SAKURA VOL. 4. No. 1 Februari 2022

DOI: http://doi.org/10.24843/JS.2022.v04.i01.p02

P-ISSN: 2623-1328

E-ISSN:2623-0151

Daya Perlokusi Pada Implikatur Percakapan Dalam Anime Tsuki Ga Kirei

Ni Made Yunita Widya Kusuma1), Ngurah Indra Pradhana2)

1,2, Program Studi Sastra Jepang, FIB, Universitas Udayana, Denpasar, Indonesia acorresponding author: yunitawidya48@gmail.com

Abstrak

Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan jenis-jenis implikatur percakapan serta daya perlokusi pada implikatur percakapan dalam anime Tsuki Ga Kirei. Teori yang digunakan adalah teori jenis-jenis implikatur dari Yule serta teori tindak tutur perlokusi dari Austin. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implikatur percakapan khusus ditemukan lebih banyak daripada implikatur percakapan umum. Sebab pengetahuan tambahan yang dimiliki oleh masing-masing tokoh tidak setara. Sedangkan implikatur skala dan implikatur konvensional tidak ditemukan. Daya perlokusi yang muncul pada implikatur percakapan umum sejalan dengan implikasi tuturan. Sedangkan pada implikatur percakapan khusus, 11 data menunjukkan perlokusi yang mengetahui informasi khusus dan sejalan dengan implikasi tuturan, 3 data memiliki perlokusi yang mengetahui informasi khusus namun tidak sejalan dengan implikasi, serta 1 data tidak memiliki informasi khusus sehingga tidak sejalan dengan implikasi tuturan.

Kata kunci: peristiwa tutur, implikatur percakapan, tindak tutur perlokusi

Abstract

The goals of this research are to find and describe the kinds of conversational implicature and the power of perlocutionary effect on conversational implicature in Anime Tsuki Ga Kirei. The theories that are used come from Yule about classification of implicature and perlocutionary act from Austin. The method that used is descriptive qualitative method. The result shows that particularized conversational implicature were found to be more than generalized conversational implicature. Because, the additional knowledge possessed by each character was not equal. Meanwhile, scalar implicature and conventional implicature were not found. The perlocutionary effect on generalized implicature is in line with the implications of utterance. Then, perlocutionary effect in particularized conversational implicature are 11 data know the special knowledges and in line with the implications of utterance, 3 data know the special knowledges but not in line with the implications, and 1 data did not know the special knowledges and not in line with the implications.

Keyword: speech event, conversational implicature, perlocutionary act

  • 1.    Pendahuluan

Komunikasi menjadi alat yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Kapanpun dan dimanapun manusia tidak akan terlepas dari proses komunikasi. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Liliweri (2011: 63) bahwa tanpa komunikasi sama saja tidak ada kehidupan. Dalam berkomunikasi, akan ada pesan yang disampaikan. Selain itu terdapat pula proses mendapatkan informasi baru serta saling berbagi informasi. Giri (2016) mengungkapkan bahwa hal tersebut dikarenakan tujuan komunikasi yang

mengisyaratkan kesepahaman antara penutur dan mitra tutur. Sehingga terdapat berbagai macam variasi tuturan dalam komunikasi. Variasi-variasi tersebut memiliki rangkaian-rangkaian yang menyesuaikan konteks tuturan. Rangkaian-rangkaian tersebutlah yang disebut sebagai respon dari sebuah komunikasi. Respon yang dihasilkan dapat berbentuk tuturan balik atau ekspresi wajah maupun pergerakan tubuh (gestur). Dengan mengirimkan respon, berarti seseorang sudah menghargai sebuah percakapan. Selain itu, respon merupakan sebuah kunci penentu sukses tidaknya sebuah komunikasi. Sebagaimana dalam proses komunikasi agar berjalan dengan lancar diperlukan adanya respon sebagai feedback atau timbal balik. Tuturan yang menghasilkan respon atau efek kepada mitra tutur itulah yang disebut sebagai tindak tutur perlokusi.

Tindak tutur perlokusi merupakan bagian dari salah satu tindak tutur yang diklasifikasikan oleh Austin (1962). Austin (1962: 94) mengemukakan bahwa tindak tutur itu merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan ketika berbicara. Seperti bertanya, menjawab, memberikan informasi, memperingati, mengumumkan, menjelaskan, dan sebagainya (Austin, 1962: 98). Chaer dan Agustina (2004: 16) juga berpendapat bahwa tindak tutur merupakan gejala individu yang bersifat ideologis sesuai kemampuan si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Melalui kedua pendapat yang dikemukakan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur merupakan cara manusia untuk melakukan tindakan dari ucapannya. Hal yang dilihat dalam tindak tutur adalah bagaimana makna atau arti tindakan dari tuturan tersebut serta bagaimana manusia bisa menghadapi situasi dengan tuturannya. Namun terkadang ketika tuturan disampaikan, terdapat pula maksud tak langsung yang disampaikan (implikatur). Dalam artian, di dalam tuturan tersebut terdapat maksud tertentu yang ingin disampaikan. Adapun contoh implikatur pada percakapan berikut.

石神    :おかませ弁当を。

靖子   :はい。おかませ一つ。ありがとうございます。昨日どなたかお

客さんが?

石神    :話はしないほうがいいです。刑事がどこで見張ってるかわから

ない。

靖子    :ごめんなさい。

Ishigami : Okamase bentou wo.

Yasuko     : Hai. Okamase hitotsu. Arigatou gozaimasu. Kinou donata ka okyakusan

ga?

Ishigami : Hanashi wa shinai houga ii desu. Keiji ga doko de mihatteru ka

wakaranai.

Yasuko     : Gomennasai.

Ishigami     : Saya pesan bentou spesial satu.

Yasuko     : Baik. Bentou spesial satu. Terima kasih. Semalam kau kedatangan

tamu?

Ishigami : Lebih baik kita tidak usah mengobrol. Bagaimana kalau ada detektif yang mengawasi?

Yasuko     : Maaf.

(Yougisha X No Kenshin, 2018: 45-47).

Dari contoh tersebut menggambarkan tokoh Yasuko yang penasaran tidak tahan ingin menanyakan perihal tamu yang mengunjungi Ishigami kemarin. Namun jawaban yang dituturkan oleh Ishigami tidak relevan dengan pertanyaan dari Yasuko. Oleh sebabnya tuturan yang dituturkan oleh Ishigami mengandung implikatur. Sebab ia ingin mengalihkan pembicaraan Yasuko karena takut jikalau ada detektif penyamar yang berada di sekitar mereka. Ishigami ingin menyadarkan Yasuko agar mereka tidak terlihat saling mengenal. Sementara itu, melalui tuturan Ishigami pula menimbulkan efek kepada Yasuko. Efek tersebut berupa Yasuko yang meminta maaf karena sempat tidak menyadari keadaan sekitar. Oleh karenanya tuturan Ishigami juga merupakan tindak tutur perlokusi, karena menimbulkan efek kepada Yasuko yakni efek meminta maaf.

Fenomena mengenai daya perlokusi yang timbul akibat implikatur, sangat sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Respon yang diberikan oleh mitra tutur mempengaruhi kelancaran proses berkomunikasi. Oleh karenanya melalui fenomena tersebut membawa keinginan untuk meneliti lebih lanjut mengenai daya perlokusi yang timbul akibat implikatur percakapan. Selain ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, implikatur juga ditemukan dalam karya sastra. Sebab karya sastra merupakan cerminan dari kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu dipilih anime Tsuki Ga Kirei yang disutradarai oleh Kishi Seiji sebagai sumber data.

Data yang diambil dalam anime tersebut diambil dari percakapan antar tokoh dari keseluruhan episode. Adapun dua buah teori yang digunakan yaitu implikatur percakapan dari Yule (1996) serta teori tindak tutur perlokusi dari Austin (1962).

  • 2.    Metode dan Teori

    2.1    Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode simak untuk menyimak data penggunaan bahasa (Sudaryanto, 2015: 203) dengan teknik catat, yakni mencatat data-data yang terdapat pada sumber data. Kemudian metode yang digunakan untuk menganalisis data 14

adalah metode deskriptif analisis yang merupakan metode untuk menggambarkan atau mendeskripsikan objek yang dikaji atau diteliti melalui data yang telah dikumpulkan (Sugiono, 2009: 29). Sedangkan metode yang digunakan untuk menyajikan data yakni metode informal yang menyajikan data melalui deskripsi (Sudaryanto 2015: 241).

  • 2.2    Teori

Penelitian ini menggunakan teori Yule (1996) mengenai jenis-jenis implikatur untuk menganalisis permasalahan mengenai jenis-jenis implikatur percakapan dalam anime Tsuki Ga Kirei. Selain itu penelitian ini juga menggunakan teori tindak tutur perlokusi Austin (1962) untuk menganalisis permasalahan mengenai daya perlokusi yang timbul akibat implikatur percakapan dalam anime Tsuki Ga Kirei.

Yule (1996: 40-42) menyebutkan bahwasanya ada empat jenis implikatur, yakni implikatur percakapan umum, implikatur percakapan khusus, implikatur skala, dan implikatur konvensional. Data yang ditemukan dikelompokkan sesuai dengan jenis-jenis implikatur tersebut. Kemudian, daya perlokusi yang ditimbulkan dianalisis menggunakan teori tindak tutur perlokusi (Austin, 1962, hlm. 101), lalu dinilai sesuai atau tidak sesuai dengan implikasi tuturan.

  • 3.    Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan suatu hal yang penting dalam suatu penelitian. Sebab kajian pustaka dapat dijadikan bahan referensi tehadap penelitian selanjutnya. Pada penelitian ini, kajian pustaka yang digunakan adalah sebagai berikut.

Pertama, Pradhana (2016) berjudul “Penerapan Prinsip Kerja Sama Dalam Drama Detective Conan Spesial 1” juga menjadi referensi dari penelitian ini. Pradhana membahas mengenai jenis pelanggaran maksim dalam drama Detective Conan Spesial 1, alasan dilanggarnya maksim tersebut serta jenis maksim yang dipatuhi. Teori yang digunakan adalah prinsip kerja sama oleh Grice (1975), Tamotsu (1995), dan teori Levinson (1983) serta teori pelanggaran prinsip kerja sama oleh Grice (1975). Hasil penelitian Pradhana menunjukkan bahwa tuturan pada sumber data melanggar sekaligus mematuhi prinsip kerja sama. Pelanggaran disebabkan karena mitra tutur tidak memberikan informasi yang sesuai, informasi tidak disertai bukti, mitra tutur menyembunyikan kebenaran isi tuturan, pernyataan yang diberikan tidak relevan dan bersifat ambigu. Jenis pelanggaran yang didapat adalah violasi, pengabaian, perbenturan,

dan permainan. Sedangkan prinsip kerja sama yang dipatuhi adalah maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim relevansi, serta maksim cara. Adapun penelitian Pradhana memberikan kontribusi mengenai pemahaman tentang implikatur menurut Grice (1975).

Kedua, Natalia (2018) pada penelitiannya yang berjudul “Implikatur Percakapan Pada Tuturan Yang Melanggar Prinsip Kerja Sama Dalam Novel Kimi No Na Wa Karya Makoto Shinkai” merupakan penelitian yang mengkaji tentang implikatur percakapan yang melanggar prinsip kerja sama pada sebuah tuturan yang dilakoni oleh para tokoh dalam novel Kimi no Na Wa. Teori yang digunakan adalah teori prinsip kerja sama oleh Grice (1975), teori implikatur oleh Yule (2014) serta teori tindak tutur ilokusi oleh Searle (1980). Metode yang digunakan adalah metode simak sebagai metode pengumpulan data, metode padan pragmatik sebagai metode analisis data, serta metode informal sebagai metode penyajian data. Hasilnya, implikatur percakapan umum ditemukan lebih banyak sebab konteks tuturan masing-masing tokoh setara. Ditemukan pula 3 dari 5 jenis tindak tutur ilokusi yang muncul dalam novel tersebut, yakni tindak tutur ekspresif, asertif, dan direktif. Sedangkan maksim yang paling sering dilanggar adalah maksim relevansi dan maksim kualitas. Hal tersebut disebabkan oleh budaya aimai yang dipegang oleh masyarakat Jepang. Penelitian tersebut memberikan kontribusi dalam pemahaman implikatur yang diklasifikasikan oleh Yule (1996). Namun dalam penelitian ini tidak mencantumkan prinsip-prinsip kerja sama, melainkan daya perlokusi yang ditimbulkan dari implikatur percakapan.

Ketiga, Adriana (2018) pada penelitiannya “Penggunaan Tindak Tutur dan Implikatur Pada Novel Yougisha X No Kenshin Karya Keigo Higashino” mengkaji mengenai penggunaan tindak tutur dan implikatur yang digunakan oleh para tokoh dalam Novel berjudul Yougisha X No Kenshin Karya Keigo Higashino. Penelitian yang diteliti oleh Adriana menggunakan teori tindak tutur Austin (1962) dan teori prinsip kerja sama Grice (1975). Metode yang digunakan adalah metode kepustakaan dengan teknik catat sebagai metode pengumpulan data, metode deskriptif analisis sebagai metode analisis data, serta menggunakan metode informal sebagai metode penyajian data. Hasilnya, terdapat tuturan mengandung tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, tindak tutur perlokusi dan tuturan yang mengandung ketiga jenis tindak tutur. Kemudian, dalam tindak tutur tersebut, maksim yang paling sering dilanggar adalah maksim kuantitas dan maksim relevansi. Sedangkan tindak tutur yang paling banyak ditemukan adalah tindak tutur ilokusi. Penelitian Adriana memberikan kontribusi tentang pemahaman terhadap

tindak tutur dan implikatur. Akan tetapi, topik yang dibahas dalam penelitian yang dilakukan adalah respon atau efek perlokusi yang dihasilkan dari implikatur tersebut.

Keempat, Nafisah (2019) “Tindak Tutur Perlokusi Dalam Anime Shigatsu Wa Kimi No Uso (四月は君の嘘) Karya Naoshii Arakawa Dengan Menggunakan Pendekatan Searle”. Nafisah dalam penelitiannya menggunakan teori Searle (2016) sebagai teori untuk mengkaji fungsi tindak tutur perlokusi serta teori tindak tutur perlokusi oleh Haryadi (2015). Kemudian selain meneliti tentang fungsi tindak tutur perlokusi, Nafisah juga meneliti tentang efek yang diakibatkan dari tuturan tersebut. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dengan cara mengambil tuturan dalam film animasi Shigatsu wa Kimi no Uso, lalu dianalisa dengan metode analisis deskriptif dikarenakan penelitian yang dilakukan oleh Nafisah merupakan penelitian kualitatif. Lalu hasil penelitian disajikan dengan metode informal. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa fungsi deklarasi yang ditemukan merujuk pada pernyataan keputusan. Kemudian fungsi representatif merujuk kepada fakta, penegasan, kesimpulan serta pendeskripsian. Fungsi ekspresif menunjukkan ekspresi sedih, marah dan senang. Fungsi direktif merujuk pada memerintah dan memohon. Lalu fungsi komisif merujuk pada janji dan ikrar. Efek tuturan yang diberikan terdiri dari dua, yakni efek negatif dan efek positif. Efek positif yang diberikan meliputi membuat lega, memberi motivasi dan menumbuhkan rasa syukur. Sedangkan efek negatif berupa membuat takut, membuat gelisah dan membuat jengkel. Persamaan penelitian Nafisah dengan penelitian yang dilakukan yakni sama-sama menggunakan perlokusi sebagai topik penelitian. Namun dalam penelitian yang dilakukan, perlokusi yang diteliti adalah perlokusi yang timbul dalam implikatur percakapan. Sedangkan Nafisah tidak menghubungkan implikatur pada tindak tutur perlokusi.

Kemudian penelitian ini tidak membahas mengenai penerapan prinsip kerja sama. Sebab topik penelitian berfokus kepada jenis-jenis implikatur percakapan serta daya perlokusi yang ditimbulkannya.

  • 4.    Hasil dan Pembahasan

Berikut merupakan pembahasan mengenai hasil analisis jenis-jenis implikatur percakapan serta daya perlokusi yang ditimbulkan dalam anime Tsuki Ga Kirei.

  • a.    Implikatur Percakapan Umum

Implikatur percakapan umum adalah implikasi yang tidak membutuhkan pengetahuan khusus untuk memahami tuturan (Yule, 1996: 40). Mitra tutur tidak membutuhkan pengetahuan khusus terlebih dahulu untuk memahami isi dari konteks tuturan. Berikut merupakan potongan dialog dalam anime Tsuki ga Kirei yang menunjukkan adanya implikatur percakapan umum. Percakapan terjadi di ruang makan ketika keluarga Kotarou sedang menikmati sarapan. Ibu yang sedang membersihkan dapur lalu bertanya kepada Kotarou.

  • (1) 母     :お母さん本当に見に行かなくっていいの?運動会。。

小太郎   :いい、無理

母     :はい、はい。

Ibu         : Okaasan hontou ni mini ikanakutte ii no?

Kotarou     : Ii, muri.

Ibu           : Hai, hai.

Ibu         : Apakah benar tidak apa-apa jika Ibu tidak pergi melihatmu? ke

festival olahraga…

Kotarou     : Tidak, tidak perlu.

Ibu          : Baiklah.

(Episode 2, 00:46-00-51)

Percakapan pada data (1) merupakan percakapan antara Ibu dan Kotarou yang berlatar di ruang makan ketika keluarga Kotarou sedang menikmati sarapan. Ibu sambil membersihkan dapur memastikan kembali kepada Kotarou mengenai kedatangannya ke acara festival olahraga SMP Kawagoe. Namun Kotarou mengatakan agar Ibu tidak perlu datang ke festival olahraga sekolahnya. Implikatur percakapan umum pada data (1) terdapat pada tuturan Kotarou melalui “Ii, muri”… ‘Tidak, tidak perlu’. Berangkat dari definisi implikatur percakapan umum menurut Yule (1996, hlm. 40), implikatur percakapan umum merupakan implikatur yang tidak membutuhkan informasi khusus. Sehingga Ibu bisa memahami tuturan Kotarou tanpa harus dibekali informasi khusus terkait tuturan. Tuturan Kotarou mengandung implikasi terhadap Ibu untuk tidak datang ke acara festival olahraga yang diselenggarakan oleh sekolahnya.

Daya perlokusi dari tuturan tersebut menyebabkan Ibu menerima keputusan Kotarou yang tidak mengizinkannya pergi ke festival olahraga sekolah. Hal tersebut dibuktikan melalui respon yang diberikan Ibu pada tuturan “Hai, hai”… ‘Baiklah’. Respon yang diberikan oleh ibu disebabkan oleh pengaruh dari tuturan Kotarou (Austin, 1962: 101). Sehingga Ibu telah memberikan kontribusi yang baik dalam percakapan. Sebab Ibu telah 18

memberikan tanggapan yang diharapkan Kotarou, yaitu tidak pergi ke festival olahraga sekolah.

  • b.    Implikatur Percakapan Khusus

Implikatur Percakapan Khusus merupakan implikasi yang membutuhkan pengetahuan khusus dalam memahami makna tuturan (Yule, 1996: 42). Mitra tutur harus memiliki pengetahuan khusus mengenai isi tuturan agar mitra tutur dapat memahami maksud tuturan yang dituturkan penutur. Berikut merupakan data yang menunjukkan implikatur percakapan khusus.

  • (2)    ^f : ^S^>^ff<^<

S : ^? ⅞9⅛O?

< : WTr^σδ?

S : τc^e<

Ayane: Kyou soto ni tabeni ikutte..

Akane: ee sounano?

Ibu : Shaawa wo abiru?

Akane: Sugu e iku

Ayane: Hari ini kita makan di luar

Akane: Eh? Beneran?

Ibu : Mau mandi?

Akane: Saya akan segera pergi mandi.

(Episode 1, 08:16-08:18)

Saat percakapan tersebut terjadi, Akane melihat seluruh keluarganya berkumpul di ruang tamu dan Ayane memberitahu Akane bahwa keluarga mereka akan pergi makan malam hari ini. Ibu Akane lantas bertanya kepada Akane apakah ia akan pergi mandi atau tidak. Implikatur percakapan khusus pada data (2) terdapat pada tuturan Ibu dalam “Shawaa wo abiru?”...Mau mandi?”. Tuturan ibu memiliki informasi khusus yang harus diketahui oleh Akane. Hal tersebut dikarenakan implikatur percakapan khusus merupakan implikasi yang mengharuskan mitra tutur untuk memiliki informasi khusus (Yule, 1962: 42). Informasi tersebut berupa keluarga Akane yang sudah menunggu Akane sedari tadi. Hal tersebut dibuktikan saat Akane mendapati keluarganya sedang berkumpul di ruang tamu ketika ia baru saja pulang dari kegiatannya di klub lari. Sehingga tuturan ibu memiliki implikasi terhadap Akane untuk segera bergegas mandi dan bersiap-siap agar mereka bisa segera pergi makan malam.

SAKURA VOL. 4. No. 1 Februari 2022

P-ISSN: 2623-1328


E-ISSN:2623-0151


DOI: http://doi.org/10.24843/JS.2022.v04.i01.p02

Daya perlokusi yang dihasilkan membuat Akane segera bergegas ketika ibu menanyakan apakah ia akan mandi atau tidak. Selain itu Akane juga memberikan respon pada “Sugu e iku”… ‘Aku akan segera pergi mandi’. Austin (1962: 101) mengungkapkan bahwa ketika sebuah tuturan menghasilkan efek kepada mitra tutur, maka tuturan tersebut merupakan tindak tutur perlokusi. Perlokusi pada data (2) menunjukkan bahwa Akane memiliki informasi khusus terkait tuturan ibu. Sehingga Akane berkontribusi dalam menyukseskan tujuan percakapan. Sebab Akane memberikan respon yang sesuai dengan harapan ibu.

  • (3)    千夏 :あのさ、私ねずっと言えなくて。茜のことも友達だから大事に したいし。でも。。。ちゃんと言わないと。

小太郎:。。。

千夏 :コタのことずっと好きでした!

小太郎:。。。

千夏 :私じゃだめかな?

小太郎:へえ?

千夏 :。。。。

小太郎:ご。。。ごめん

Chinatsu: Anosa, watashi ne zutto ienakute. Akane no koto mo tomodachi dakara, daiji ni shitaishi. Demo…. Chanto iwanaito.

Kotarou : …..

Chinatsu: Kota no koto zutto suki deshita!

Kotarou : …..

Chinatsu: Watashi ja dame kana?

Kotarou : Hee?

Chinatsu: …..

Kotarou : Go…gomen

Chinatsu: Begini, ada hal yang dari dulu ingin terus kukatakan. Karena Akane adalah temanku yang juga penting bagiku. Tetapi… aku ingin mengatakannya dengan benar.

Kotarou : (terdiam)

Chinatsu: Aku menyukai Kota dari dulu! (berlari memeluk Kotarou)

Kotarou : (terkejut)

Chinatsu: Tidak bisakah aku saja yang bersamamu?

Kotarou : Apa?

Chinatsu: (terdiam dan memeluk Kotarou)

Kotarou : Ma…maaf

(Episode 12, 04:46-06:00)

Percakapan pada data (3) merupakan percakapan antara Chinatsu dan Kotarou ketika mereka baru saja melihat pengumuman hasil ujian masuk SMA Negeri Kawagoe. Chinatsu lalu berterus terang kepada Kotarou mengenai perasaannya selama ini.

Berdasarkan penjelasan Yule (1962: 42) terhadap implikatur percakapan khusus, maka implikatur percakapan khusus pada data (3) termuat pada tuturan “Watashi jya dame kana?”… ‘Tidak bisakah aku saja yang bersamamu?’. Informasi tuturan yang termuat adalah Chinatsu telah menyukai Kotarou bahkan sebelum Kotarou menjalin hubungan dengan Akane. Selain itu Akane juga harus pindah ke Chiba. Sehingga Chinatsu berharap Kotarou bisa melepas Akane dan bersama dengannya karena Chinatsu akan terus berada di Kawagoe. Tuturan Chinatsu mengandung implikasi terhadap Kotarou untuk membalas perasaannya karena Chinatsu merasa lebih pantas untuk bersanding dengan Kotarou dibandingkan Akane.

Implikasi tuturan pada data (3) menimbulkan efek terhadap Kotarou. Sehingga tuturan pada data (3) juga merupakan tindak tutur perlokusi (Austin, 1962, hlm. 101). Tuturan tersebut menyebabkan efek terkejut pada Kotarou. Hal tersebut dibuktikan pada “Hee?”… ‘Apa?’. Sebab ia tidak menyangka bahwa Chinatsu menyuruhnya untuk mengakhiri hubungannya dengan Akane. Kotarou lalu meminta maaf karena tidak bisa membalas perasaan Chinatsu. Sebab ia telah menjalin hubungan dengan Akane. Kotarou juga tidak memiliki perasaan apapun terhadap Chinatsu karena ia hanya menyukai Akane. Terlebih mustahil baginya untuk meninggalkan Akane dan berpaling kepada Chinatsu karena mereka saling berteman. Jika Kotarou menuruti keinginan Chinatsu, maka hal tersebut akan menimbulkan pertengkaran antara Akane dan Chinatsu. Tanggapan tersebut dibuktikan melalui “Go..gomen”…. ‘Ma…maaf’. Sehingga respon Kotarou tidak sejalan dengan kehendak Chinatsu karena ia berharap agar Kotarou membalas perasaannya.

  • (4)    小太郎:水野さん。

茜  :おお?

小太郎:。。。

比良 :へえ?

小太郎:彼女だから

比良 :え?

茜   :ああ!

小太郎:付き合ってんだ俺たち

茜   :。。。

比良 茜 比良 小太郎 茜

マジで?

う。。うん

え?

行こう、水野さん。

うん

Kotarou Akane Kotarou Hira Kotarou Hira Akane Kotarou Akane Hira Akane Hira Kotarou Akane

: Mizuno san.

: Oo?

: Hee?

: Kanojo dakara

: E?

: Aa!

: Tsuki attenda oretachi

: ……

: Maji de?

: U….un

: E?

: Ikou, mizuno san.

: Un.

Kotarou Akane Kotarou Hira Kotarou Hira Akane Kotarou Akane Hira Akane Hira Kotarou Akane

: Mizuno san.

: Eh? (menoleh kebelakang melihat Kotarou)

: (berjalan menuju Hira)

: Eh? (menatap Kotarou bingung)

: Dia pacarku

: Hah? (terkejut)

: Aa! (terkejut)

: Kami berdua pacaran

: (tersipu)

: Apa itu benar?

: I…iya

: Eh? (terkejut)

: Ayo kita pergi, Mizuno.

: Ah, iya.

(Episode 7, 10:52-11:34)

Konteks percakapan pada data (4) terjadi ketika Kotarou dan teman-temannya pergi berlibur ke sebuah wahana permainan. Kotarou merasa kesal sebab Hira terus mendekati Akane. Namun ia tidak bisa berbuat apapun karena takut teman-teman mencurigai hubungannya dengan Akane apabila ia melarang Hira. Saat jam istirahat makan siang tiba, Akane memberitahu teman-teman melalui pesan di group chat bahwa ia dan Hira tersesat dan berusaha mencari jalan agar bisa kembali ke tempat perkumpulan. Kotarou hendak menyusulnya namun dilarang oleh teman-teman karena mereka sengaja mendekatkan

Akane dengan Hira. Kotarou tidak mendengarkan saran teman-temannya dan tetap menyusul Akane karena merasa khawatir. Ketika Kotarou berhasil menemukan Hira dan Akane, ia lalu mengatakan kepada Hira bahwa Akane adalah pacarnya.

Implikatur percakapan khusus pada data (4) ditunjukkan pada tuturan “Kanojo dakara”… ‘Dia pacarku’. Sebab menurut Yule (1962: 42), implikatur percakapan merupakan implikasi yang memuat informasi khusus. Informasi khusus yang termuat pada data (4) adalah Akane dan Kotarou selama ini sedang menjalin hubungan namun mereka sengaja merahasiakannya. Sebab baik Akane maupun Kotarou sama-sama malu untuk menceritakannya kepada teman-teman. Tuturan Kotarou tersebut mengandung implikasi untuk memperingati Hira agar berhenti mendekati Akane. Sebab Kotarou sudah tidak tahan melihat tindakan Hira yang terus menerus mendekati Akane.

Implikasi tuturan pada data (4) menimbulkan efek kepada mitra tuturnya. Oleh karenanya, berangkat dari teori Austin (1962: 101), tuturan tersebut juga merupakan tindak tutur perlokusi. Daya perlokusi yang ditimbulkan ditunjukkan pada tuturan “E?”…‘Hah?’ disertai dengan ekspresi terkejut yang ditunjukkan oleh Hira. Respon tersebut telah menunjukkan bahwa Hira tidak mengetahui apapun mengenai hubungan antara Akane dan Kotarou. Sebab ia tidak pernah melihat interaksi antara Akane dan Kotarou selayaknya sepasang kekasih. Selain itu Akane dan Kotarou juga memang sengaja merahasiakan hubungan mereka. Sehingga wajar halnya jika Hira tidak mengetahui hal tersebut. Oleh sebab itu Hira memberikan pertanyaan melalui “Maji de?”… ‘Apakah itu benar?’ untuk meyakinkan pernyataan Kotarou. Kemudian Akane membenarkan hal tersebut yang semakin memperkuat kebenaran mengenai hubungannya dengan Kotarou.

  • 5.    Simpulan

Berdasarkan analisis yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, adapun beberapa simpulan yang dapat ditarik, yakni implikatur yang ditemukan pada sumber data meliputi implikatur percakapan umum dan implikatur percakapan khusus. Sedangkan implikatur skala dan implikatur konvensional tidak ditemukan pada sumber data. Kemudian implikatur percakapan khusus ditemukan lebih banyak daripada implikatur percakapan umum. Hal tersebut dikarenakan pengetahuan tambahan yang dimiliki oleh masing-masing tokoh tidak setara. Sedangkan penutur mengharapkan agar mitra tutur sejalan dengan implikasi tuturan.

Implikatur percakapan umum yang termuat pada penelitian ini meliputi implikasi melarang dan implikasi memberikan pendapat. Adapun implikatur percakapan umum seperti pada data “Ii, muri”… ‘Tidak, tidak usah’ memiliki implikasi untuk melarang mitra tutur. Mitra tutur tidak memerlukan informasi khusus apapun agar bisa sejalan dengan implikasi tuturan. Sebab penutur telah memberikan bahasa yang lugas sehingga mitra tutur langsung memahami implikasi tuturan tersebut.

Kemudian implikasi yang termuat pada implikatur percakapan khusus pada penelitian ini meliputi implikasi menyuruh sesuatu, menyarankan, memperingati, meminta sesuatu, mengabulkan permintaan dan menerima sesuatu. Implikatur percakapan khusus terlihat seperti pada tuturan “Shawaa wo abiru?”… ‘Mau mandi tidak?’. Tuturan tersebut mengandung implikasi terhadap mitra tutur untuk segera bergegas mandi. Hal tersebut dikarenakan konteks tuturan yang termuat pada tuturan mengharuskan mereka untuk segera pergi. Sehingga mitra tutur diharuskan untuk mengetahui informasi tambahan terkait tuturan agar sejalan dengan implikasinya.

Daya perlokusi yang ditimbulkan akibat implikatur percakapan umum meliputi bergegas dan memberikan pendapat. Kedua data implikatur percakapan umum yang telah dianalisis menunjukkan bahwa perlokusi yang ditimbulkan selalu sejalan dengan implikasi tuturan. Sebab mitra tutur dapat langsung memahami tuturan penutur tanpa dibekali informasi tambahan apapun. Hal tersebut dibuktikan pada salah satu data dengan perlokusi “Hai, hai”… ‘Baiklah’. Respon yang ditunjukkan pada contoh data tersebut menunjukkan bahwa mitra tutur sejalan dengan implikasi tuturan. Sedangkan pada implikatur percakapan khusus, terdapat 11 data yang sesuai dengan implikasi tuturan serta mengetahui informasi khusus dari tuturan. Contoh dari data yang sesuai dengan implikasi tuturan ditunjukkan pada perlokusi “Sugu e iku”… ‘Aku akan segera pergi mandi’. Respon yang ditunjukkan tersebut menunjukkan bahwa mitra tutur mengetahui informasi khusus dari tuturan. Sehingga respon yang diberikan sejalan dengan implikasi tuturan, yakni menyuruh mitra tutur untuk bergegas mandi. Akan tetapi terdapat pula 3 data yang perlokusinya memiliki informasi khusus namun tidak sejalan dengan implikasi tuturan. Sebab keinginan mitra tutur tidak sejalan dengan harapan penutur. Contohnya pada data “Go…gomen”… ‘Ma…maaf’ yang menunjukkan adanya penolakan dari mitra tutur. Konteks percakapan pada data tersebut adalah penutur berharap agar mitra tutur meninggalkan kekasihnya dan memilih penutur. Oleh karena mitra tutur tidak memiliki perasaan apapun pada penutur, maka mitra tutur berhak untuk menolak. Sedangkan

perlokusi yang tidak memiliki informasi khusus terkait tuturan sebanyak 1 data. Contohnya terdapat pada data “Hee?”… ‘Eh?’ yang menunjukkan bahwa mitra tutur tidak memiliki informasi khusus terkait tuturan. Konteks percakapan tersebut adalah penutur memperingati mitra tutur untuk tidak mendekati pacar penutur. Namun karena mitra tutur tidak memiliki informasi tersebut, maka respon yang diberikan tidak sejalan dengan implikasi tuturan.

  • 6.    Daftar Pustaka

Adriana, A. E. 2018. “Penggunaan Tindak Tutur dan Implikatur Pada Novel Yougisha X No Kenshin Karya Keigo Higashino”. Skripsi. Denpasar: Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana.

Austin, J.L. 1962. How To Do Things With Words. New York: Oxford University Press.

Chaer, A dan Agustina, L. 2004. Sosiolinguistik, Perkenalan Awal. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Davies, R dan Osamu, I. 2002. The Japanese Mind. Boston: Tuttle Publishing.

Giri, N.L.K.Y. 2016. “Respon Keluhan Tidak Langsung Dalam Bahasa Jepang”. Dalam Seminar Nasional Bahasa Ibu (SNBI) IX (hlm. 1774-1783). Denpasar, Indonesia, Program Magister dan Doktor Linguistik Pascasarjana Universitas Udayana.

Grice, H.P. 1975. Logic and Conversation. London: University College London.

Leech, G. 1983. Principles of Pragmatics. England: Longman Group Limited.

Levinson, C. Stephen. 1997. Pragmatics. Great Britanian: Cambridge University Press.

Liliweri, A. 2011. Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Jakarta: Kencana.

Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik (Teori dan Terapannya). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Nafisah, F. 2019. “Tindak Tutur Perlokusi Dalam Anime Shigatsu Wa Kimi No Uso (四 月は君の嘘) Karya Naoshii Arakawa Dengan Menggunakan Pendekatan Searle”. Skripsi. Surabaya: Program Studi Bahasa dan Sastra Jepang Universitas Negeri Surabaya.

Natalia, N. K. 2018. “Implikatur Percakapan Pada Tuturan Yang Melanggar Prinsip Kerja Sama Dalam Novel Kimi No Na Wa Karya Makoto Shinkai ”. Skripsi. Denpasar: Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana.

Pradhana, N. I. (2016). “Penerapan Prinsip Kerja Sama Dalam Drama Detective Conan Spesial 1”. Pustaka, Jurnal Ilmu-Ilmu Budaya. Volume XVL, Nomor 2, hlm. 207-217.

Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University.

Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kuantitif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Yule, G. 1996. Pragmatics. New York: Oxford University Press.

26