PERKEMBANGAN KERUANGAN “KAMPUNG JAWA” DI KOTA TABANAN
on
RUANG
PERKEMBANGAN KERUANGAN
“KAMPUNG JAWA” DI KOTA TABANAN
Oleh: I Gusti Agus Yudha Dwipayana1
Abstract
Kampung Jawa is a high density settlement in Tabanan Regency. Historically, it is a settlement for migrants with no recorded history as to how it developed at the first place. It has expanded rapidly to form a banjar. Qualitative research was conducted to investigate temporal change in spatial formation concomitant upon the social restructuring that took place to create this densely populated neighbourhood. Data collection entailed the following steps: grand tour; site observation; interviews; social reconstruction; and dialogue between findings. This study suggests that within a period of 92 years (1921-2012) the population reached a number of 1,978 persons forming 512 family units, accommodated exclusively in Banjar Tunggal Sari. Physically, the banjar has developed their settlement sporadically. Nonetheless a strong Muslim community identity was gradually established. This settlement continues to grow in size along with its strong Muslim character, expressed in the construction of various Islamic facilities. These are either selffunded or financially assisted by Tabanan Local government and/or wider Muslim communities outside Kampung Jawa.
Keywords: KampungJawa, high density settlement, spatial development, Muslim community
Abstrak
Kampung Jawa merupakan salah satu perkampungan padat di Kabupaten Tabanan. Permukiman ini merupakan permukiman pendatang yang tidak dapat diidentifikasidimana dan mengapaterjadi permukiman tersebut. Perkembangan permukiman ini semakin pesat hingga membentuk banjar dan kini mulai meluas ke wilayah sekitarnya. Berdasarkan fenomena tersebut, perlu diketahui pola dan besaran perkembangan per periode waktu serta sistem kemasyarakatannya. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan proses penelitian menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia terkait permukiman padat penduduk. Adapun langkah penelitian yaitu grandtour, observasi, interview, rekonstruksi dan dialog. Dari hasil penelitian disimpulkan besaran perkembangan dalam periode 92 tahun (1921-2012) warga pendatang mampu membentuke banjar eksklusif bernama Banjar Tunggal Sari dengan jumlah penduduk 1.978 atau 512 KK. Pola perkembangan yang terjadi ialah pola perkembangan intensif sporadis didasarkan variabel berupa jumlah warga pendatang dan lokasi rumah tinggal yang diawali dengan munculnya elemen Muslim yang baru terbangun. Sistem kemasyarakatan dengan simpulan berawal dari sebuah kelompok permukiman, menjadi sebuah organisasi berbentuk yayasan, kemudian membentuk banjar eksklusif dengan kedudukan setara dengan banjar adat, yang kini mulai meluas hingga wilayah sekitarnya.
Kata kunci: Kampung Jawa, permukiman kepadatan tinggi, perkembangan keruangan, komunitas Muslim.
1
Pendahuluan
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan manusia. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung (kota dan desa) yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Layaknya permukiman di Indonesia yang berdasarkan keperaturan Direktorat Jenderal Cipta Karya dan tata kota, terdapat aturan kapasitas tingkat kepadatan yang layak huni, agar tercipta permukiman sehat dan berimbang. Salah satu permasalahan permukiman ini, terjadi pada permukiman Kampung Jawa, Tabanan.Permukiman Kampung Jawa saat ini memiliki tingkat kepadatan penduduk tinggi dan jarak antar rumah yang saling berdekatan. Berdasarkan hasil wawancara permukiman ini merupakan permukiman pendatang, yang apabila dilihat pada tahun sekarang, tidak dapat terindentifikasi "dimana" dan "mengapa" terjadi permukiman tersebut. Perkembangan permukiman ini semakin pesat hingga membentuk Banjar dan kini mulai meluas ke wilayah sekitarnya.
Berdasarkan fenomena tersebut, muncul permasalahan bagaimana perkembangan wilayah terkait pola dan besaran jumlah penduduk dan kecepatan perkembangan massa bangunan per periode waktu (time series) dengan tujuan hasil yaitu peta rekonstruksi dan tahapan perkembangan yang terjadi berdasarkan hasil wawancara. Bagaimana perkembangan sistem sosial dan kemasyarakatan yang dalam hal ini terkait dengan kepengaturan keruangan status kepemilikan lahan dan pengalih fungsian lahan. Sedangkan sosial dimaksudkan berkenaan dengan pengaturan organisasi, hubungan kekerabatan sosial yang menjadi daya tarik yang berpengaruh terhadap besaran ruang (spasial) yang terjadi pada wilayah penelitian.
Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif yaitu dengan proses penelitian dan pemahaman berdasarkan pada metodelogi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia terkait permukiman pendatang padat penduduk. Adapun langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan ialah grandtour dengan melihat langsung objek penelitian secara makro guna menemukan fenomena, observasi dengan melihat langsung objek secara mikro guna memperoleh tema-tema temuan, interview dengan cara wawancara langsung, rekonstruksi dengan menggabungkan hasil wawancara berupa temuan yang kemudian membentuk sebuah peta rekonstruksi, dialog dengan mengaitkan hasil wawancara dan teori yang didapat melalui studi literatur dengan simpulan temuan berupa pola perkembangan keruangan.
Perkembangan Fisik
Dalam perkembangannya, kampung jawa terdapat perkembangan fisik berupa perkembangan sejarah dan besaran ruang, tata zonasi, infrastruktur berupa jalan-jalan yang membentuk ruang serta bangunan-bangunan khusus sebagai faktor penarik imigran.
Substansi ini dibagi menjadi empat stadium yang dimana pada setiap stadium ditentukan berdasarkan kejadian atau proses terbentuk dan berkembangnya sebuah kelompok di Kampung Jawa. Perubahan tersebut meliputi dari cikal bakal Kampung Jawa yang berawal dari sebuah kelompok menjadi sebuah banjar ekslusif dan melakukan ekspansi ke wilayah sekitarnya yang disebut ‘kampung kodok’.
Perkembangan zonasi yang dimaksud berkenaan dengan zona-zona fungsi bangunan di Kampung Jawa, berdasarkan stadium perkembangan pertahun, dengan tujuan mengetahui kapan terjadi perkembangan dan pembentukan fungsi zona baru.Tata zonasi ini dibagi atas beberapa fungsi zona diantaranya zona pura, permukiman pribumi, permukiman pendatang, perdagangan, pendidikan, pendukung dan masjid, lihatTabel 1.2.
Perkembangan jalan yang dimaksud ialah berkenaan dengan jenis jalan organik maupun linier dan keberadaan jalan yang dibuat terlebih duhulu dari rumah warga pendatang ataupun sebaliknya, serta pihak-pihak yang terkait dalam pembuatannya. Sehingga korelasi perkembangan jalan akan mendapatkan hasil berupa pernyataan bahwa jalan yang terlebih dahulu dibuat atau perumahan warga, yang kemudian berkembang secara sporadis hingga dibuatkan jalan-jalan secara swadaya oleh pihak tertentu. Selanjutnya akan dijelaskan pada tabel 1.3 sebagai berikut.
Tabe PERKEMBANGAN SEJAR |
l 1.1 AH DAN BENTUK RUANG |
1. Sejarah dan Bentuk Ruang Stadium I (1880-1920) |
2. Sejarah dan Bentuk Ruang Stadium II (1921-1974) |
TanahPretsnggcPiFj Q ∕ J 7Ov w Z Z AZZ /S∕7/ Keterangan Gambar Wilayah Pura Wilayah Prakangge Puri Pada stadium I diwilayah penelitian mayoritas Hindu (homoetnis) yang diantaranya terdapat Puri Dangin, Jero Tambangan, Jero Kukuh dan Pura Dalem Sakenan. |
Keterangan Gambar Wilayah Penyebaran Wilayah Musholla Pada stadium II merupakan cikal bakal terbentuknya Kampung Jawa.Terdapat 5 keluarga yang ditempatkan acak di sepanjang jalan kamboja dan jalan kenyeri.Pada stadium ini juga dibangun fasilitas mushola. |
3. Sejarah dan Bentuk Ruang Stadium III (1975-2000) |
4. Sejarah dan Bentuk Ruang Stadium IV (2001-2015) |
Keterangan Gambar Wilayah Penyebaran Pendatang Wilayah Mesjid baru Pada stadium III merupakan puncak pelonjakan penduduk.Pada stadium ini juga dibangun fasilitas Masjid Agung, peralihan lahan baru, pembuatan jalan-jalan lingkungan dan mulai mengekspansi ke wilayah sekitarnya. |
Keterangan Gambar Wilayah Penyebaran Pendatang Wilayah Pribumi Pada stadium IV terjadi over population, yaitu kepadatan penduduk melewati ketersediaan lahan yang ada.Pada stadium ini terdapat kampung jawa baru yang bernama kampung kodok yang terletak pada arah barat daya. |




Tabel 1.2
PERKEMBANGAN TATA ZONASI
1. Tata Zonasi Stadium I (1880-1920)
2. Tata Zonasi Stadium II (1921-1974)
Keterangan Gambar

Pribumi

Pada stadium I terdapat 2 zona yaitu zona permukiman warga pribumi (prakangge puri) dan zona peribadatan (Pura Dalem Sakenan)
Pada stadium II terdapat 5 zonasi perkembangan yaitu zona permukiman pendatang, peribadatan mushola, pendidikan (pesantren), perdagangan, dan pemakaman (kuburan islam)
-
3. Tata Zonasi Stadium III (1975-2000)
-
4. Tata Zonasi Stadium IV (2001-2015)

islam, zona mesjid baru, zona publik (bale banjar), zona
penambahan permukiman baru.

Pada stadium IV merupakan stadium perkembangan dari permukiman yang ada. Pada stadium ini dibangun juga zona pendukung berupa kantor KUA.
Tabel 1.3
PERKEMBANGAN INFRASTRUKTUR JALAN
1. Infrasruktur Jalan Stadium I (1880-1920)
2. Infrasruktur Jalan Stadium II (1921-1974)


Pada stadium I terdapat beberapa jaringan jalan diantaranya jalan Gajah Mada, Kamboja, Belimbing, Melati dan jalan Durian dengan kualitas jalan tanah.
Pada stadium II terjadi bukaan jalan baru yaitu Jalan Kenyeri dan Gang III. Bukaan Jalan Kenyeri dan Gang III terjadi akibat penempatan musholla pada wilayah tersebut
-
3. Infrasruktur Jalan Stadium III (1975-2000)
-
4. Infrasruktur Jalan Stadium IV (2001-2015)

Pada stadium III terjadi 5 bukaan jalan baru di wilayah pemukiman belakang Masjid Agung, Tabanan.Beberapa bukaan jalan terjadi akibat banyaknya warga pendatang yang datang dan munculnya fasilitas pendukung.

Pada stadium IV merupakan titik kejenuhan perkembangan.Terjadi bukaan akses baru di belakang areal mesjid dekat dengan sungai.
Berawal dari mushola yang dibangun pada tahun 1930-an oleh kelima kepala keluarga dan bantuan tanah wakaf dari kerajaan tabanan, musholadipergunakan dalam kegiatan peribadatan keagamaan. Pada tahun 1971, tanah lokasi mushola dijual kepada seorang pedagang keturunan Cina, yang kemudian pada tahun bersamaan oleh warga kampung Jawamembeli sebidang tanah kosong milik warga Hindu Bali seluas 10 are di Jalan Kamboja.
Lahan tersebut selanjutnya dibangun secara bertahap menjadi masjid besar berlantai 3 dengan ruang sholat yang mampu menampung hingga kurang lebih 2000 orang.Adapun masjid tersebut adalah Mesjid Agung Tabanan.Sumber dana utama untuk pembelian tanah dan pendirian Masjid Agung ini berasal dari sumbangan suka rela komunitas muslim setempat, sumbangan dari pemerintah, dan bantuan dari komunitas keturunan Arab di kota Tabanan.Pada saat ini Masjid Agung merupakan pusat kegiatan peribadatanbagi 512 KK atau sekitar1.979 warga Banjar Tunggal Sari.
Pesantren An-Nur
Keistimewaan lainBanjar Tunggal Sari yaitu memiliki pesantren yang bernama Pesantren An-Nur berdiri sejak tahun 1973 hingga sekarang.Pesantren An-Nur mengalami pemugaran karena sosok bangunan yang tidak layak guna pakai. Pemugaran pesantren dilakukan pada tahun 2003 dengan bantuan dana swadaya masyarakat muslim di Kabupaten Tabanan. Pesantren An-Nur mampu menampung 83 orang siswa yang mayoritas beragama Islam dengan status pesantren (diakui).
Kuburan Muslim
Kuburan muslim berada dilingkungan banjar Tunggal Sari dikelola oleh sebuah organisasi muslim. Organisasi muslim ini terdiri dari orang-orang muslim yang khusus menangani masalah kematian yang bernama Fardhu Kifayah. Kuburan muslim ini bukan diperuntukkan untuk warga muslim banjar Tunggal Sari saja, melainkan seluruh warga muslim yang ada di kabupaten Tabanan, namun diharapkan memberi sebuah kontribusi ke yayasan fardhu kifayah.
Masjid 1972 - sekarang
Gambar 1. Masjid Agung
Gambar 2.Pesantren An-Nur
SD Islam
SD Islam merupakan alah satu bangunan khusus yang bergerak menangani masalah pindidikan dan bernaung dibawah SK Yayasan Marsuki yang dilegalisir oleh pihak pemerintah Kabupaten Tabanan. SD Islam berdiri pada tahun 1956 dengan nama SRI atau Sekolah Rendah Islam. Pada tahun 1960, SRI mulai berkembang dan membentuk organisasi baru yang bernama MII atau Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah. MII di Banjar Tunggal Sari banyak menarik perhatian terutama bagi warga muslim diluar Banjar Tunggal Sari. MII semakin berkembang hingga pada tahun 1980 berhasil membentuk sebuah sekolah dasar yang bernama SDI atau Sekolah Dasar Islam dengan fasilitas yang
memadai. Pada tahun sekarang SDI masih tersedia dengan jumlah siswa yang banyak dari berbagai warga muslim yang ada di Kota Tabanan.
Gambar 3.Kuburan Muslim
Gambar 4.SD Islam
Perkembangan Non Fisik
Pada awal berdirinya yaitu pada tahun 1921, permukiman kelompok warga pendatang yang disebut dengan kelompok kampong jawa terdiri dari lima KK, dengan sistem pengelolaan warga masih berada di bawah organisasi banjar setempat yang bernama banjar delod rurung.
Pada perkembangan berikutnya yaitu pada tahun 1940, komunitas warga pendatang ini membentuk suatu sistem organisasi kemasyarakatan yang bernama Yayasan Kampung Jawa yang terdiri dari 22 KK. Organisasi ini memiliki fungsi struktur organisasi yaitu Kepala Kampung yang berada di bawah kepengurusan Kelian Dinas Banjar Adat Delod Rurung.Seketaris yang membantu Kepala Kampung dalam kepengurusan administrasi dan registrasi Kampung Jawa.Bendahara yang membantu kepala kampung dalam kepengurusan keuangan Kampung Jawa.

Gambar 5.Organisasi kemasyarakatan Yayasan Kampung Jawa
Pada tahun 1975, dengan jumlah KK pada wilayah Kampung Jawa semakin meningkat hingga mencapai 400-an KK, organisasi komunitas warga pendatang ini berkembang dan mendapat hak kedudukannya sebagai banjar yang berada di bawah Kelurahan Desa Dauh Peken.
Ketua BPD
Kepala Desa (Perbekel)
K.D. Jambe Belodan
K.D. Tegal Baleran
K.D.Tegal Belodan
K.D. Dauh Phala
K.D.
Dukuh
K.D. Tunggal Sari
Gambar 6.Organisasi komunitas Kampung Jawa
Perkembangan secara internal yang terjadi dapat dilihat dari adanya perkembangan perangkat organisasi di dalamnya.Mulai dari organisasi sederhana yang bersifat persaudaraan dan kekeluargaan hingga berkembang menjadi organisasi majemuk yang terdiri dari koordinator, pihak pengelola, dan anggota. Nama dan model struktur organisasi ini pun dirancang mendekati karakter organisasi lokal masyarakat tradisional Bali, yaitu banjar adat. Organisasi ini juga telah berkembang hingga memiliki peran fungsional yang lebih kompleks, yaitu peran sosial, ekonomi, kependudukan, serta manajemen keruangan dan infrastruktur wilayah.
Gambar 7.Organisasi komunitas Kampung Jawa yang semakin kompleks dan majemuk
Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut telah dipresentasikan bahwa besaran perkembangan yang berawal pada tahun 1921 dengan jumlah 5 KK menjadi suatu banjar pada tahun 1975 dengan jumlah 461 KK, dan pada tahun 2001 mulai meluaskan wilayah perkembangan dan bangunan fasilitas muslim hingga kini berjumlah 512 KK dengan kesataaran Banjar Tunggal Sari yang sama dengan banjar lainnya di Desa Dauh Peken, Tabanan.Dengan kata lain dengan kurun waktu 55 tahun kelompok permukiman warga pendatang mampu berdiri sendiri menjadi sebuah banjar mandiri dengan pola perkembangan intensif sporadis. Kemudian dengan kurun waktu 75 tahun mampu meluaskan lahan ke wilayah sekitar dengan pola perkembangan yang yaitu menyebar acak yang kemudian merambat intensif pada daerah tersebut.Sedangkan manajemen keruangan yaitu status pengalih fungsi dan kepemilikan lahan, 80% adalah hak milik warga pendatang dan sisanya dengan status menyewa dan lahan hak guna pakai dari pihak pribumi dengan analisis pada bab sebelumnya.
Daftar Pustaka
Darmawan, E. (2009) Ruang Publik dalam Arsitektur Kota Semarang: Universitas Diponegoro.
Daldjoeni.(1992) Seluk Beluk Masyarakat KotaJakarta.
Handayani, F. (2003) Kajian Perkembangan Pola dan Struktur Ruang Kota Gede Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Handinoto (1999) Lingkungan ‘Pecinan’ dalam Tata Ruang Kota di Jawa pada Masa Kolonial Surabaya: Universitas Kristen Petra.
Hariyono, P. (2007) Sosiologi Kota untuk ArsitekJakarta.
Hermawan, A. (2010) Stagnasi Perkembangan Permukiman Studi Kasus Kawasan Siap Bangun di Kecamatan Maja Kabupatem Lebak Banten, Tesis Semarang: Universitas Diponegoro.
Kurniati, E. (2010) Perkembangan Struktur Ruang Kota Semarang Periode 1960-2007 Surakarta: Universitas Muhammadiyah.
Nurama, IGMA. (2005-2006) Profil Pembangunan Desa Dauh Peken Tabanan: Perbekel Desa Dauh Peken Tabanan.
Shirvani, H. (1985) The Urban Design Proses New York: Van Nostrand Reinhold.
Surtiani, E.E. (2006) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terciptanya Kawasan Permukiman Kumuh di Kawasan Pusat Kota Studi Kasus: Kawasan Pancuran, Salatiga,Tesis Semarang: Universitas Diponegoro
Suwarno, N. (2000) Tipologi Spasial Permukiman Transmigrasi Spontan di Desa Tolai Kecamatan Sausu Kabupaten Donggala Propinsi Sulawesi Tengah Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Wongso, T. (2001) Perkembangan Pola Ruang Kota Bukit Tinggi dari Kotojolang Ke Kotamadya, Tesis.
Yunus, H.S. (2006) Megapolitan Yogyakarta.
52
SPACE - VOLUME 3, NO. 1, APRIL 2016
Discussion and feedback