Peran Interaksi Sosial dari Nelayan di Pelabuhan Padangbai bagi Pembangunan Ekonomi
on
PERAN INTERAKSI SOSIAL DARI NELAYAN
RUANG
SPACE
DI PELABUHAN PADANGBAI
BAGI PEMBANGUNAN EKONOMI
The Role of Social Interactions of Fishermen in Padangbai Port
for Economic Development
Oleh: I Gede Harimurti1, Ni Ketut Agusintadewi2
Abstract
There are four groups of active fishermen in Padangbai Beach. Their members are part of a social network that actively interacts to meet social and economic needs. In 1999, a pier was built and named after Padangbai People's Port. This port has impacted the village economy, an essential means to maintain these fishermen's existence, activities, and social groups. This research examines the role of social interaction in developing this port and its contribution to the economic development of the Padangbai Village. This study uses a descriptive-qualitative method with a case study. Study results indicate that the Padangbai Port provides a place for fishermen and their groups to interact socially, where they can conduct various self-development activities that contribute to the economic development of the Padangbai Village. Most are done in manners where direct and intense social contacts and communications are profoundly chosen as a way to associate among fishermen.
Keywords: social interaction; fisherman groups; economic development
Abstrak
Terdapat empat kelompok nelayan yang beraktifitas di Pantai Padangbai. Anggotanya merupakan bagian dari sebuah jejaring sosial yang aktif melakukan interaksi dalam rangka memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi. Tahun 1999 dibangun dermaga dengan nama Pelabuhan Rakyat Padangbai. Pelabuhan ini berdampak terhadap perekonomian desa sebagai sumberdaya penting dalam memelihara eksistensi para nelayan, aktivitas terkait yang lakukan, dan kelompok sosial yang dimiliki. Penelitian ini membahas tentang peran interaksi sosial dalam perkembangan pelabuhan dan kontribusinya terhadap pembangunan ekonomi Desa Padangbai. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan studi kasus. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa Pelabuhan Padangbai menyediakan wadah bagi nelayan dan kelompoknya untuk berinteraksi sosial, dimana mereka bisa melakukan usaha-usaha pengembangan diri yang berdampak pada pembangunan ekonomi Desa Padangbai. Sebagian besar dilakukan dengan cara kontak sosial dan komunikasi secara langsung dan intensif yang dipilih sebagai cara berasosiasi diantara para nelayan.
Kata kunci: interaksi sosial; kelompok nelayan; pembangunan ekonomi
Pendahuluan
Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut, serta memiliki sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya. Wilayah ini mempunyai wilayah perairan dan daratan, serta memiliki ekosistem yang sangat dinamis. Sehingga pesisir merupakan kawasan yang memiliki beragam potensi untuk dikembangkan (Abdillah & Yudhi, 2020; Ferdian et al., 2020; Liunsanda et al., 2019).
Ruang publik merupakan wadah interaksi sosial antar individu maupun interaksi antar kelompok. Ruang publik tidak terlepas dari dinamika sosial masyarakatnya, selain juga dapat turut membentuk citra kawasan setempat (Hartoyo & M.T, 2018; Purwanto, 2014). Sebagai ruang publik, kawasan pesisir dengan segala potensinya memiliki daya tarik bagi masyarakat, terlebih bagi masyarakat sekitarnya. Berbagai aktivitas terjadi di kawasan pesisir mulai dari aktivitas rekreasi, ekonomi hingga ritual keagamaan. Namun ironisnya, adanya potensi tersebut justru tidak membuat ekonomi masyarakat pesisir meningkat (Atikawati & Gunawan, 2019; Kristiyanti, 2016; Ugrasena et al., 2020).
Desa Padangbai merupakan desa pesisir, dimana pada awalnya mayoritas penduduk desa ini adalah nelayan. Secara geografis, wilayah pesisir Desa Padangbai berbentuk teluk dengan garis pantai cukup panjang. Dengan demikian kondisi pantai ini relatif aman dan memiliki potensi sebagai tempat wisata (Paramitha, 2022).
Seiring dengan perkembangan pariwisata di Bali, mayoritas penduduk desa ini mulai menggantungkan hidupnya dari industri pariwisata. Sementara sebagian masyarakatnya tetap mempertahankan profesi nelayan, terutama pada kondisi-kondisi tertentu, misalnya pada musim tangkap ikan, musim liburan, ataupun kondisi pandemi (Aristiarini & Mahagangga, 2015; Selamet, 2021; Sudiarta & Suardana, 2016). Sampai dengan saat ini terdapat empat kelompok nelayan di Desa Padangbai yang dinaungi dan dibina oleh Desa Dinas dan Desa Adat Padangbai. Kelompok-kelompok nelayan ini merupakan jejaring sosial yang terkait dengan profesi yaitu sebagai nelayan.
Tahun 1999, fasilitas Pelabuhan Rakyat Padangbai dibangun untuk melayani penyeberangan dari Pulau Bali menuju gugusan gili di Nusa Tenggara Barat dengan menggunakan speedboat (kapal cepat) (Indrawati, 2013; Parta et al., 2021). Keberadaan pelabuhan rakyat sebagai ruang publik ini ditenggarai berdampak pada perkembangan perekonomian Desa Padangbai. Hal ini terkait dengan keberadaan dan aktivitas nelayan termasuk kelompoknya. Serta erat kaitannya dengan penduduk sekitar dan juga wisatawan yang berbaur berinteraksi di Pelabuhan Rakyat Padangbai. Pembangunan fasilitas pariwisata merupakan salah satu cara untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dan membuka lapangan pekerjaan (Widiastra et al., 2019).
Tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran interaksi kelompok nelayan tersebut pada perkembangan pelabuhan rakyat Padangbai dalam mendukung pembangunan ekonomi Desa Padangbai. Dengan demikian tulisan ini dapat dijadikan acuan dalam penelitian lain sejenis dan dapat sebagai acuan penyusunan perencanaan pengelolaan dan penatan wilayah pesisir Desa Padangbai.
Review Literatur
a. Interaksi Sosial
Menurut Soekanto (dalam Mulyana et al., 2017) interaksi sosial adalah hubungan timbal balik antara perorangan, antara kelompok, maupun perorangan dengan kelompok. Interaksi sosial dapat berupa aksi saling memengaruhi antarindividu, individu dengan kelompok, dan antarkelompok. Dalam hubungan ini, individu atau kelompok dapat saling bekerjasama atau bahkan berkonflik secara formal maupun informal, langsung maupun tidak langsung sebagai bentuk interaksi (Raphoksi & Imron, 2016; Xiao, 2018).
Umumnya terdapat dua syarat yang harus dipenuhi untuk menciptakan terjadinya interaksi sosial, yaitu kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial dapat diartikan sebagai hubungan antara dua pihak yang saling bereaksi dan menjadi awal terjadinya interaksi sosial. Komunikasi adalah proses penyampaian dan penerimaan pesan berupa ide atau gagasan dari satu pihak ke pihak lain sebagai upaya saling mempengaruhi. Dalam proses komunikasi, pesan harus disampaikan menggunakan bahasa atau simbol yang saling dimengerti oleh kedua pihak (Mulyana et al., 2017; Soekanto & Sulistiowati, 2017).
Secara garis besar interaksi sosial dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yakni interaksi sosial asosiatif dan interaksi sosial disosiatif. Interaksi sosial yang termasuk dalam interaksi sosial asosiatif yakni 1) Kerjasama, terdapat juga bentuk lain dari kerjasama, yaitu pertukaran barang dan jasa (bargaining), kooptasi yakni adanya penerimaan unsur kepemimpinan, koalisi yakni kombinasi dua organisasi atau lebih engan tujuan yang sama dan usaha patungan (joint venture); 2) Akomodasi, bentuk-bentuk dari akomodasi adalah koersi yakni paksaan kehendak, kompromi yakni pengurangan tuntutan, arbitrase yakni mengundang pihak ketiga memberikan keputusan sebagai penengah, mediasi yakni mengundang pihak ketiga namun tidak memberi keputusan, konsiliasi yakni mepertemukan keinginan pihak yang berselisih demi tujuan bersama, toleransi yakni keinginan untuk menghindari perselisihan, stalemate yakni pihak yang berselisih memiliki kekuatan yang sama dan ajudikasi yakni penyelesaian masalah melalui jalur hukum; 3) Asimilasi yakni peleburan dua kebudayaan atau lebih menjadi sebuah kebudayaan; terakhir adalah 4) Akulturasi, yakni penerimaan budaya asing tanpa menghilangkan kebudayaan asli. Kemudian interaksi sosial yang termasuk interaksi sosial disosiatif yakni 1) Persaingan; 2) Kontravensi; 3) Pertikaian, dan 4) Konflik (Mulyana et al., 2017; Soekanto & Sulistiowati, 2017).
Jejaring sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak individu dalam suatu kelompok ataupun antar suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Hubungan-hubungan yang terjadi bisa dalam bentuk yang formal maupun bentuk informal. Hubungan sosial adalah gambaran atau cerminan dari kerjasama dan koordinasi antar individu yang didasari oleh ikatan sosial yang aktif dan bersifat timbal balik (Damsar, 2002; Raphoksi & Imron, 2016)
Barnes (dalam Welta, 2013) mendefinisikan jejaring sosial sebagai sistem yang terstruktur secara sosial dan sistem tersebut terdiri atas berbagai individu dan organisasi yang berbeda namun akhirnya dituntut untuk memiliki kesamaan.
Jejaring sosial (social network) merupakan bentuk hubungan sosial yang terdiri atas kelompok-kelompok beranggotakan sejumlah individu yang saling terkait dan terikat oleh satu atau lebih tipe hubungan yang spesifik.
Menurut Imron dan Sastrawijaya (dalam Fargomeli, 2014) nelayan merupakan kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budi daya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya.
Selain itu, berdasarkan teknologi peralatan tangkap, nelayan dapat dikategorikan menjadi nelayan modern dan nelayan tradisional. Nelayan modern menggunakan teknologi penangkapan yang lebih canggih dibandingkan dengan nelayan tradisional. Ukuran modernitas bukan semata-mata karena penggunaan motor untuk mengerakkan perahu, melainkan juga besar kecilnya motor yang digunakan serta tingkat eksploitasi dari alat tangkap yang digunakan. Perbedaan modernitas teknologi alat tangkap juga akan berpengaruh pada kemampuan jelajah operasional mereka (Fargomeli, 2014).
Kelompok masyarakat nelayan memiliki beberapa perbedaan dalam karakteristik sosial. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada kelompok umur, pendidikan, status sosial dan kepercayaan. Dalam satu kelompok nelayan sering juga ditemukan perbedaan kohesi internal, dalam pengertian hubungan sesama nelayan maupun hubungan bermasyarakat (Fargomeli, 2014).
Sedangkan menurut Charles (dalam Fargomeli, 2014), kelompok nelayan terbagi dalam empat kelompok yaitu: 1) Nelayan Subsisten, yaitu nelayan yang menangkap ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri; 2) Nelayan Asli, yaitu nelayan yang sedikit banyak memiliki karakter yang sama dengan kelompok pertama, namun memiliki juga hak untuk melakukan aktivitas secara komersial walaupun dalam skala yang sangat kecil; 3) Nelayan Rekreasi, yaitu orang-orang yang secara prinsip melakukan kegiatan penangkapan hanya sekedar untuk kesenangan atau berolahraga; dan 4) Nelayan Komersial, yaitu mereka yang menangkap ikan untuk tujuan komersial atau dipasarkan baik untuk pasar domestik maupun pasar ekspor.
-
d. Pembangunan Ekonomi Desa
Pertumbuhan ekonomi perdesaan merupakan proses kenaikan produk atau pendapatan daerah riil. Perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan outputriil. Pertumbuhan ekonomi bisa dimaknai bila ada kenaikan output per kapita. Pertumbuhan ekonomi bisa diukur melalui output riil sebagai gambaran peningkatan taraf hidup. Secara singkat, pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang dalam rangka mensejahterakan masyarakat desa dari segi ekonomi dan juga meningkatkan akses terhadap sarana dan prasarana yang memadai untuk desa (Prasetyo et al., 2019; Rudiansyah, 2015).
Undang-undang Nomor 6 Tahun (2014) tentang Desa pasal 78 ayat (1) menyatakan bahwa pembangunan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar,
pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
Pembangunan ekonomi desa pada hakikatnya mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan perdamaian dan keadilan sosial demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat desa.
Beragam bentuk interaksi sosial yang terjadi dalam jejaring sosial kelompok nelayan, merupakan sebuah kebersamaan yang memiliki tujuan untuk terciptanya kesejahteraan masyarakat desa. Dalam pembangunan ekonomi desa, kelompok nelayan memerlukan akses terhadap sarana dan prasarana yang memadai serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan.
Metode Penelitian
Untuk menjawab permasalahan penelitian, studi ini menggunakan metode kualitatif, karena diperlukan elaborasi langsung dan mendalam dengan kelompok nelayan. Untuk dapat memahami karakteristik nelayan dan kelompoknya, pendekatannya menggunakan pendekatan studi kasus di wilayah pesisir Desa Padangbai, khususnya di Pelabuhan Rakyat Padangbai. Ruang lingkup penelitian ini adalah kondisi faktual eksisting serta dinamika perkembangan pada Pelabuhan Rakyat Padangbai, dengan melihat bentuk-bentuk interaksi sosial yang terjadi.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data kualitatif menurut Moleong (2012), dimana data kualitatif diantaranya berupa data gambaran umum karakteristik kelompok nelayan Desa Padangbai serta dinamika perkembangan Pelabuhan Rakyat Padangbai. Kemudian, data primer menurut Bungin (2007) dalam penelitian ini adalah data berupa observasi dan wawancara mendalam dengan pihak informan terkait di lokasi penelitian.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi menurut Bungin (dalam Gunawan, 2015), dimana dalam penelitian dilakukan pengamatan langsung dengan mengunjungi Pelabuhan Rakyat Padangbai. Pengamatan ini berupa pengamatan terhadap kondisi fisik Pelabuhan Rakyat Padangbai, situasi dan proses aktifitas serta prilaku wisatawan maupun masyarakat setempat. Kemudian teknik pengumpulan data dengan wawancara (Kartono dalam Gunawan, 2015) dilakukan dengan tanya jawab langsung ke nelayan dan ketua kelompoknya. Sedangkan teknik pengumpulan data dengan dokumentasi (Sugiyono, 2020) dilakukan dengan mengumpulkan catatan terkait aktifitas yang terjadi dan perkembangan Pelabuhan Rakyat Padangbai yang didapat dari arsip Desa Padangbai.
Untuk teknik penentuan informan dilakukan dengan menggunakan prosedur purposive menurut Bungin (2007), dimana menentukan informan berdasarkan kriteria tertentu sesuai dengan fokus pada penelitian. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara langsung dengan para responden yang kompeten diantaranya yaitu jero bendesa Desa Adat Padangbai, kepala Desa Padangbai, ketua umum kelompok nelayan Desa Padangbai, anggota kelompok nelayan, pelaku pariwisata dan lain-lain. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik deskriptif kualitatif (Moleong, 2012). Analisis dilakukan dengan mengguraikan data yang dikaitkan dengan parameter interaksi sosial.
Hasil dan Diskusi
a. Karakteristik Kelompok Nelayan di Desa Padangbai
Nelayan di Desa Padangbai merupakan nelayan asli, dimana aktifitasnya sebagai nelayan yaitu melaut untuk menangkap ikan adalah untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan melakukan aktifitas komersial lainnya walaupun dalam skala yang sangat kecil. Nelayan di Desa Padangbai masih menggunakan teknologi alat tangkap ikan yang masih relatif tradisional (sederhana). Perahu sebagai armada untuk melaut umumnya di desa ini disebut jukung, merupakan perahu dengan cadik (bilah kayu penyeimbang) ganda di kedua sisi sampingnya. Untuk melaut, perahu ini menggunakan layar kain dan dilengkapi dengan mesin tempel berbahan bakar solar. Sedangkan untuk alat tangkap ikan mengunakan pancing dan juga jaring.
Dahulu jukung nelayan berbahan kayu, dibentuk sedemikian rupa sehingga khas sebagai jukung nelayan Bali, dimana ada bentuk mulut ikan di bagian depannya. Kini jukung menggunakan bahan fiber dengan pertimbangan ekonomis dan mudah dalam perawatannya. Pertimbangan ini hasil dari diskusi di dalam kelompok nelayan. Sehingga dengan menggunakan material fiber, jarang dijumpai jukung dengan bentuk khas mulut ikan lagi. Asimilasi disini terjadi dimana jukung dengan bahan fiber kini tetap memiliki nuansa jukung Bali dilihat dari corak dan warnanya.
Waktu melaut hanya mulai dari pagi hari hingga memasuki siang hari. Sisa waktu tersebut biasanya digunakan nelayan untuk aktifitas lainnya, seperti berdagang, menjadi pegawai paruh waktu, ataupun kegiatan sosial lainnya. Dalam sebuah wawancara, Bapak Nyoman Darta yang dalam kesehariannya sebagai nelayan menuturkan, selain menangkap ikan, nelayan disini juga menyewakan perahu/jukungnya kepada wisatawan untuk melakukan kegiatan memancing, diving dan snorkling. Sudah lumrah dan sering kali terjadi persaingan harga dalam aktifitas komersial ini.
I Wayan Sudiarta sebagai Perbekel (Kepala Desa) Padangbai menuturkan bahwa nelayan di Desa Padangbai mengarungi laut menangkap ikan untuk dikonsumsi sendiri dan sebagian untuk dijual dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Nelayan-nelayan ini kebanyakan adalah turun temurun sebagai nelayan, terutama yang tinggal dipinggir pantai. Namun seiring dengan berjalannya waktu, nelayan-nelayan ini mengalami keterbatasan wilayah dan daya dukung lingkungan, sehingga kemudian bergerak menemukan peluang yang yang ditawarkan sektor pariwisata.
Menurut Jero Mangku Nyoman Dana, yang saat ini sebagai ketua umum kelompok nelayan menuturkan, pada awalnya di Desa Padangbai hanya terdapat satu kelompok nelayan yang bernama Catur Wadua Segara Merta. Berdasarkan pemikiran-pemikiran anggota terkait dengan bantuan-bantuan pemerintah yang harus diwadahi oleh kelompok nelayan secara merata, maka berdasarkan hasil rapat dipecahlah menjadi 4 kelompok nelayan. Saat itu keempat kelompok nelayan tersebut bernama Kelompok Nelayan Segara Merta I, Kelompok Nelayan Segara Merta II, Kelompok Nelayan Segara Merta III, dan Kelompok Nelayan Segara Merta IV.
Dengan pertimbangan mengikuti peraturan pemerintah yaitu sesuai ketentuan pasal 19 Undang-undang no 16 Tahun 2006 tentang sistem penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan, yang mana perlu penumbuhan dan pengembangan kelembagaan pelaku utama perikanan, maka kemudian keempat kelompok nelayan tersebut berganti nama. Keempat kelompok nelayan tersebut kemudian berganti nama menjadi: 1) Kelompok Nelayan Segara Batan Ketapang; 2) Kelompok Nelayan Baruna Jaya Abadi; 3) Kelompok Nelayan Segara Batan Celagi; 4) Kelompok Nelayan Cemara Segara Arta. Keempat kelompok nelayan ini berkoalisi untuk dinaungi dan mendapat pembinaan dari Desa Adat Padangbai.
Anggota dari masing-masing kelompok nelayan ini adalah warga masyarakat Desa Padangbai, dengan pembagian sesuai dengan banjar-banjar dinas Desa Padangbai yang telah mendaftar menjadi anggota kelompok nelayan. Setiap anggotanya minimal berusia 17 tahun. Dan setiap anggotanya wajib memiliki armada (jukung) dan juga alat tangkap ikan sendiri.
Masing-masing kelompok nelayan memiliki balai pertemuan, yang merupakan bantuan dari pemerintah melalui dinas terkait. Balai ini berfungsi sebagai tempat pertemuan anggota kelompok nelayan seperti persiapan sebelum melaut menangkap ikan, pertemuan rutin bulanan, dan juga tempat penyimpanan alat tangkap ikan anggotanya. Selain itu digunakan juga saat prosesi upacara agama yang diselenggarakan Desa Padangbai. Kondisi balai pertemuan dan aktivitas yang diwadahi dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.
G ambar 1. Bangunan Milik Kelompok Nelayan dalam Kondisi Keseharian
Sumber: Survey Lapangan, September 2022
Gambar 2. Bangunan Milik Kelompok Nelayan Saat Digunakan dalam Aktivitas Keagamaan Sumber: Survey Lapangan, September 2022
Pelabuhan Rakyat (Pelra) Padangbai merupakan sebuah ruang publik, dimana siapapun dapat beraktifitas didalamnya tanpa melakukan pembayaran dalam bentuk apapun. Namun memiliki beberapa ketentuan terkait dengan sirkulasi penumpang fastboat (kapal cepat) itu sendiri, baik yang akan berangkat maupun yang telah tiba berlabuh.
Pelabuhan Rakyat Padangbai yang kini dikenal juga sebagai Dermaga Penyeberangan Padangbai menuju Gili Trawangan dan gugusan gili lainnya, memiliki dinamika sejarah yang cukup unik. Menurut Prajuru Desa Adat Padangbai Baga Pawongan yakni I Ketut Widana, Pelabuhan Rakyat Padangbai dibangun oleh para nelayan, kemudian mendapat bantuan dari penyedia kapal untuk penyeberangan Bali – Gili, yaitu Patagonia. Sempat beberapa waktu terbengkalai akibat beberapa kerusakan yang disebabkan oleh faktor alam
dan cuaca, kemudian mendapat bantuan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Karangasem untuk perbaikan.
Namun dalam perkembangannya juga, diperlukan fasilitas pendukung yaitu sebuah bangunan yang berfungsi sebagai ruang tunggu bagi penumpang. Untuk fasilitas ruang tunggu ini Desa Adat Padangbai sebagai pengelola seluruh potensi Desa Padangbai memanfaatkan sebuah bangunan eksisting yaitu sebuah bangunan tua. Kondisi dan aktivitas di dalam bangunan ruang tunggu ini dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.
Gambar 3. Kondisi Tampak Depan Ruang Gambar 4. Aktivitas di Dalam Ruang Tunggu
Tunggu Pelabuhan Rakyat Padangbai Pelabuhan Rakyat Padangbai
Sumber: Survey Lapangan, Agustus 2022 Sumber: Survey Lapangan, Agustus 2022
Menurut Mangku Nyoman Dana selaku Ketua Umum Kelompok Nelayan, bangunan tua dengan luasan 22 x 8 m2 ini awalnya dibangun dengan fungsi sebagai sebuah gudang tempat penyimpanan barang-barang, rumput laut maupun hewan ternak yang akan dikirim ke Lombok dan Nusa Penida. Selain sebagai tempat penyimpanan barang tersebut, dimanfaatkan juga oleh para nelayan sebagai tempat penyimpanan perlengkapan tangkap ikan, seperti jaring, pancing dan juga cadik jukung.
Bangunan tua tersebut kini dimanfaatkan untuk ruang tunggu sebagai fasilitas pendukung Pelabuhan Rakyat Padangbai, telah mendapat beberapa kali perbaikan, namun sampai dengan saat ini kondisinya dapat dikatakan tidak layak sebagai sebuah ruang tunggu pelabuhan rakyat. Sebagai contohnya adalah kurangnya tempat duduk pagi penumpang, tempat loket tiket yang temporer, toilet umum yang kumuh, dan sebagainya.
Sampai dengan saat ini setiap tanggal 10 disetiap bulannya bangunan ini digunakan sebagai tempat rapat oleh keempat kelompok nelayan tersebut. Rapat diselenggarakan siang hari pada jam 14.00 waktu setempat. Pemilihan waktu rapat ini didasari karena sudah tidak adanya kegiatan pengangkutan atau penurunan penumpang kapal cepat saat siang hari. Kecuali sewaktu-waktu ada kapal cepat yang beroperasi dua atau bahkan tiga trip, biasanya penumpang akan dialihkan langsung melalui pintu gerbang yang berada sebelah timur bangunan ruang tunggu. Selain untuk rapat, ruang tunggu ini setiap sore hari digunakan oleh beberapa nelayan untuk memperbaiki jaring dan juga untuk bersosialisasi.
Sejalan dengan keseluruhan bentuk interaksi sosial asosiatif kerjasama yang teruraikan di atas, pun dalam wawancara dengan I Komang Nuriada selaku endesa Adat Padangbai, menuturkan bahwa pada tahun 2015 Desa Adat Padangbai pada masa pemerintahan Bendesa
Mangku Wayan Jandra sempat melakukan beberapa perbaikan dan perluasan ruang tunggu. Perluasan ruang tunggu ini diharapkan dapat menampung jumlah penumpang lebih banyak. Namun pada musim tertentu wisatawan yang akan menuju Gili Trawangan sangat membludak, sehingga perluasan inipun masih kurang mencukupi. Disayangkan juga oleh pengguna bahwa pekerjaan perluasan ini tidak diikuti dengan perbaikan toilet umum.
Pada tahun 2018 dermaga pelabuhan rakyat ini mendapat perbaikan dan penambahan panjang dermaga. Perbaikan dan penambahan panjang dermaga ini terlaksana berkat kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Karangasem (Dinas Perhubungan) dan dengan adanya corporate social responsibility (CSR) dari salah satu perusahaan kapal cepat yang beroperasi di Pelabuhan Rakyat Padangbai yaitu Patagonia (PT. Patagonia Pelayaran Indonesia). Sebelumnya panjang dermaga adalah 50 meter. Saat ini panjang dermaga kapal cepat adalah 80 meter, dapat disandari 2 buah kapal cepat di masing-masing sisi kanan dan kiri dermaga tersebut.
Seperti pada umumnya, aktivitas nelayan di Desa Padangbai dimulai dari subuh, sekitar pukul 4.00 pagi. Mulai dari mempersiapkan alat tangkap ikan, hingga mempersiapkan bahan bakar, perahu dan lain sebagainya. Aktivitas ini dilakukan secara individu maupun berkelompok. Dimana 1 perahu dapat terdiri dari 1 hingga 3 orang saja.
Menurut Mangku Patra, salah satu anggota kelompok nelayan menuturkan bahwa antar anggota hingga lintas kelompok nelayan sudah biasa dalam pinjam dan meminjamkan alat tangkap ikan. Pertukaran dan peminjaman alat tangkap ikan ini biasanya dilakukan di ruang tunggu pelabuhan rakyat, karena di sini menjadi tempat penyimpanan alat tangkap ikan tersebut. Sering juga terjadi peminjaman jukung, dimana untuk sewa gantinya berupa pembagian hasil tangkap ikan. Hasil tangkap tersebut terlebih dahulu dikurangi biaya bahan bakar mesin, kemudian sisanya dibagi rata antara pemilik jukung dan juga nelayan penangkap ikan. Pinjam meminjam jukung ini dilakukan antar anggota dalam satu kelompok maupun lintas kelompok. Bargaining seperti ini seringkali terjadi.
Beberapa anggota dari kelompok nelayan ini memanfaatkan Pelabuhan Rakyat Padangbai untuk kegiatan ekonomi atau aktivitas komersil lainnya. Kegiatan tersebut berupa berdagang makanan kecil dan minuman (asongan), menawarkan layanan rekreasi berupa memancing, diving dan snorkling. Ada juga anggota nelayan yang menjadi porter, bertugas membantu membawakan barang bawaan penumpang kapal cepat.
Terkait dengan keahlian mengoperasikan jukung, beberapa anggota kelompok nelayan juga ada yang dipercaya dan ikut dalam operasional kapal cepat. Ada anggota kelompok nelayan yang ditawari pekerjaan dan bekerja sebagai nahkoda kapal cepat (speedboat) dan juga sebagai anak buah kapal. Ada juga anggota kelompok nelayan yang menjadi guide bagi wisatawan pengguna kapal cepat ini. Beberapa nelayan pada jam tertentu ada yang menjadi porter, dari pekerjaan ini mereka mendapatkan upah dari wisatawan mulai dari Rp. 50.000 hingga ratusan ribu rupiah dalam sehari. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa aktivitas dan bentuk bergaining dan kompromi seperti ini dapat menghasilkan pendapatan diatas upah minimum kabupaten/kota Kabupaten Karangasem (2021), yang mana ditetapkan sebesar Rp. 2.555.470. Aktivitas dan interaksi kelompok nelayan ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Interaksi Sosial Anggota Kelompok
Nelayan dan Wisatawan di Dermaga
Pelabuhan Rakyat Padangbai
Sumber: Survey Lapangan, Agustus 2022
Selain berinteraksi dengan sesama anggota kelompok nelayan dan antar kelompok nelayan, masing-masing individu sebagai anggota kelompok nelayan ini juga berinteraksi secara langsung dengan wisatawan baik lokal maupun asing. Khususnya interaksi dengan wisatawan asing secara tidak langsung membantu anggota kelompok nelayan ini dalam belajar berbahasa asing. Menariknya, setelah berkomunikasi dengan wisatawan asing dengan menggunakan bahasa asing tersebut secara sangat sederhana dan seringkali tidak sesuai dengan tata bahasa asing yang seharusnya, mereka tetap semangat untuk belajar, bahkan sering mengulang percakapan tersebut untuk digunakan antar sesama anggota kelompok nelayan. Adanya akulturasi seperti ini sangat menarik bagi nelayan dan masyarakat setempat untuk belajar berbahasa asing.
Setiap tanggal 10 disetiap bulannya diadakan rapat rutin yang dihadiri oleh seluruh kelompok nelayan. Rapat rutin ini diselenggarakan dengan menggunakan ruang tunggu pelabuhan rakyat ini. dilaksanakan pukul 14.00wita hingga selesai. Biasanya rapat akan membahas program kerja masing-masing kelompok nelayan untuk dapat disatukan kedalam program umum. Juga membahas jika terdapat permasalahan antar kelompok nelayan untuk segera mendapat solusi.
Didalam rapat ini juga pesertanya akan direkap dalam sebuah daftar hadir. Jika ada anggota yang tidak hadir tanpa pemberitahuan terlebih dahulu maka akan dikenakan denda sebesar Rp. 5000,-. Pun begitu jika ada anggota yang tidak ikut serta dalam program kegiatan semisal gotong royong, sosialisasi dan lain sebagainya yang mana telah disepakati, maka anggota tersebut akan dikenakan denda berupa uang. Bentuk interaksi sosial coersion seperti ini bertujuan agar anggota kelompok nelayan disiplin namun juga tetap menjunjung toleransi.
Tentunya dalam beraktivitas pernah terjadi permasalahan, baik antara nelayan maupun nelayan dengan pihak lain. Salah satu contoh interaksi sosial disosiatif ini adalah dimana jaring nelayan tersangkut di baling-baling kapal fery. Penyusunan rencana penyelesaian masalah tersebut dilaksanakan di ruang tunggu ini, bersama dengan ketua umum, ketua kelompok nelayan dan nelayan bersangkutan. Kemudian dibentuk perwakilan untuk menghadap operator kapal fery tersebut. Mediasi melalui konsiliasi ini biasanya akan diselesaikan dengan kompromi yakni memberikan ganti rugi dari operator kapal kepada nelayan bersangkutan.
Pada hari tertentu yakni hari raya (rainan) Tumpek Pengatag yang jatuhnya setiap enam bulan sekali sesuai dengan perhitungan kalender Bali, nelayan Desa Padangbai dan kelompoknya melaksanakan satu ritual upacara tertentu. Mereka secara bersama-sama menghias jukung dan menghaturkan sesajen serta sarana upacara lainnya. Upacara ini sudah turun-temurun mereka laksanakan dan mereka yakini bertujuan untuk memperoleh keselamatan dan kesejahteraan. Serta upacara ini diyakini juga dapat menghindari adanya interaksi sosial disosiatif dengan harapan terciptanya kehidupan yang harmonis, baik antar manusia (nelayan dan kelompoknya) maupun terhadap lingkungan. Aktivitas ritual keagamaan ini dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Kebersamaan Nelayan dan Kelompoknya dalam Ritual Keagamaan
Sumber: Survey Lapangan, Mei 2022
Terdapat sebuah kesepakatan antara Desa Adat Padangbai dan Kelompok Nelayan. Berdasarkan kesepakatan tersebut, atas digunakannya bangunan eksisting ini sebagai ruang tunggu Pelabuhan Rakyat Padangbai, maka dari pihak Desa Adat Padangbai memberikan kontribusi kepada masing-masing kelompok nelayan. Kontribusi ini diambil dari sebagian retribusi penumpang kapal cepat dan pemilik kapal cepat. Dengan adanya kontribusi ini, bangunan ruang tunggu ini dapat tetap terawat, walaupun secara fisik saat ini perlu dilakukan perbaikan lebih lanjut serta penambahan fasilitas pendukung lainnya.
Berdasarkan deskripsi di atas terdapat bentuk-bentuk interaksi nelayan dan kelompoknya. Bentuk-bentuk interaksi sosial tersebut dapat lebih mudah dilihat dalam tabel indikasi interaksi sosial dibawah ini (Tabel 1). Tabel tersebut menunjukan terjadi interaksi sosial dalam bentuk kontak sosial langsung, dengan terjadi hampir seluruh bentuk interaksi sosial baik asosiatif maupun disosiatif di Pelabuhan Rakyat Padangbai. Interaksi sosial tersebut terjadi baik antar individu nelayan maupun dalam berjejaring sosial. Hanya interaksi sosial akomodasi dalam bentuk stalemate, ajudikasi dan pertikaian yang tidak terjadi. Hal ini dikarenakan terbangunnya komunikasi yang baik, toleransi antar individu nelayan yang sangat kuat disertai kooptasi dari masing-masing ketua kelompok nelayan dan dari pihak Desa Adat Padangbai. Kondisi ini sesuai dengan hakikat pembangunan ekonomi desa yang mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan dan kegotongroyongan guna mewujudkan perdamaian dan keadilan sosial demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat desa.
Tabel 1. Indikasi Interaksi Sosial Nelayan & Kelompok Nelayan
Parameter |
Indikasi | |||
No. |
Syarat & Bentuk Interaksi Sosial |
Sering Terjadi |
Jarang Terjadi |
Tidak Terjadi |
A |
Syarat Interaksi Sosial | |||
1 |
Kontak Sosial | |||
Kontak Sosial Langsung |
√ | |||
Kontak Sosial Tidak Langsung |
∕ | |||
2 |
Komunikasi |
√ | ||
B |
Interaksi Sosial | |||
1 |
Interaksi Sosial Asosiatif | |||
Kerjasama | ||||
Pertukaran Barang dan Jasa (Bargaining) |
∕ | |||
Kooptasi (Cooptation) |
∕ | |||
Koalisi (Coalition) |
∕ | |||
Usaha Patungan (Joint Venture) |
∕ | |||
Akomodasi | ||||
Koersi (Coersion) |
∕ | |||
Kompromi |
∕ | |||
Arbitrase |
∕ | |||
Mediasi |
∕ | |||
Konsiliasi |
∕ | |||
Toleransi | ||||
Stalemate |
∕ | |||
Ajudikasi |
∕ | |||
Asimilasi |
∕ | |||
Akulturasi |
∕ | |||
2 |
Interaksi Sosial Disosiatif | |||
Persaingan |
∕ | |||
Kontravensi |
∕ | |||
Pertikaian |
∕ | |||
Konflik |
∕ |
Sumber: Analisa
Pelabuhan Rakyat Padangbai ini adalah sebuah bentuk pembangunan sarana dan prasarana yang sesuai dengan tujuan pembangunan ekonomi desa. Dengan adanya fasilitas ini, masyarakat setempat khususnya nelayan dan kelompoknya memiliki akses dalam perkembangannya. Pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan pesisir dengan segala potensinya secara berkelanjutan juga sesuai dengan tujuan pembangunan ekonomi desa.
Kesimpulan
Keberadaan Pelabuhan Rakyat Padangbai ini menjadi sarana dan prasarana bagi nelayan dan kelompoknya dalam berinteraksi sosial. Nelayan dan kelompoknya dapat melakukan usaha-usaha pengembangan diri maupun secara kelompok dimana hal ini berperan dalam pembangunan ekonomi Desa Padangbai. Parameter menunjukan terjadi kontak sosial secara langsung dengan komunikasi yang intensif. Interaksi sosial yang terjadi cenderung dalam bentuk interaksi sosial asosiatif kerjasama. Kondisi ini sesuai dengan hakikat pembangunan ekonomi desa, serta sesuai dengan tujuan pembangunan desa.
Untuk dapat memberikan kontribusi dalam pembangunan ekonomi desa, maka dapat diusulkan perbaikan terhadap kondisi bangunan ruang tunggu Pelabuhan Rakyat Padangbai. Ruang-ruang didalamnya harus dapat mewadahi setiap interaksi sosial yang terjadi, baik
untuk nelayan maupun wisatawan. Fasilitas penunjang seperti toilet umum juga wajib disediakan secara representatif dan memadai.
Data dan informasi tentang penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam perencanaan pengelolaan wilayah pesisir Desa Padangbai. Namun, diperlukan kajian yang lebih detail terkait potensi sumber daya manusia serta aspek sosial ekonomi masyarakat di Kawasan Pesisir Padangbai, sehingga dapat dibuat suatu rencana pengelolaan dan pembangunan yang berkelanjutan.
Daftar Pustaka
Abdillah, F., & Yudhi, A. (2020). Penentuan Prioritas Pengembangan Infrastruktur Wilayah Pesisir Kecamatan Sangatta Utara dan Kecamatan Sangatta Selatan Kabupaten. Jurnal Teknik ITS, 9(2), 161–166.
Aristiarini, P. L., & Mahagangga, O. (2015). Peranan Masyarakat Nelayan dalam Aktivitas Kepariwisataan di Pantai Jemeluk Desa Purwakerti Kecamatan Abang Kabupaten Karangasem. Jurnal Destinasi Pariwisata, 3(1), 9–16.
Atikawati, D., & Gunawan, T. (2019). Kajian Etika Lingkungan Kepesisiran Tuban. Jurnal Ecotropic, 13(1), 115–124.
Bungin, B. (2007). Penelitian Kualitatif. Kencana.
Damsar, M. (2002). Sosiologi Ekonomi. Raja Grafindo Persada.
Fargomeli, F. (2014). Interaksi Kelompok Nelayan dalam Meningkatkan Taraf Hidup di Desa Tewil Kecamatan Sangaji Kabupaten Maba Halmahera Timur. Acta Diurna, 3(3).
Ferdian, K. J., Idrus DM, I. A., & Tondo, S. (2020). Dampak Ekowisata Bahari dalam Perspektif Kesejahteraan Masyarakat dan Kelestarian Lingkungan Pesisir. JIPAGS (Journal of Indonesian Public Administration and Governance Studies), 3(1), 481– 499.
Gubernur Bali. (2021). Keputusan Gubernur Bali Nomor 790/03-M/HK/2021 Tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota Tahun 2022.
Gunawan, I. (2015). Metode Penelitian Kualitatif. Bumi Aksara.
Hartoyo, H., & M.T, S. (2018). Kriteria Ruang Publik Kalijodo Pendukung Aksesibilitas dan Peningkatan Aktivitas. ARTEKS, Jurnal Teknik Arsitektur, 2(2), 113.
Indrawati, Y. (2013). Kualitas Pelayanan pada Marina Srikandi Tour & Travel di Padangbai. Jurnal IPTA (Industri Perjalanan Wisata), 1(1), 20–23.
Kristiyanti, M. (2016). Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Pantai melalui Pendekatan ICZM (Integrated Coastal Zone Management). Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu, 180, 752–760.
Liunsanda, M., Mamoto, J. D., & Dundu, A. K. T. (2019). Perencanaan Bangunan Pengaman Pantai di Pantai Kalinaung Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Sipil Statik, 7(8), 975– 984.
Moleong. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya.
Mulyana, A., Suwanto, Kamaludin, & Kosmara, U. (2017). Bahan Belajara Modul 3 : Interaksi Sosial. In kementrian pendidikan dan kebudayaan pusat Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan masyarakat.
Paramitha, A. (2022). Analisis Potensi Wisata dan Strategi Pengembangan Daya Tarik Wisata Pantai Blue Lagoon Bali. Jurnal Ilmiah Pariwisata dan Bisnis, 1(1), 1–23.
Parta, I. N., Putu, N., & Sari, R. (2021). Daya Tarik Wisata Snorkeling dan Surfing di Desa Padangbai, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem Bali. JUIMA : Jurnal Ilmu Manajemen, 11(1), 104–117.
Prasetyo, N. E., Setiawan, H., & Rakhmadian, M. (2019). Analisis Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Pedesaan. Economic & Education Journal, 1(2), 21.
Purwanto, E. (2014). Privatisasi Ruang Publik dari Civic Centre menjadi Central Business District (Belajar dari kasus Kawasan Simpang Lima Semarang). Jurnal Tataloka, 16(3), 153.
Raphoksi, R., & Imron, A. (2016). Jaringan Sosial Barista Folks Coffee Tea di Surabaya Jaringan Sosial Barista Folks Coffee Tea di Surabaya. Paradigma, 04(03), 1–5.
Republik Indonesia. (2014). Undang-undang No 6 Tahun 2004 Tentang Desa: Vol. (Issue, p. ).
Rudiansyah, H. (2015). Pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Pedesaan Dalam Rangka Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Desa (p. 363).
Selamet, I. wayan A. (2021). Tingkat Kepuasan Wisatawan Terhadap Daya Tarik Wisata Padangbai Kecamatan Manggis Kabupaten Karangasem Bali. Journey: Journal of Tourismpreneurship, Culinary, Hospitality, Convention and Event Management, 4(1), 6.
Soekanto, S., & Sulistiowati, B. (2017). Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Pers.
Sudiarta, I. N., & Suardana, I. W. (2016). Dampak Pariwisata terhadap Kemiskinan di Kawasan Pariwisata di Bali. Jurnal Kajian Bali (Journal of Bali Studies), 6(2), 209– 228.
Sugiyono. (2020). Metode Penelitian Kualitatif (S. Y. Suryandari (ed.); 3rd ed.). Alfabeta.
Ugrasena, R. S., Siwalatri, N. K. A., & Prajnawrdhi, T. A. (2020). Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik di Kawasan Pesisir Pantai Berawa. RUANG: Jurnal Lingkungan Binaan (SPACE: Journal of the Built Environment), 7(2)(2), 187–202.
Welta, F. (2013). Perancangan Social Networking. Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomu, Sastra, Arsitektur & Teknik Sipil), 5, 8–9.
Widiastra, I. M., Rajendra, I. G. N. A., & Kastawan, I. W. (2019). Implikasi Pembangunan Fasilitas Pariwisata terhadap Lingkungan Fisik di Kawasan Sempadan Pantai Yeh Gangga Tabanan, Bali. RUANG: Jurnal Lingkungan Binaan (SPACE: Journal of the Built Environment), 6(2), 117.
Xiao, A. (2018). Konsep Interaksi Sosial dalam Komunikasi. Jurnal Komunikasi, Media dan Informatika, 7(2), 94–99.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih diucapkan kepada pihak-pihak yang terkait yakni Bapak Komang Nuriada selaku Bendesa Adat Padangbai, Jero Mangku Nyoman Dana selaku Ketua umum kelompok nelayan Desa Padangbai, Jero Mangku Patra, Nyoman Darta dan segenap anggota kelompok nelayan Desa Adat Padangbai serta Ketut Witana selaku salah satu warga masyarakat Desa Padangbai serta seluruh responden atas informasi, kerjasama dan dukungan dalam kelancaran kegiatan pencarian data, analisis data serta hal lainnya sehubungan dengan pelaksanaan penelitian ini.
30
SPACE - VOLUME 10, NO. 1, APRIL 2023
Discussion and feedback