RUANG


SPACE


DAMPAK PERKEMBANGAN DESA WISATA PADA FUNGSI HUNIAN DI DESA BUNGAYA KABUPATEN KARANGASEM

Oleh: Ni Luh Jaya Anggreni1

Abstract

This paper investigates the impacts of the so called community-based tourist development in Bungaya Settlement, a traditional village of Karangasem Regency of Bali Province. It seeks to answer two research questions: 1) how has tourism affected the function of homes in Bungaya?; and 2) what are the dominant forces determining the evolution of homes in Bungaya?. In doing so, the author exercises her understanding of the tourist industry as well as her thorough comprehension of home as a form of shelters and a base for income generation. A mixed qualitative and quantitative research approaches were used, in which on-site observations and interviews were employed for data collection. The study finds many homes have been spatially and architecturally reconfigured to accommodate needs resulted from the community-based tourist development. These reconfigurations are brought by the emergence of new functions and spaces that need to be accommodated by a home; makeover of the outer facades of many homes; resizing of buildings exist within; amendment on the layout of a home; and the use of more updated building materials. Since level of changes varies from one home to another, the study classifies three types of modifications, which are: low, medium and high level. Major driving forces for these levels of modifications and where they take place include: the need for new tourist amenities; requirement to enhance the attractiveness of Bungaya Settlement as a tourist destination; level of accessibility that of each home has to the tourists; and how Bungaya's development has been planned and governed.

Keywords: change, function, settlement, tourism, Bungaya Village

Abstrak

Makalah ini meneliti dampak dari perkembangan pariwisata berbasis masyarakat di Desa Bungaya, yang merupakan salah satu desa tradisional di Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali. Makalah ini berusaha menjawab dua pertanyaan penelitian: 1) bagaimana pengaruh pariwisata terhadap perubahan fungsi hunian di Desa Bungaya?; dan 2) apa faktor dominan pendorong yang mempengaruhi perubahan fungsi hunian di Desa Bungaya?. Dalam proses penelitian ini, penulis menggunakan teori tentang industri pariwisata serta rumah sebagai fungsi hunian dan basis untuk menghasilkan pendapatan. Penelitian ini meggunakan gabungan metode kualitatif dan kuantiatif, sehingga mekanisme observasi dan hasil wawancara informan di lapangan digunakan dalam pengumpulan data. Hasil penelitian menunjukan banyaknya rumah yang secara tatanan dan arsitekturan mengalami perubahan untuk mengakomodasi kebutuhan perkembangan pariwisata berbasis masyarakat yang terjadi. Perubahan ini terlihat dari munculnya fungsi dan ruang baru yang perlu diakomodasi oleh rumah; bentuk dari fasad luar rumah yang dimodifikasi; ukuran bangunan yang ada di dalam rumah; pola ruang pada tata letak rumah; dan penggunaan bahan bangunan kekinian. Karena tingkat perubahan bervariasi dari satu rumah ke rumah yang lain, studi ini mengklasifikasikan tiga jenis perubahan yang terjadi, yaitu: rendah, sedang dan tinggi. Faktor pendorong dominan yang menyebabkan terjadinya perubahan yang terjadi meliputi: adanya kebutuhan akan fasilitas pendukung wisata; persyaratan untuk meningkatkan daya tarik pemukiman Desa Bungaya sebagai tujuan wisata; tingkat aksesibilitas yang dimiliki setiap rumah bagi para wisatawan; dan bagaimana perkembangan Desa Bungaya telah direncanakan dan diatur.

Kata kunci : Perubahan, Fungsi, Hunian, Pariwisata, Desa Bungaya

1


Pendahuluan

Rumah tinggal merupakan kebutuhan primer (papan), selain itu juga merupakan salah satu bentuk aset. Rumah tinggal memang begitu vital bagi kehidupan manusia. Manusia tidak cukup dengan terpenuhinya kebutuhan pangan dan sandang, meskipun kenyataannya terdapat peringkat pemenuhan akan kebutuhan hal tersebut, dari kebutuhan yang minimum hingga kebutuhan yang tak terbatas.

Cosmas Batubara dalam Blaang (1984:91) menyatakan perumahan dan sarana lingkungan merupakan kebutuhan dasar manusia setiap keluarga dalam masyarakat Indonesia, yang dicita-citakan dan merupakan faktor yang sangat penting dalam peningkatan stabilitas sosial, dinamika, dan produktivitas masyarakat. Pembangunan perumahan memberikan sumbangan bagi pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja.

Pariwisata menjadi salah satu sektor yang dijadikan andalan beberapa negara dalam meningkatkan perekonomian. Pariwisata merupakan suatu kegiatan wisata sebagai kebutuhan manusia yang terwujud dalam keterkaitan kegiatan yang dilakukan wisatawan dengan fasilitas dan pelayanan dari masyarakat, pemerintah dan swasta (Warpani, 2007).

Keterkaitan kegiatan ini yang menjadikan kegiatan pariwisata membutuhkan dan menempati suatu ruang wilayah dalam pengembangannya. Desa wisata menjadi salah satu bentuk kegiatan pariwisata yang menempati ruang wilayah pedesaan. Desa wisata merupakan kawasan pedesaan yang menawarkan berbagai kehidupan sosial, ekonomi dan budaya desa serta memiliki potensi untuk dikembangkannya berbagai komponen pariwisata (Hadiwijoyo, 2012).

Desa Tradisional Bungaya merupakan salah satu desa wisata budaya yang sudah ditetapkan oleh Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Bali 2009-2029 berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009. Desa Wisata Budaya Bungaya ini juga ditetapkan sebagai desa wisata berdasarkan Surat Keputusan Bupati Karangsem No. 94 Tahun 2004. Desa Wisata Bungaya mempunyai keunikan dan kekhasan tersendiri dan memiliki potensi wisata.

Perkembangan pembangunan perumahan yang telah terjadi pada Desa Wisata Budaya Bungaya sering dilaksanakan hanya didasarkan atas pertimbangan ekonomi terhadap fungsi kawasan sebagai desa wisata. Sebagai desa wisata sejak tahun 2004 Desa Wisata Bungaya merupakan desa wisata kedua di Kabupaten Karangasem setelah Desa Tenganan. Perkembangan Desa Wisata Bungaya selama kurang lebih 18 tahun berpengaruh terhadap aspek fisik yaitu perubahan fungsi hunian (tempat tinggal) di lingkungan perumahan.

Fenomena ini terjadi di kawasan perumahan dengan potensi lingkungan yang mendukung untuk terjadinya perubahan fungsi hunian (tempat tinggal) menjadi tempat usaha. Perkembangan desa wisata merupakan salah satu pemicu perubahan fungsi bangunan rumah menjadi tempat usaha di Desa Bungaya. Beberapa warga yang telah merubah hunian atau tempat tinggalnya menjadi tempat usaha menjadi pelopor dalam perubahan fungsi rumah. Seiring berjalannya waktu, jumlah bangunan sebagai tempat usaha menjadi lebih banyak dibandingkan jumlah bangunan hunian.

Beberapa dampak muncul akibat adanya perubahan fungsi hunian yaitu menyangkut segi ekonomi, lingkungan dan sosial. Dari segi ekonomi dan sosial dapat dilihat terbukanya lahan perkerjaan yang baru bagi karyawan yang berkegiatan di tempat usaha, lalu adanya pajak yang diberlakukan oleh pengembang dan pemerintah daerah akan kegiatan usaha yang berlangsung dan mejadikan kawasan ini sebagai kawasan yang memiliki nilai tinggi untuk suatu usaha. Hal kedua dari segi lingkungan yang berpengaruh terhadap perubahan kualitas lingkungan yang berdampak terhadap tata ruang perumahan yang menjadi tidak teratur, terlihat lebih berantakan dan kumuh padahal perumahan merupakan salah satu potensi daya tarik desa wisata sehingga dikhawatirkan nantinya malah dapat menurunkan fungsi kawasan itu sendiri sebagai desa wisata. Sementara pengaruh pada fungsi perumahan antara lain adalah berkurangnya tingkat kenyamanan berupa kebisingan, kepadatan, polusi udara, dan sirkulasi yang terganggu.

Sebagai desa wisata perubahan fungsi hunian (rumah tinggal) dapat dinilai dari berbagai macam komponen pariwisata yang melekat pada obyek tersebut. Komponen- komponen pariwisata yang melekat yaitu atraksi/ daya tarik, amenity/ fasilitas, aksesibilitas/ kemudahan, dan kelembagaan. Dimana parameter komponen pariwisata meliputi aksesibilitas (dekat dengan fasilitas transportasi, dilewati pelayanan transportasi, jarak tempuh dekat ke lokasi wisata), atraksi (terdapat aktivitas wisata, kegiatan warga yang menarik di kawasan perumahan), amenity (kebutuhan sarana akomodasi wisata seperti kebutuhan toilet umum, kebutuhan rest area, kebutuhan toko kelontong, kebutuhan tempat makan, kebutuhan tempat jualan kerajinan) dan kelembagaan (kebutuhan aturan yang mengikat dan penguatan kelembagaan untuk mengelola kegiatan wisata).

Metode Penelitian

Penelitian ini dilandasi oleh penelitian kualitatif, namun untuk mendukung hal-hal yang tidak bisa dilepaskan dengan penelitian kuantitatif di dalam hal menunjukkan seberapa besar terjadinya pengaruh komponen pariwisata terhadap perubahan. Oleh karena itu peneliti menggunakan penelitian gabungan metode antara kualitatif dan kuantitatif. Lokasi penelitian ini berada di kawasan perumahan Desa Wisata Bungaya Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem.

Gambaran Umum Desa Bungaya

Desa Bungaya terletak di ujung timur Pulau Bali tepatnya di Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem. Menemui Desa Bungaya tidaklah sulit, karena berbatasan dengan wilayah Desa Tenganan. Secara geografis posisi Desa Bungaya terletak diantara, 8°00’7,08’’- 8°41’46,16’’LS dan 115°5’39,17’’-115°5’54,43’’BT dengan batas-batas wilayah yaitu batas utara berbatasan dengan Desa Bebandem, batas timur berbatasan dengan Desa Subagan, batas barat berbatasan dengan Desa Tenganan dan batas selatan berbatasan dengan Desa Asak.

Desa Bungaya memiliki jumlah penduduk sekitar 5.074 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 725 orang/km2. Desa Bungaya merupakan desa dinas yang merupakan kesatuan wilayah di Desa Adat Bungaya, dengan membawahi 13 banjar adat, terdiri dari dua desa

dinas, yakni Desa Bungaya dan Desa Bungaya Kangin. Desa Bungaya Kangin dengan jumlah penduduk 6.052 jiwa atau 1.461 KK dengan kepadatan penduduk mencapai 1.513 orang/km2. Luas Wilayah Desa Bungaya kira-kira 1.100,32 Ha. Peta wilayah Desa Bungaya dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Wilayah Desa Bungaya

Sumber : Bappeda Kabupaten Karangasem Tahun 2018, diadaptasi oleh Anggreni


Potensi Kepariwisataan Desa Bungaya

a.    Keberadaan Peninggalan Bangunan Bersejarah dan Rumah Tradisional Bali

Keberadaan peninggalan sejarah yang dimaksud pada Desa Wisata Budaya Bungaya ini adalah bangunan Pura Desa/ Puseh dan bale Agung. Bangunan ini berada di kawasan inti desa wisata yang ditetapkan sebagai bangunan bersejarah oleh Surat Keputusan Bupati Karangsem No 94 Tahun 2004. Kemudian terdapat juga permukiman tradisional dimana permukiman penduduk masih ada menggunakan pakem rumah tradisional bali. Sehingga nantinya para wisatawan dapat melihat dan mempelajari arsitektur tradisional di permukiman tradisional Bali. Suasana Pura Puseh dan rumah tradisional dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.

Gambar 2. Suasana Pura Puseh 2018


Gambar 3. Suasana Rumah tradisional 2018


  • b.    Karakteristik Kebudayaan dan Kesenian Tradisional

Karakteristik kebudayaan dan kesenian tradisional yang dimaksud pada Desa Wisata Budaya Bungaya ini adalah keberadaan event/ kegiatan kebudayaan, cara hidup khas masyarakat dan kesenian yang dimiliki kawasan. Jika dilihat dari keberadaan event/ kegiatan terdapat kegiatan yang merupakan kegiatan keagamaan pada Desa Wisata Budaya Bungaya, salah satunya yang merupakan kegiatan besar adalah upacara keagamaan “Karya Usaba ”.

Selain memiliki rangakaian kegiatan keagaamaan, Desa Wisata Budaya Bungaya juga memiliki kesenian tradisional yang unik, yaitu :

  • c.    Tarian Rejang Bungaya

Tari rejang dilaksanakan saat upacara Usaba Dasa di Desa Bungaya. Tari rejang bungaya memiliki ciri khas yang unik yaitu penari menggunakan busana dengan nuansa merah dan kuning ditambah kemegahan gelungan (mahkota) yang digunakan. Penari yang menarikan tarian rejang Bungaya diharuskan merupakan gadis asli dari Desa Bungaya yang masih suci, karena tarian rejang bungaya merupakan tarian sakral yang mengiringi upacara keagamaan. Untuk busana para penari Rejang Bungaya dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Busana Tari Rejang Bungaya

Sumber: Dinas Pariwisata Kabupaten Karangasem 2018

  • d.    Alat musik Selonding

Alat musik selonding (berupa gambelan) merupakan alat musik tradisional yang tergolong tua, karena keberadaannya dari abab X-XIV. Gambelan ini biasanya digunakan untuk mengiringi upacara keagamaan yang sakral.

Di Desa Bungaya, pada saat selonding itu ditabuh tidak ada orang yang boleh melihatnya kecuali para penabuh dan orang-orang tertentu. Selonding yang ada di Desa Bungaya ditabuh/dimainkan oleh para pemangku setempat dan ditabuh di dalam sebuah gedong besar sehingga tidak ada orang sembarangan yang boleh melihatnya.

  • e.    Kerajinan Anyaman Bambu

Desa Bungaya memiliki kerajinan tangan yaitu anyaman bambu. Kerajinan anyaman bambu ini bisanya berupa prasi, sangkar ayam, dan peralatan sembahyang yang dapat dijadikan cendera mata dari Desa Wisata Budaya Bungaya.

Masyarakat cenderung melakukan kegiatan menganyam bambu dan langsung menjualnya di dalam rumah mereka. Hal ini dapat dijadikan potensi atraksi maupun potensi ekonomi lokal di Desa Wisata Bungaya.

  • f.    Pakaian Adat

Terdapat pakaian adat yang khas pada pengurus adat pada Desa Bungaya ini yaitu memiliki warna yang berbeda pada pakaian adat pengurus desa sesuai dengan tugasnya. Pakaian adat ini bercorak merah dengan selendang berwarna kuning membalut tubuh mereka setinggi dada.

Beberapa kesenian tradisional yang dimiliki Desa Wisata Budaya Bungaya ini merupakan potensi untuk menarik para wisatawan berkunjung ke Desa Wisata Budaya ini, baik untuk menyaksikan langsung, membeli cindera mata atau mempelajari kesenian tradisional dari Desa Bungaya. Pakaian adat masyarakat di Desa Bungaya dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Pakaian Adat Bungaya

Sumber: Dinas Pariwisata Kabupaten Karangasem 2018

Permasalahan Kepariwisataan Desa Bungaya

Berdasarkan data jumlah pengunjung di Desa Wisata Budaya Bungaya dari tahun ke tahun, rata-rata jumlah pengunjung mengalami ketidakstabilan pada peningkatan jumlah pengunjung. Data jumlah kunjungan wisatawan di di Desa Wisata Budaya Bungaya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Jumlah Kunjungan Wisatawan Desa Wisata Budaya Bungaya Tahun 2014 – 2018

Tahun

Wisman

Wisnu

Total

2014

177

1658

1835

2015

213

1766

1979

2016

245

1214

1459

2017

267

1173

1440

2018

209

1089

1298

Sumber: Dokumen disparbudparpora Kabupaten Karangasem Tahun 2018

Berdasarkan data jumlah kunjungan wisatawan Desa Wisata Budaya Bungaya selama 5 tahun terakhir di atas, dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan di tahun 2014 – 2018. Dan terjadi penurunan di tahun 2016, 2017 dan 2018. Sedangkan apabila dilihat data terkait jumlah kunjungan wisman dan wisnu Desa Wisata Budaya Bungaya di atas, dapat dilihat bahwa jumlah kunjungan wisatawan nusantara lebih mendominasi jumlah kunjungan ke Desa Wisata Budaya Bungaya. Ini mengindikasikan bahwa masih tingginya ketertarikan dari masyarakat domestik untuk dapat menikmati daya tarik wisata yang disajikan di Desa Wisata Budaya Bungaya. Namun, jika kita melihat data kunjungan wisatawan mancanegara, peningkatan jumlah kunjungan terjadi pada tahun 2014 s/d 2015.

Kondisi Permasalahan Perumahan di Desa Bungaya

Kondisi perumahan dan lingkungan di Desa Bungaya saat ini sudah sangat berkembang dan jauh dari karakter desa tradisional, berdasarkan data observasi lapangan pada lingkup wilayah penelitian diketahui bahwa hanya tersisa sekitar 16 dari 156 unit rumah yang masih menggunakan pola penataan ruang arsitektur bali dengan kondisi masih berfungsi sebagai hunian. Data jumlah rumah sebagai tempat usaha dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Data Jumlah Rumah sebagai Tempat Usaha

Tahun

Rumah sebagai tempat usaha

2004

22

2009

65

2014

117

2018

140

Sumber: Dokumen Disparbudpora Kabupaten Karangasem Tahun 2018

Kondisi ini menimbulkan keprihatinan karena lambat laun atau bahkan dalam waktu dekat perkembangan perumahan terus mengalami perubahan global dimana hunian menjadi tempat usaha menjadi lebih dominan berkembang sehingga nantinya malah dapat menurunkan fungsi kawasan itu sendiri sebagai desa wisata.

Tipologi Zonasi Rumah Tradisional yang belum mengalami perubahan fungsi hunian di Desa Bungaya

Rumah tradisional di Desa Bungaya secara kesan visual merupakan bentukan Arsitektur Tradisional Bali era Majapahit, pola natah dengan pola ruang yang sangat tegas antara pintu masuk ruang untuk bangunan dan ruang untuk tempat suci pada masing-masing pekarangan, penggunaan kaidah bangunan yang sederhana yang menerapkan konsep Tri Mandala.

Rumah tradisional yang dikatakan masih asli ialah rumah yang memiliki beberapa kriteria. Berdasarkan survey lapangan dan wawancara yang dilakukan pada kepala desa serta pemilik rumah tradisional yang belum mengalami perubahan fungsi hunian, rumah yang dikategorikan tidak mengalami perubahan fungsi hunian yaitu rumah yang memiliki kriteria yaitu : 1) rumah yang masih memiliki bale/bangunan tradisional meskipun tidak lengkap, 2) rumah yang masih berfungsi sebagai hunian dan 3) rumah yang masih menggunakan pola ruang rumah tradisional bali yaitu konsep Tri Mandala.

Menurut Dwijendra (2008), Pola ruang rumah tradisional bali dibagi menjadi tiga bagian yang di sebut dengan Tri Mandala yang terdiri dari: utama mandala merupakan parahyangan atau tempat suci, madya mandala berupa pekarangan yang meliputi bangunan tempat tinggal dan natah, sedangkan nista mandala berupa halaman belakang rumah dan halaman depan rumah.

Adapun zonasi rumah tradisional yang belum mengalami perubahan fungsi hunian di Desa Bungaya juga mengikuti konsep tri mandala yaitu tata ruang terbagi berdasarkan tiga zona peruntukan yaitu utama mandala, madya mandala dan nista mandala. Zona nista mandala adalah tempat yang memiliki nilai terendah diantara zona lainnya. Terdiri dari angkul-angkul yang berfungsi sebagai merupakan sebuah bangunan berupa pintu masuk utama dan satu satunya untuk menuju ke dalam rumah adat Bali. Fungsi dari bangunan tersebut hampir sama dengan Gapura Candi Bentar pada Pura, yaitu sama-sama sebagai pintu masuk dengan penambahan tembok penyengker yang berfungsi sebagai batas pekarangan dan paon yang berfungsi sebagai dapur, zona madya adalah zona yang memiliki nilai di tengah- tengah zona utama dan nista. Terdiri dari bale dangin yang berfungsi sebagai tempat upacara adat dan beristirahat terletak di sebelah timur, bale dauh berfungsi sebagai suatu tempat untuk menerima tamu dan juga tempat tidur untuk anak remaja dan biasanya ruangan tersebut terletak disebelah barat, bale kaja berfungsi sebagai sebuah ruangan yang dikhususkan untuk tidur bagi kepala keluarga atau anak gadis, pada umumnya ruangan tersebut terletak di area sebelah utara (kaja) dan zona utama adalah zona yang memiliki nilai tertinggi di antara lain. Terdiri dari sanggah yang merupakan sebuah tempat suci bagi seluruh rumah yang biasanya ruangan tersebut terletak disudut timur laut dari rumah. Dengan begitu berbagai kegiatan sembahyang dan berdoa biasanya dilakukan ditempat tersebut. Untuk zonasi dan fungsi ruang dalam rumah tradisional di Desa Bungaya pada tahun 2018 dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Zonasi dan fungsi Ruang Dalam Rumah Tradisional di Desa Bungaya Tahun 2018

Tersisa sekitar 11% dari 156 unit rumah yang masih menggunakan pola penataan ruang arsitektur bali dengan kondisi masih berfungsi sebagai hunian. Persebaran beberapa rumah tradisioal yang belum mengalami perubahan fungsi hunian di beberapa titik kawasan perumahan Desa Bungaya dapat dijelaskan pada Gambar 7.

Gambar 7. Persebarannya di Desa Bungaya 2018

Perubahan Tipologi Zonasi dan Fungsi dalam Rumah di Desa Bungaya

Tipologi zonasi dan fungsi dalam rumah tradisional Bungaya telah banyak mengalami perubahan karena pengaruh dan dorongan faktor pariwisata. Dan perubahan yang terjadi karena motivasi dari dalam seperti kebutuhan akan ruang karena meningkatnya jumlah penghuni atau adanya kebutuhan baru seperti untuk fungsi perdagangan dan sebagainya. Jika dilihat dari fungsi pengembangan kawasan desa tradisional Bungaya yang merupakan pengembangan wisata budaya dengan potensi desa tradisional dan atraksi budaya, maka kondisi ini menjadi sebuah permasalahan dan kendala, sekaligus tantangan bagi semua pihak terkait baik masyarakat maupun pemerintah.

Sejak tahun 2004 hingga tahun 2018 sebanyak 140 unit dari jumlah rumah 156, sehingga memiliki proporsi perubahan sebanyak 89 % dari jumlah total rumah. Sementara menurut fungsi yang berubah menjadi perdagangan, jasa terjadi secara merata dimana dalam jumlah total perubahan sebanyak 140 unit perubahan yang terjadi dengan perubahan untuk warung kelontong sejumlah 31 unit, untuk toko oleh- oleh sejumlah 35 unit, untuk warung makan dan rumah makan sejumlah 38 unit, untuk tempat minimart sejumlah 16 unit dan untuk toko sembako sejumlah 20 unit.

Perubahan fungsi hunian yang terjadi yaitu adanya penambahan fungsi ruang tambahan dalam rumah. Dimana rumah yang dulunya hanya terdiri dari sanggah, bale meten, bale dauh, tempat tidur, natah, paon dan angkul- angkul kini bertambah ruang untuk fungsi baru yaitu ruang untuk tambahan fungsi baru sebagai tempat usaha dan tambahan fungsi baru untuk parkir atau gudang penyimpanan barang dan bahan dagangan. Penambahan ruang untuk fungsi baru ini terjadi terjadi pada semua rumah yang mengalami perubahan fungsi hunian. Perubahan zona dan fungsi ruang yang terjadi pada hunian di Desa Bungaya dapat dilihat pada Gambar 8.

Zonasi Ruang Asli


Perubahan Zonasi Ruang


Terdapat ruang untuk fungsi tambahan yaitu :

F.   Ruang tambahan yang difungsikan seb agai warung, ru mah mak an, atau toko seb agai

tempat usaha

G.   Garasi yang biasanya berfungsi sebag ai tempat menaruh kend ara an atau t erkad ang

difungsikan sebagai tempat menyimpan bahan atau barang dagangan


Gambar 8. Perubahan Zona dan Fungsi Ruang dalam Rumah Tahun 2018

Jika dilihat pola Desa Bungaya sebagai sebuah desa tua atau tradisional secara fisik diketahui bahwa hulu desa yaitu Pura Puseh, Desa dan bale Agung Bungaya berada pada sisi barat desa mengarah ke Gunung Agung yang terdiri dari gugusan pura dan fasilitas sosial berupa balai Banjar Desa. Sedangkan teben desa, berada di sisi tenggara desa yaitu berupa setra dan Pura dalem. Permukiman untuk Banjar Desa berada di posisi selatan dari Pura Desa, Puseh, bale Agung. Keberadaan banjar ini menjadi sangat vital karena peran sentral banjar desa ini dalam setiap upacara yang berlangsung di Desa Bungaya yang terbentuk oleh arah orientasi setra dan Pura dalem, Banjar Desa, dan Pura puseh Desa serta bale Agung yang mengarah ke utara yaitu Pura Besakih dan ssi barat yaitu Gunung Agung. Pola ini agak tidak umum atau berbeda dengan pola desa lainnya yang sumbu imajiner kearah Gunung Agung cenderung linear, pola grid yang jelas, atau dengan inti desa yang cenderung ada di tengah-tengah desa sebagai ruang sosial dan hulu desa berupa Pura mengarah ke Gunung Agung (dari permukiman).

Dapat disimpulkan bahwa letak ketiga zona ini membujur dari utara (gunung) ke selatan (laut), dengan inti desa yang cenderung ada di tengah-tengah desa sebagai ruang sosial dan hulu desa berupa Pura mengarah ke Gunung Agung (dari permukiman). Di paling utara pada zona utama merupakan zona sakral atau disebut ruang para dewa karena berdiri bangunan suci dimana merupakan tempat beribadah para penduduk desa. Adapun zona madya merupakan ruang manusia terdapat 162 kaveling pekarangan dan rumah untuk bermukim. Setiap kaveling rumah memiliki ukuran 500-800 meter persegi dominan ada di sisi timur sumbu utama yang terbentuk oleh arah orientasi setra dan Pura dalem, Banjar Desa, Pura puseh Desa dan bale Agung yang mengarah ke utara yaitu Gunung Agung. Kemudian zona nista berada di sebelah selatan oleh arah orientasi setra dan Pura dalem. Hulu desa dan persebaran pura di Desa Bungaya dapat dilihat pada Gambar 9.

IkdEM'

ARAH HULU DESA DAN PERSEBARAN PURA

Gambar 9. Hulu Desa dan Persebaran Pura Tahun 2018

Mengikuti pola tersebut diatas, rumah- rumah penduduk pun mengikuti konsep tri mandala pada hulu desa. Rumah yang mengalami perubahan fungsi hunian juga tetap mengikuti pola tri mandala, dengan perubahan dan penjelasan sebagai berikut :

  • 1.    Zona utama merupakan zona suci yang terdiri sanggah sebagai tempat untuk beribadah yang berada di bagian Utara mengikuti arah Pura puseh Desa dan bale Agung yang mengarah ke utara yaitu Pura Besakih dan sisi barat yaitu Gunung Agung. Zona ini merupakan zona yang dianggap suci atau sakral sehingga tidak perijinkan untuk merubah fungsi ataupun menambah fungsi baru.

  • 2.    Zona madya merupakan ruang manusia atau aktivitas manusia yang mengikuti arah permukiman penduduk desa dimana dominan ada di sisi timur sumbu utama dan berada diantara zona utama dan zona nista. Zona madya pada rumah terdiri dari bale meten yaitu tempat tidur orang tua yang berada di sebelah utara, bale dauh yaitu tempat menerima tamu atau tempat tidur anak yang berada di sebelah barat mengikuti letak permukiman, dan natah yaitu tempat aktivitas upacara agama di bagian selatan. Zona ini tidak perijinkan untuk merubah fungsi ataupun menambah fungsi baru karena terdapat aktivitas upacara agama di dalamnya.

  • 3.    Zona nista terdiri dari toilet dan dapur yang berada di sebelah timur tapak mengikuti arah sisi tenggara desa yaitu berupa setra dan Pura dalem . Pada zona ini perijinkan untuk merubah atau menambahkan fungsi tambahan dikarenakan bukan merupakan zona yang disucikan. Sehingga perubahan fungsi hunian dengan adanya penambahan fungsi tambahan sebgai tempat usaha hanya berada di zona nista.

Berikut adalah gambaran rumah- rumah penduduk di Desa Bungaya yang mengikuti konsep tri mandala mengikuti konsep tri mandala yang juga diterapkan di hulu desa yang dapat dilihat pada Gambar 10.


Zona utama merupakan zona suci yang berada di bagian Utara mengikuti arah Pura Puseh Desa Bale Agung yang mengarah ke utara yaitu Gunung Agung. Zona ini merupaka n zona yang dianggap suci atau sakral sehingga tidak perijinkan untuk merubah fungsi ataupun menambah fungsi baru..


Zona madya merupakan rua ng manusia atau aktivitas manusia ya ng mengikuti arah permukiman penduduk desa dimana dominan ada di sisi timur sumbu utama dan berada diantara zona utama dan zona nista. Zona ini tida k perijinka n untuk merubah fungsi ataupun menambah fungsi baru karena terdapat aktivitas upacara agama di dalamnya.

Zona nista terdiri dari toilet dan dapur yang berada di seb^elah timur tapak mengikuti arah sisi Tenggara desa yaitu

berupa setra dan Pura Dalem . Pada zona ini perijinka n

untuk meruba h atau menambahkan fungsi tambaha n dikarenakan bukan merupakan zona yang disucikan. Sehingga perubahan fung si hunian dengan adanya penambahan fungsi tambahan sebgai tempat usaha hanya berada di zona nista.

Gambar 10. Rumah- Rumah Penduduk Mengikuti Konsep Tri Mandala pada Hulu Desa

Dapat ditarik kesimpulan bahwa telah terjadi perubahan yang sangat besar dapat dilihat dalam tinjauan pustaka, dan dengan asumsi bahwa desa tradisional memiliki pola yang cenderung seragam mulai dari tingkatan yang paling sederhana sampai pada yang lebih kompleks. Pola desa tidak mengalami banyak perubahan, namun terjadi perubahan pada rona arsitektur tradisional yang cenderung berkembang menjadi modern dengan meninggalkan sosok tradisionalnya. Terdapat 3 kategori rumah yang mengalami perubahan fungsi hunian berdasarkan kriteria tingkat perubahan yang terjadi. Kriteria diambil berdasarkan survey lapangan dan hasil wawasnca pihak Bappeda Kabupaten Karangasem. Berikut 3 kategori rumah yang mengalami perubahan fungsi hunian berdasarkan kriteria tingkat perubahan yang terjadi :

  • 1.    Tinggi dengan kriteria yaitu memiliki tambahan fungsi baru berupa perdagangan dan jasa, ruang tambahan terdiri dari 2 ruang sekaligus 1 untuk toko dan 1 untuk gudang, bentuk tampak depan rumah yang berubah, pola ruang rumah berubah dan material bahan pada ruang tambahan yang berbeda. Jumlah rumah dengan tinggkat perubahan tinggi sebanyak 75 rumah.

  • 2.    Sedang dengan kriteria yaitu memiliki tambahan fungsi baru berupa perdagangan dan jasa, ruang tambahan terdiri dari 2 ruang sekaligus (1 untuk toko dan 2) gudang, bentuk tampak depan rumah yang berubah dan pola ruang rumah berubah. Jumlah rumah dengan tinggkat perubahan sedang sebanyak 35 rumah.

  • 3.    Rendah dengan kriteria yaitu memiliki tambahan fungsi baru berupa perdagangan dan jasa, ruang tambahan terdiri dari 1 untuk toko, bentuk tampak depan rumah yang berubah dan pola ruang rumah berubah. Jumlah rumah dengan tinggkat perubahan tinggi sebanyak 30 rumah.

Pengujian Komponen Pariwisata yang Mempengaruhi Perubahan Fungsi Hunian di Desa Bungaya

  • a.    Penentuan Variabel X (bebas) dan Y (terikat)

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebasnya (X) adalah komponen pariwisata dengan parameter yang diamati adalah (X1) aksesibilitas, (X2) amenity, (X3) atraksi dan (X4) kelembagaan. Sedangkan variabel terikatnya (Y) yaitu perubahan fungsi hunian. Berikut skema variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y) yang dapat dilihat pada Gambar

  • b.    Hipotesis Penelitian

Diduga bahwa komponen pariwisata dengan parameter yang diamati adalah aksesibilitas, amenity, atraksi dan kelembagaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perubahan fungsi hunian, dimana perubahan fungsi hunian merupakan dampak yang terjadi setelah ditetapkannya Desa Bungaya sebagai desa wisata.

  • c.    Sampel Penelitian

Sampel diambil secara acak dengan menggunakan metode alokasi proporsional. Adapun jumlah sampel yang digunakan adalah 100 sampel dari jumlah populasi sebesar 140 rumah yang mengalami perubahan fungsi hunian.

  • d.    Uji F ( Uji Serempak)

Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel pada derajat kesalahan 5% dalam arti (α = 0.05). Apabila nilai Fhitung ≥ dari nilai Ftabel, maka berarti variabel bebasnya secara bersama-sama memberikan pengaruh yang bermakna terhadap variabel terikat atau hipotesis pertama sehingga dapat diterima. Analisis ini berperan untuk menguji signifikansi pengaruh aksebilitas, amenity, atraksi dan kelembagaan secara bersama-sama dengan menggunakan tingkat signifikan sebesar 0,05. Berikut adalah hasil pengaruh komponen terhadap perubahan fungsi hunian di Desa Bungaya yang dianalisis dalam analisis anova pada regresi ganda dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Pengaruh Komponen Pariwisata terhadap Perubahan Fungsi Hunian dalam Analisis Anova pada Regresi Ganda

Fhitung

Ftabel

Fhitung > Ftabel

28,178

28,178

28,178 > 2,467

Sig.hitung

Sig.tabel

Sig > 0,05

0,000a

0,05

0,000 > 0,05

Keterangan:

F     = Uji koefisien regresi secara bersama-sama

Sig.   = Signifikansi

Berdasarkan hasil analisa pada tabel diatas dapat disimpulkan :

  • a.    Penentuan FTabel pada signifikansi 0,05 dengan df 1 (jumlah variabel-1) = 4 dan df 2 (n-k-1) atau 100-4-1 (n adalah jumlah data dan k adalah jumlah variabel bebas). hasil yang diperoleh untuk FTabel sebesar 2,467 (Priyatno, 2009: 214-215).

  • b.    Dapat disimpulkan bahwa Fhitung > FTabel (28,178 > 2,467 ) dan signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak, maka komponen pariwisata berpengaruh signifikan terhadap perubahan fungsi hunian di Desa Bungaya

  • e.    Uji T ( Uji Parsial)

Pengujian dilakukan dengan membandingkan antara nilai thitung masing-masing variabel bebas dengan nilai ttabel dengan derajat kesalahan 5% dalam arti (α = 0.05). Apabila nilai

thitung ≥ ttabel, maka variabel bebasnya memberikan pengaruh bermakna terhadap variabel terikat. Berikut hasil pengaruh komponen pariwisata terhadap perubahan fungsi hunian dalam analisis koefisien pada regresi ganda dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Pengaruh Komponen Pariwisata terhadap Perubahan Fungsi Hunian dalam Analisis Koefisien pada Regresi Ganda

Faktor    Unstandardized      Standardized

t

Sig.

Coefficients          Coefficients

B       Std.            Beta

Error

Perubahan        -1,569     0,459

-3,422

0,001

fungsi hunian

Atraksi            0,868      0,112            0,565

7,757

0,000

Amenity           0,579     0,134           0,314

4,323

0,000

Aksesibilitas       0,184      0,117            0,117

1,578

0,118

kelembagaan      -0,080     0,080           -0,073

-1,002

0,319

Keterangan:

Faktor = Korelasi berganda

Unstandardized Coefficients     = nilai koefisien tidak terstandarisasi

B                            = Nilai Konstan

Std. Error                     = Nilai maksimum kesalahan

Standardized Coefficients        = nilai koefisien terstandarisasi

Beta                             = Nilai koefisien

t                                  = Uji signifikansi

Sig.                                = Signifikansi

  • f.    Pengujian koefisien variabel atraksi

Berikut adalah hasil dari analisis pada variabel atraksi :

  • a)    Penentuan tTabel pada singnifikansi 0,05/2 = 0,025 dengan derajat kebebasan df = (n-k-1) atau 100-4-1= 95 (n adalah jumlah data dan k adalah jumlah variabel bebas). hasil yang diperoleh untuk tTabel sebesar 1,985 (Priyatno, 2009: 212-213).

  • b)    thitung > tTabel (7,757 > 1,985 ) dan signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak.

Dapat disimpulkan bahwa atraksi sangat berpengaruh signifikan terhadap perubahan fungsi hunian di Desa Bungaya.

  • g.    Pengujian koefisien variabel amenity

Berikut adalah hasil dari analisis pada variabel amenity :

  • a)    Penentuan tTabel pada singnifikansi 0,05/2 = 0,025 dengan derajat kebebasan df = (n-k-1) atau 100-4-1= 95 (n adalah jumlah data dan k adalah jumlah variabel bebas). hasil yang diperoleh untuk tTabel sebesar 1,985 (Priyatno, 2009: 212-213).

  • b)    thitung > tTabel (4,323 > 1,985 ) dan signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak.

Dapat disimpulkan bahwa amenity sangat berpengaruh signifikan terhadap perubahan fungsi hunian di Desa Bungaya.

  • h.    Pengujian koefisien variabel aksesibilitas

Berikut adalah hasil dari analisis pada variabel aksebilitas :

  • a)    Penentuan tTabel pada singnifikansi 0,05/2 = 0,025 dengan derajat kebebasan df = (n-k-1) atau 100-4-1= 95 (n adalah jumlah data dan k adalah jumlah variabel bebas). hasil yang diperoleh untuk tTabel sebesar 1,985 (Priyatno, 2009: 212-213).

  • b)    thitung < tTabel (1,578 < 1,985 ) dan signifikansi > 0,05, maka Ho diterima.

Dapat disimpulkan bahwa aksesibilitas yang diberikan berpengaruh namun tidak signifikan terhadap perubahan fungsi hunian di Desa Bungaya.

  • i.    Pengujian koefisien variable kelembagaan

Berikut adalah hasil dari analisis pada variabel kelembagaan :

  • a)    Penentuan tTabel pada singnifikansi 0,05/2 = 0,025 dengan derajat kebebasan df = (n-k-1) atau 100-4-1= 95 (n adalah jumlah data dan k adalah jumlah variabel bebas). hasil yang diperoleh untuk tTabel sebesar 1,985 (Priyatno, 2009: 212-213).

  • b)    - thitung > - tTabel (-1,002 > -1,985) dan signifikansi > 0,05, maka Ho ditolak.

Dapat disimpulkan bahwa kelembagaan berpengaruh, namun tidak signifikan terhadap perubahan fungsi hunian di Desa Bungaya.

  • j.    Uji Penyimpangan Asumsi Klasik (multikolinearitas)

Uji multikolinearitas adalah untuk melihat ada atau tidaknya korelasi yang tinggi antara variabel-variabel bebas dalam suatu model regresi linear berganda. Jika ada korelasi yang tinggi di antara variabel-variabel bebasnya, maka hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikatnya menjadi terganggu. Sebagai ilustrasi, adalah model regresi dengan variabel bebasnya aksesibilitas, amenity, atraksi dan kelembagaan dan perubahan fungsi hunian dengan variabel terikatnya. Logika sederhananya adalah bahwa model tersebut untuk mencari pengaruh antara aksesibilitas, amenity, atraksi dan kelembagaan terhadap perubahan fungsi hunian. Jadi tidak boleh ada korelasi yang tinggi antara aksesibilitas dengan amenity, aksesibilitas dengan atraksi atau antara amenity dengan atraksi.Alat statistik yang sering dipergunakan untuk menguji gangguan multikolinearitas adalah dengan variance inflation factor (VIF). Berikut adalah rekapitulasi hasil uji multikolinearitas dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Uji Multikolinearitas

Variabel Terikat

Variabel Bebas

Nilai R Square (r2)

Atraksi

Amenity, Aksesibilitas, Kelembagaan

0,092

Amenity

Atraksi, Aksesibilitas, Kelembagaan

0,090

Aksesibilitas

Atraksi, Amenity, Kelembagaan

0,130

Kelembagaan

Atraksi, Amenity, Kelembagaan

0,093

Nilai R2

0,543

r2 merupakan nilai variabel bebas dengan koefisien determinasi individual dan (R2) merupakan nilai variabel bebas dengan determinasi secara serentak. Kriteria pengujian yaitu jika r2 > R2 maka terjadi multikolinearitas dan jika r2 < R2 maka tidak terjadi multikolinearitas.

Dapat disimpulkan bahwa bahwa nilai koefisien r2 yang diperoleh seluruhnya bernilai lebih kecil daripada nilai koefisien determinasi (R2) dengan penjelasan hasil pada Tabel. 6 yaitu :

Tabel 6. Rekapitulasi Hasil Uji Multikolinearitas

Variabel Terikat

Variabel Bebas

Nilai R

Square (r2)

Keterangan

Atraksi

Amenity, Aksesibilitas, Kelembagaan

0,092

0,092 < 0,543 maka tidak terjadi multikolinearitas antarvariabel bebas

Amenity

Atraksi, Aksesibilitas, Kelembagaan

0,090

0,090 < 0,543 maka tidak terjadi multikolinearitas antarvariabel bebas

Aksesibilitas

Atraksi, Amenity, Kelembagaan

0,130

0,130 < 0,543 maka tidak terjadi multikolinearitas antarvariabel bebas

Kelembagaan

Nilai R2

Atraksi, Amenity, Kelembagaan

0,543

0,093

0,093 < 0,543 maka tidak terjadi multikolinearitas antarvariabel bebas

Sedangkan nilai VIF yang didapat dalam analisis regresi ganda dalam Tabel. 7 sebagai berikut :

Tabel 7. Nilai Tolerance and Inflation Factor (VIF)

Faktor

Collinearity Statistics

Tolerance        VIF

Atraksi

0,908            1,101

Amenity

0,910            1,099

Aksesibilitas

0,870            1,149

Kelembagaan

0,907            1,102

Jika nilai Tolerance lebih kecil dari 0,10 maka artinya tidak terjadi multikolinearitas antarvariabel bebas dan apabila nilai Tolerance lebih besar dari 0,10 maka artinya terjadi multikolinearitas antarvariabel bebas. Jika Nilai VIF lebih kecil dari 10 maka artinya terjadi multikolinearitas antarvariabel bebas. Tabel. 8 menjelaskan nilai tolerance keempat variabel kurang dari 0,10 dan VIF lebih dari 10. maka, dapat disimpulkan yaitu :

Tabel 8. Nilai Tolerance and Inflation Factor (VIF)

Faktor

Tolerance

keterangan

VIF

Keterangan

Atraksi

0,908

Tidak terjadi multikolinearitas antarvariabel bebas

1,101

Tidak terjadi multikolinearitas antarvariabel bebas

Amenity

0,910

Tidak terjadi multikolinearitas antarvariabel bebas

1,099

Tidak terjadi multikolinearitas antarvariabel bebas

Aksesibilitas

0,870

Tidak terjadi multikolinearitas antarvariabel bebas

1,149

Tidak terjadi multikolinearitas antarvariabel bebas

Kelembagaan

0,907

Tidak terjadi multikolinearitas antarvariabel bebas

1,102

Tidak terjadi multikolinearitas antarvariabel bebas

Komponen Pariwisata yang Mempengaruhi Perubahan Fungsi Hunian di Desa Bungaya

Dari perhitungan sebelumnya dapat dilihat bahwa pada uji yang dilakukan (uji F), ditemukan bahwa pengaruh variabel bebas terhadap perubahan fungsi hunian di Desa Bungaya secara bersama-sama memiliki pengaruh yang sangat kuat dengan nilai Fhitung sebesar 28,178.

Temuan lainnya yang didapat pada penelitian ini yaitu meskipun beberapa atribut komponen pariwisata memiliki pengaruh yang besar terhadap perubahan fungsi hunian, tetapi bila dilihat dari nilai t di masing-masing faktor/komponen pariwisata (atraksi, amenity, aksesibilitas, kelembagaan) yang diteliti, parameter faktor atraksi yang memiliki nilai paling tinggi (7,757) dibandingkan pada parameter lainnya, sedangkan pada faktor lokasi nilai thitung yang didapat memiliki selisih sedikit sebesar 4,323 dengan faktor atraksi.

Nilai thitung tersebut menerangkan bahwa antara masing-masing faktor/parameter dengan perubahan fungsi hunian memiliki hubungan yang linear positif, kecuali pada kelembagaan (-1,002), dengan asumsi semakin tinggi kebutuhan terhadap beberapa faktor tersebut, maka semakin tinggi pula tingkat perubahan fungsi hunian terhadap komponen kelembagaan di Desa Bungaya.

Kesimpulan

Melihat data dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai pengaruh komponen pariwisata terhadap perubahan fungsi hunian.

  • 1.    Adapun pengaruh pariwisata di Desa Bungaya terhadap perubahan fungsi hunian di Desa Bungaya adalah :

  • a)    Terjadi perubahan fungsi hunian, sebanyak 89% dari jumlah total rumah. Perubahan rumah yang dulunya hanya sebagai hunian (tempat tinggal) menjadi ada fungsi tambahan sebagai tempat usaha. Terlihat adanya penambahan ruang untuk fungsi baru yaitu ruang sebagai toko atau tempat usaha dan ruang sebagai parkir atau menyimpan barang dagangan.

  • b)    Perubahan hanya terjadi pada zona nista dikarenakan zona utama merupakan zona suci yang terdiri sanggah sebagai tempat untuk beribadah dan zona madya dikarenakan terdapat aktivitas upacara agama di dalamnya. Peruntukan zona rumah ini mengikuti zona pola desa Bungaya yang terbentuk oleh arah orientasi setra dan Pura dalem, Banjar Desa, dan Pura puseh Desa serta Bale Agung yang mengarah ke utara yaitu Gunung Agung

  • c)    Masih ada beberapa rumah yang masih asli dengan kekhasan tradisional bali dan memiliki fungsi hunian. Dimana rumah tinggal menggunakan konsep Tri Mandala dimana tata ruang terbagi berdasarkan tiga zona peruntukan yaitu utama mandala, madya mandala dan utama mandala.

  • d)    Terdapat 3 kategori rumah yang mengalami perubahan fungsi hunian berdasarkan kriteria tingkat perubahan yang terjadi yaitu tinggi, sedang dan rendah. tingkat perubahan yang terjadi dilihat dari jumlah ruang tambahan fungsi baru, bentuk tampak depan rumah yang berubah, pola ruang rumah berubah dan material bahan pada ruang tambahan yang berbeda

  • 2.    Komponen pariwisata yang dominan mempengaruhi perubahan fungsi hunian di Desa Bungaya yaitu :

  • a)    Atraksi dengan nilai uji yaitu 7,757 dimana adanya tempat wisata serta atraksi wisata yang dekat dan melalui kawasan perumahan di desa wisata Bungaya, kegiatan warga seperti kerajinan menganyam bambu memberikan potensi warga untuk membuka tempat usaha dan merupakan komponen dominan yang sangat berpengaruh terhadap perubahan fungsi hunian

  • b)    Amenity dengan nilai uji yatu 4,323 dimana kebutuhan fasilitas pendukung wisata seprti toilet umum, rest area, toko kelontong, tempat makan dan tempat berjualan oleh- oleh dan merupakan komponen yang sangat berpengaruh terhadap perubahan fungsi hunian

  • c)    Aksesibilitas dengan nilai uji 1,578 dimana dekat dengan fasiitas transportasi dari perumahan di Desa Bungaya, Dilewati pelayanan transportasi pada perumahan di Desa Bungaya, Jarak tempuh dengan perumahan di Desa Bungaya yang dekat dengan lokasi wisata dan merupakan komponen yang berpengaruh namun tidak segnifikan terhadap perubahan fungsi hunian

  • d)    Kelembagaan dengan nilai uji -1,002 dimana kurang optimalnya penerapan dan pelaksanaan kelembagaan dan merupakan komponen yang berpengaruh namun tidak segnifikan terhadap perubahan fungsi hunian

Daftar Pustaka

Anonim. (2007). Dokumen RTRW Kabupaten Karangasem 2009-2029. Karangasem: Bappeda.

Anonim. (2007). Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009 Dokumen RTRW Kabupaten Karangasem 2009-2029. Denpasar: Bappeda.

Arikunto, S. (1993). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Bakti, T. Diana, Rakhmat Sumanjaya, dan Syahrir Hakim Nasution, (2010). Pengantar Ekonomi Makro, USU Press : Medan

Blaang, C.D. (1986). Perumahan dan Pemukiman Sebagai Dasar Kebutuhan Dasar.

Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Budihardjo, E. (1983). Menuju Arsitktur Indonesia. Bandung: Alumni.

Ching, F. D.K. (2000). Arsitektur: Bentuk, Ruang, Dan Tatanan. Jakarta: Erlangga.

Darjosanjoto, E.T.S. (2008). Penelitian Arsitektur Dibidang Perumahan Dan Permukiman. Surabaya: ITS Press.

Gunn, Clare. (2002). Tourism Planning, fourth edition: basics concept cases, routledge New York

Ghozali, Imam. (2001). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hadiwijoyo, Suryo Sakti. (2012). Perencanaan Pariwisata Perdesaan Berbasis Masyarakat;

Sebuah Pendekatan Konsep. Yogyakarta: Graha Ilmu

Inskeep, Edward. (1991), Tourism Planning: An Integrated and Sustainable Development Approach, Van Nostrand Reinhold, New York

Kuswartojo, T. Dkk. (2005). Perumahan Dan Permukiman Di Indonesia. Bandung: ITB.

Mangedaby, Eva Artney. (2017). Pengaruh Desa Wisata Kampung Batik Laweyan

Terhadap Fungsi Permukiman di Kelurahan Laweyan Kota Surakarta. Semarang : E. Jurnal Undip

Mclntosh, W., Goeldner, C. R., Ritchie, J. R. B.. (1995). Tourism: Principles, Practices, Philosophies, John Wiley & Sons, Inc., New York

Nasir, M. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia

Nyoman.S. Pendit. (2002). Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta : Pradya Paramita

Priyatno, D. (2009). 5 Jam Belajar Olah Data Dengan SPSS. Yogyakarta: C.V Andi Offset

Sastra.M, S. dan Marlina, E. (2006). Perencanaan Dan Manajemen Pengembangan

Perumahan. Yogyakarta: C.V Andi Offset

Surat Keputusan Bupati Karangsem No 94 Tahun 2004 tentang penetapan desa wisata Sukandarrumidi. (2004). Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Tarigan, T. (2005). Perencanaan Pembangunan Wilayah, Edisi Revisi. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Undang-Undang Kepariwisataan Indonesia Nomor 10 tahun 2009. Jakarta

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman. Jakarta

Ucapan Terima Kasih

Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena atas tuntunan dan rahmat-Nyalah tesis ini dapat terselesaikan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan untuk mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Terimakasih juga untuk seluruh keluarga yang selalu dorongan moril, materi, spiritual demi kelancaran penelitian. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh masyarakat Desa Bungaya dan instansi terkait yang telah mendukung dan memberikan informasi mengenai penelitian ini.

200

SPACE - VOLUME 5, NO. 2, OCTOBER 2018