SAKURA VOL. 5. No. 1, Februari 2023

DOI: http://doi.org/10.24843/JS.2023.v05.i01.p12

P-ISSN: 2623-1328

E-ISSN:2623-0151

Makna Simbol Topeng Tengu dalam Anime Kimetsu no Yaiba karya Koyoharu Gotouge: Kajian Semiotika

Rahadiyan Duwi Nugrohoa), Fauzan Afdhalul Rizqub), Muhammad Mirzac) abcProgram Studi Sastra Jepang, Fakultas Sastra, Universitas Dr. Soetomo

Jl. Semolowaru No. 84, Surabaya, Indonesia

Pos-el: a[[email protected]], b[[email protected]], c[[email protected]]

The Meaning of The Tengu Mask Symbol in The Kimetsu no Yaiba Anime by Koyoharu Gotouge: Semiotic Study

Abstract

The purpose of this research is to describe the meaning of the tengu mask symbol in the anime Kimetsu no Yaiba by Koyoharu Gotouge. The reason for this research is that at every opportunity to practice with his teacher, Tanjiro saw Urokodaki teacher always wearing a red tengu mask which was considered to have a certain meaning or symbol for Japanese society. This study uses a qualitative method. Data collection techniques in this study were obtained by observing and noting study techniques. Then, the data analysis technique uses descriptive techniques. Furthermore, the theory used is related to the relationship of signification by using Peirce's triadic triangle theory which consists of 3 elements, namely, representamen, interpretant and object. Next, the theory of trichotomous signs in the symbol section, the tengu mask and the theory of red color. The data source for this research is the anime Kimetsu no Yaiba. The results of the discussion are, the meaning of the symbol of the tengu mask in the anime Kimetsu no Yaiba by Koyoharu Gotouge, namely as a figure of a teacher or martial arts trainer who has a strong, firm, disciplined, humorous, humanist, wise, optimistic, and motivating character.

Keywords: meaning; sign; symbol; the tengu mask

Abstrak

Tujuan penelitian ini yakni mendeskripsikan makna simbol topeng tengu dalam anime Kimetsu no Yaiba karya Koyoharu Gotouge. Alasan penelitian ini yakni, dalam setiap kesempatan berlatih dengan gurunya, Tanjiro melihat Kakek Guru Uro-kodaki selalu menggunakan topeng tengu berwarna merah yang dianggap memiliki makna atau simbol tertentu bagi masyarakat Jepang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dengan teknik studi simak dan catat. Lalu, teknik analisis data menggunakan teknik deskriptif. Selanjutnya, teori yang digunakan berkaitan dengan hubungan penandaan dengan menggunakan teori segitiga triadik Peirce yang terdiri atas 3 elemen yaitu, representamen, interpretan dan objek. Selanjutnya, teori trikotomi tanda di bagian simbol, topeng tengu dan teori warna merah. Sumber data penelitian ini adalah anime Kimetsu no Yaiba. Hasil pembahasan yakni, makna simbol topeng tengu dalam anime Kimetsu no Yaiba karya Koyoharu Gotouge yaitu sebagai sosok seorang guru atau pelatih bela diri yang berkarakter keras, tegas, disiplin, humoris, humanis, bijak, optimis, serta pemberi motivasi.

Kata kunci: makna; simbol; tanda; topeng tengu

  • 1.    Pendahuluan

Dalam kehidupan riil, karya sastra juga memiliki fungsi sebagi media renungan, hiburan, bahasa pelajaran maupun sebagai media komunikasi yang bersifat simbolik (Emzir, 2017: 9). Lebih lanjut, karya sastra juga memiliki wujud yang beraneka ragam, salah satunya adalah prosa. Pradopo (1995: 12) menyatakan bahwa prosa memiliki ragam seperti cerpen, novel dan komik. Seiring dengan berjalannya waktu dan teknologi, peneliti mengamati bahwa karya sastra semakin berkembang dan populer tidak hanya dalam wujud tulisnya saja seperti novel, cerpen maupun komik, namun dapat berubah menjadi film. Misalnya komik atau manga dalam bahasa Jepang dapat menjadi gambar bergerak di televisi yang disebut anime. Tidak hanya di negara Jepang, peneliti juga mengamati bahwa anime sangat populer di kalangan anak-anak dan remaja Indonesia.

Dalam setiap anime, tokoh-tokoh yang muncul dapat menampilkan karakter yang berbeda-beda, mulai dari tokoh yang berperan baik, jahat maupun hanya sebagai figuran. Kemunculan keragaman karakter tokoh dalam anime secara tidak langsung dipengaruhi oleh genre anime tersebut. Genre-genre anime tersebut kini semakin berkembang mulai dari komedi, aksi, petualangan, misteri, fantasi, percintaan, olahraga, fiksi ilmiah, hingga anime untuk orang dewasa. Seiring berkembangnya zaman juga, anime pun mengalami perkembangan dari fitur dan grafisnya dengan dukungan alur cerita yang lebih menarik dan lebih seru (Yamane, 2020: 70).

Peneliti beranggapan bahwa perbedaan genre yang terdapat dalam anime secara tidak langsung merepresentasikan nilai sosial dan budaya pada masyarakat Jepang, seperti misalnya anime Kimetsu no Yaiba. Kimetsu no Yaiba merupakan anime yang bergenre perjuangan dan fantasi. Anime ini dibuat tahun 2018 dan dirilis pada bulan April 2019. Anime ini dalam bahasa Indonesia berarti Pembasmi Iblis. Peneliti tertarik mengangkat anime Kimetsu no Yaiba karena mengangkat latar cerita di Jepang tahun 1900-an. Saat itu, kedamaian manusia sangat terancam oleh teror para oni yang kejam. Dalam setiap adegan cerita, peneliti mengamati benda kriya buatan manusia berupa beragam topeng Jepang yang hampir selalu dipakai oleh tokoh-tokoh di dalamnya.

Lebih lanjut, anime ini mulanya menceritakan seorang laki-laki bernama Tanjiro Kamado, sang tokoh utama yang bertekad menjadi seorang pembasmi iblis (demon slayer). Motivasinya yakni, berjuang untuk mengembalikan adik perempuannya yang

bernama Nezuko untuk menjadi manusia kembali setelah diubah menjadi iblis oleh Kibutsuji Muzan. Tidak hanya itu, Tanjiro pun bertekad membalas kematian keluarganya yang dibantai di rumahnya oleh iblis tersebut saat ia sedang berjualan kayu bakar. Sesaat setelah terjadi pembantaian itu, Tanjiro berusaha menolong adiknya tersebut dengan membawanya menjauh dari rumah, namun seketika itu, adiknya menjadi mengganas dan menyerang Tanjiro.

Nezuko berusaha memakan Tanjiro, tapi ada seorang pembasmi iblis yang menolongnya. Pembasmi iblis itu menyuruh Tanjiro untuk membawa Nezuko menemui Kakek Sakonji Urokodaki yang tinggal di kaki Gunung Sagiri. Sesampainya di sana, Tan-jiro bertemu dengan sang Kakek yang memakai topeng berwarna merah. Selama di sana, Tanjiro dilatih oleh Kakek tersebut

Gambar 1.

Kakek Urokodaki bertemu Tanjiro (Sumber: Kimetsu no Yaiba, 2019)

Dalam anime Kimetsu no Yaiba berbagai topeng ditemukan. Salah satu yang menarik perhatian peneliti adalah topeng berwarna merah yang sering digunakan Kakek Urokodaki, Guru Tanjiro. Bagi orang Jepang, topeng merupakan mask atau masker. Topeng adalah alat untuk menutupi wajah. Dengan kata lain, topeng merupakan sebuah objek yang sering digunakan di depan wajah untuk menutupi atau menyembunyikan identitas seseorang dengan sementara. Topeng juga memiliki karakter. Karakter dari sebuah topeng biasanya dipengaruhi oleh permukaaan depan (bentuk mata, hidung dan mulut). Karena karakternya itulah, setiap topeng memiliki peran dan fungsi yang berbeda-beda (Okada dan Natori, 2013: 184). Hal ini senada dengan pendapat Wuryanto (1998: 13) yang juga menyatakan bahwa bentuk dan karakter topeng sangat dipengaruhi oleh bentuk mata, hidung dan mulut sebagai unsur pokok pada topeng itu.

Topeng yang dipakai Kakek Urokodaki berwarna merah dan memiliki karakter berhidung panjang disebut topeng tengu. Tengu adalah makhluk mitologi Jepang yang digambarkan sebagai manusia dengan hidung yang besar, yang secara historis juga dapat dianggap sebagai setan yang merepotkan dan membawa kesialan. Namun, sekarang, tengu sangat dihormati sebagai pelindung hutan dan makhluk penunggu gunung yang dianggap suci (Saraswati, 2018: 16). Filosofi tentang tengu juga telah diungkapkan oleh Inokuchi (dalam Kobundo 1975) yang menyatakan bahwa sosok tengu dapat digambarkan berwajah merah, berhidung tinggi, bermata tajam, paruh seperti burung, atau seperti yamabushi dengan bulu, atau kipas bulu yang memungkinkannya terbang bebas di langit. Topeng tengu digambarkan memiliki watak yang temperamen serta memiliki watak yang super sehingga dapat menumbangkan lawan.

Berdasarkan pernyataan para ahli di atas, peneliti beranggapan bahwa kemunculan topeng tengu yang dipakai oleh Guru Tanjiro dalam cuplikan-cuplikan adegan anime ini, karena topeng ini melambangkan watak yang temperamen. Karakter tersebut tepat digunakan sebagai sikap mental untuk mendidik Tanjiro agar tidak gentar untuk membasmi iblis. Selain itu, peneliti beranggapan pula bahwa secara tidak langsung, topeng tengu tersebut telah menjadi tanda atau simbol yang dianggap sakral oleh masyarakat Jepang itu sendiri.

Simbol tidak terlepas dari objek atau sesuatu yang menjadi dasar acuan dan entitas topeng tersebut. Kajian tentang tanda berwujud simbol tidak terlepas dalam ruang lingkup semiotik. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Saussure (dalam Danesi, 2011: 5) yang menyatakan bahwa semiotik adalah ilmu yang mempelajari, membahas dan mengkaji tentang tanda-tanda dalam masyarakat. Tanda-tanda tersebut dapat berupa simbol atau lambang. Lebih lanjut, Hoed (2011: 156) menyatakan bahwa simbol atau lambang adalah tanda yang hubungan antara representamen dengan objeknya didasari dan diwakili oleh kesepakatan masyarakat (konvensi). Selain itu, simbol pun merupakan bagian dari tanda nonverbal yang dapat berwujud benda-benda yang bermakna kultural dan ritual (Sobur, dalam Pateda, 2001: 48).

Selain dapat dianggap sebagai tanda nonverbal berwujud benda yang memiliki nilai kultural dan ritual, penguatan konsep topeng tengu yang dianggap memiliki watak temperaman dan super dapat peneliti anggap dengan melihat tanda nonverbal lainnya

berupa warna merah. Warna tersebut mewarnai seluruh permukaan topeng tengu. Hal ini diperkuat oleh pendapat Akane (2018: 1) yang menyatakan bahwa warna merah dapat digambarkan sebagai kuatnya daya hidup, hasrat, semangat, maupun dianggap sebagai warna kemenangan.

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah dalam penelitian ini ada dua. Pertama, bagaimana sebenarnya hubungan antara topeng tengu dengan objeknya? Kedua, apa makna topeng tengu menurut masyarakat Jepang? Dengan demikian, secara garis besar, tujuan penelitian ini yakni mendeskripsikan makna simbol topeng tengu dalam anime Kimetsu no Yaiba karya Koyoharu Gotouge.

  • 2.    Metode dan Teori

    2.1    Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2016: 4) mengatakan bahwa metode kualitatif merupakan langkah untuk menghasilkan data secara deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dan perilaku yang diamati. Dengan demikian, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata lewat dialog disertai gambar untuk mendeskripsikan makna simbol topeng Tengu pada anime Kimetsu no Yaiba karya Koyoharu Gotouge sebagai sumber datanya.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dengan teknik studi simak dan catat. Sudaryanto (1993: 133) mengatakan bahwa teknik simak bertujuan memperoleh data lewat media menyimak data dengan penggunaan bahasa. Selanjutnya, Mahsun (2012: 3) mengatakan bahwa teknik catat adalah sebuah teknik lanjutan yang dilakukan lewat penerapan metode simak dengan teknik lanjutan di atas. Implementasi dalam data yakni, data berupa dialog disertai gambar, peneliti simak dan catat dengan memberi nama singkatan pada anime Kimetsu no Yaiba menjadi KnY. Kemudian, peneliti cantumkan pula episode, menit dan detik dari setiap adegan cerita yang mengandung dialog dan gambar yang tokohnya mengenakan topeng tengu. Selanjutnya, teknik analisis data menggunakan teknik deskriptif. Semi (1993: 24) mengatakan bahwa teknik deskriptif merupakan penjabaran data yang terurai lewat pemaparan dalam bentuk kata-kata atau gambar-gambar.

  • 2.2    Teori

Semiotika berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti tanda. Semiotika berarti ilmu tanda atau ilmu yang mempelajari dan mengkaji tentang tanda. Dalam kehidupan manusia, tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu pesan informasi sehingga bersifat komunikatif dan dapat dimaknai. Selain itu, Danesi sebagai pakar semiotika juga menyebut bahwa tanda-tanda tersebut juga mampu merepresentasikan sesuatu yang lain selain dirinya (dalam Setyarini dan Piantari, 2011: 6)

Lebih lanjut, Danesi (dalam Setyarini dan Piantari, 2011: 33) merujuk penggambaran dan pemfungsian tanda dari ahli semiotika terdahulu, Peirce yang menyatakan bahwa hubungan antara tanda yang disebut representamen dengan petanda atau objeknya tidak terlepas satu sama lain serta saling kait mengait dalam tiga kesatuan. Ia memandang bahwa tanda atau representamen berfungsi untuk merepresentasikan atau mewakili sesuatu yang lain. Kedua, objek berarti sesuatu yang direpresentasikan. Ketiga, interpretan berarti pemakna yang dapat dianggap sebagai orang yang menanggapi atau menginterpretasi tanda yang dimaksud. Ketiga unsur tersebut saling terhubung sebagai skema struktur triadik atau dikenal pula sebagai konsep segitiga triadik Peirce atau tanda . Berikut konsep bagan segitiga triadik Peirce.

Objek (Y)              Interpretan (X=Y)

Bagan 1 Hubungan antara Representamen, Objek dan Interpretan

Selanjutnya, Danesi menambahkan bahwa Peirce juga menyebut bahwa sebuah tanda yang dapat dijadikan acuan penandaan atau sebagai penanda terhadap objeknya, jika salah satu di antaranya masuk dalam kriteria trikotomi tanda, yaitu ikon, indeks, ataupun simbol. Ikon adalah tanda yang memiliki bentuk kemiripan dengan objek atau

bentuk fisik objek itu. Indeks adalah tanda yang dapat dirasakan kehadirannya apakah dengan dilihat, didengar atau dicium. Hubungan antara tanda dan petandanya (objeknya) berdasarkan sebab akibat. Lalu, simbol adalah tanda yang mewakili objek melalui kesepakatan atau persetujuan masyarakat dalam konteks khusus baik secara disengaja maupun tidak disengaja (dalam Setyarini dan Piantari, 2011: 34).

  • 2.2.1    Simbol

Sobur (2004: 42) mengatakan bahwa simbol merupakan tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda (tanda) dengan petandanya (objek). Hubungan tersebut bersifat arbitrer atau semena-mena, atau hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian masyarakat). Untuk mengaitkan antara simbol dengan objeknya atau antara tanda dengan petandanya, seseorang harus mempelajarinya lewat proses. Proses tersebut dapat dilakukan dengan cara interpretasi. Berdasarkan konvensi itu pula, masyarakat pemakai simbol tersebut kemudian menafsirkan maknanya dengan mengaitkannya dengan objek yang diacu (Sobur, 2004: 156).

Simbol juga merupakan bagian dari tanda nonverbal. Tanda bersifat nonverbal terdiri atas tanda-tanda yang bersifat nontulis seperti isyarat anggota badan, suara berupa siulan, tanda yang diciptakan manusia untuk menghemat waktu, tenaga, dan menjaga kerahasiaan, seperti rambu-rambu lalu lintas, bendera, tiupan terompet dan topeng. Lalu, benda-benda yang bermakna kultural dan ritual (Sobur, dalam Pateda, 2001: 48). Jadi, berdasarkan pendapat di atas, peneliti beranggapan bahwa topeng adalah salah satu simbol berwujud tanda nonverbal yang memiliki makna kultural dan ritual yang mengacu pada objek tertentu.

  • 2.2.2    Topeng Tengu

Gambar 2

Topeng Tengu

Bagi orang Jepang, tengu adalah makhluk mitologi yang dianggap sebagai setan pembawa kesialan dengan wajah berwarna merah, berhidung panjang dan beralis tebal. Namun, masyarakat ada yang menganggapnya sebagai pelindung hutan dan gunung serta dianggap suci. Sosok tengu sering diwujudkan dalam benda kriya berbentuk topeng tengu yang biasanya ditemukan dalam berbagai macam festival (matsuri). Selain itu, topeng tengu biasanya menjadi hiasan yang populer untuk menghiasi kuil (Saraswati, 2018: 16). Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Nakayama (2017: 17) yang menyatakan bahwa sekarang, sosok tengu dihormati di kuil-kuil Jepang dan kehadirannya muncul dalam beberapa acara matsuri. Ia digambarkan sebagai sosok yang suci sebagai penjaga kuil, simbol pemberian berkah, kecerdasan dan kesehatan bagi seorang anak.

Inokuchi (dalam Kobundo, 1975) menyatakan bahwa dahulu menurut kepercayaan tradisional masyarakat Jepang, sosok kuat yang disebut sebagai yamabushi (orang yang bermeditasi di gunung) akan menjadi tengu. Secara fisik, tengu juga dipercaya memiliki cakar panjang di anggota tubuhnya, dan memiliki kekuatan magis dengan tongkat kayunya (kongozue), pedang (tachi) serta kipas berbentuk sayap (hauchiwa). Kekuatan yang ada dalam diri tengu digunakan untuk membela diri. Selain itu, secara psikis, tengu digambarkan memiliki watak yang keras, tegas, dan pemarah. Selanjutnya, Nakayama (2017: 17) juga menyatakan bahwa tengu dianggap sebagai simbol seni bela diri, dan ia unggul dalam pertempuran pedang dan senjata. Tengu juga diyakini memiliki kekuatan yang dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya untuk berkelahi, dan juga guru bagi manusia yang mengajarkan tentang strategi perang. Kemampuan lainnya yaitu dapat berkomunikasi dengan telepati karena cenderung berbicara tanpa menggerakkan bibir serta memiliki rasa humor tinggi.

Warna merah pada topeng tengu juga merupakan bagian dari tanda nonverbal yang dapat dimaknai. Berger (dalam Marianto, 2010: 47) menyatakan bahwa perbedaan warna cenderung menimbulkan perbedaan emosi (setidaknya di dunia barat). Di seluruh dunia, warna memiliki makna konotatif sesuai anggapan masing-masing di negaranya sendiri. Berkaitan dengan warna merah, Akane (2018: 1) menyatakan bahwa 生命力 と情熱とエネルギッシュさがあり、相手に威圧感を与える色でもあります。勝利の色 もあります。」Seimeiryoku to jounetsu to enerugisshusa ga ari, aite ni iatsukan wo ataeru iro demo arimasu. Shouri no iro demo arimasu. Artinya, ‘ “Warna merah dapat digambarkan sebagai kuatnya daya hidup, hasrat, semangat, maupun dianggap sebagai

warna kemenangan” ’. Lebih lanjut, Yudha (2018: 10) menambahkan bahwa arti warna merah dalam masyarakat Jepang dapat menggambarkan kebahagiaan, kekerasan, semangat, kekuatan, pengorbanan dan darah. Di samping itu, warna ini sering digunakan dalam perayaan pernikahan dan acara ulang tahun.

  • 3.    Kajian Pustaka

Penelitian terdahulu pertama berjudul Representasi dan Interpretasi Kaomoji (Emotikon Bahasa Jepang) Melalui Pendekatan Semiotika Peirce yang ditulis Tresna-sari (2019). Penelitian ini bertujuan membahas penggunaan simbol dalam bentuk emotikon bahasa Jepang (kaomoji) dalam menjelaskan hal-hal yang tidak terwakili karena keterbatasan nada, suara, dan ekspresi ketika berkomunikasi dengan cara nonverbal. Teori yang digunakan adalah semiotika Peirce. Simpulan penelitian ini yakni, budaya menjadi dasar pembentukan makna dalam sebuah tanda atau simbol di kaomoji. Kaomoji yang berfungsi sebagai simbol memiliki makna yang bertujuan untuk menekankan ekspresi, memperkuat emosi, dan bentuk apresiasi positif. Selain itu, bentuk kaomoji yang variatif dan kreatif menggambarkan bahwa orang Jepang sangat ekspresif dan penuh antusiasme. Meski teori yang digunakan sama, sumber data dan masalah penelitian dalam artikel ini berbeda dengan penelitian terdahulu pertama ini.

Penelitian terdahulu kedua berjudul Ideologi di Balik Mitos dalam Cerpen Akagaeru Karya Shimaki Kensaku: Kajian Semiologi Roland Barthes yang ditulis Sulatri dan Damayanti (2022). Penelitian ini menggunakan teori semiologi Roland Barthes. Hasil penelitian menunjukkan bahawa pada level bahasa, penanda akagaeru ‘katak merah’ mengacu pada petanda jenis katak endemik Jepang yang berwarna kemerah-merahan. Namun, petanda akagaeru pada level bahasa konotasi mengacu pada makna: kembali kepada ideologi asli Jepang, kegagalan ideologi komunis berkembang di Jepang, penerimaan terhadap penghancuran ideologi komunis di Jepang, dan bertahannya kekaguman terhadap ideologi komunis. Penelitian terdahulu yang kedua ini juga berbeda dengan penelitian dalam artikel ini, karena pembahasan dan teori yang digunakan berbeda.

  • 4.    Hasil dan Pembahasan Data 1

    Gambar 3

    Kakek Urokodaki Menampar Tanjiro


    鱗滝

    Urokodaki


炭治郎。

Tanjiro.

‘Tanjiro’.

妹が人を食ったときお前はどうする?

Imouto ga hito wo tabetta toki omae wa dou suru?

‘Apa yang kamu lakukan jika adikmu memakan manusia?’ 判断が遅い!

Handan ga osoi.

‘Terlalu lambat.’

お前はとにかく判断が遅い。

Omae wa tonikaku handan ga osoi.

‘Kamu terlalu lambat dalam menentukan sebuah pilihan.’ 朝になるまで鬼にとどめを刺せなかった。

Asa ni naru made oni ni todome wo sasenakatta.

‘Kamu gagal menghabisi iblis itu sebelum pagi tiba.’

今の質問に間髪入れず答えられなかったのはなぜか?

Ima no shitsumon ni kanpatsu hairezu kotaerare nakatta no wa naze ka?

‘Kenapa kamu tidak bisa menjawab pertanyaanku secara langsung?’ お前の覚悟が甘いからだ。

Omae no kakugo ga amai kara da.

‘Karena ketepatan hatimu terlalu lemah.’

妹が人を食ったときやることは2つ。

Imouto ga hito wo tabetta toki yaru koto wa futatsu.

‘Ada dua hal yang bisa dilakukan oleh adikmu untuk memakan manusia.’

妹を殺すお前は腹を切って死ぬ。

Imouto wo korosu omae wa hara wo kitte.

‘Bunuh adikmu, kemudian belah perutnya sampai mati.’ 鬼になった妹を連れていくというのは。

Oni ni natta imouto wo tsureteiku to iu no wa.

‘Itulah ketepatan hati yang harus kamu miliki jika kamu memilih untuk berkenalan dengan adik iblismu.’ そういうことだ。

Sou iu koto da.

‘Begitulah adanya.’

(KnY, episode 1, menit 13:23-14:36)

Dialog data 1, menggambarkan situasi Kakek Urokodaki memarahi dan menampar Tanjiro, karena tidak dapat menentukan pilihan untuk membunuh adiknya yang sudah menjadi iblis. Situasi saat itu, iblis tersebut terkena kapak di lehernya. Hingga pagi tiba, Tanjiro masih ragu untuk membunuhnya karena masih memiliki rasa iba, sampai akhirnya, iblis tersebut menghilang dengan sendirinya. Setelah mengetahui tindakan Tanjiro, akhirnya Kakek Urokodaki yang mengenakan topeng tengu menampar Tanjiro sambil berkata 「判断が遅 い!」 “Handan ga osoi”. ‘ “Terlalu lambat” ’. Tidak sampai di situ, Kakek Urokodaki terus berkata 「お前は とにかく判断が遅い 」 “Omae wa tonikaku handan ga osoi”. ‘ “Kamu terlalu lambat dalam menentukan sebuah pilihan.” ’

Kalimat Kakek Urokodaki di atas secara tidak langsung peneliti anggap sebagai ekspresi dan representasi watak topeng tengu, dengan warna merahnya juga yang menunjukkan sifat keras dan tegas. Dari dialog di atas, kesamaan antara topeng tengu dalam data 1 ini sebagai simbol bila dikaitkan dengan kepercayaan orang Jepang terhadap sosok tengu yang sebenarnya yakni, sosok tengu memang dianggap sebagai sosok yang keras. Dengan demikian, makna simbol topeng tengu pada data 1 ini memiliki makna berkarakter keras dan tegas.

Data 2

Gambar 4

Kakek Urokodaki Menasihati Tanjiro

: 罪なき人の命をお前の妹が奪う。

: Tsuminaki hito no inochi wo omae no imouto ga ubau.

: ‘Adikmu mengambil nyawa orang yang tak berdosa.’

: それだけは絶対にあってはならない。

: Sore dake wa zettai ni ate wa naranai.

: ‘Sesuatu yang tidak boleh terjadi.’

: わしの言っていることが分かるか?

: Washi no itte iru koto ga wakaru ka?

: ‘Apakah kamu paham dengan ucapanku?’

: はい!


鱗滝

Urokodaki

炭治郎

Tanjiro                 : Hai!

: ‘Iya!’

(KnY, episode 2, menit 14:17-14:25)

Dialog data 2, menggambarkan situasi Kakek Urokodaki yang sedang mengenakan topeng tengu ketika menasihati Tanjiro. Inti nasihat tersebut yakni, adik Tanjiro yang sudah menjadi iblis kemudian merenggut nyawa orang yang tidak berdosa adalah sesuatu yang tidak boleh dibiarkan. Hal ini ditunjukkan pada penggalan kalimat yang diujarkan Kakek Urokodaki, 「罪なき人の命を お前の妹が奪う」“Tsuminaki hito no inochi wo omae no imouto ga ubau”. ‘ “Adikmu mengambil nyawa orang yang tak berdosa.” ’ Tidak sampai di situ, Kakek Urokodaki juga mengatakan, 「それだけは 絶対にあってはならない」“Soredake wa zettai ni ate wa naranai”. ‘ “Sesuatu yang tidak boleh terjadi.” ’

Kalimat Kakek Urokodaki di atas secara tidak langsung peneliti anggap sebagai ekspresi dan representasi watak topeng tengu berwarna merah yang menunjukkan sifat tegas seorang guru kepada muridnya. Dari dialog di atas, kesamaan antara topeng tengu dalam data 2 ini sebagai simbol bila dikaitkan dengan kepercayaan orang Jepang terhadap sosok tengu yang sebenarnya yakni, sosok tengu memang dianggap sebagai sosok yang tegas. Dengan demikian, makna simbol topeng tengu pada data 2 ini memiliki makna berkarakter tegas.

Data 3

Gambar 5

Kakek Urokodaki Menjelaskan Dirinya ke Tanjiro

わしは育手だ。

Washi wa sodate da.

‘Aku pelatih.’ 文字どおり剣士を育てる。

Moujidoori kenshin wo sodateru. ‘Aku melatih pendekar pedang.’ 育手は山ほどいて。

Ikute wa yama hodo ite.


鱗滝

Urokodaki

: ‘Ada banyak pelatih lainnya.’

: それぞれの場所それぞれのやり方で。剣士を育てている。

: Sore zore no basho sore zore no yarikata de Kenshin wo sodatete iru.

: ‘Setiap pelatih melatih muridnya di tempat dan dengan cara sendiri-sendiri.’

: 鬼殺隊に入るためには。

: Onigorotai ni hairu tame ni wa.

: ‘Agar bisa masuk menjadi pasukan pembasmi iblis.’

: 藤襲山で行われる最終選別で生き残らなければならない。

: Fujigasanesan de okonawareru saishuu senbetsu de ikinokora na-kerebanaranai.

: ‘Kamu harus bertahan melewati proses seleksi terakhir yang diadakan di gunung Fujigasane.’

: 最終選別を受けていいかどうかはわしが決める。

: Saishuu senbetsu wo ukete ii ka douka wa washi ga kimeru.

: ‘Aku yang menentukan cocok tidaknya kamu mengikuti seleksi terakhir itu.’

炭治郎

Tanjiro

: 禰豆子に向けて。今日から日記をつけることにした。

: Nezuko ni mukete. Kyou kara nikki wo tsureru koto ni shita.

: ‘Mulai dari hari ini. Saya akan membuat catatan harian untuk Nezuko’.

: 俺は今日も山を下るよ。

: Ore wa kyou mo yama mo kudaru yo.

: ‘Hari ini juga saya menuruni gunung.’

: 最終選別で死なないために鍛え抜く。

: Saishuu senbetsu de shinai tame ni kitaenuku.

: ‘Saya akan berlatih sekeras mungkin agar tidak mati dalam seleksi terakhir nanti.’

(KnY, episode 3, menit 03:32-04:09)

Dialog data 3, menggambarkan situasi Kakek Urokodaki yang mengenakan topeng tengu berwarna merah dan berwajah garang menasihati Tanjiro. Kakek Urokodaki adalah pelatih dan guru Tanjiro yang setiap mendidik ataupun melatih murid-muridnya untuk bisa masuk pasukan pembasmi iblis, mempunyai metode pelatihan khusus yang berbeda dengan pelatih lainnya. Oleh karena itu, Tanjiro harus berlatih keras agar dapat masuk menjadi pasukan pembasmi iblis. Hal ini dapat dibuktikan dari perkataan Kakek Urokodaki yang mengatakan わしは育手だ。文字どおり 剣士を育てる。」 “Washi wa sodate da. Moujidoori kenshin wo sodateru.” ‘ “Aku adalah pelatih. Aku melatih pendekar pedang.” ’

Kalimat Kakek Urokodaki di atas secara tidak langsung peneliti anggap sebagai ekspresi dan representasi watak topeng tengu yang menunjukkan karakter seorang guru bela diri. Dari dialog di atas, kesamaan antara topeng tengu dalam data 3 ini sebagai simbol dengan kepercayaan orang Jepang itu sendiri terhadap sosok tengu yang

sebenarnya yakni, sosok tengu dianggap sebagai sosok guru dan ahli bela diri. Dengan demikian, makna simbol topeng tengu dalam data 3 ini memiliki makna berkarakter sebagai seorang guru/pelatih yang ahli bela diri.

Data 4

Gambar 6

Kakek Urokodaki Mengajari Tanjiro Bermain Pedang

鱗滝

Urokodaki

: 刀は折れやすい。

: Katana wa oreyasui.

: ‘Pedang bisa mudah patah.’

: と最初に言われた。

: To saisho ni iiwareta.

: ‘Itu yang dia katakan padaku terlebih dahulu.’

: 縦の力には強いけど横の力には弱い。

: Tate no chikara ni wa yasui kedo yoko no chikara ni wa kowai.

: ‘Meskipun secara vertikal dia kuat, tetapi secara horizontal dia lemah.’

: 刀には力をまっすぐに乗せること。

: Katana ni wa chikara wo massugu ni noseru koto.

: ‘Kita harus memberikan kekuatan pada ayunan secara lurus mengikuti alur pedang.’

: 刃の向きと刀を振るとき込める力の方向は。

: Ha no muki to katana wo furu toki komeru chikara no mukou wa.

: ‘Arah pedang dan arah yang kau berikan kekuatan.’

: 全く同じでなければならない。

: Mattaku onaji denakereba naranai.

: ‘Harus benar-benar sama’.

: 更に 刀を破損つまり刀を折ったりしたらだ。

: Sarani katana wo honson tsumari katana wo ottari shitara da.

: ‘Jika kamu pernah melukai pedangmu atau dengan kata lain merusaknya.’

: お前の骨も折るからなと低めに脅される。

: Omae no hone mo oru karana to hikume ni odosareru.

: ‘Aku mengancam akan mematahkan tulangmu.’

(KnY, episode 3, menit 05:38-06:10)

Dialog

data 4, menggambarkan situasi Kakek Urokodaki yang sedang

mengenakan topeng tengu mengajarkan Tanjiro bermain pedang. Tebasan pedang akan

kuat jika pada saat melakukan tebasan disertai dengan kekuatan ayunan pedang secara lurus mengikuti arah pedang. Akhirnya, Kakek Urokodaki juga memperingatkan Tan-jiro agar berhati-hati memakai pedang. Kakek Urokodaki juga mengancam Tanjiro bila sampai pedangnya rusak. 「更に刀を破損つまり刀を折ったりしたらだ。 お前の骨も折 るからなと低めに脅される」Sarani katana wo honson tsumari katana wo ottari shitara da. Omae no hone mo oru karana to hikume ni odosareru.” ‘ “Jika kamu pernah melukai pedangmu atau dengan kata lain merusaknya, aku mengancam akan mematahkan tulangmu.” ’

Kalimat Kakek Urokodaki di atas secara tidak langsung peneliti anggap sebagai ekspresi dan representasi watak topeng tengu sesungguhnya yang menunjukkan karakter keras. Selain itu, bila dikaitkan dengan konteks dialog di atas, warna merah pada topeng tengu yang dikenakan Kakek Urokodaki merepresentasikan sikap yang keras. Dari dialog di atas, kesamaan antara topeng tengu sebagai simbol dengan kepercayaan orang Jepang itu sendiri terhadap sosok tengu yang sebenarnya yakni, sosok tengu dianggap sebagai sosok yang keras dan disiplin. Dengan demikian, makna simbol topeng tengu dalam data 4 ini memikiki makna berkarakter sebagai guru yang keras dan disiplin.

Data 5

Gambar 7

Kakek Urokodaki Melatih Tanjiro

鱗滝

Urokodaki

:よし、こっきゅう。。おなかをたた。

: Yoshi, kokkyuu..onaka wo tata.

: ‘Nah, tarik napas..selanjutnya kuda-kuda.’

炭治郎

Tanjiro

:はい、そうですか。

: Hai, sou desu ka!

: ‘Baik, seperti ini!’

鱗滝

Urokodaki

:ちがう。 : Chigau. : ‘Salah.’

炭治郎

Tanjiro

:そうですか。

: Sou desu ka.

: ‘Begitu kah.’

鱗滝

:ちがう。

Urokodaki     : Chigau.

: ‘Salah.’

炭治郎     :こう。

Tanjiro         : Kou.

: ‘Seperti ini.’

鱗滝      :ちがう。

Urokodaki     : Chigau.

: ‘Salah.’

(KnY, episode 3, menit 07:53-08:13)

Dialog data 5, menggambarkan situasi Kakek Urokodaki yang sedang mengenakan topeng tengu memarahi Tanjiro. Ia marah karena Tanjiro keliru melakukan gerakan kuda-kuda saat latihan. Berkali-kali melakukan gerakan kuda-kuda, Tanjiro tetap salah terus. Sampai-sampai, Kakek Urokodaki berkata 「ちがう」 Chigau”. ‘ “Salah” ’ sebanyak 3 kali.

Kalimat Kakek Urokodaki di atas secara tidak langsung peneliti anggap sebagai ekspresi dan representasi karakter topeng tengu sesungguhnya yang menunjukkan ketegasan. Ketegasan tersebut diwujudkan Kakek Urokodaki dengan memarahi Tanjiro karena berkali-kali salah dalam gerakan latihan. Dari dialog di atas, kesamaan antara topeng tengu sebagai simbol dengan kepercayaan orang Jepang itu sendiri terhadap sosok tengu yang sebenarnya yakni, sosok tengu dianggap sebagai sosok yang tegas. Dengan demikian, makna simbol topeng tengu dalam data 5 ini memiliki makna berkarakter tegas sebagai guru latih.

Data 6

Gambar 8

Kakek Urokodaki Berdiskusi dengan Tanjiro


炭治郎


Tanjiro

鱗滝

Urokodaki


:鱗滝さん…。

: Urokodaki san…

: ‘Guru Urokodaki’.

:お前を最終選別に行かせるつもりはなかった。

: Omae wo saishuu senbetsu ni ikaseru tsumori wa nakatta.

: ‘Aku tidak berniat mengirimmu ke seleksi terakhir.’ : もう子供が死ぬのを見たくなかった。

: Mou kodomo ga shinu no wo mitakunakatta.

: ‘Aku tidak ingin anak-anak mati lagi.’

: お前にこの岩は斬れないと思っていたのだが…。

: Omae ni kono iwa wa kireinai to omotte ita no da ga…

: ‘Aku yakin kamu pasti tidak bisa membelah batu itu, tetapi…’

: よく頑張った。

: Yoku ganbatta.

: ‘Kerja bagus.’

: 炭治郎お前は… すごい子だ。

: Tanjiro omae wa…sugoi ko da.

: ‘Tanjiro kamu memang anak yang hebat.’

: 最終選別必ず生きて戻れ。

: Saishuu senbetsu kanarazu ikite modore.

: ‘Pastikan kamu kembali dari seleksi terakhir dengan selamat.’ : わたしも妹もここで待っている。

: Watashi mo imouto mo koko de matte iru.

: ‘Aku dan adikmu akan menunggumu di tempat ini.’

(KnY, episode 4, menit 03:33-04:20)

Dialog data 6, menggambarkan situasi Kakek Urokodaki yang sedang mengenakan topeng tengu meremehkan Tanjiro di awal-awal diskusinya. Akan tetapi, dia sebenarnya bergurau karena di akhir diskusi dengan Tanjiro, Kakek Urokodaki malah menyemangati Tanjiro. Kakek Urokodaki di awal-awal berkata 「お前を最終選別 に行かせるつもりはなかった」 Omae wo saishuu senbetsu ni ikaseru tsumori wa nakatta. ‘ “Aku tidak berniat mengirimmu ke seleksi terakhir.” ’ Tidak sampai di situ, Kakek Urokodaki juga berkata 「もう子供が死ぬのを見たくなかった」Mou kodo-mo ga shinu no wo mitakunakatta. ‘ “Aku tidak ingin anak-anak mati lagi.” ’ Secara otomatis, peneliti beranggapan bahwa dengan disinggung seperti ini, Tanjiro akan lemah mentalnya. Namun, di akhir percakapan, Kakek Urokodaki menyemangati Tan-jiro. Pada intinya, Kakek Urokodaki menginginkan agar ia dapat lolos seleksi dengan selamat karena ia sudah berlatih keras, dan sang Kakek beserta adik Tanjiro akan menunggu kedatangannya.

Kalimat Kakek Urokodaki di atas secara tidak langsung peneliti anggap sebagai ekspresi dan representasi karakter topeng tengu sesungguhnya yang suka bergurau. Dari dialog di atas, kesamaan antara topeng tengu sebagai simbol dengan kepercayaan orang Jepang itu sendiri terhadap sosok tengu yang sebenarnya yakni, sosok tengu dianggap sebagai sosok yang memiliki rasa humor. Dengan demikian, makna simbol topeng tengu dalam data 6 ini memiliki makna berkarakter humoris dan humanis.

Data 7

Gambar 9

Kakek Urokodaki Memberi Nasihat Tanjiro

鱗滝     : 全ての修行を終えた祝いだ。

Tanjiro        : Subete no sugyou wo oeta iwai da.

: ‘Tugasku sudah selesai, mari kita merayakannya.’

: 遠慮せず食うといい。

: Enryou sezu kuu to ii.

: ‘Makan sepuasnya boleh.’

: ありがとうございます!

: Arigatou gozaimasu!

: ‘Terima kasih banyak!’

鱗滝     : 炭治郎…。

Urokodaki     : Tanjiro…

: ‘Tanjiro’…

: わしがしてやれるのはここまでだ。

: Washi ga shite yareru no wa koko made da.

: ‘Aku sudah mengajarkan semuanya kepadamu.’

: これから先は修行のときとは比べ物にならないほど。

: Korekara saki wa sugyou no toki to wa kurabemono ni naranai hodo.

: ‘Mulai sekarang, kamu akan melalui banyak rintangan dan kesulitan.’

: つらく厳しい日々が待っている。

: Tsuraku kibishii hibi ga matte iru.

: ‘Latihanmu mungkin tidak ada apa-apanya.’

: せめて今だけは。

: Semete ima dake wa.

: ‘Setidaknya untuk saat ini.’

: 何も気にすることなくゆっくり休むといい。

: Nani mo ki ni suru koto naku yukkuri yasumu to ii.

: ‘Beristirahatlah tanpa memikirkan semua beban itu.’

(KnY, episode 4, menit 04:35-05:10)

Dialog data 7, menggambarkan situasi Kakek Urokodaki yang tengah memakai topeng tengu mencoba menasihati dan mengingatkan Tanjiro saat ia sedang makan dengan lahap. Tanjiro sudah merasa puas, karena telah berhasil menyelesaikan tugas-

tugasnya. Namun, tugas Tanjiro tidak cukup sampai di situ saja. Oleh karena itu, Kakek Urokodaki berpesan kepada Tanjiro dalam dialog di atas bahwa ia sudah mengajari ilmunya, dan seiring dengan penguasaan ilmu tersebut, niscaya Tanjiro akan tetap menemui kesulitan dan rintangan. Kakek Urokodaki menyuruhnya beristirahat dulu tanpa memikirkan beban itu.

Kalimat Kakek Urokodaki di atas secara tidak langsung peneliti anggap sebagai ekspresi dan representasi karakter tengu sesungguhnya yaitu sebagai guru bijak pemberi nasihat. Tidak hanya sampai di situ, bila dikaitkan dengan konteks dialog di atas, warna merah dalam topeng tengu yang dikenakan oleh Kakek Urokodaki di atas merepresentasikan hasrat seorang guru yang ingin agar muridnya berhasil menyelesaikan tugasnya meskipun halangan/rintangan itu tetap ada. Dari dialog di atas, kesamaan antara topeng tengu sebagai simbol dengan kepercayaan orang Jepang itu sendiri terhadap sosok tengu yang sebenarnya yakni, sosok tengu dianggap sebagai sosok guru bela diri yang bijak dan memiliki hasrat optimis. Dengan demikian, makna simbol topeng tengu dalam data 7 ini memiliki makna guru berkarakter bijak dan optimis.

Data 8

Gambar 10

Kakek Urokodaki sedang Memberi Nasihat dan Motivasi ke Tanjiro

鱗滝    : 今後はそのような鬼とも戦うことになるだろう。

Urokodaki     : Kongo wa sono youna oni tomo tatakau koto ni naru darou.

: ‘Mungkin kamu juga akan melawan iblis seperti itu ke depannya.’

: その者たちとの戦いはこれまで以上に困難を極める。

: Sono hatachi to no tatakai wa kore made ijou ni konnan wo kimaweru.

: ‘Dan bertarung melawan mereka lebih sulit dari apa yang telah kau ketahui setelah ini.’

: しかし炭治郎お前ならきっと大丈夫だ。

: Shikashi Tanjiro omae nara kitto daijoubu da.

: ‘Meski begitu, Tanjiro aku yakin kamu akan baik-baik saja.’

炭治郎    : はい。

Tanjiro         : Hai.

: ‘Iya.’

(KnY, episode 5, menit 16:17-16:35)

Dialog data 8, menggambarkan situasi Kakek Urokodaki yang mengenakan topeng tengu sedang memberikan nasihat kepada Tanjiro. Ia berpesan kepada Tanjiro agar tetap berlatih guna menyiapkan diri untuk melawan iblis yang mungkin lebih kuat dari yang pernah Tanjiro hadapi sebelumnya. Kakek Urokodaki tetap optimis bahwa Tanjiro mampu melakukan itu, dan ia akan tetap baik-baik saja dengan mengatakan 「しかし炭 治郎お前ならきっと大丈夫だ。」 Shikashi Tanjiro omae nara kitto daijoubu da.” ‘ “Meski begitu, Tanjiro aku yakin kamu akan baik-baik saja.” ’ Mendengar nasihat dan dukungan tersebut, Tanjiro juga merasa yakin.

Kalimat Kakek Urokodaki di atas secara tidak langsung peneliti anggap sebagai ekspresi dan representasi karakter tengu yang sesungguhnya yaitu menunjukkan sosok guru bijak yang senantiasa memberi nasihat dan dukungan untuk muridnya. Tidak hanya sampai di situ, bila dikaitkan dengan konteks dialog di atas, warna merah dalam topeng tengu yang dikenakan oleh Kakek Urokodaki di atas merepresentasikan semangat dan sikap optimis seorang guru bahwa muridnya akan unggul dan menang melawan iblis. Dari dialog di atas, kesamaan antara topeng tengu sebagai simbol dengan kepercayaan orang Jepang itu sendiri terhadap sosok tengu yang sebenarnya yakni, sosok tengu dianggap sebagai sosok guru bela diri yang bijak dan memotivasi. Dengan demikian, makna simbol topeng tengu dalam data 8 ini memiliki makna guru yang bijak dan pemberi motivasi.

  • 5.    Simpulan

Berdasarkan hasil analisis, makna simbol topeng tengu dalam anime Kimetsu no Yaiba karya Koyoharu Gotouge yaitu sebagai sosok seorang guru atau pelatih bela diri yang berkarakter keras, tegas, disiplin, humoris, humanis, bijak, optimis, serta pemberi motivasi. Pengidentifikasian ini tidak terlepas dari hubungan penandaan antara topeng tengu sebagai tanda berjenis simbol dengan objeknya yang dimaknai lewat sebuah proses interpretasi melalui konsep segitiga triadik Peirce. Hasilnya kemudian mengacu dan mengarah pada karakter objek atau sosok tengu yang sebenarnya menurut kepercayaan orang Jepang. Selanjutnya, saran untuk penelitian berikutnya yakni, penelitian dengan tema dan sumber data yang sama untuk menganalisis makna simbol topeng-topeng Jepang lainnya yang terdapat dalam anime Kimetsu no Yaiba guna

mengungkap karakter topeng-topeng tersebut menurut kepercayaan orang Jepang dengan pendekatan semiotika.

  • 6.    Daftar Pustaka

Akane. (2018). 色が持つ意味~色の基本~』. Melalui < akanairo.me >

Berger, Arthur Asa. (2010). Pengantar Semiotika: Tanda-Tanda dalam Kebudayaan Kontemporer. Terjemahan M. Dwi Marianto dari Signs in Contemporary Culture: An Introduction to Semiotics (1984). Yogyakata: Tiara Wacana.

Danesi, Marcel. (2011). Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi. Terjemahan Evi Setyarini dan Lusi Lian Piantari dari Messages, Signs, and Meanings: A Basic Textbook in Semiotics and Communication Theory (Third Edition) (2004). Yogyakarta: Jalasutra.

Emzir, Rohman. (2017). Teori dan Pengkajian Sastra. Jakarta: Rajawali Pers.

Gotouge, Koyoharu. (2019). Kimetsu no Yaiba. Shueisha.

Hoed, Benny Hoedoro. (2011). Semiotik & Dinamika Sosial Budaya. Depok: Komunitas Bambu.

Kotobank.Jp.        『      天狗』       Melalui,

<https://kotobank.jp/word/%E5%A4%A9%E7%8B%97-102256>

Mahsun. (2012). Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: Rajawali Pers.

Moleong, Lexy J. 2016. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nakayama, Kira. (2017). Kisah Tengu dalam Masyarakat Jepang. Melalui, <http://www.artforia.com/kisah-tengu-dalam-sejarah-masyarakat-jepang/>

Okada, Yasunobu dan Takuji Natori. (2013). 『ペルソナ、伝統的仮面の象徴的意味 と箱庭における顔的表現』CiNii Articles. Kyōtobunkyōdaigaku.

Pateda, Mansoer. (2001). Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.

Pradopo, Rachmat Djoko. (1995). Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Saraswati. (2018). 6 Topeng Tradisional Jepang dan Maknanya dari Unyu sampai Ngeri. Melalui, <https://www.guideku.com/travel/2018/10/16/175904/6-topeng-tradisional-jepang-dan-maknanya-dari-unyu-sampai-ngeri>

Semi, Atar. (1993). Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.

Sobur, Alex. (2004). Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sudaryanto. (1993). Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar penelitian wahana kebudayaan secara linguistis. Universitas Michigan: Duta Wacana University Press.

Sulatri, Ni Luh Putu Ari dan Silvia Damayanti. (2022). “Ideologi di Balik Mitos dalam Cerpen Akagaeru Karya Shimaki Kensaku: Kajian Semiologi Roland Barthes”. Jurnal SAKURA, 4(1), hlm. 92-107.

Tresnasari, Ningrum. (2019). “Representasi dan Interpretasi Kaomoji (Emotikon Bahasa Jepang) Melalui Pendekatan Semiotika Peirce”. Jurnal SAKURA, 1(1), hlm. 13-18.

Wuryanto, Agus. (1998). Topeng Lenggeran di Kabupaten Wonosobo. Skripsi S1.Yogyakarta.

Yamane, Toi. (2020). “Kepopuleran dan Penerimaan Anime Jepang di Indonesia”. Jurnal AYUMI, 7(1), hlm. 68-82.

Yudha. (2018). Pencinta Budaya Jepang? Pastikan Kamu Tahu 10 Arti Warna di Jepang ini. Melalui, <https://www.idntimes.com/science/discovery/viktor-yudha/arti-berbagai-warna-di-jepang>

220