FREE SCHOOL DI JEPANG DALAM KOMIK MICHIKUSA

KYOUSHITSU KARYA MARIKO NAGAHARA

Putu Nova Sarastini

Program Studi Sastra Jepang Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana

Abstract

The social problems with students in Japan such as ijime, futoukou, and the others problem are often used as a theme in literature works like novels or comics. Michikusa Kyoushitsu comic is one of Japanese literature works which has the theme of student social problems in Japan. Michikusa Kyoushitsu comic also tells about free school that has became one of the solutions in social problem students in Japan. According to the result of analysis, it can be known about free school, it’s background of free school, education system of free school, and the other event which happening at free school, and the society opinion about free school in Japan. It can also be learnt about social interaction of students at free school in the relation of miuchi and nakama.

Keywords: free school, social interaction, futoukou

  • 1.    Latar Belakang

Sistem pendidikan di Jepang dengan jadwal belajar yang padat dan berat (tsumekomi kyoiku) mengakibatkan tekanan pada siswa dan memicu munculnya permasalahan sosial pada siswa. Permasalahan sosial yang muncul seperti, futoukou (menolak untuk pergi ke sekolah), ijime (penindasan yang dilakukan siswa terhadap temannya), hikikomori (menarik diri dari lingkungan sosial), hingga jisatsu (bunuh diri) (Naito dan Gielen, 2005: 187).

Pada pertengahan tahun 1980-an, ijime dan futoukou menjadi masalah serius yang menjadi perhatian masyarakat Jepang dan Monbukagakusho. Oleh karena itu, pada tahun 1980-an, muncul pendidikan alternatif yang disebut free school (y 1J           ). Free School merupakan sekolah untuk memberikan

pendidikan kepada anak-anak yang menolak untuk pergi ke sekolah umum karena beberapa alasan tertentu, salah satunya karena menjadi korban ijime (Toshikazu, 2009: 158).

Terkait dengan permasalahan sosial pada siswa yang banyak terjadi di Jepang, salah satu mangaka (pembuat komik) yaitu Nagahara mengangkat tema mengenai free school yang menjadi salah satu solusi dalam permasalahan sosial siswa di Jepang ke dalam komik karyanya yang berjudul Michikusa Kyoushitsu. Melalui komik ini dapat diketahui mengenai free school baik dari latar belakang lahirnya free school sampai pandangan masyarakat terhadap free school di Jepang.

  • 2.    Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik beberapa permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimanakah free school di Jepang yang tercermin dalam komik Michikusa Kyoushitsu karya Mariko Nagahara?

  • 2.    Bagaimanakah interaksi sosial siswa free school dalam komik Michikusa Kyoushitsu karya Mariko Nagahara?

  • 3.    Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menambah pembendaharaan penelitian tentang kesusastraan Jepang yang mengkhusus dalam bidang sosiologi sastra. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

  • 1.    Memahami mengenai free school di Jepang yang tercermin dalam komik Michikusa Kyoushitsu karya Mariko Nagahara.

  • 2.    Memahami interaksi sosial siswa free school yang terdapat dalam komik Michikusa Kyoushitsu karya Mariko Nagahara.

  • 4.    Metode Penelitian

Dalam tahap pengumpulan data, metode yang digunakan adalah metode kepustakaan, kemudian dilanjutkan dengan teknik catat atau tulis. Metode penganalisisan data yang digunakan adalah metode deskriptif analisis, kemudian dilanjutkan dengan teknik analisis yang bersifat deskriptif. Metode penyajian hasil analisis data yang digunakan adalah metode informal.

  • 5.    Hasil dan Pembahasan

Hasil dan pembahasan analisis adalah sebagai berikut.

  • 5.1    Free school di Jepang dalam komik Michikusa Kyoushitsu

Analisis free school dalam komik Michikusa Kyoushitsu membahas mengenai latar belakang lahirnya free school, sistem pendidikan di free school, kegiatan-kegiatan yang diadakan di free school, dan pandangan masyarakat terhadap free school.

  • 5.1.1    Latar Belakang Lahirnya Free School dalam Komik Michikusa

Kyoushitsu

Dalam komik Michikusa Kyoushitsu terlihat bahwa alasan munculnya free school yaitu, karena meningkatnya futoukou dan adanya harapan dari sebagian orang agar ada tempat belajar yang nyaman untuk anak-anak selain sekolah pada umumnya. Banyaknya anak-anak yang melakukan futoukou melatarbelakangi didirikannya free school sebagai tempat belajar dan tumbuh kembang anak-anak tersebut. Berikut ini adalah salah satu data yang menyebutkan alasan munculnya futoukou dan alasan didirikannya free school Kirihito Gakuen oleh Pak Itoda.

  • (1)    Itoda Sensei : Mazu “futoko” to iu tango Jitai ga desu ne. “Kodomo wa gakkδ e iku mono” to iu zentei arikina no desu. Inochi wo kezutte made gakko ni iku hitsuyo wa arimasen. Inochi wo mamoru tame no kinkyu hinan na no desu. Ichiji taikyaku ga nochi no daishori ni musubitsuku koto mo aru no desu. Waga kirihito gakuen wa soshita ichi-ji taikyaku shita kodomo-tachi no “ibasho” desu.

(Michikusa Kyoushitsu 3, 2007: 49—50)

Terjemahan:

Pak Itoda         Pertama-tama istilah “anak berhenti sekolah” sendiri

muncul karena adanya asumsi bahwa “anak harus bersekolah”. Pergi ke sekolah tidak sepenting itu sampai harus mengikis jiwa kita. Free school adalah evakuasi darurat untuk menyelamatkan jiwa. Ada saatnya, kita harus mundur sementara yang mengarah pada kemenangan di kemudian hari. Kirihito Gakuen adalah tempat untuk anak-anak yang mundur sementara tersebut.

Data (1) menceritakan Pak Itoda menjelaskan istilah futoukou muncul karena adanya dasar pemikiran masyarakat bahwa anak harus bersekolah. Pemikiran bahwa anak harus bersekolah tanpa mempertimbangkan keadaan anak menyebabkan anak merasa tertekan dan perlahan-lahan sekolah menjadi sesuatu yang mengerikan bagi mereka sehingga dapat mengikis jiwa anak-anak. Hal tersebut yang menyebabkan mereka tidak mau pergi ke sekolah dan menjadi futoukou. Pak Itoda menyebutkan dengan banyaknya anak-anak melakukan futoukou menjadi alasan didirikannya free school yang merupakan solusi untuk menyelamatkan jiwa anak-anak tersebut, meskipun anak-anak harus berhenti dari sekolah mereka yang lama.

Selain pemikiran masyarakat bahwa anak harus bersekolah yang menyebabkan adanya tekanan orang tua kepada anaknya, masalah yang dialami anak-anak di lingkungan sekolah pun dapat menjadi faktor terjadinya futoukou, seperti adanya masalah ijime (Monbukagakusho, 2002). Proses belajar di sekolah yang ditingkatkan dengan materi belajar yang padat dan adanya masalah ijime dalam proses sosialisasi di lingkungan sekolah menambah tekanan psikologis siswa. Hal tersebut membuat anak-anak merasa kecewa, stres, dan perlahan-lahan hilangnya rasa percaya diri yang membuat mereka ingin melarikan diri dari sekolah dan pada akhirnya mengakibatkan terjadinya futoukou yang mulai meningkat pada tahun 1970-an (Keiko, 2000: 8).

Meningkatnya presentase futoukou dari tahun ke tahun juga membuat sebagian orang yang peduli terhadap anak-anak mengharapkan adanya tempat yang penuh kebebasan di luar sekolah (reguler) dan tempat anak-anak merasa nyaman untuk belajar. Free school merupakan sekolah yang didirikan oleh orangorang yang peduli terhadap anak-anak yang melakukan futoukou, mengharapkan mereka dapat merasa bebas dan nyaman untuk belajar. Oleh karena itu, pada tahun 1985 untuk pertama kali didirikanlah free school Tokyo ShUre sebagai tempat belajar untuk anak-anak yang menolak datang ke sekolah dan kemudian menyebar di seluruh Jepang (Keiko, 2000: 20).

  • 5.1.2    Sistem Pendidikan di Free School dalam Komik Michikusa Kyoushitsu

Sistem pendidikan di free school menerapkan pendidikan bebas, yaitu pelayanan pendidikan yang berpusat pada anak, dengan membebaskan anak-anak untuk belajar sesuai minat mereka, tidak mementingkan absensi dalam kelas, memberikan kebebasan pada semua anak untuk berdiskusi dan mengeluarkan pendapat dalam setiap kegiatan belajar-mengajar (Keiko, 2000: 27). Free school Kirihito Gakuen menerapkan sistem pendidikan bebas yang mengutamakan kebebasan anak-anak untuk menghabiskan waktu dan belajar sesuai keinginan mereka tanpa adanya peraturan yang membatasi mereka.

  • 5.1.3 . Kegiatan-Kegiatan yang diadakan di Free School dalam Komik

Michikusa Kyoushitsu

Kegiatan-kegiatan yang diadakan free school Kirihito Gakuen selain kegiatan belajar-mengajar di dalam kelas, juga mengadakan kegiatan konsultasi, rapat, kegiatan bebas, iro-iro time, dan kegiatan di luar free school. Kegiatan unik yang tidak dapat ditemui di sekolah reguler yaitu, iro-iro time. Iro-iro time merupakan acara yang diadakan seminggu sekali oleh anak-anak free school Kirihito Gakuen. Berikut ini terdapat data mengenai iro-iro time di free school Kirihito Gakuen.

  • (2)    Azusa            E ~ soredewa kondo no hatsu ~ koto-bu godo no

“iroiro taimu” omise ya sangokko ni kimarimashita.

(Michikusa Kyoushitsu 2, 2007: 39).

Terjemahan:

Azusa             Ya~ kali ini kita mulai rapat pertama~ untuk

menentukan toko bohong-bohongan untuk “Iro-iro time” gabungan anak-anak tingkat SMA.

Pada data (2) diceritakan Azusa yang memimpin rapat pertama untuk menentukan toko bohong-bohongan untuk acara iro-iro time. Semua anak bebas untuk menyampaikan ide dan kreatifitas mereka dalam rapat tersebut.

Iro-iro time merupakan suatu acara yang dicetuskan pertama kali oleh Tokyo Shure sebagai free school pertama di Jepang. Seluruh kegiatan dan manejemen acara iro-iro time diatur oleh anak-anak free school sendiri. Kegiatan

dalam acara iro-iro time berupa kegiatan lomba memasak, lomba karaoke, dan lain-lain, pesertanya bebas siapa saja yang mau ikut termasuk para guru (Keiko, 2000: 165).

  • 5.1.4    Pandangan Masyarakat terhadap Free School dalam Komik Michikusa Kyoushitsu

Pandangan masyarakat terhadap free school Kirihito Gakuen yang terdapat dalam komikpun berbeda-beda, ada yang memberikan tanggapan positif dan negatif. Tanggapan positif berupa kepercayaan orang tua yang menyekolahkan anak mereka yang melakukan futoukou di free school Kirihito Gakuen. Tanggapan negatif berupa ketidakpercayaan sebagian orang terhadap free school, menganggap pendidikan bebas yang diterapkan di free school Kirihito Gakuen menjadikan anak-anak manja dan tidak berani menghadapi masalah yang mereka miliki.

  • 5.2    Interaksi Sosial Siswa Free School dalam Komik Michikusa Kyoushitsu

Dalam komik Michikusa Kyoushitsu ditemukan pula mengenai interaksi sosial siswa free school Kirihito Gakuen dengan tokoh lainnya dalam miuchi dan nakama. Miuchi merupakan interaksi yang terjadi antara individu yang memiliki hubungan darah, sedangkan nakama merupakan interaksi yang terjadi antar individu yang tidak memiliki hubungan darah, namun akrab (Soepardjo, 1999: 63—64).

Miuchi dalam komik memperlihatkan konsep amae dan bentuk interaksi berupa kerja sama yang terjadi antara individu yang memiliki hubungan darah, yaitu dengan anggota keluarga. Amae merupakan hubungan kasih sayang antara seorang Ibu dan anak sebagai bentuk relasi adanya keterikatan antara ibu dan anak sejak bayi, seperti yang terdapat dalam data berikut ini.

  • (3)    Ashikawa Kyoko            Furιsukuru tte... mata okane kakarun janai?

Jitaku ryδyδ de zenzen Tnoni...

Ashikawa Kyoko no haha : Anta wa mata so iu koto bakkari...

(Michikusa Kyoushitsu 3, 2007:65)

Terjemahan:

Kyoko Ashikawa

Ibu Kyoko Ashikawa


Bukankah free school memerlukan banyak biaya? Aku tidak keberatan kok, biarpun hanya diam di rumah.

Kau selalu seperti itu.

Data (3) menceritakan Kyoko yang kasihan terhadap ibunya karena ingin menyekolahkan dirinya di free school Kirihito Gakuen. Ia tahu bahwa memerlukan biaya yang besar untuk bersekolah di free school. Namun, ibunya tetap bersikeras ingin menyekolahkannya di free school. Hal tersebut mencerminkan konsep amae karena ibu Kyoko rela mengorbankan apapun termasuk biaya yang besar agar Kyoko dapat kembali bersosialisasi dengan orang lain.

Nakama dalam komik memperlihatkan bentuk interaksi berupa pertentangan dan penyelesaian masalah yang terjadi antar individu yang tidak memiliki hubungan darah, namun akrab, yaitu dengan teman dan guru di free school Kirihito Gakuen. Perbedaan pemikiran ataupun pendapat antar tokoh dalam nakama menyebabkan sering terjadinya pertentangan. Namun, pertentangan tersebut tidak berlangsung lama karena anak-anak maupun guru di free school Kirihito Gakuen selalu mencari solusi agar masalah yang terjadi cepat terselesaikan.

  • 6.    Simpulan

Komik Michikusa Kyoushitsu menceritakan mengenai tokoh Emma Takizawa yang menjadi guru baru di free school Kirihito Gakuen. Percakapan antar tokoh dalam komik memperlihatkan gambaran mengenai free school di Jepang serta interaksi sosial siswa free school dalam komik Michikusa Kyoushitsu.

Gambaran mengenai free school di Jepang dapat dilihat dari empat hal, yaitu latar belakang lahirnya free school, sistem pendidikan di free school, kegiatan-kegiatan yang diadakan di free school, dan pandangan masyarakat terhadap free school yang berbeda dengan sekolah pada umumnya.

Dalam komik Michikusa Kyoushitsu ditemukan pula mengenai interaksi sosial siswa free school Kirihito Gakuen dengan tokoh lainnya dalam miuchi dan

nakama. Miuchi merupakan interaksi yang terjadi antara individu yang memiliki hubungan darah, sedangkan nakama merupakan interaksi yang terjadi antar individu yang tidak memiliki hubungan darah, namun akrab. Selain itu, dalam interaksi sosial juga terdapat bentuk-bentuk interaksi sosial, yaitu kerja sama, pertentangan dan penyelesaian masalah atau akomodasi.

Daftar Pustaka

Keiko, Okuchi. 2000. Furisukuru to wa nani ka. Tokyo: Kabushiki Gaisha Kyouikuryou Shuppankai.

Monbukagakusho. 2002. Futoukou no genjou ni kansuru ninshiki. Diakses dari website http://www.mext.go.jp/a_menu/shotou/futoukou/03070701/002.pdf pada tanggal 3 Maret 2014.

Nagahara, Mariko. 2007. Michikusa Kyoushitsu 2. Tokyo: Kodansha Ltd.

Nagahara, Mariko. 2007. Michikusa Kyoushitsu 3. Tokyo: Kodansha Ltd.

Naito, Takashi dan Uwe P. Gielen. 2005. Bullying and Ijime in Japanese School. Dalam: Denmark, Florence., Krauss, Herbert., Wesner, Robert., Midlarsky, Elizabeth, Gielen, U.P., editors. Violence in Schools: Cross-National and Cross-Cultural Perspectives. USA: Springer Science + Business Media, Inc. hlm. 187.

Soepardjo, Djoko. 1999. Bahasa Jepang dalam Interaksi Antar Budaya. Media Pendidikan dan Pengetahuan: IKIP Surabaya.

Toshikazu, Ono. 2009. Furisukuru Bokura No Ibasho Wa Koko Ni Aru. Tokyo: Tokutei Heiri Katsudou Houjin Free School Zenkoku Network.