Merajut Kebinekaan Melalui Program “Sadhar Nama” di Sekolah
on
PUSTAKA VOL. XX, NO. 1 • 27 – 30
P-ISSN : 2528-7508
E-ISSN : 2528-7516
MERAJUT KEBINEKAAN MELALUI PROGRAM “SADHAR NAMA” DI SEKOLAH
I Nyoman Tingkat
Kepala SMA Negeri 1 Kuta Selatan
Email : tingkat66@yahoo.com
Abstract
There are a lot of negative issues in Indonesia these last few years which appear in printed media, electronic devices, or even in cyberspace. Issues related to intolerance, radicalism, and child abduction are always there. These issues become more widespeard in the lead up to the political year. Moreover, high school students took part in a demonstration without understanding what substance was being fought. Indonesia seems insecure and uncomfortable in the mass media. Schools should not be silent to face this condition. Schools should appear to educate (enlighten and educate) all educational society so as not to get caught up in issues that spread hatred to divide the unity and integrity of the nation. To respond this condition, SMA N 1 Kuta Selatan develops a program called “Sadhar Nama”. It is an acronym of Buka Puasa bersama (breaking the fast together), Dharma Shanti bersama (one of series to celebrate Nyepi hold in Hindu) , and Natal bersama (celebrating Christmas together). The reason to hold this program is simply to answer challenges over various ethnicity, religion, race, and inter-group relations-based primordial issues which are blown by people who are not responsible for dividing the Unitary Republic of Indonesia. In addition, the acronym “Sadhar Nama” refers to the meaning of identity (nation) as befits a human being and his name. As a representation of the macrocosm that transforms into a microcosm, diverse people in culture with local wisdom values need to be maintained to create a harmonious life within the trihita karana frame. The results obtained from this program are the strengthening of the five main values of the Nation's Character, namely: Religious, Mutual Cooperation, Nationalist, Integrity, and Independence. Strengthening the main value of the character has succeeded in increasing the achievement of SMA Negeri 1 Kuta Selatan. In 2016, SMA N 1 Kuta Selatan won 52 medals, in 2017 won 72 medals, and in 2018 it became 88 medals. In addition, the response to the implementation of the 'Sadhar Nama' Program at SMA Negeri 1 Kuta Selatan was very good with positive responses from 104 respondents (96.29%) out of 108 respondents.
Keywords: Sadhar Nama, tolerance, diversity, character values, trihita karana
DASAR BERPIKIR
Dasar berpikir melaksanakan program “Sadhar Nama” di SMA Negeri 1 Kuta Selatan dilandasi oleh sejumlah argumentasi. Pertama, menjawab tantangan atas berbagai isu primordial berbasis SARA yang ditiup oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab memelintir ayat-ayat agama untuk memecah belah umat dan NKRI. Di sinilah sekolah harus berjuang untuk menanggalkan semua bentuk penistaan, rencana tak terpuji, dan ketidakpedulian sebagaimana digagas Freire (Sunardi, 2008: x).
Kedua, akronim “Sadhar Nama” mengacu pada pemaknaan akan jati diri (bangsa) sebagai mana layaknya manusia dengan namanya. Jati diri manusia sesungguhnya representasi dari alam makrokosmos yang menjelma menjadi mikrokosmos. Jika di alam makrokosmos itu terdiri atas beragam hayati, demikian pulalah hakikatnya di alam mikrokosmos. Keberagaman itu dipertahankan untuk menemukan hakikat
hidup sesungguhnya. Hidup sesungguhnya adalah menyatukan keberagaman untuk membangun keharmonisan.
Ketiga, fakta bahwa keluarga besar SMA Negeri 1 Kuta Selatan terdiri atas beragam etnik, budaya, latar belakang, sosial ekonomi, dan agama. Perbedaan ini dijadikan modal sosial untuk membangun kekuatan multikultur sesuai dengan sesanti Bhinneka Tunggal Ika. Dari segi agama, Siswa yang berjumlah 1.090 orang dan 78 guru/pegawai terdiri atas Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha. Mereka adalah miniatur Indonesia yang berasal dari etnik yang berbeda (Bali, Flores, Maluku, Sulawesi, Jawa, dan Sumatra), dengan toleransi yang kuat, sebagaimana syair Lagu Nusantaraku karya Jamal Mirdad.
“Mereka saling menghormati saling menghargai hak asasi/ Mereka bernaung di bawah pusaka Garuda Pancasila/ Dan Sang Saka Merah Putih lambang Indonesia” .
Keempat, merayakan perbedaan sebagai peta jalan sekolah menuju Indonesia Raya. Perayaan ini selain untuk menenun tali kasih juga merupakan strategi “diplomasi paon” yang berarti menyelesaikan permasalahan (lapar) dengan makan secara bersama-sama sebagai wujud toleransi untuk membangun simpati dan empati ketika hari raya keagamaan dirayakan di sekolah. Di sinilah keterampilan abad ke-21: kolaborasi, komunikasi, berpikir kritis, dan kreativitas dimunculkan sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013.
Kelima, prinsip berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah. Di sini mayoritas diberikan tempat, yang minoritas diberikan ruang ekspresi yang saling melengkapi. Inilah praktik nyata toleransi beragama di sekolah sebagai implementasi dari pendidikan multikultural. Multikulturalisme dengan memproklamasikan emansipasi budaya-budaya kecil yang masing-masing juga memiliki hak hidup yang wajib dihormati sebagaimana dikatakan Nugroho (2004: 3). Ki Hadjar Dewantara menyebutkan “Semua untuk satu, satu untuk semua”.
Kerangka berpikir ini dijadikan peta jalan toleransi Indonesia Raya dengan membangun kekuatan jati diri sesuai dengan teori konvergensi Ki Hadjar Dewantara. Menerima pengaruh dari luar disesuaikan dengan kepribadian bangsa. Jadi, selektif menerima pengaruh luar dengan memilah dan memilih sebagai bentuk simbiosis mutualistik.
PELAKSANAAN PROGRAM “SADHAR NAMA”
Pelaksanaan Program “Sadhar Nama” di SMA Negeri 1 Kuta Selatan dilakukan secara konsisten melibatkan seluruh unsur warga besar sekolah. Pelaksanaan acara buka puasa bersama dimulai sejak 2011. Acara buka puasa bersama di SMA Negeri 1 Kuta Selatan dilaksanakan berdasarkan SK Gubernur Bali yang diterjemahkan oleh OSIS dengan membentuk panitia internal yang beranggotakan para siswa lintas agama. Ini merupakan contoh pembelajaran toleransi beragama senyatanya.
Di sini, para siswa beragama Islam diuji sikap toleransinya sekaligus dilihat kompetensinya dalam melafalkan ayat-ayat suci Qur’an karena sebelum buka puasa selalu diawali dengan penampilan siswa dalam keterampilan membaca Alquran diikuti wejangan dari kepala sekolah dan guru agama Islam.
Dalam kegiatan ini, Kepala SMA Negeri 1 Kuta Selatan selalu hadir di tengah-tengah kesibukannya. Dalam tiap sambutannya, ia selalu mengingatkan bahwa acara buka puasa bersama ini bukanlah semata-mata karena makan gratis, tetapi lebih pada memupuk ikatan persaudaraan di tengah perbedaan untuk saling memahami dan menumbuhkan saling pengertian sehingga terlepas dari purbasangka negatif yang merugikan sekolah, bangsa, dan negara. Hal penting juga diingatkan beragama kembali pada jati bangsa, seperti diingatkan Bung Karno, “Kalau menjadi Hindhu janganlah menjadi India, kalau menjadi Islam janganlah menjadi Arab, kalau menjadi Kristen janganlah menjadi Yahudi. Jadilah Islam, Hindhu, dan Kristen Nusantara dengan kepribadian dan kebudayaan Indonesia”.
Selanjutnya, pelaksanaan Dharma Shanti bersama serangkaian hari Raya Nyepi di SMA Negeri 1 Kuta Selatan mulai 2015, saat memasuki Tahun Baru Saka 1937. Kegiatan ini beranalogi pada Dharma Shanti Nasional yang dilaksanakan setiap tahun dengan mengundang pejabat negara. Begitu pula halnya, dengan Dharma Shanti di SMA Negeri 1 Kuta Selatan yang mengundang seluruh siswa, guru, dan pegawai non-Hindhu untuk hadir secara bersama-sama. Tujuannya adalah memperkokoh tali silaturahmi dalam membumikan ajaran-ajaran agama yang di permukaan tampak berbeda, tetapi sesungguhnya di kedalaman adalah sama hakikatnya.
Pada kegiatan Dharma Shanti ini, siswa yang berbeda agama diberikan kesempatan tampil di panggung untuk menyanyi menghibur. Di sini, siswa memberikan tontonan sekaligus tuntunan. Ruang ekspresi diberi panggung tanpa terikat agama tertentu untuk menumbuhkan kepercayaan diri siswa karena merasa dihargai sehingga berusaha tampil maksimal. Melalui Dharma Shanti Kurikulum 2013 diaplikasikan, dengan semboyan, “maju bersama hebat semua”.
Sementara itu, pelaksanaan kegiatan Natal bersama di SMA Negeri 1 Kuta Selatan pertama kali dilaksanakan pada 2015. Kegiatan ini memberikan otonomi kepada siswa beragama Kristen/Katolik dalam merencanakan di bawah bimbingan para guru lintas agama, dan selalu berkoordinasi dengan pembina OSIS di bawah kendali Wakil Kepala Sekolah bidang kesiswaan.
Pada saat Natal Bersama, suasana dengan pernak-pernik Natal dihadirkan lengkap dengan pohon Natalnya. Parodi dan drama garapan siswa Kristiani dengan mengusung tema kelahiran
Yesus juga dipentaskan. Nilai-nilai kebajikan Yesus dicoba dielaborasi oleh para siswa untuk mengedukasi warga sekolah.
Sambutan juga disampaikan Kepala SMA Negeri 1 Kuta Selatan dan pencerahan dari Pendeta Kristen dan Katolik secara bergantian. Kepala sekolah selalu mengingatkan pentingnya hidup damai di tengah perbedaan sebagai mana Yesus dilahirkan sebagai juru damai bagi umat manusia di dunia. “Marilah kita pupuk, siram, dan rawat kebinekaan di sekolah ini untuk saling menguatkan dan meyakinkan diri di bawah tuntunan Sang Maha Pengasih demi masa depan gemilang bagi keluarga besar sekolah”, kata I Nyoman Tingkat, Kepala SMA Negeri 1 Kuta Selatan saat perayaan Natal bersama pada Sabtu, 16 Desember 2018.
HASIL YANG DICAPAI
Hasil yang dicapai melalui Program “Sadhar Nama” yang dilaksanakan di SMA Negeri 1 Kuta Selatan sejak empat tahun terakhir adalah sebagai berikut. Pertama, secara kualitatif, Program “Sadhar Nama” dapat meningkatkan lima nilai keutamaan karakter bangsa, yaitu memperkuat karakter religius, gotong royong, nasionalis, integritas, dan mandiri.
Kedua, Prestasi SMA Negeri 1 Kuta Selatan juga mengalami peningkatan seiring dengan penguatan nilai karakter utama, melalui pengembangan diri (ekstrakurikuler) yang berjumlah 49 diklasifikasikan menjadi empat (kepemimpinan, seni budaya, sains dan lingkungan/sainling, dan olah raga). Dilihat dari jumlah medali pada 2016 sebanyak 53 menjadi 72 pada 2017 dengan peningkatan 19 medali (26,38 %) dan pada 2018 menjadi 88 dengan peningkatan 16 medali (18,18 %). Yang menarik pula dicatat adalah penurunan RKA pada 2017 sejak SMA dikelola oleh Pemerintah Provinsi tidak mematahkan semangat berprestasi. Bahkan, pada 2018 prestasi olahraga siswa SMA Negeri 1 Kuta Selatan sampai internasional dalam Cabang Taek Wondow dalam Turnamen Malaysia Terbuka.
Ketiga, respons keluarga besar SMA Negeri 1 Kuta Selatan terhadap Program “Sadhar Nama” secara umum positif. Hal ini terekam dalam kuesioner yang diisi oleh 108 responden dari berbagai agama. Dari responden itu, 104 (96,29%) menilai Program “Sadhar Nama” sangat positif dan layak dilanjutkan. Respons ini
juga sejalan dengan pandangan Bung Karno, “Hendaknya Negara Indonesia ialah Negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada egoisme agama” (Latif, 2019: 81). Tentu saja pandangan ini tanpa menafikan satu responden ragu (R), 2 responden tidak setuju (TS), dan 1 responden sangat tidak setuju (STS) dengan program “Sadhar Nama”.
HAMBATAN PROGRAM “SADHAR NAMA”
Hambatan yang dialami SMA Negeri 1 Kuta Selatan dalam melaksanakan Program “Sadhar Nama” dapat diidentifikasi menjadi tiga bagian. Pertama, biaya terbatas dengan aturan birokrasi yang berbelit dan berlapis. Walaupun dana yang dialokasikan melalui BOS bersumber dari APBN, penggunaannya harus melalui regulasi Pemprov, yang sering tidak relevan dengan juklak BOS APBN. Akibatnya, sekolah sering menyisakan anggaran BOS, padahal kegiatan banyak dan tidak dapat dilaksanakan. Aturan pengunaan dana BOS ke depan perlu diselaraskan sehingga tidak menimbulkan dampak hukum bagi pengelola BOS di sekolah.
Kedua, belum sepenuhnya warga sekolah memahami, menghayati, dan mengamalkan toleransi beragama. Hal ini tampak dari sikap segelintir warga yang tidak pernah datang dalam program “Sadhar Nama” yang digelar setiap tahun sesuai dengan agama masing-masing. Sikap demikian juga wujud kurang peduli terhadap program sekolah. Hal ini juga terkonfirmasi dalam angket yang disebarkan kepada 108 siswa. Sebanyak 24 siswa berbagai agama menganggap agamanya paling benar (22,22%), 27 siswa ragu membantu perayaan agama lain (24,07%). Respon ini di bawah persentase hasil survei yang dilakukan Setara Institute tentang toleransi pelajar SMA Negeri di Jakarta dan Bandung melibatkan 760 responden dengan simpulan 35,7% siswa memiliki paham dan pemikiran intoleransi (Koesoema A, Kompas, 13 Maret 2019, hal. 6).
Ketiga, sikap mental materialis hedonis menjangkiti sebagian warga sekolah. Hal ini muncul sebagai akibat keinginan yang tergoda melampaui kemampuan yang terbatas. Tuntutan kebutuhan hidup yang makin kompleks telah membuat pola hidup menerabas mengambil jalan pintas sehingga proses diabaikan dan hasil dipuja
puji. Sikap demikian bila terjadi pada guru akan berimbas pula pada sikap siswa yang umumnya manut pada perintah guru.
PENUTUP
Program “Sadhar Nama” di SMA Negeri 1 Kuta Selatan dilaksanakan mengikuti hari raya agama masing-masing. Buka puasa bersama dilaksanakan bertepatan dengan bulan Ramadhan menyambut Idul Fitri dalam perayaan Tahun Baru Hijriah, Dharma Shanti bersama dilaksanakan serangkaian perayaan hari suci Nyepi sebagai pergantian Tahun Baru Isaka, dan Natal bersama dilaksanakan serangkaian menyambut Tahun Baru Masehi. Keseluruhan Program ‘Sadhar Nama’ dilaksanakan secara bergotong royong tanpa tersekat perbedaan. Perbedaan dirajut untuk mewujudkan visi dan misi bersama sesuai dengan semboyan Kurikulum 2013 “Maju bersama hebat semua”. Melalui program inilah kebangsaan Indonesia ditenun dari sekolah sejalan dengan pandangan Latif (2019:264) yang menyebutkan bahwa kebangsaan Indonesia merefleksikan satu kesatuan dalam keragaman serta kebaruan dalam kesilaman.
DAFTAR PUSTAKA
Koesoema A, Doni. 2019. “Debat Pendidikan” dalam Kompas (13 Maret 2019, hal. 6).
Latif, Yudi. 2019. Negara Paripurna (Hisorisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila). Jakarta: PT Gramedia.
Mirdad, Jamal. Syair lagu Nusantaraku
Nugroho, Alois A. 2004. “Benturan Peradaban, Multikulturalisme, dan Fungsi
Rasio” dalam Esei-Esei Bentara 2004. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Soekarno.Lahirnya Pancasila, Pidato Bung Karno di Depan siding Panitia
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan. Jakarta, 1 Juni 1945.
Sunardi, St. 2008. “Paulo Freire: Dari Paedagogy of the Oppressed Menuju
Paedagogy of the Heart” dalam Conscientizacao Tujuan Pendidikan Paulo Freire. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Tilaar, H.A.R. 2003. Kekuasaan dan Pendidikan (Suatu Tinjauan dari Perspektif
Studi Kultural). Magelang: Indonesiatera.
30
Discussion and feedback