hime, 2005:11)

‘Dalam waktu singkat berita tentang kecantikan Kaguya Hime menyebar keseluruh negeri. Itu sebabnya banyak pria setiap hari datang untuk bertemu dengannya, mulai dari kaum bangsawan, menteri, dan pemuda pun penuh sesak menunggu di depan pintu.’

Pada data (1) menceritakan mengenai kehidupan sosial yang dialami oleh Kaguya Hime, kecantikannya membuat pemuda, kaum bangsawan dan menteri ingin melihat dan meminang Kaguya Hime. Status Kaguya Hime dalam keluarga yaitu belum menikah. Namun karena banyak pemuda yang datang untuk melamar Kaguya Hime maka kakek memberikan syarat-syarat kepada pemuda-pemuda.

Kami Naga Hime adalah sosok yang kehadirannya amat didambakan oleh kedua orang tuanya. Kami Naga Hime dibesarkan dalam keluarga yang berasal kalangan nelayan, hidupnya di pesisir pantai. Pada waktu kecil Kami Naga Hime tinggal bersama dengan kedua orang tuanya. Kecantikan dan keindahan rambut Kami Naga Hime telah membuat seorang kaisar dari Kyoto mencarinya untuk dinikahi.

  • (2)    “Soshite, kono utsukushii kuro kamu no moranushi o, nan to kashite sagashidasu you ni, omeiji ni narimashita. Yagate, mitsu katta musume to wa......kino kuni no sato ni sumu, ano Kami Naga Hime datta no desu.”(Kami Naga Hime, 2005: 28).

Kaisar berfikir sangat menakjubkan seorang perempuan memiliki rambut panjang dan hitam. Kaisar memerintahkan untuk mencari pemilik rambut itu, seiring waktu Kami Naga Hime ditemukan disebuah desa bernama Kino Koku.’

Data (2) kaisar sedang berjalan-jalan di taman tanpa sengaja menemukan sehelai rambut yang panjang dan hitam, ia merasa takjub dengan rambut itu dan memerintahkan para prajurit untuk mencari siapa pemilik rambut tersebut.

Peran perempuan dalam keluarga tampak dalam dongeng Hachi Katsugi Hime. Dalam keluarga, Hachi Katsugi Hime berperan sebagai anak perempuan yang berbakti kepada ibu dan bersedia merawat ibunya yang sedang sakit. Hachi Katsugi Hime merupakan salah satu anak perempuan yang memiliki kehidupan kurang beruntung. Setelah ibunya meninggal, Hachi Katsugi Hime selalu mendapatkan diskriminasi berupa hinaan dari ibu tirinya dan masyarakat sekitar karena penampilannya fisik yang berbeda dari anak perempuan pada umumnya pada zaman Edo.

  • (3)    “Sorekara, shibarakushite....atarashii okaasan ga, yatte kimashita. Keredomo, kono okaasan wa, totemo kokoro no tsumetai hito de, hachi o kabutta mama no hime o miru to, “maa, nante kimyouna mono o, kabutte irun deshou. Kimi no warui to”.Souitte, hime o azakeri, sagesumu no desu. Hime wa, totemo kanashi mimashita.” (Hachi Katsugi Hime, 2005:6).

‘Dan datanglah ibu baru. Namun ibu baru orangnya berhati dingin melihat putri menggunakan mangkok, “aa, aneh sekali memakai itu, hal itu menyeramkan”. Ia berkata sambil mengejek dan merendahkan putri, membuat perasaan putri menjadi sedih.’

Pada data (3) menggambarkan ibu tiri yang tidak mau menerima keadaan dari anak barunya karena Hachi Katsugi Hime menggunakan mangkok di kepalanya. Ibu tirinya merasa heran dan merendahkannya. Ibu tirinya merasa malu memiliki anak yang selalu mengenakan mangkok di kepala.

  • 5.2 Fungsi Dongeng Kaguya Hime, Kami Naga Hime, dan Hachi Katsugi Hime

Fungsi dari ketiga dongeng Kaguya Hime, Kami Naga Hime, dan Hachi Katsugi Hime sesuai dengan Teori Fungsionalisme Folklor menurut William R. Bascom (dalam Endraswara, 2009:128—129), yang dibagi dalam empat fungsi, yaitu sebagai sistem proyeksi (projective system), sebagai alat pengesahan kebudayaan (validiting culture), sebagai alat pendidikan anak (pedagogical device), dan sebagai pemaksa berlakuknya norma-norma sosial, serta pengendali

sosial (as a mean of applying social pressure and excerciising social control). Di dalam dongeng Kaguya Hime, Kami Naga Hime, dan Hachi Katsugi Hime beberapa fungsi folklor sebagai alat pendidikan anak yaitu mengajarkan anak untuk membalas budi, tolong menolong, rajin berdoa, dan memiliki sikap tolerasi terhadap orang lain. Yang terdapat pada data berikut:

  • (4)    “Kaguya Hime wa, chiisana fukuro o, sashidashimashita. Sono naka ni wa, itsu made mo ikitsuzukeru, furouchoujuu no kusuri ga haitte ita nodesu.” (Kaguya Hime, 2005: 30).

‘Kaguya Hime mengulurkan karung kecil. Di dalamnya ada obat untuk panjang umur dan hidup selamanya.’

Pada data (4) dijelaskan bahwa Kaguya Hime menyerahkan sebuah karung kecil yang didalamnya terdapat obat untuk dapat hidup selamanya yang diserahkan kepada kakek dan nenek yang telah merawatnya selama ini. Balas budi dari anak untuk orang tuanya berkaitan erat dengan Ko Gimu. Ko Gimu merupakan hutang budi seorang anak kepada orang tua dan nenek moyang. Pembayaran kembali hutang secara maksimalpun dari kewajiban yang dianggap masih belum cukup maka pembayaran hutang ini tidak dibatasi oleh waktu (Ruth, 1982: 108).

  • (5)    “Kodomotachi wa, ranbou wo surushi, michi yuku hitobito wa, sagesumi no koe o, abisekakeru nodeshita.” (Hachi Katsugi Hime, 2005:10) ‘Anak-anak menjadi kejam, orang-orang di jalan berkata dan memandang rendah.’

Pada data (5) mejelaskan bahwa Hachi Katsugi Hime kemana pun ia pergi pasti membawa mangkok di atas kepalanya. Banyak orang yang mengejek dan memandang rendah dirinya. Anak-anak dan orang yang berada di jalan seperti tidak bisa menerima keanehan dari Hachi Katsugi Hime yang menggunakan mangkok di kepalanya. Memandang rendah seseorang merupakan suatu perbuatan yang tidak patut untuk ditiru dan merupakan perbuatan yang buruk.

  • 6.    Simpulan

Penggambaran tokoh Hime yang mengalami perubahan fisik dari seorang anak perempuan menjadi seorang perempuan dewasa yang memiliki persamaan ciri fisik wajah yang cantik, kulit yang putih serta rambut yang berwarna hitam

dan panjang yang telah mewakili kecantikan perempuan pada masing-masing zaman. Kecantikan Kaguya Hime, Kami Naga Hime dan Hachi Katsugi Hime membuat tokoh pria dalam dongeng tergila-gila pada mereka bahkan sangat ingin memperistri mereka. Ketiga tokoh Hime juga sama-sama menggunakan pakaian tradisional Jepang masing-masing zaman. Dari aspek psikis dapat dilihat bahwa Kaguya Hime, Kami Naga Hime, dan Hachi Katsugi Hime sangat menyayangi orang tua mereka. Kami Naga Hime dan Hachi Katsugi Hime setelah orang tua mereka meninggal akhirnya mereka hidup seorang diri, Hachi Katsugi Hime hidup mengembara. Dilihat dari fungsi ketiga dongeng diketahui salah satu fungsi yang paling menonjol adalah mengenai fungsi folklor sebagai alat pendidikan anak (pedagogical device) yang mengajarkan anak untuk balas budi, rajin berdoa, toleransi, dan tolong menolong.

Daftar Pustaka

Danandjaja, James. 1986. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain. Jakarta: Pustaka Umum Grafitipers.

Endraswara, Suwadi. 2009. Metodologi Penelitian Folklor. Yogyakarta: Medpress.

Kawauchi, Sayumi. 2005. Manga Mukashi Banashi. Japan: Sara Bungo.

Ratna, Kutha. 2006. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ruth, Benedict. 1982. Pedang Samurai dan Bunga Seruni Pola-pola Kebudayaan Jepang. Jakarta: Sinar Harapan.

Rowthorn, Chris. 2007. Japan. USA: Lovely Planet Guide Book.

Sugihastuti, 2000. Wanita Di Mata Wanita: Perspektif Sajak-Sajak Toety Heraty. Bandung: Nuansa.