PUSTAKA VOL. XXII, NO. 1 • 19 – 25

P-ISSN : 2528-7508

E-ISSN : 2528-7516

Analisis Tindak Tutur Wabi Hyougen 詫び表現 (Meminta Maaf) dalam Drama Tennou No Ryouriban (天皇の料理版) Suatu Tinjauan Pragmatik

Adnan Saputra, S. S, Kasmawati, S.S., M.Hum, Taqdir,S.Pd.,M.Hum

Universitas Hasanuddin [email protected]; k[email protected]; [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan variasi-variasi tindak tutur meminta maaf apa saja yang terdapat dalam drama Tennou no Ryouriban (天皇の料理版) dan faktor-faktor apa saja yang memengaruhi seorang penutur dalam memilih variasi tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan memanfaatkan data-data tuturan yang diperoleh dalam drama yang dikaji. Data yang diperoleh kemudian diklasifikasi berdasarkan variasinya lalu dianalisis faktor-faktor apa saja yang memengaruhi pemilihan variasi tuturan-tuturan tersebut. Dari hasil penelitian, ditemukan tiga ragam tuturan meminta maaf dalam drama Tennou no Ryouriban yaitu sumimasen, gomennasai dan moushiwake arimasen dengan jumlah 18 data tuturan. Sementara itu, ditemukan empat faktor-faktor yang paling memengaruhi seorang penutur dalam memilih tuturan-tuturan tersebut yaitu ningen kankei atau hubungan antar manusia, tachiba–yakuwari atau posisi dan peranan, ba a tau latar belakang, serta katachi atau wujud penyampaian

Kata kunci: Wabi hyougen, Kesantunan, Tindak Tutur, Pragmatik

Pendahuluan

Kesantunan berbahasa adalah kesaksian dalam menunjukkan perhatian terhadap seorang mitra tutur. Kesantunan tersebut dapat termanifestasikan dalam wujud perilaku, maupun dalam bentuk cara-cara kebahasaan, seperti saat seorang penutur hendak menghaturkan permohonan maafnya.

Meminta maaf adalah suatu tindak tutur yang sering diucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tuturan tersebut lazimnya dihaturkan apabila seorang penutur melakukan kesalahan terhadap mitra tuturnya. Bergman dan Kasper (2010: 146) sebagaimana dikutip oleh Juana (2014: 9) mengatakan bahwa meminta maaf merupakan tindakan yang dilakukan seorang penutur sebagai bayaran atas kesalahan yang dia lakukan terhadap seorang petutur.

Kesantunan tindak tutur meminta maaf begitu beragam. Keberagaman tersebut disebabkan oleh kaitan yang erat antara bahasa dan budaya masyarakat di mana bahasa tersebut digunakan, seperti dikemukakan Suryadi dalam makalahnya yang berjudul Hubungan Antara Bahasa dan Budaya (2009), bahwa bahasa adalah produk kebudayaan dari pengguna sebuah bahasa. Senada dengan itu, Makino Seiichi dalam Sheddy (2013: 228) juga mengatakan bahwa penggunaan

tuturan kesantunan dalam berbahasa sangat erat kaitannya dengan budaya masyarakat bersangkutan, sebagai contoh adalah tuturan meminta maaf dalam bahasa Jepang.

Meminta maaf dalam bahasa Jepang disebut Wabi Hyougen (侘び表現.) Dalam jurnalnya yang berjudul Sumimasen and Gomennasai: Beyond Apologetic Functions In Japanese (2013: 3), Roxana Sandu berkata bahwa tuturan meminta maaf yang digunakan oleh orang Jepang dalam kehidupan sehari-hari begitu beragam. Tuturan tersebut di antaranya adalah すみません sumimasen, しつれいします shitsureishimasu, わるい warui, ごめんなさい gomennasai, dan 申し訳ありませんmoushiwake arimasen.

Saifudin (2014: 46-47) sebagaimana dikutip oleh Wahyuning (2015- 2) menuturkan bahwa ketika orang Jepang hendak mengungkapkan suatu permohonan maaf, mereka akan berhati-hati dalam memilih kata yang tepat, kata yang dapat mewakili perasaan dan maksud mereka, serta dapat dimaknai oleh mitra tutur tanpa menyinggung perasaannya. Saifuddin juga mengatakan bahwa ungkapan permohonan maaf sangatlah penting dan menentukan keberhasilan sebuah komunikasi, karena dalam sebuah komunikasi, hampir selalu terjadi kesalahan, baik

kesalahan bertutur maupun kesalahan bertindak sehingga setiap pengguna bahasa perlu memperhatikan perihal tersebut, karena apabila tidak, maka pengguna bahasa tersebut bisa saja mengalami kesalahan bertutur seperti yang dialami oleh Riza Perdana Kusuma saat mengungkapkan permohonan maaf dalam bahasa Jepang.

Dalam novelnya yang berjudul Cahaya di Negeri Sakura, Riza Perdana Kusuma menceritakan berbagai pengalaman culture shock yang dia alami selama bertugas di Jepang. Satu di antaranya adalah saat dia menabrak mobil seorang warga Jepang secara tidak sengaja. Riza bercerita bahwa dia berulang kali menghaturkan permohonan maaf, akan tetapi nada suara orang Jepang tersebut semakin meninggi saja. Bahkan, raut wajah orang Jepang tersebut semakin memerah mendengar Riza memohon maaf dengan ucapan すみません sumimasen. Riza pun semakin bingung dan akhirnya meminta bantuan seorang teman yang bernama Yuta.

Setelah menelponnya, Yuta pun datang dan membantu Riza menyelesaikan masalah tersebut. Yuta memberitahu bahwa orang Jepang tersebut semakin marah karena ungkapan permohonan maaf yang dihaturkan oleh Riza tidaklah tepat. Riza seharusnya menggunakan tuturan yang lebih sopan untuk menunjukkan kesungguhan permohonan maafnya terhadap orang Jepang tersebut.

Dari pengalaman Riza di atas kita dapat melihat bahwa orang Jepang sangat menaruh perhatian dan menghendaki penggunaan kesantunan dalam berbahasa, khususnya saat mengungkapkan permohonan maaf, di mana Riza "menganggap" bahwa dirinya telah menghaturkan permohonan maaf dengan mengucapkan すみま せん sumimasen, akan tetapi bagi orang Jepang tersebut, ungkapan itu belum menunjukkan kesungguhan Riza dalam memohon maaf. Bagi orang Jepang tersebut, Riza seharusnya memilih variasi ungkapan memohon maaf yang jauh lebih sopan.

Berdasarkan penjabaran tersebut, kita dapat memahami bahwa ketika kita hendak menghaturkan permohonan maaf dalam bahasa Jepang, kita tidak semata-mata memilih suatu variasi tuturan meminta maaf tertentu, akan tetapi kita harus menggunakan suatu variasi tuturan meminta maaf yang sesuai dengan konteks komunikasi yang sedang berlangsung.

Dari permasalahan tersebut, penulis tertarik meneliti lebih lanjut tentang tindak tutur meminta maaf dalam bahasa Jepang. Penulis hendak mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi seorang penutur dalam memilih suatu variasi tuturan meminta maaf dalam bahasa Jepang, seperti yang dihendaki oleh orang Jepang dalam kasus Riza di atas, agar kita sebagai pembelajar bahasa Jepang dapat menggunakan variasi tuturan meminta maaf tersebut dengan tepat dan mengetahui kapan dan bagaimana variasi-variasi tuturan meminta maaf tersebut digunakan karena variasi-variasi tuturan meminta maaf tersebut juga penulis temukan dalam berbagai drama dan atau film-film Jepang, seperti dalam drama Tennou no Ryouriban (天皇の料理 版) yang salah satu contoh tuturannya adalah sebagai berikut.

とくぞ : わしはのくぞです。わしはアホ でした。アホでした。最高 地球 にアホで、申し訳ありませんで した。

Tokuzo Washi wa Nokuzo desu. Washi wa aho deshita. Aho deshita. Saikou chikyuu ni aho de, moushiwake arimasen deshita.

“Saya adalah Nokuzo. Saya orang yang bodoh. Orang terbodoh di dunia ini. Saya benar-benar memohon maaf.”

うさみ : なにするんだ。

Usami nanisurunda

“Apa yang kau lakukan?”

(Tennou no Ryouriban Episode 2, 45:53 – 46:32)

Data tuturan di atas terdapat di dalam percakapan tokoh Tokuzo dan Usami yang berlangsung di dapur kedutaan. Saat itu, Tokuzo masuk ke dapur dari balik pintu utama mendekati Usami yang sedang mengasa pisaunya dan mengucapkan 申し訳ありませんでした moushiwake arimasen deshita, yang berarti “Saya benar-benar memohon maaf”, tuturan yang digunakan saat hendak menghaturkan permohonan maaf yang sedalam-dalamnya dalam situasi yang dominan formal, yang ditujukan kepada atasan, seseorang yang memiliki derajat yang lebih daripada kita, maupun kepada seseorang yang

berusia lebih tua dari kita (Izuru, Shinmura. 1976. Koujien Edisi Kedua. Tokyo: Iwanami Shouten.)

Tuturan tersebut dihaturkan oleh Tokuzo sebagai permohonan maaf yang mendalam karena dia telah mengambil buku resep masakan milik Usami tanpa seizinnya. Bahkan, Tokuzo nekad memecahkan kaca jendela ruangan Usami demi meraih buku tersebut. Hal ini dia lakukan sebagai bentuk kekecewaan karena hanya dipekerjakan sebagai pencuci piring belaka, sementara dia hendak segera mahir dalam dunia masak-memasak seperti koki kedutaan yang lain dan sebagaimana yang dia damba. Akan tetapi, pihak dapur kedutaan tidak memberikan pengajaran sekali pun dan dalam bentuk apapun.

Dari percakapan tersebut terlihat bahwa ada beberapa faktor yang mendorong tokoh Tokuzo dalam mengucapkan tuturan申し訳ありません でした moushiwake arimasen deshita tersebut. Pertama, posisi dan peranan, di mana Tokuzo adalah bawahan di dapur kedutaan yang berposisi sebagai pencuci piring, sedang Usami adalah atasan Tokuzo yang berposisi sebagai Kepala Dapur Kedutaan. Kedua, pikiran dan maksud hati, di mana Tokuzo merasa telah melakukan hal yang tak pantas, begitu tercela lagi tergolong kesalahan yang besar sehingga dia hendak menunjukkan kesunggguhan permohonan maafnya tersebut dengan tuturan yang sesuai lagi merefresentasikan maksud hatinya. Ketiga, wujud penyampaian, di mana tuturan yang digunakan oleh Tokuzo adalah 申し訳ありませんでしたmoushiwake arimasen deshita yang merupakan ragam merendah (kenjougo) dan sopan (teineigo). Selain itu, Tokuzo juga menundukkan kepala hingga sejajar dengan pinggangnya untuk menyampaikan kesungguhan permohonan maafnya tersebut.

Dari fenomena tersebut penulis memilih drama Tennou no Ryouriban (天皇の料理版) sebagai objek dengan dua alasan. Pertama, karena drama tersebut merupakan drama yang populer, edukatif dan memenangkan enam penghargaan pada The 85th Television Drama Academy Award, menjuarai The 8th International Drama Festival in Tokyo 2015, serta mendapatkan penghargaan dalam The 24th Hashida Awards 2016. Kedua, karena drama ini mencakup variasi tindak tutur meminta maaf yang beragam yakni terdapat 18 data tuturan dari 3 variasi tuturan sehingga penulis tertarik untuk menganalisis tindak tutur meminta maaf dalam bahasa Jepang dengan judul Analisis Tindak Tutur Meminta Maaf dalam Drama

Tennou no Ryouriban (天皇の料理版) Suatu Kajian Pragmatik.

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam karya tulis ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan tujuan mencari data mengenai percakapan-percakapan yang mengandung tindak tutur meminta maaf dalam drama Tennou no Ryouriban.

Dalam Muhammad (2010: 30), Bogdan dan Taylor (1975: 5) mengatakan bahwa metode penelitian kualitatif deskriptif adalah metode yang meghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Selanjutnya, Berg (2007: 3) sebagaimana dikutip oleh Djam’an (2010: 12) mengatakan bahwa penelitian kualitatif deskriptif adalah penelitian yang berkaitan tentang makna, konsep-konsep, definisi-definisi, karakteristik, metaphor-metafor, simbol dan deskripsi suatu benda.

Hasil dan Pembahasan

Dalam bahasa Jepang terdapat begitu banyak ragam meminta maaf. Ragam meminta maaf yang ditemukan di dalam penelitian ini berjumlah 3 buah ragam dari 18 data tuturan. Ragam-ragam tuturan meminta maaf ini – sebagaimana yang ditemukan di dalam penelitian – memiliki faktor-faktor pemilihan yang berbeda yang ditinjau dari berbagai aspek.

  • 1.    Moushiwake Gozaimasen申し訳ございませ ん

Moushiwake Gozaimasen申し訳ございませ ん adalah tuturan yang digunakan saat kita hendak menghaturkan permohonan maaf yang sedalam-dalamnya dalam situasi yang formal, yang ditujukan kepada atasan, kepada seseorang yang memiliki derajat yang lebih tinggi daripada kita, atau kepada seseorang yang berusia lebih tua dari kita (Izuru, Shinmura. 1976. Koujien Edisi Kedua. Tokyo: Iwanami Shouten).

L⅛^6 : .≥<^⅛^O^⅛}i⅛

来、許されることではあり ません。厳しい処置が出る

事は本人も覚悟している事 ^S^⅛To

Shutaro : Tokuzo san no yatta koto wa mirai, yurusareru koto wa arimasen. Kibishii kochi ga dekirukoto wa honnin mo kakugoshiteiru koto to omoimasu.

“Bisa dibilang, apa yang dilakukan Tokuzo sungguh tak termanfaatkan. Aku percaya dia sudah mempersiapkan diri untuk menerima hukuman yang berat.”

お父さん : 全て、おおさんの判断に任 せたいと思っています。本 当に申し訳ありませんでし た。

Otousan : Subete, oosan no handan ni makasetai to omotteimasu. Hontouni        moushiwake

arimasen deshita.

“Semua keputusan ada di tangan anda. Kami sungguh meminta maaf.”

(Tennou no Ryouriban Episode 1, 1:09:00 – 1:09.58)

Data tuturan di atas terdapat dalam percakapan tokoh Shuzo, ayah Tokuzo dan Takahama, mertua Tokuzo, yang berlangsung di rumah Takahama. Saat itu, Shuzo sedang mengantarkan surat anaknya, Shutaro, yang mengabarkan bahwa Tokuzo, adiknya, tinggal bersamanya di Tokyo. Lalu, surat itu pun diberikan kepada Takahama.

Melihat respon Takahama membaca surat tersebut, ayah Tokuzo pun memohon maaf atas perilaku anaknya yang meninggalkan istri dan keluarga tanpa sepatah kata demi menekuni dunia masak-memasak di Tokyo. Oleh karena itu, Shuzo pun memohon maaf dengan mengucapkan 本当に 申し訳ありませんでしたhontouni moushiwake arimasen deshita, tuturan yang digunakan saat kita hendak menghaturkan permohonan maaf yang sedalam-dalamnya dalam situasi yang formal, yang ditujukan kepada atasan, kepada seseorang yang memiliki derajat yang lebih tinggi daripada kita, atau kepada seseorang yang berusia lebih tua dari kita (Izuru, Shinmura. 1976. Koujien Edisi Kedua. Tokyo: Iwanami Shouten) seraya

membungkukkan badan hingga kepalanya hampir menyentuh lantai rumah Takahama.

Dari data tersebut, penulis melihat bahwa terdapat beberapa faktor yang memengaruhi tokoh Shuzo dalam mengucapkan tuturan 本当に申し 訳ありませんでした hontouni moushiwake arimasen deshita. Pertama adalah hubungan antar manusia, di mana Shuzo adalah ayah kandung Tokuzo, sedang Takahama adalah mertua Tokuzo. Kedua adalah latar belakang, di mana tuturan tersebut diucapkan Shuzo saat mengantarkan surat yang berisi informasi keberadaan Tokuzo dan dengan maksud memohon maaf atas apa yang telah dilakukan oleh anaknya. Ketiga adalah pikiran dan maksud hati, di mana Shuzo menyadari bahwa apa yang telah dilakukan oleh Tokuzo merupakan sebuah kesalahan besar yang tidak hanya mencoreng nama baik keluarga, tetapi juga menyisahkan kesedihan bagi sang istri dan keluarganya. Keempat adalah wujud penyampaian, di mana tuturan yang digunakan oleh Shuzo adalah 本当に申し訳ありませんでした hontouni moushiwake arimasen deshita yang merupakan ragam merendah (kenjougo) dan sopan (teineigo). Selain itu, Shuzo juga menundukkan kepalanya hingga hampir menyentuh lantai rumah Takahama untuk menunjukkan kesungguhan permohonan maafnya.

Hal ini senada dengan pendapat Kabaya Hiroshi yang mengatakan bahwa teradapat beberapa faktor yang memengaruhi seorang penutur dalam memilih suatu tuturan sopan tertentu, di antaranya adalah ningen kankei(人間 関係)atau hubungan antar manusia, ba(場) atau latar belakang, nakami(中身)atau isi pikiran dan maksud hati, serta katachi(形)atau wujud penyampaian.

  • 2.    Sumimasen すみません

Sumimasen すみません adalah tuturan yang digunakan saat hendak menghaturkan permohonan maaf dalam situasi yang dominan formal, yang ditujukan kepada kolega, kerabat kerja, orang yang baru dikenal, atasan di kantor, maupun kepada seseorang yang berusia lebih tua dari kita atas kesalahan yang cukup besar yang kita lakukan (Izuru, Shinmura. 1976. Koujien Edisi Kedua. Tokyo: Iwanami Shouten).

^^⅛⅛ : T^⅛ ≡≡TS≡⅛≡^τ ^^^o

Takahama : Zutto rentai de ryouri o

narattetanka.

“Selama ini kau belajar di resimen?”

とくぞ :

すみません

Tokuzo :

Sumimasen “Maafkan saya”

たかはま :

とりあえず、明日からみせ 中の仕事を やって。よそ出 たら、あかんでの。

Takahama :

Toriaezu, ashitakara mise no naka no shigoto wo yatte. Yoso detara, akandeno.

“Mulai besok kau bekerja di toko. Jangan keluar.”

Tennou no Ryouriban Episode 1, 51:03 – 51:15)

Data tuturan di atas dihaturkan oleh tokoh Tokuzo ketika berbicara dengan Takahama. Saat itu, Takahama telah mengetahui bahwa dalam dua bulan terakhir Tokuzo tidak menjalankan tugas yang dia amanahi kepadanya. Bahkan, Tokuzo hanya menghabiskan waktu dengan belajar dan menggeluti dunia masa-memasak di sebuah resimen. Mendengar penuturan mertuanya, Tokuzo pun memohon maaf dengan mengucapkan すみません sumimasen, tuturan yang digunakan saat hendak menghaturkan permohonan maaf dalam situasi yang dominan formal, yang ditujukan kepada kolega, kerabat kerja, orang yang baru dikenal, atasan di kantor, maupun kepada seseorang yang berusia lebih tua dari kita atas kesalahan yang cukup besar yang kita lakukan (Izuru, Shinmura. 1976. Koujien Edisi Kedua. Tokyo: Iwanami Shouten).

Dari data tersebut, penulis melihat bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan tokoh Tokuzo mengucapkan tuturan すみません sumimasen. Pertama adalah hubungan antar manusia, di mana Tokuzo adalah menantu, sedang Takahama adalah mertua dari Tokuzo. Kedua adalah pikiran dan maksud hati, di mana Tokuzo sungguh menyadari bahwa dia telah melakukan sebuah kesalahan terhadap mertuanya karena tidak melaksanakan tugas yang diamanahkan kepadanya. Ketiga adalah wujud penyampaian, di mana tuturan yang digunakan oleh Tokuzo adalah すみ ません sumimasen yang merupakan ragam

tuturan sopan atau teineigo untuk menyampaikan permohonan maafnya.

Hal ini sejalan dengan pendapat Kabaya Hiroshi yang menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang memengaruhi seorang penutur dalam memilih suatu tuturan tertentu. Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah ningen kankei(人間関係)atau hubungan antar manusia, nakami(中身)atau isi pikiran dan maksud hati, serta katachi(形)atau wujud penyampaian.

  • 3.    Gomennasaiごめんなさい

Gomennasai ごめんなさい merupakan tuturan yang digunakan saat kita ingin menghaturkan permohonan maaf kepada seseorang yang memiliki hubungan yang dekat dengan kita. Tuturan ini umumnya diucapkan oleh seorang wanita (Thi Nguyen:2015:3).

プランスイ :お母さんが死ぬ時約束した のは‘私歌手になるよ’。 いつか オリンピア劇場で立 つよって。私にも誓った人 がいるら。ごめんなさい。 ちょっと嘘かも本当は無だ って諦めたの。けど、昨日 そこ歌って、欲が出たの。 やっぱり夢を追かけたいっ て。

Francoise


Okaasan ga shinetoki, yakushitano wa Watashi, kashu ninaruyo.Istuka orinpia gekijou de tatsuyotte. Watashini mo chikatta hito ga irukara. Gomennasai chotto usokamo. Hontou wa muda datte akirametano. Kedo, kinou soko de utatte, yoku ga detano. Yappari yume o oikaketaitte.\

“Saat ibuku tiada, aku berjanji padanya bahwa aku akan jadi seorang penyanyi. Bahwa suatu hari nanti, aku akan menyanyi di panggung L’Olympia. Aku juga berjanji pada seseorang. Maafkan aku. Mungkin itu tak sepenuhnya benar. Yang benar adalah bahwa aku merasa itu tidak mungkin dan sudah menyerah. Akan tetapi, seusai menyanyi

プランスイ

Francoise


tadi malam, aku menjadi seorang serakah. Aku juga ingin mengejar mimpiku.”

とくぞ  : フランスイ、わし分かった

としか言えんわ。

Tokuzo     Furansui,              washi

wakattatoshika ienwa. “Francoise, aku hanya bisa bilang bahwa aku mengerti.”

とくぞ、ごめんなさい。ご めんなさい。

Tokuzo,          gomennasai.

Gomennasai.

Tokuzo,   maafkan aku.

Maafkan aku.

(Tennou no Ryouriban Episode 2, 45:53 – 46:32)

Data tuturan di atas terdapat dalam percakapan tokoh Tokuzo dan Francoise yang berlangsung di ruang makan rumah mereka. Saat itu, Tokuzo bertanya kepada Francoise tentang janji yang dia ikrarkan untuk menyertai Tokuzo kembali ke Jepang. Akan tetapi, Francoise tidak dapat memenuhi janjinya. Oleh karena itu, dia pun memohon maaf dengan mengucapkan ごめんな さい gomennasai yang berarti maafkan saya” (岩波書店広辞苑 第五版 1998 ).

Dari data tersebut, penulis melihat bahwa terdapat beberapa faktor yang memengaruhi Francoise dalam mengucapkan tuturanごめんな さいgomennasai. Pertama adalah hubungan antar manusia, di mana Francoise dan Tokuzo adalah sepasang kekasih, yang memiliki hubungan yang sangat dekat. Oleh karena itu, tuturan yang digunakan oleh Francoise adalahごめんなさい gomennasai, yang merupakan tuturan yang digunakan saat kita ingin menghaturkan permohonan maaf kepada seseorang yang memiliki hubungan yang dekat dengan kita. Tuturan ini umumnya diucapkan oleh seorang wanita (Thi Nguyen:2015:3). Kedua adalah pikiran dan maksud hati, di mana Francoise menyadari bahwa apa yang telah dia lakukan menimbulkan luka di hati Tokuzo. Ketiga adalah wujud penyampaian, di mana Francoise mengulang-ulang tuturan tersebut untuk menegaskan permohonan maafnya.

Hal ini sejalan dengan pendapat Kabaya Hiroshi yang menyatakan bahwa di antara faktor yang mendorong seorang petutur dalam memilih sebuah tuturan adalah ningen kankei(人間関係) atau hubungan antar manusia, nakami (中身) atau isi pikiran dan maksud hati serta katachi(形) atau wujud penyampaian.

Simpulan

Berdasarkan penjabaran di atas, penulis menyimpulkan bahwa terdapat tiga variasi ungkapan wabi hyougen 侘び表現 (meminta maaf) yang digunakan dalam drama Tennou no Ryouriban (天皇の料理版). Variasi-variasi tersebut adalah ごめんなさい、すみません、 dan 申し訳ありません beserta turunan-turunannya.

Namun, sebagaimana telah dipaparkan di awal, bahwa meskipun variasi-variasi tersebut memiliki arti yang sama, yakni “saya memohon maaf”, namun variasi-variasi tersebut memiliki makna yang berbeda-beda. Perbedaan makna dan penggunaan variasi inilah yang sangat perlu untuk diketahui oleh seluruh pembelajar bahasa Jepang, sehingga kita dapat memilih dan menggunakan tuturan yang benar sesuai dengan situasi dan kondisi pertuturan.

Penulis sangat menyadari bahwa karya tulis ini tentu tiada luput dari kata kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh karena itu, segala bentuk saran, kritik-kontra produktif dan segala bentuk masukan untuk perbaikan karya tulis ini, sangat penulis nantikan.

Selain itu, penulis juga berharap bahwa semoga di suatu hari nanti terdapat seorang penulis yang hendak meneliti tindak tutur wabi hyougen侘び表現 (meminta maaf) ini lebih lanjut dan lebih komprehensif lagi.

Daftar Pustaka

Beckwith, Seonaid. 2008. The Development of

Apologies in The Japanese L2 of Adult English Native Speakers. BISAL3, 1-26

Chin, Chou.2008.

Dase, Trinatalia. 2012. Tindak Tutur Meminta

Maaf (Wabi Hyougen) Dalam Drama Mother Karya Sakamoto Yuuji Skripsi. Program Sarjan UniversitasHasanuddin. Makassar.

Diana Kartika. 2019. Analysis of apologies speech act in Japanese and English:Contrasive Pragmatics.   Humanities and Social

Sciences Reviews. 7(5): 1-10.

Drama Tennou no youriban

Kusuma, RP. (2017). Cahaya di Tirai Sakura. Jakarta: Gramedia

N. Tjandra, Sheddy. (2013). Sintaksis Jepang. Jakarta: Binus Media & Publishing

Osamu, Mizutani. 1983. Hanashi Kotoba no Hyougen. Tokyo. Chikuma Shobo

Roxana Sendu. 2013. Sumimasen and Gomennasai:     Beyond Apologetic

FunctionsIn Japanese. Pragmatics. 23(4): 3-5

Sutedi, Dedi. (2014). Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora

Tarmini, Wini dan Imam Safii. 2018. Kesantunan Berbahasa Civitas Akademika UHAMKA:

Kajian Sosio-Pragmatiki. Jurnal IMAJERI. 1 (1): 3

Thi, Nguyen. 2015. A Comparative Study About Apology Representation in Drama of Japan From Vietnamenese Native Speakers’ The Point View. 25-3

Wahyuning Dyah. 2015. Permohonan Maaf Dalam Film Ichi Rittoru No Namida: Kajian Kesantunan Berbahasa. Jurnal Sosial dan Humaniora. 2(5): 3-4

Wulandary, Desy. 2016. Analisis Kontrasif Strategi Tindak Tutur Meminta Maaf Bahasa Jepang dan Bahasa Indonesia (Dalam Film Jepang dan FilmIndonesia) Tesis. Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Zaenal, E. Arifin. 2018. Beragam Tuturan dalam Pembicaraan Sehari-Hari: Suatu Tinjauan Etnografi Komunikasi. Jurnal Pujangga. 4(1): 11

25