Kondisi Mahasiswa Tahun Pertama
on
Jurnal Psikologi Udayana 2023, Vol.10, No.1, 274-285
Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 2654 4024; p-ISSN: 2354 5607
DOI: 10.24843/JPU/2023.v10.i01.p07
Kondisi Mahasiswa Tahun Pertama: Perlukah Efikasi Diri dalam Menghadapi Stres Akademik di Masa Pandemi?
Fannie Sayreinnie Pitoy1, Krishervina Rani Lidiawati2
Fakultas Psikologi, Universitas Pelita Harapan
Abstrak
Tahun pertama bagi mahasiswa merupakan masa transisi yang kompleks, selain itu di masa pandemi Covid-19 juga terdapat berbagai kendala akibat pembelajaran jarak jauh (PJJ). Mahasiswa yang tidak mampu menghadapi tantangan dan kendala tersebut berpotensi mengalami stres akademik yang dapat berdampak negatif bagi mereka. Mahasiswa tahun pertama memerlukan keyakinan yang kuat pada kemampuan yang dimiliki agar mereka mampu mengelola dan memaksimalkan potensinya untuk menghadapi tantangan transisi dan kendala PJJ. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh efikasi diri terhadap stres akademik mahasiswa tahun pertama di masa pandemi. Penelitian ini diikuti oleh 274 mahasiswa tahun pertama dari berbagai perguruan tinggi dengan rentang usia 18-21 tahun. Efikasi diri dalam penelitian ini diukur menggunakan skala efikasi diri, sedangkan stres akademik diukur menggunakan alat ukur Stressor Scale for College Student. Penelitian ini menggunakan teknik sampling convenience sampling dan menggunakan uji regresi linier sederhana untuk analisis datanya. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh signifikan efikasi diri terhadap stres akademik mahasiswa tahun pertama di masa pandemi Covid-19 sebesar 13,6%.
Kata kunci: Mahasiswa Tahun Pertama; Efikasi diri; Stres Akademik
Abstract
The first year for college students is a complex transition period, besides that during the Covid-19 pandemic, there are also various obstacles due to the implementation of online learning. First year students who are unable to face these challenges and obstacles have the potential to experience academic stress which could provide negative impacts for them. First year students need a strong belief towards their abilities so that they are able to manage and maximize their potential to face transition challenges and Online Learning obstacles. This study aims to determine the effect of self-efficacy on the academic stress of first year students during the pandemic. This study was followed by 274 first year students from various colleges with an age range of 18-21 years. Self-efficacy in this study was measured using the Self-efficacy scale, while academic stress was measured using the Stressor Scale for College Students. This study uses a convenience sampling technique and uses a simple linier regression test for data analysis. The result showed that there was a significant effect of self-efficacy on the academic stress of first year students during the Covid-19 pandemic with percentage 13,6%.
Keywords: Academic Stress; First Year Students; Self-efficacy
LATAR BELAKANG
Tahun pertama di perkuliahan merupakan masa transisi yang kompleks bagi mahasiswa. Peralihan dari sekolah menengah ke perguruan tinggi menjadi masa yang menantang karena terdapat banyak perubahan yang harus dialami oleh mahasiswa pada tahun pertamanya. Mahasiswa tahun pertama sendiri merupakan peserta didik berusia 18 sampai 21 tahun yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi serta dalam tahap perkembangan emerging adulthood (Sianipar & Kaloeti, 2019; Kurniawati & Baroroh, 2016; Arnett, 2014). Rahayu dan Arianti (2020) menyebutkan bahwa mahasiswa tahun pertama akan menjumpai banyak situasi baru seperti sistem pembelajaran dan metode belajar yang berbeda, materi pembelajaran yang semakin sulit, serta teman-teman dan lingkungan yang baru. Beberapa perubahan dalam hal pembelajaran di perguruan tinggi menurut Estiane (2015) yakni proses pembelajaran yang cenderung lebih cepat, tuntutan pemahaman materi lebih tinggi, cara dosen mengajar cenderung berbeda dengan guru sekolah, serta materi pembelajaran yang berbeda dengan sekolah menengah.
Proses pembelajaran di perguruan tinggi bersifat mandiri, artinya mahasiswa bertanggung jawab atas proses dan hasil belajar masing-masing, oleh karena itu mahasiswa tahun pertama perlu aktif dan kritis dalam mengikuti pembelajaran di perguruan tinggi (Sopiyanti, 2011). Mahasiswa tahun pertama tidak hanya menerima materi secara pasif namun perlu aktif mencari dan mempelajari materi tersebut, selain itu mahasiswa tahun pertama juga perlu memiliki pemikiran yang kritis dalam memahami pengetahuan, artinya mahasiswa harus memiliki inisiatif dalam mendapatkan, memahami, dan mengaplikasikan ilmu tersebut dalam pemecahan masalah (Sopiyanti, 2011). Berdasarkan hal tersebut, mahasiswa tahun pertama perlu membiasakan diri dengan budaya yang mandiri dalam menimba ilmu melalui cara belajar yang aktif dan kritis agar dapat memiliki pemahaman yang mendalam terhadap materi (Estiane, 2015). Mahasiswa tahun pertama selain perlu menyesuaikan diri dengan pembelajaran mandiri juga perlu menyesuaikan diri dengan kuantitas tugas di perguruan tinggi. Hal ini karena kuantitas tugas yang tinggi menjadi salah satu stresor yang dominan bagi mahasiswa tahun pertama (Adha dkk., 2020). Pemberian tugas di perguruan tinggi cenderung lebih banyak dibanding dengan sekolah menengah, bahkan di masa pandemi Covid-19 tugas yang diberikan justru cenderung lebih banyak dibanding saat pembelajaran tatap muka (Watnaya, 2020 dalam Andiarna & Kusumawati, 2020; Wijayanengtias & Claretta, 2021).
Covid-19 merupakan pandemi yang terjadi di seluruh dunia termasuk Indonesia diawal tahun 2020 hingga tahun 2022. Adanya pandemi tersebut berdampak pada bidang pendidikan, selama pandemi berlangsung pemerintah berusaha menekan penyebaran virus dengan mewajibkan kegiatan belajar mengajar di semua jenjang pendidikan termasuk perguruan tinggi agar menerapkan pembelajaran jarak jauh atau PJJ (Rinaldi & Yuniasanti, 2020). PJJ merupakan pembelajaran yang memanfaatkan teknologi internet sehingga mahasiswa dapat mengikuti pembelajaran dari rumah masing-masing tanpa harus bertemu secara fisik (Harahap dkk., 2020). Untuk memudahkan pembelajaran, berbagai perguruan tinggi di Indonesia kemudian memanfaatkan sistem manajemen pembelajaran yang bersifat digital yakni LMS atau Learning Management System (Alfina, 2020). Melalui LMS dosen mendapat ruang untuk memfasilitasi dan memantau perkembangan belajar mahasiswa, demikian juga mahasiswa lebih mudah mendapatkan informasi, materi pembelajaran, ruang diskusi, serta umpan balik dari dosen (Alfina, 2020).
Meski mempermudah pembelajaran selama pandemi, perubahan sistem pembelajaran ini memunculkan stresor akademik baru bagi mahasiswa, stresor tersebut antara lain bosan berada dirumah, tidak bisa bertemu teman, keterbatasan alat praktik, serta masalah internet (Safira & Hartati, 2021; Livana dkk., 2020). Selama pandemi Covid-19 mahasiswa tahun pertama juga mengalami berbagai hambatan antara lain sulit berkomunikasi secara efektif dengan teman, sulit memahami materi perkuliahan yang disampaikan melalui media daring atau dalam jaringan, beban tugas meningkat, jangka waktu pengumpulan tugas cenderung singkat, serta kelelahan karena terlalu lama menatap layar laptop atau gadget (Septiningwulan & Dewi, 2021). Mahasiswa tahun pertama perlu membangun relasi dengan lingkungan pertemanan yang baru di perguruan tinggi (Rahayu & Arianti, 2020), namun adanya PJJ membuat mahasiswa tahun pertama terhambat dalam berkomunikasi maupun berdiskusi secara efektif dengan teman-temannya. Pemberlakuan PJJ juga membuat mahasiswa tahun pertama mengalami kesulitan dalam memahami materi yang disampaikan melalui media daring atau dalam jaringan, hal ini membuat mereka harus lebih berkonsentrasi dalam mendengarkan penjelasan dosen (Andiarna & Kusumawati, 2020). Selama pemberlakuan PJJ tugas yang harus dikerjakan juga bertambah banyak diikuti dengan jangka waktu pengumpulan yang cenderung singkat (Wijayanengtias & Claretta, 2021), hal ini dapat menimbulkan perasaan tertekan dan mengakibatkan rasa lelah bagi mahasiswa tahun pertama. Hambatan selama pemberlakuan PJJ tersebut dapat membuat mahasiswa tahun pertama merasa tertekan karena mereka juga harus menghadapi tuntutan akademik selama masa transisi (Andiarna & Kusumawati, 2020; Estiane, 2015).
Perasaan tertekan yang dialami oleh mahasiswa tahun pertama akibat adanya tuntutan dari aktivitas akademik atau proses belajar disebut sebagai stres akademik (Akmal & Kumalasari, 2021). Stres akademik memiliki dampak yang negatif menurut Gadzella (dalam Septiani & Fitria, 2016) diantaranya dapat memunculkan reaksi fisik, emosi, kognitif, dan perilaku, seperti leher tegang, sulit bernapas, jantung berdebar, cemas, gelisah, gugup, mudah marah, sulit berkonsentrasi, mudah lupa, menghindari orang lain, menyakiti diri sendiri, dan lain sebagainya. Stres akademik juga menjadi salah satu faktor yang dapat menurunkan prestasi belajar (Lubis dkk., 2021), hal ini sejalan dengan penelitian Barseli dkk., (2018) dimana stress akademik memiliki hubungan yang negatif dengan prestasi belajar, artinya semakin tinggi tingkat stres akademik maka prestasi belajar individu akan semakin rendah. Pada mahasiswa tahun pertama stres akademik juga dapat berdampak pada rendahnya motivasi untuk berprestasi serta dapat meningkatkan perilaku prokrastinasi (Sagita dkk., 2017), prokrastinasi ini ditandai dengan perilaku menunda pengerjaan tugas hingga terlambat dalam menghadiri kelas (Hadiwijaya dkk., 2014). Mahasiswa tahun pertama yang memiliki motivasi rendah untuk
berprestasi serta cenderung melakukan perilaku prokrastinasi dikhawatirkan dapat mengakibatkan dampak yang buruk pada prestasi akademiknya. Perilaku dan reaksi negatif yang muncul sebagai dampak dari meningkatnya stres akademik jika dibiarkan juga dapat mengganggu proses belajar serta proses penyesuaian diri mahasiswa pada tahun pertamanya. Meski dapat memicu dampak buruk bagi mahasiswa, jika ditangani dengan baik stres akademik justru dapat menjadi pemacu mahasiswa dalam mengembangkan diri serta meningkatkan kreativitas dan potensinya (Yusuf & Yusuf, 2020).
Menurut Chairiyati (2013) rasa yakin terhadap kemampuan diri sendiri merupakan hal yang penting untuk meningkatkan prestasi akademik, mahasiswa yang yakin dengan kemampuannya akan semakin aktif dalam mengembangkan diri bahkan memiliki usaha yang lebih besar untuk mencapai prestasi berdasarkan potensi yang dimiliki. Wade dan Travris (dalam Novanda, 2018) juga menyebutkan bahwa keyakinan terhadap kemampuan diri mampu memunculkan motivasi untuk berprestasi, ketika mahasiswa menyadari dan meyakini kemampuannya, mahasiswa akan termotivasi untuk menampilkan sisi terbaik dari dirinya. Perasaan yakin pada kemampuan yang dimiliki juga dapat membantu mahasiswa mengurangi tingkat perilaku prokrastinasi akibat tekanan akademik (Hadiwijaya dkk., 2014). Mahasiswa yang yakin dengan kemampuannya akan cenderung berusaha dengan keras meski mengalami kendala atau kesulitan, hal ini yang membuat mahasiswa cenderung tidak menunda pengerjaan suatu tugas (Firdaus dkk., 2013). Berdasarkan penelitian dari Irfan dan Suprapti (2014) keyakinan pada kemampuan diri ini juga berkorelasi secara positif dengan kemampuan penyesuaian diri mahasiswa, semakin tinggi tingkat keyakinan terhadap potensi diri maka kemampuan penyesuaian diri mahasiswa juga akan semakin tinggi. Hal ini karena rasa yakin pada kemampuan diri membantu mahasiswa mengelola dan memanfaatkan potensi yang dimiliki untuk menyesuaikan diri dengan keadaan dan situasi yang baru (Woolfolk, 2007).
Menurut Bandura (dalam Sasmita & Rustika, 2015) rasa yakin pada kemampuan diri sendiri ini disebut sebagai efikasi diri. Individu dengan efikasi diri akan memproses, menimbang, dan mengintegrasikan berbagai sumber informasi mengenai kemampuannya dan berusaha menghadapi serta mengerjakan tugas atau perilaku yang sesuai dengan kemampuan yang mereka yakini (Maddux & Gosselin, 2012). Efikasi diri menurut Bandura (dalam Lidiawati dkk., 2020) memiliki tiga dimensi, yang pertama adalah level atau tingkat kesulitan yang diyakini dapat dikerjakan oleh individu, strenght atau kemampuan individu bertahan pada hasil yang diinginkan, serta generality yang mengacu pada pemilihan tugas berdasarkan kemampuan individu tersebut. Bandura (dalam Subaidi, 2016) menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi efikasi diri individu, antara lain pengalaman diri sendiri, pengalaman orang lain, persuasi verbal, serta kondisi fisiologis dan emosional individu.
Ketika mahasiswa tahun pertama mengalami stres akademik selama masa transisi akibat tuntutan penyesuaian akademik serta stresor akademik berupa kendala selama pemberlakuan PJJ, peneliti menduga bahwa mahasiswa tahun pertama perlu memiliki efikasi diri atau keyakinan yang kuat pada kemampuan dan potensi yang dimiliki. Dengan meyakini kemampuan diri sendiri, diharapkan mahasiswa tahun pertama dapat mengelola potensi serta mengevaluasi keterbatasan yang dimiliki sehingga mereka dapat memaksimalkan dan memanfaatkan potensinya. Potensi yang dimiliki oleh mahasiswa tahun pertama ini diharapkan dapat membantu mereka menghadapi tuntutan akademik selama masa transisi serta tuntutan akademik selama pemberlakuan PJJ. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan efikasi diri dengan stres akademik pada siswa SMA yang menjalani program akselerasi (Wulandari & Rachmawati, 2014), mahasiswa kedokteran (Avianti dkk., 2021), serta mahasiswa selama pandemi periode April hingga Mei 2020 (Utami dkk., 2020). Penelitian sebelumnya berusaha melihat hubungan efikasi diri dengan stres akademik yang dialami oleh pelajar dan mahasiswa pada berbagai kondisi. Pada penelitian kali ini kondisi yang hendak diteliti adalah kondisi mahasiswa tahun pertama di masa pandemi. Diketahui mahasiswa tahun pertama mengalami masa transisi yang kompleks khususnya dalam hal akademik, bahkan selama masa pandemi tuntutan yang harus mereka hadapi juga turut bertambah. Selama pandemi mahasiswa tahun pertama perlu lebih lama menatap layar laptop atau gadget untuk mengikuti kelas secara daring dan juga untuk mengerjakan tugas dengan kuantitas yang lebih banyak. Selain itu mereka perlu lebih berkonsentrasi selama kelas berlangsung agar dapat memahami materi yang disampaikan melalui media daring, mereka juga perlu lebih aktif dalam memanfaatkan komunikasi maupun diskusi dengan teman.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh efikasi diri terhadap stres akademik mahasiswa tahun pertama di masa pandemi Covid-19. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan yang kemudian dapat menjadi referensi bagi mahasiswa tahun pertama yang sedang beradaptasi dengan masa perkuliahan sehingga mahasiswa tahun pertama dapat menghadapi berbagai stresor baik stresor akibat PJJ maupun stresor akibat masa transisi.
METODE PENELITIAN
Bagian metode memuat variabel atau konsep yang dikaji dalam penelitian, metode sampling, subjek penelitian, instrumen yang digunakan, desain perlakuan atau manipulasi, prosedur pengambilan data, dan teknik analisis data.
Variabel atau Konsep yang diteliti
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah stres akademik sementara variabel bebas dalam penelitian ini adalah efikasi diri. Berikut merupakan definisi operasional dari masing-masing variabel:
Stres akademik
Stres akademik merupakan kondisi dimana individu mempersepsikan bahwa dirinya merasa tertekan akibat adanya tekanan atau situasi yang kurang menyenangkan selama proses akademik. Stres akademik dalam penelitian ini diukur menggunakan sub-skala study related stressors yang sudah diadaptasi dan dimodifikasi sesuai dengan konteks belajar daring, dimana stres akademik dapat diamati dari persepsi individu terhadap tekanan akademik melalui skala Likert (1 = Sangat tidak setuju hingga 6 = Sangat setuju). Efikasi diri
Efikasi diri merupakan keyakinan yang kuat pada individu terhadap kemampuan diri sendiri. Efikasi diri dapat diamati melalui dimensi level atau tingkat kesulitan yang diyakini dapat dilalui individu, dimensi generality atau keluasan bidang yang diyakini dapat dikerjakan individu, dan dimensi strenght atau tingkat keyakinan individu pada kemampuannya.
Metode Sampling
Dalam menentukan sampel, peneliti menggunakan teknik sampling non-probability sampling yakni convenience sampling. Peneliti menentukan sampel dengan cara menyebarkan kuesioner secara daring atau dalam jaringan diikuti dengan kriteria yang sudah ditentukan, sampel dipilih menurut ketersediaan partisipan yang mengisi kuesioner sesuai dengan kriteria.
Subjek Penelitian
Partisipan dalam penelitian ini merupakan mahasiswa aktif tahun pertama angkatan tahun 2021 diberbagai perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Mahasiswa tahun pertama yang dapat berpartisipasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa tahun pertama yang sedang menjalani pembelajaran jarak jauh (PJJ) di masa pandemi Covid-19, menggunakan Learning Management System (LMS), berusia 18 sampai 21 tahun, dan belum pernah mendaftar sebagai mahasiswa di tahun sebelumnya. Peneliti menyebarkan kuesioner secara daring dengan ketentuan kriteria responden untuk mendapatkan sampel penelitian yakni mahasiswa tahun pertama angkatan tahun 2021. Jumlah mahasiswa tahun pertama yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 274 mahasiswa.
Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua instrumen yakni alat ukur skala efikasi diri dan Stressor Scale for College Student yang disusun ke dalam bentuk kuesioner. Peneliti terlebih dahulu meminta izin melalui email kepada masing-masing pembuat alat ukur. Adapun alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peneliti menggunakan skala Efikasi diri yang disusun oleh Lidiawati dkk., (2020) untuk mengukur efikasi diri berdasarkan dimensi efikasi diri dari Bandura. Skala efikasi diri ini terdiri dari 13 aitem dengan pilihan jawaban berupa skala Likert yakni “Sangat Tidak Setuju” (1) hingga “Sangat Setuju” (4). Alat ukur ini memiliki tiga dimensi yakni level, generality, dan strength. Hasil uji validitas skala efikasi diri berdasarkan corrected item total correlation menunjukkan rentang nilai koefisien validitas aitem sebesar 0,262 sampai 0,706, sementara hasil uji reliabilitas skala efikasi diri menunjukkan koefisien Alpha sebesar 0,860. Hasil uji validitas dan reliabilitas menunjukkan bahwa alat ukur efikasi diri ini valid dan reliabel mengukur efikasi diri pada mahasiswa tahun pertama. Tingkat efikasi diri berdasarkan alat ukur ini dilihat dari tingginya total skor, semakin tinggi total skor maka tingkat efikasi diri akan semakin tinggi.
Stressor Scale for College Student merupakan alat ukur stres akademik yang disusun oleh Ota dkk., (2016, dalam Akmal & Kumalasari, 2021), alat ukur ini mengukur stres akademik pada mahasiswa secara umum, namun karena penelitian ini dilakukan dalam konteks PJJ, maka peneliti kemudian menggunakan sub-skala Study Related Stressor dari alat ukur Stressor Scale for College Student yang telah diadaptasi dan dimodifikasi oleh Akmal dan Kumalasari (2021). Sub-skala Study Related Stressor ini terdiri dari 7 aitem dengan pilihan jawaban berupa skala Likert yakni “Sangat Tidak Setuju” (1) hingga “Sangat Setuju” (6), namun berdasarkan uji validitas yang dilakukan oleh peneliti, terdapat 1 aitem yang gugur karena kurang valid dalam mengukur variabel stres akademik pada mahasiswa tahun pertama. Setelah dilakukan eliminasi terhadap 1 aitem, hasil uji validitas berdasarkan corrected item total correlation menunjukkan rentang nilai koefisien aitem sebesar 0,257 sampai 0,573, sementara hasil uji reliabilitas menunjukkan angka koefisien Alpha sebesar 0,704. Hasil uji menunjukkan bahwa alat ukur Stressor Scale for College Student dengan sub-skala Study Related Stressor dinyatakan valid dan reliabel setelah dilakukan eliminasi terhadap 1 aitem, sehingga total aitem yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 6 aitem. Tinggi rendahnya tingkat stres akademik berdasarkan alat ukur ini dilihat dari nilai z-score pada masing-masing total skor, jika z-score bernilai positif maka stres akademik partisipan dikategorikan tinggi sementara jika z-score bernilai negatif maka stres akademik partisipan dikategorikan rendah (Akmal & Kumalasari, 2021).
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan desain penelitian korelasional untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh variabel efikasi diri terhadap variabel stres akademik.
Prosedur Pengambilan Data
Penelitian diawali dengan peninjauan literatur oleh peneliti. Peneliti meninjau literatur mengenai efikasi diri dan juga stres akademik beserta pengukurannya. Peneliti kemudian mencari alat ukur yang sesuai dengan fenomena variabel serta kondisi subjek penelitian. Setelah mendapatkan alat ukur yang sesuai, peneliti kemudian menghubungi penyusun alat ukur untuk selanjutnya meminta izin menggunakan alat ukur tersebut dalam penelitian. Peneliti selanjutnya membuat kuesioner dalam bentuk Google Form dengan menyertakan informed consent dan keterangan demografis. Kuesioner yang sudah dibuat kemudian disebarkan secara daring melalui
media sosial seperti Whatsapp, Instagram, Telegram, Facebook, dan Twitter. Selain menyebarkan secara mandiri, peneliti juga meminta bantuan dari rekan-rekan untuk membantu menyebarkan link kuesioner melalui media sosial masing-masing. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis serta dievaluasi.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan untuk menganalisis data pada penelitian ini adalah uji regresi linier sederhana melalui program SPSS. Uji regresi linier sederhana ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Untuk melakukan uji regresi linier sederhana, terdapat beberapa uji yang perlu dilakukan terlebih dahulu sebagai syarat pengujian. Uji statistika yang perlu dilakukan antara lain uji validitas dan reliabilitas, uji deskriptif statistika, uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji linieritas, dan uji heteroskedastisitas, kemudian jika data yang diuji valid, reliabel, normal, linier, dan homogen, maka dapat dilakukan uji korelasi residu menggunakan Pearson-Correlation dan selanjutnya dapat dilakukan uji regresi linier sederhana. Berdasarkan hasil uji deskriptif, diketahui total skor pada variabel efikasi diri pada rentang 21 hingga 52 (M = 36,47, SD = 6.283). Sementara total skor pada variabel stres akademik pada rentang 12 hingga 36 (M = 24,35, SD = 5.088). Berdasarkan uji normalitas residual menggunakan Kolmogorov-Smirnov ditemukan nilai signifikansi (p) sebesar 0,200 (p > 0,05) yang artinya data dalam penelitian ini berdistribusi secara normal. Kemudian berdasarkan uji linieritas ditemukan nilai signifikansi (p) adalah sebesar 0,074 (p > 0,05) yang artinya variabel efikasi diri dalam penelitian ini memiliki hubungan yang linier dengan variabel stres akademik. Selanjutnya berdasarkan uji heteroskedastisitas ditemukan nilai signifikansi (p) adalah sebesar 0,503 (p > 0,05) yang artinya tidak terjadi gejala heteroskedastisitas atau perbedaan variance dalam model regresi. Dengan demikian, berdasarkan hasil uji asumsi klasik, data dalam penelitian ini berdistribusi secara normal, linier, dan homogen sehingga dapat dilanjutkan untuk dilakukan uji hipotesis menggunakan regresi linier.
HASIL PENELITIAN
Partisipan dalam penelitian ini awalnya sebanyak 279 mahasiswa, namun setelah dilakukan pengujian ditemukan pencilan atau nilai total yang ekstrim pada 5 partisipan. Berdasarkan hasil tersebut, peneliti kemudian melakukan eliminasi terhadap 5 data partisipan yang terindikasi sebagai pencilan. Dengan begitu total partisipan yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 274 mahasiswa angkatan 2021. Partisipan penelitian ini terdiri dari 76,6% perempuan dan 23,4% laki-laki dengan rentang usia 18 – 21 tahun. Partisipan yang ikut serta berasal dari 47 perguruan tinggi yang berbeda, dimana sebanyak 55,3% mahasiswa berasal dari perguruan tinggi swasta (PTS) dan 44,7% berasal dari perguruan tinggi negeri (PTN). Partisipan dalam penelitian ini berasal dari perguruan tinggi dari berbagai daerah, seperti Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Sumatera Selatan, dan Bali. Selain berasal dari perguruan tinggi yang berbeda, partisipan juga berasal dari latar belakang jurusan yang berbeda, tercatat terdapat 64 program studi dalam penelitian ini, seperti: Psikologi, Keperawatan, Pendidikan Guru, Teknik Lingkungan, Matematika, dan lain-lain. Selama PJJ partisipan menggunakan LMS untuk mempermudah pembelajaran dimana LMS yang paling banyak digunakan adalah web resmi perguruan tinggi, microsoft teams, google classroom, dan moodle. Selama PJJ partisipan cenderung mengalami hambatan yang mengganggu diukur dari penilaian partisipan dari skala “Sangat Tidak Mengganggu” (1) hingga “Sangat Mengganggu” (4). Mayoritas partisipan menilai diri mereka cenderung tidak tertekan (38,3%) dengan penerapan PJJ berdasarkan skala “Sangat Tidak Tertekan” (1) hingga “Sangat Tertekan” (4), namun mayoritas partisipan lebih cenderung tertantang (45,6%) selama mengikuti PJJ dilihat dari penilaian partisipan berdasarkan skala “Sangat Tidak Tertantang” (1) hingga “Sangat Tertantang” (4).
Sebelum dilakukan uji regresi linier sederhana variabel efikasi diri dengan stres akademik, peneliti terlebih dahulu melakukan uji korelasi terhadap dua variabel yang hasilnya adalah sebagai berikut (tabel 1).
Efikasi diri |
Dimensi Level |
Dimensi Generality |
Dimensi Strenght | |
Pearson Correlation |
-0,369 |
-0,291 |
-0,411 |
-0,277 |
p |
0,000 |
0,000 |
0,000 |
0,000 |
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan Pearson-Correlation, ditemukan nilai signifikansi (p) yakni 0,000 (p < 0,05) hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara variabel efikasi diri dan variabel stres akademik dalam penelitian ini. Diketahui kedua variabel berkorelasi secara negatif dengan besar korelasi 0,369. Selain pengujian korelasi secara keseluruhan, peneliti juga melakukan uji korelasi variabel stres akademik terhadap dimensi-dimensi pada variabel efikasi diri yakni level, generality, dan strength. Berdasarkan pengujian menggunakan Pearson-Correlation, ditemukan korelasi negatif sebesar 0,291 dengan nilai signifikansi (p) 0,000 (p < 0,05) antara stres akademik dengan dimensi level. Selanjutnya pada dimensi generality juga ditemukan korelasi negatif sebesar 0,411 dengan nilai signifikansi (p) 0,000 (p < 0,05). Korelasi negatif juga ditemukan pada stres akademik dengan dimensi strength, dimana nilai signifikansi (p) yakni 0,000 (p < 0,05) dengan besar korelasi 0,277. Hasil uji korelasi baik
secara keseluruhan maupun dengan dimensi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara variabel efikasi diri dengan variabel stres akademik, artinya semakin tinggi tingkat efikasi diri mahasiswa tahun pertama maka tingkat stres akademik yang dialami akan semakin rendah dan sebaliknya.
Setelah didapatkan hasil terkait korelasi antara kedua variabel, selanjutnya dilakukan uji regresi linier sederhana untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Berikut merupakan tabel hasil uji regresi linier untuk menjawab pertanyaan penelitian (tabel 2).
F |
t |
Sig. |
R |
R Square |
Konstanta (a) |
B |
Persamaan Regresi |
42.955 |
-6,554 |
0,000b |
0,369a |
0,136 |
35.256 |
-0,299 |
Y = 35.256 + (-0,299X) |
Berdasarkan hasil uji regresi linier sederhana diketahui bahwa variabel efikasi diri dalam penelitian ini berpengaruh secara signifikan terhadap variabel stres akademik (R2 = 0,136, F(1, 272) = 42.955, p < 0,05). Diketahui nilai korelasi (R) adalah sebesar 0,369, dari hasil tersebut kemudian diperoleh koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,136 dengan nilai signifikansi 0,000 (p < 0,05) yang artinya pengaruh variabel efikasi diri terhadap variabel stres akademik adalah sebesar 13,6% sementara sisanya sebesar 86,4% dipengaruhi oleh faktor lain diluar penelitian ini. Hasil uji regresi juga menunjukkan bahwa skor variabel bebas yakni efikasi diri dapat memprediksi tingkat stres akademik secara signifikan (B = -0,299, t(272) = -6,554, p < 0,05). Diketahui nilai konstanta (a) sebesar 35.256 yang menunjukkan bahwa jika tidak terdapat efikasi diri pada mahasiswa tahun pertama maka tingkat stres akademik akan mencapai nilai 35.256. Menurut hasil uji regresi juga diketahui nilai koefisien regresi (B) adalah sebesar -0,299 yang artinya setiap penambahan satuan skor efikasi diri maka akan terjadi penurunan pada nilai stres akademik sebesar 0,299. Berdasarkan hasil tersebut, persamaan regresi linier dalam penelitian ini adalah Y = 35.256 + (-0,299X) dengan Y adalah variabel stres akademik, dan X adalah variabel efikasi diri.
Selain menguji pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat, peneliti juga melakukan uji regresi linier terhadap variabel stres akademik dengan dimensi dari variabel efikasi diri. Berikut merupakan tabel hasil uji regresi (tabel 3).
Efikasi diri |
Dimensi Level |
Dimensi Generality |
Dimensi Strenght | |
R Square |
0,136 |
0,085 |
0,169 |
0,077 |
p |
0,000 |
0,000 |
0,000 |
0,000 |
Hasil uji regresi linier menunjukkan bahwa seluruh dimensi efikasi diri memiliki nilai signifikansi kurang dari 0,05, artinya seluruh dimensi efikasi diri berpengaruh secara signifikan terhadap variabel stres akademik. Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R Square), dimensi efikasi diri yang memiliki pengaruh paling besar terhadap stres akademik adalah dimensi generality. Diketahui nilai koefisien determinasi pada dimensi generality adalah sebesar 0,169, hal ini menunjukkan bahwa dimensi generality berpengaruh sebesar 16,9% terhadap stres akademik. Dimensi selanjutnya yang memiliki pengaruh terbesar kedua setelah generality adalah dimensi level dengan koefisien determinasi 0,085 (8,5%), diikuti oleh dimensi ketiga yakni strength dengan koefisien determinasi 0,077 (7,7%).
Peneliti melakukan analisis tambahan untuk mengetahui tingkat stres akademik mahasiswa tahun pertama menggunakan norma yang ada pada alat ukur Stressor Scale for College Student (Akmal & Kumalasari, 2021). Dalam menentukan tinggi rendahnya tingkat stres akademik, berdasarkan norma tersebut peneliti menggunakan nilai z-score partisipan. Partisipan dengan nilai z-score positif akan dikategorikan sebagai partisipan dengan tingkat stres akademik tinggi, sementara partisipan dengan nilai z-score negatif akan dikategorikan sebagai partisipan dengan tingkat stres akademik rendah (Akmal & Kumalasari, 2021). Mayoritas partisipan dalam penelitian ini memiliki tingkat stres akademik yang cenderung rendah yakni sebanyak 139 partisipan atau sebesar 50,7% sedangkan sebanyak 135 partisipan atau sebesar 49,3% memiliki tingkat stres akademik yang tinggi.
Peneliti melakukan analisis tambahan terhadap data penelitian untuk melihat perbedaan variabel pada setiap data demografis partisipan penelitian yakni pada jenis kelamin, usia, dan jenis perguruan tinggi partisipan (PTN dan PTS). Berikut merupakan tabel uji beda yang dilakukan terhadap variabel dan data demografis partisipan (tabel 4).
Independent Sample |
One-Way | ||
T Test |
Anova |
Mann-Whitney |
Kruskal Wallis |
Stres Akademik & Jenis Kelamin |
p = 0,420 |
- |
- |
- |
Stres Akademik & Usia |
- |
p = 0,349 |
- |
- |
Stres Akademik & PTN/PTS |
p = 0,568 |
- |
- |
- |
Efikasi diri & Jenis Kelamin |
- |
- |
p = 0,770 |
- |
Efikasi diri & Usia |
- |
- |
- |
p = 0,025 |
Efikasi diri & PTN/PTS |
- |
- |
p = 0,527 |
Hasil uji beda menggunakan Kruskal Wallis, ditemukan perbedaan efikasi diri yang signifikan pada mahasiswa tahun pertama ditinjau dari usianya (p = 0,025, p < 0,05). Menurut uji Kruskal Wallis pada variabel efikasi diri dan data usia partisipan, ditemukan mean rank pada kelompok partisipan usia 18 tahun sebesar 134,98, kelompok partisipan usia 19 tahun sebesar 138,13, kelompok partisipan usia 20 tahun sebesar 120,47, dan kelompok partisipan usia 21 tahun sebesar 213,94. Berdasarkan mean rank tersebut diketahui bahwa kelompok partisipan usia 21 tahun memiliki rata-rata efikasi diri yang paling tinggi dibanding kelompok partisipan pada usia lainnya.
Selanjutnya peneliti memberikan pertanyaan tambahan untuk mengetahui hambatan yang paling banyak dialami oleh partisipan selama pemberlakuan PJJ. Berikut merupakan tabel yang menunjukkan hambatan-hambatan yang dialami oleh partisipan (tabel 5). Diketahui hambatan yang paling banyak dialami adalah kelelahan akibat terlalu lama menatap layar laptop ataupun gadget yakni dialami oleh 241 partisipan dengan persentase 88%. Sementara itu hambatan yang paling sedikit dialami dalam penelitian adalah kendala jaringan internet yakni dialami oleh 19 partisipan atau sebanyak 7% partisipan.
Hambatan |
Jumlah Partisipan |
Presentase |
Kelelahan karena terlalu lama menatap layar laptop/gadget |
241 |
88% |
Sulit memahami materi perkuliahan yang disampaikan oleh dosen melalui media online |
200 |
73% |
Sulit berkomunikasi secara efektif dengan teman |
196 |
71,5% |
Terlalu banyak tugas perkuliahan yang harus dikerjakan |
168 |
61,3% |
Jangka waktu pengumpulan tugas cenderung singkat |
125 |
45,6% |
Belum terbiasa dengan pembelajaran yang mandiri |
124 |
45,3% |
Kendala jaringan internet |
19 |
7% |
Hambatan-hambatan tersebut berpotensi menimbulkan stres akademik pada partisipan yang adalah mahasiswa tahun pertama, untuk mengetahui dampak dari stres akademik yang mungkin dialami oleh partisipan peneliti juga memberikan pertanyaan tambahan. Berikut merupakan tabel yang menunjukkan dampak-dampak yang dialami oleh partisipan penelitian akibat adanya hambatan selama PJJ (tabel 6). Dampak yang paling banyak dialami oleh partisipan adalah reaksi fisik seperti leher tegang, badan pegal, sulit bernapas, pusing, dan jantung berdebar yang dialami oleh 195 partisipan atau sebesar 71,1%. Sementara itu dampak yang paling sedikit dialami oleh partisipan adalah prokrastinasi dalam hal menghadiri kelas, dampak ini dialami oleh 39 partisipan atau sebesar 14,2%.
Dampak |
Jumlah Partisipan |
Presentase |
Reaksi fisik seperti leher tegang, badan pegal, sulit bernapas, pusing, jantung berdebar |
195 |
71,1% |
Reaksi emosi seperti sering merasa cemas, khawatir, gelisah, gugup, dan mudah marah |
194 |
70,8% |
Cenderung menunda pengerjaan tugas |
181 |
66% |
Reaksi kognitif seperti sulit berkonsentrasi, mudah lupa, membayangkan sesuatu yang menakutkan |
177 |
64,6% |
Motivasi untuk berprestasi menjadi menurun |
120 |
43,8% |
Reaksi perilaku seperti mengurung diri dikamar, menghindari orang-orang |
102 |
37,2% |
Penurunan prestasi belajar (dilihat dari nilai kuis dan nilai UTS) |
89 |
32,5% |
Sering terlambat dalam menghadiri kelas |
39 |
14,2% |
Peneliti juga memberikan pertanyaan tambahan untuk mengetahui upaya apa saja yang sudah partisipan lakukan untuk mengatasi stres akademik yang dialami. Berikut merupakan tabel yang menunjukkan upaya yang dilakukan oleh partisipan (tabel 7). Upaya yang paling banyak dilakukan partisipan adalah mengalihkan perhatian pada hal atau aktivitas lain (25,5%). Upaya yang terdapat pada tabel diatas merupakan upaya yang paling banyak dilakukan oleh partisipan dalam penelitian ini, namun selain upaya yang tercantum pada tabel, masih terdapat upaya-upaya lain yang sudah partisipan dalam penelitian ini lakukan.
Upaya |
Jumlah Partisipan |
Presentase |
Mengalihkan perhatian pada hal atau aktivitas lain (beristirahat seperti melakukan perenggangan, berjalan-jalan, tidur, melakukan hobby atau kegemaran) |
70 |
25,5% |
Menenangkan, menyemangati, menguatkan, dan memotivasi diri sendiri |
32 |
11,6% |
Membuat skala prioritas dan to-do-list, belajar mengatur waktu |
26 |
9,4% |
Memperbaiki kebiasaan dalam mengerjakan tugas (mengerjakan tugas dengan tepat waktu, mengerjakan tugas secara optimal, mengerjakan satu persatu, mengerjakan pelan-pelan) |
19 |
6,9% |
Tetap sabar dan menjalani apa adanya |
18 |
6,5% |
Berusaha berpikir positif |
18 |
6,5% |
Berusaha untuk tetap fokus dan menjaga konsentrasi selama belajar dikelas |
16 |
5,8% |
Mendekatkan diri pada Tuhan (berdoa, berserah) |
16 |
5,8% |
PEMBAHASAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh efikasi diri terhadap stres akademik mahasiswa tahun pertama di masa pandemi Covid-19. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan efikasi diri terhadap stres akademik sebesar
13,6% (R2= 0,136, F (1, 272) = 42.955, p < 0,05). Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian terdahulu terkait efikasi diri terhadap stres akademik pada berbagai kondisi (Sagita dkk., 2017; Putri, 2020; Utami dkk., 2020). Korelasi antar variabel bebas dan terikat dalam penelitian ini bersifat negatif (R = -0,369, p < 0,05), artinya semakin tinggi tingkat efikasi diri pada mahasiswa tahun pertama, maka tingkat stres akademik yang dialami akan semakin rendah dan sebaliknya. Berdasarkan hasil tersebut efikasi diri dalam penelitian ini berpengaruh dalam menurunkan tingkat stres akademik mahasiswa tahun pertama di masa pandemi Covid-19 sebesar 13,6% sementara sebesar 86,4% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain selain efikasi diri.
Faktor lain yang diduga dapat memengaruhi stres akademik menurut Yusuf dan Yusuf (2020) antara lain hardiness, optimisme, motivasi berprestasi, prokrastinasi, dan dukungan dari orang tua. Selain itu menurut Kai-Wen (2010, dalam Andiarna & Kusumawati, 2020) faktor-faktor dalam hal akademik yang dapat memengaruhi timbulnya stres akademik pada mahasiswa tahun pertama antara lain tingginya kuantitas tugas, ketidakpuasan terhadap performa akademik, persiapan untuk tes dan ujian, kurangnya minat pada mata kuliah tertentu bahkan keseluruhan mata kuliah, ketidakpuasan terhadap metode maupun media yang digunakan dosen untuk mengajar, serta tuntutan berprestasi dari orang tua maupun dari diri sendiri.
Sementara itu dalam konteks pandemi, menurut survei yang dilakukan oleh peneliti terhadap 274 partisipan, mahasiswa tahun pertama mengalami beberapa hambatan yang berpotensi menimbulkan stres akademik. Sebanyak 88% mahasiswa tahun pertama mengalami kelelahan karena terlalu lama menatap layar laptop/gadget, kemudian sebanyak 73% mahasiswa merasa kesulitan dalam memahami materi yang disampaikan oleh dosen melalui media daring. Tahun pertama di perguruan tinggi merupakan masa transisi dari sekolah menengah, artinya menambah relasi pertemanan merupakan hal yang wajar bagi mahasiswa tahun pertama, namun karena pemberlakuan PJJ sebanyak 71,5% mahasiswa tahun pertama mengalami kesulitan dalam berkomunikasi secara efektif dengan teman. Sebanyak 61,3% mahasiswa tahun pertama merasa bahwa terdapat banyak tugas perkuliahan yang harus dikerjakan, 45,6% mahasiswa juga merasa jika jangka waktu pengumpulan tugas cenderung singkat. 45,3% mahasiswa tahun pertama belum terbiasa dengan pembelajaran yang mandiri dan 7% mahasiswa tahun pertama mengalami masalah jaringan internet yang cukup mengganggu proses belajar.
Hambatan-hambatan tersebut berpotensi mengakibatkan perasaan tertekan pada mahasiswa tahun pertama kemudian juga dapat menimbulkan berbagai dampak negatif. Berdasarkan hasil survei dampak yang paling banyak dialami oleh mahasiswa tahun pertama adalah reaksi fisik seperti leher tegang, badan pegal, sulit bernapas, pusing, dan jantung berdebar yang dialami oleh 71,1% mahasiswa. Selain reaksi fisik, reaksi emosi seperti merasa cemas, khawatir, gelisah, gugup, dan mudah marah juga banyak dialami oleh mahasiswa tahun pertama dengan persentase 70,8%. Sebanyak 66% mahasiswa tahun pertama juga cenderung melakukan perilaku prokrastinasi berupa menunda pengerjaan tugas kuliah. Dampak selanjutnya yakni reaksi kognitif seperti sulit berkonsentrasi, mudah lupa, dan membayangkan sesuatu yang menakutkan, reaksi kognitif ini dialami oleh 64,6% mahasiswa tahun pertama. Dampak yang selanjutnya adalah turunnya motivasi untuk berprestasi dimana dampak ini dialami oleh 43,8% mahasiswa tahun pertama. Sebanyak 37,2% mahasiswa tahun pertama juga mengalami reaksi perilaku seperti mengurung diri di kamar dan menghindari orang-orang. Selanjutnya sebanyak 32,5% mahasiswa tahun pertama mengalami penurunan prestasi belajar dilihat dari nilai kuis dan juga nilai UTS. Dampak terakhir yang dialami oleh mahasiswa tahun pertama adalah perilaku prokrastinasi berupa terlambat menghadiri kelas dan dialami sebanyak 14,2% mahasiswa.
Meski mahasiswa tahun pertama mengalami berbagai hambatan dan situasi yang menekan selama pemberlakuan PJJ, diketahui mayoritas mahasiswa tahun pertama dalam penelitian ini memiliki tingkat stres akademik yang cenderung rendah. Menurut hasil penelitian ditemukan bahwa sebesar 50,7% mahasiswa berada pada tingkat stres rendah dan sebesar 49,3% mahasiswa berada pada tingkat stres akademik yang tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa efikasi diri berpengaruh secara signifikan dalam menurunkan tingkat stres akademik mahasiswa tahun pertama di masa pandemi Covid-19 sebesar 13,6%. Adanya keyakinan pada kemampuan diri sendiri ini dapat membantu mahasiswa tahun pertama menghadapi berbagai situasi yang menekan seperti tuntutan akademik di masa transisi dan juga tantangan akademik selama pemberlakuan PJJ. Adanya keyakinan dalam diri juga turut meningkatkan ketangguhan diri sehingga mahasiswa tahun pertama dapat menghadapi berbagai situasi yang menekan terutama dalam menghadapi tuntutan akademik di masa transisi dan pembelajaran secara daring (Riswantyo & Lidiawati, 2021).
Sarafino (2006, dalam Sagita dkk., 2017) mengemukakan bahwa individu dengan efikasi diri yang tinggi tidak akan mudah merasa tertekan dalam menghadapi stresor. Hal ini karena individu yang yakin dengan kemampuannya dapat memanfaatkan kemampuan tersebut untuk menghadapi situasi-situasi yang menekan, kemudian rasa yakin ini akan meningkatkan usaha individu dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Sementara itu individu dengan efikasi diri yang rendah akan cenderung lebih mudah tertekan dalam menghadapi stresor, hal ini karena individu yang tidak yakin dengan kemampuannya akan menganggap stresor sebagai sebuah ancaman sehingga individu tersebut akan lebih mudah merasa tertekan (Hadiwijaya dkk., 2014). Selain itu individu yang tidak yakin dengan kemampuan yang dimiliki juga cenderung menghindari situasi atau tugas yang membuatnya tertekan, hal ini karena individu tersebut merasa tidak yakin, cenderung malas, dan merasa cemas dalam menghadapi situasi atau tugas tersebut (Sagita dkk., 2017).
Berdasarkan penjelasan tersebut, efikasi diri merupakan hal penting yang dapat membantu mahasiswa tahun pertama menghadapi stresor seperti tuntutan transisi dan juga tantangan PJJ. Dengan adanya efikasi diri, mahasiswa tahun pertama dapat mengelola dan memanfaatkan kemampuan yang dimiliki untuk menghadapi situasi maupun tugas yang menekan serta berusaha dengan keras untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Dimensi efikasi diri yang memiliki pengaruh paling besar dalam menurunkan tingkat stres akademik mahasiswa tahun pertama berdasarkan hasil penelitian ini adalah dimensi generality. Dimensi generality berfokus pada keyakinan yang dimiliki oleh individu bahwa dirinya mampu mengaplikasikan pengalaman keberhasilan terdahulu dalam menghadapi berbagai macam situasi yang baru (Helsa & Lidiawati, 2021). Dimensi generality ini berkaitan dengan penguasaan individu terhadap bidang, tugas, maupun situasi tertentu, individu dengan tingkat efikasi diri yang tinggi akan merasa yakin bahwa dirinya mampu menghadapi berbagai macam tuntutan di berbagai bidang atau situasi (Johanda dkk., 2019). Sementara itu menurut Subaidi (2016) individu dengan efikasi diri yang rendah akan cenderung memiliki keyakinan yang terbatas pada penguasaan bidang atau tugas tertentu. Dalam penelitian ini, mahasiswa tahun pertama yang memiliki efikasi diri yang cenderung tinggi memiliki keyakinan yang kuat pada kemampuan yang dimiliki dalam menghadapi berbagai macam tantangan akademik selama masa transisi dan juga berbagai macam hambatan akademik akibat penerapan PJJ di masa pandemi Covid-19. Tingginya dimensi generality kemudian dapat membantu mahasiswa tahun pertama menghadapi situasi-situasi menekan yang berpotensi mengakibatkan stres akademik.
Dimensi efikasi diri selanjutnya yang berperan dalam menurunkan stres akademik mahasiswa tahun pertama yakni dimensi level. Dimensi ini mengacu pada tingkat kesulitan yang diyakini dapat individu hadapi, individu dengan efikasi diri yang tinggi akan memiliki keyakinan yang kuat pada kemampuan yang dimiliki dalam menghadapi situasi yang sulit berdasarkan tingkat kemampuannya (Helsa & Lidiawati, 2021). Menurut Subaidi (2016) dimensi level ini berkaitan dengan perilaku individu dalam menanggapi tugas atau tantangan berdasarkan tingkat kesulitannya, individu akan cenderung menghadapi atau mencoba berbagai hal yang diyakini dapat dilakukan, namun individu juga akan menghindari sesuatu yang dirasa diluar batas kemampuan yang dimiliki. Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini mahasiswa tahun pertama dengan nilai level yang tinggi akan merasa mampu menghadapi situasi maupun tugas yang sulit selama masa transisi dan selama pemberlakuan PJJ. Hal ini karena mereka memiliki keyakinan bahwa dengan kemampuan yang dimiliki, mereka dapat menghadapi tantangan dan hambatan berdasarkan tingkat kesulitan yang mereka yakini dapat dilalui.
Dimensi terakhir dari efikasi diri yang berperan dalam menurunkan stres akademik mahasiswa tahun pertama adalah dimensi strength. Dimensi strength berfokus pada seberapa jauh individu yakin dengan kemampuan yang dimiliki dan bertahan pada hasil yang diinginkan (Helsa & Lidiawati, 2021). Semakin individu yakin dan ulet dengan target yang diinginkan, maka tingkat efikasi diri individu akan semakin tinggi, sebaliknya jika individu cenderung mudah menyerah dan mudah terguncang ketika menemui hambatan kecil maka tingkat efikasi diri akan cenderung rendah. Dalam penelitian ini, mahasiswa tahun pertama yang memiliki nilai strength yang tinggi tidak akan mudah menyerah dalam menghadapi setiap tantangan akademik selama masa transisi maupun hambatan-hambatan akibat penerapan PJJ, justru mahasiswa tahun pertama akan terus menghadapi setiap tantangan dan hambatan dengan rasa yakin.
Selain peran efikasi diri, menurut survei yang dilakukan peneliti, mahasiswa tahun pertama dalam penelitian ini juga melakukan beberapa upaya untuk menghadapi tekanan yang dialami. Berdasarkan survei pada 274 partisipan, sebanyak 93,4% mahasiswa melakukan upaya dan sebanyak 6,5% mahasiswa tidak melakukan upaya apapun. Upaya terbanyak yang dilakukan oleh mahasiswa tahun pertama adalah dengan mengalihkan perhatian pada aktivitas lain seperti berjalan-jalan, melakukan kegemaran, serta mengistirahatkan diri (25,5%). Upaya kedua yang paling banyak dilakukan adalah memotivasi diri sendiri dengan menenangkan, memberi semangat, dan memberikan penguatan secara intrinsik (11,6%). Upaya ketiga yang paling banyak dilakukan oleh mahasiswa tahun pertama adalah melakukan manajemen waktu dengan cara membuat skala prioritas dan daftar kegiatan yang perlu dikerjakan (9,4%). Upaya keempat yang paling banyak dilakukan adalah memperbaiki cara kerja yakni dengan mengubah kebiasaan buruk dalam mengerjakan tugas, menghilangkan perilaku prokrastinasi dalam mengerjakan tugas, dan berusaha mengerjakan tugas dengan teratur (6,9%). Upaya kelima yang paling banyak dilakukan adalah berusaha berpikir secara positif dan juga tetap sabar dalam menjalani perkuliahan (6,5%). Upaya selanjutnya yang paling banyak dilakukan adalah dengan membangun dan menguatkan relasi spiritual (5,8%) dan berusaha fokus selama pembelajaran di kelas (5,8%). Selain upaya-upaya yang telah disebutkan, terdapat beberapa upaya lainnya yang telah dilakukan oleh mahasiswa tahun pertama dalam penelitian ini. Upaya-upaya tersebut dilakukan sebagai langkah nyata mahasiswa tahun pertama dalam mengurangi tekanan akibat masa transisi dan tantangan selama PJJ.
Pada penelitian ini peneliti juga melakukan analisis tambahan untuk memperkaya hasil dari penelitian. Peneliti melakukan uji beda untuk mengetahui adanya perbedaan pada variabel dengan data demografis partisipan penelitian. Setelah dilakukan uji beda terhadap variabel dan data demografis, ditemukan perbedaan yang signifikan efikasi diri pada kelompok usia mahasiswa tahun pertama. Penelitian ini diikuti oleh mahasiswa tahun pertama dengan rentang usia 18 hingga 21 tahun, dengan catatan mereka belum pernah mendaftar sebagai mahasiswa di tahun sebelumnya, artinya meskipun usia partisipan berbeda, namun seluruh partisipan memiliki pengalaman yang sama sebagai mahasiswa tahun pertama di masa pandemi Covid-19. Menurut hasil analisis, mahasiswa tahun pertama yang berusia 21 tahun memiliki ranking rata-rata efikasi diri paling tinggi dibanding dengan mahasiswa tahun pertama di kelompok usia yang lain. Perbedaan ini diduga disebabkan karena mahasiswa pada kelompok usia 21 tahun lebih banyak mengamati pengalaman keberhasilan orang lain seusianya yang sudah lebih dulu mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Menurut Moma
(2014) salah satu faktor yang dapat memengaruhi tingkat efikasi diri adalah model sosial atau pengalaman keberhasilan dari orang lain, efikasi diri individu akan meningkat ketika melihat orang lain dengan kemampuan yang setara dengan dirinya berhasil, namun efikasi diri juga dapat menurun ketika melihat orang lain dengan kemampuan yang setara dengan dirinya gagal. Selain model sosial atau pengalaman orang lain, perbedaan efikasi diri pada kelompok usia mahasiswa tahun pertama juga bisa disebabkan oleh persuasi verbal maupun keadaan fisiologis dan emosi individu (Moma, 2014).
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain korelasional sehingga hasil penelitian ini tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat antara variabel efikasi diri dan stres akademik. Keterbatasan selanjutnya, penelitian ini dilakukan dalam konteks pandemi, dimana yang menjadi salah satu masalahnya adalah pemberlakuan PJJ bagi mahasiswa tahun pertama, oleh karena itu hasil penelitian ini terbatas pada masa pandemi saja.
KESIMPULAN
Hasil penelitian menemukan bahwa efikasi diri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap stres akademik mahasiswa tahun pertama di masa pandemi Covid-19. Menurut hasil analisis, efikasi diri mampu menurunkan tingkat stres akademik yang disebabkan oleh stresor dari masa transisi dan stresor dari kendala selama pemberlakuan PJJ pada mahasiswa tahun pertama sebesar 13,6%. Semua dimensi pada efikasi diri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat stres akademik mahasiswa tahun pertama, dimensi yang paling berpengaruh yakni dimensi generality, diikuti oleh level dan juga strenght.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain korelasional sehingga hasil penelitian tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat antara dua variabel, oleh karena itu pada penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian dengan desain eksperimental atau longitudinal. Penelitian ini juga terbatas pada konteks pandemi saja, sehingga disarankan untuk melakukan replikasi penelitian setelah pandemi Covid-19 berakhir.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih kepada Fakultas Psikologi dan juga LPPM Universitas Pelita Harapan yang telah mendukung pengambilan data dalam penelitian ini.
Kontribusi Penulis
Penulis pertama berkontribusi dalam pengambilan data dan penulisan jurnal penelitian, sedangkan penulis kedua berkontribusi dalam membimbing interpretasi data dan penulisan jurnal penelitian.
Konflik Kepentingan
Penelitian ini tidak memiliki konflik kepentingan dalam proses penelitian dengan pihak manapun.
Pendanaan
Pendanaan dilakukan secara mandiri oleh peneliti.
DAFTAR PUSTAKA
Adha, B. C., Mayasari, S., & Pratama, M. J. (2019). Identifikasi Stresor Akademik pada Mahasiswa Tahun Pertama. ALIBKIN (Jurnal Bimbingan Konseling), 8(1).
Akmal, S. Z., & Kumalasari, D. (2021). Online Learning Readiness and Well-Being in Indonesia College Students during Pandemic: Academic Stress as a Moderator. Jurnal Psikologi Ulayat: Indonesian Journal of Indigenous Psychology. doi:10.24854/jpu206.
Alfina, O. (2020). Penerapan Lms-Google Classroom dalam Pembelajaran Daring selama Pandemi Covid-19. Majalah Ilmiah Methoda, 10(1), 38-46. doi:10.46880/methoda.Vol10No1.pp38-46.
Andiarna, F., & Kusumawati, E. (2020). Pengaruh Pembelajaran Daring terhadap Stres Akademik Mahasiswa selama Pandemi Covid-19. Jurnal Psikologi, 16(2), 139-149. doi:10.24014/jp.v14i2.9221.
Arnett, J.J. (2014). Emerging Adulthood: The Winding Road From The Late Teens Through The Twenties. New York, NY: Oxford University Press. doi:10.1093/acprof:oso/9780199929382.001.0001.
Avianti, D., Setiawati, O. R., Lutfianawati, D., & Putri, A. M. (2021). Hubungan Efikasi Diri dengan Stres Akademik pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Program Studi Pendidikan Dokter. PSYCHE: Jurnal Psikologi, 3(1), 83-93.
doi:10.36269/psyche.v3i1.283.
Barseli, M., Ahmad, R., & Ifdil, I. (2018). Hubungan Stres Akademik Siswa dengan Hasil Belajar. Jurnal EDUCATIO: Jurnal Pendidikan Indonesia, 4(1), 40-47. doi:10.29210/120182136.
Chairiyati, L. R. (2013). Hubungan antara Self-Efficacy Akademik dan Konsep Diri Akademik dengan Prestasi Akademik. Humaniora, 4(2), 11251133.
Estiane, U. (2015). Pengaruh Dukungan Sosial Sahabat terhadap Penyesuaian Sosial Mahasiswa Baru di Lingkungan Perguruan Tinggi. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental 4(1), 29-40.
Firdaus, A. R., Sismiati, A., & Tjalla, A. (2013). Hubungan antara Self-Efficacy dengan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa Jurusan Bimbingan dan Konseling FIP UNJ. Insight: Jurnal Bimbingan Konseling, 2(2), 1-6. doi:10.21009/INSIGHT.022.01.
Hadiwijaya, K., Fiftiyanti, Y., Wulandari, T., Noviasari, E., Rini, I. S., Ariasti, R. F., … & Ningsih, H. A. (2014). Efikasi Diri sebagai Moderator Hubungan antara Harapan Akademik, Prokrastinasi, dan Stres Akademik. In Management Dynamics Conference.
Harahap, A. C. P., Harahap, D. P., & Harahap, S. R. (2020). Analisis Tingkat Stres Akademik pada Mahasiswa Selama Pembelajaran Jarak Jauh di masa COVID-19. Biblio Couns: Jurnal Kajian Konseling dan Pendidikan, 3(1), 10-14. doi:10.30596/bibliocouns.v3i1.4804.
Helsa & Lidiawati, Krishervina. R. (2021). Peran Self-Efficacy Terhadap Student Engagement Pada Mahasiswa Dalam Pandemi Covid 19. Psibernetika, 14(2), 83–93. https://doi.org/10.30813/psibernetika.v14i2.2887
Irfan, M., & Suprapti, V. (2014). Hubungan Self-Efficacy dengan Penyesuaian Diri terhadap Perguruan Tinggi pada Mahasiswa Baru Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, 3(3), 172-178.
Johanda, M., Karneli, Y., & Ardi, Z. (2019). Self-Efficacy Siswa dalam Menyelesaikan Tugas Sekolah di SMP Negeri 1 Ampek Angkek. Jurnal Neo Konseling, 1(1). doi:10.24036/00600.
Kurniawati, J., & Baroroh, S. (2016). Literasi Media Digital Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Bengkulu. Jurnal Komunikator, 8(2), 51-66.
Lidiawati, K. R., Sinaga, N., & Rebecca, I. (2020). Peranan Efikasi Diri dan Intelegensi terhadap Prestasi Belajar pada Mahasiswa di Universitas XYZ. Jurnal Psikologi Udayana, 7(2), 110-120. doi:10.24843/JPU.2020.v07.i02.p10.
Livana, P. H., Mubin, M. F., & Basthomi, Y. (2020). “Learning Task” Attributable to Students Stress During the Pandemic Covid-19. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 3(2), 203-208. doi:10.32584/jikj.v3i2.590.
Lubis, H., Ramadhani, A., & Rasyid, M. (2021). Stres Akademik Mahasiswa dalam Melaksanakan Kuliah Daring Selama Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Psikologi, 10(1), 31-39. doi:10.30872/psikostudia.v10i1.5454.
Maddux, J. E., & Gosselin, J. T. (2012). Self-efficacy. Handbook of self and identity (2nd ed.). New York: The Guilford Press, 2012.
Moma, L. (2014). Self-Efficacy Matematik pada Siswa SMP. Mosharafa: Jurnal Pendidikan Matematika, 3(2), 85-94.
Novanda, B. F. (2018). Hubungan antara Self-Efficacy dan Motivasi Berprestasi Siswa Kelas XI IPA dalam Mata Pelajaran Kimia di SMA Negeri 3 Pontianak. Jurnal Ilmiah Ar-Razi, 6(2). doi:10.29406/arz.v6i2.1098.
Putri, G. A. N. (2020). Pengaruh Self-Efficacy terhadap Stres Akademik Mahasiswa dalam Pembelajaran Jarak Jauh selama Pandemi Covid-19. Buletin Riset Psikologi dan Kesehatan Mental, 1(1), 104-111. doi:10.20473/brpkm.v1i1.24573.
Rahayu, M. N. M., & Arianti, R. (2020). Penyesuaian Mahasiswa Tahun Pertama di Perguruan Tinggi: Studi pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Uksw. Journal of Psychological Science and Profession, 4(2), 73-84. doi:10.24198/jpsp.v4i2.26681.
Rinaldi, M. R., & Yuniasanti, R. (2020). Kecemasan pada Masyarakat Saat Masa Pandemi Covid-19 di Indonesia. COVID-19 dalam Ragam Tinjauan Perspektif, 137-150.
Riswantyo, A. T., & Lidiawati, K. R. (2021). The Influence of Self-Efficacy on Resilience in Students Who Work in Thesis. 8(1), 35–39.
Safira, L., & Hartati, M. T. S. (2021). Gambaran Stres Akademik Siswa SMA Negeri Selama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Empati-Jurnal Bimbingan dan Konseling, 8(1), 125-136.
Sagita, D. D., Daharnis, D., & Syahniar, S. (2017). Hubungan Self Efficacy, Motivasi Berprestasi, Prokrastinasi Akademik dan Stres Akademik Mahasiswa. Bikotetik (Bimbingan dan Konseling: Teori dan Praktik), 1(2), 43-52. doi:10.26740/bikotetik.v1n2.p43-52.
Sasmita, I. A. G. H. D., & Rustika, I. M. (2015). Peran Efikasi Diri dan Dukungan Sosial Teman Sebaya terhadap Penyesuaian Diri Mahasiswa Tahun Pertama Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Jurnal Psikologi Udayana, 2(2), 280-289. doi:10.24843/JPU.2015.v02.i02.p16.
Septiani, T., & Fitria, N. (2016). Hubungan antara Resiliensi dengan Stres pada Mahasiswa Sekolah Tinggi Kedinasan. Jurnla Penelitian Psikologi, 7(2), 59-76.
Septiningwulan, A. E., & Dewi, D. K. (2021). Hubungan antara Peer Attachment dengan Penyesuaian Diri pada Mahasiswa Baru Psikologi UNESA selama Masa Pandemi. Character: Jurnal Penelitian Psikologi, 8(8).
Sianipar, N. A., & Kaloeti, D. V. S. (2019). Hubungan antara Regulasi Diri dengan Fear of Missing Out (Fomo) pada Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro. Empati, 8(1), 136-143.
Sopiyanti, F. (2011). Pengaruh Self-Efficacy terhadap Penyesuaian Akademik Mahasiswa. Psympathic: Jurnal Ilmiah Psikologi, 4(1), 289-304. doi:10.15575/psy.v4i1.2197.
Subaidi, A. (2016). Self-efficacy Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika. Sigma, 1(2), 64-68. doi:10.0324/sigma.vli2.68.
Utami, S., Rufaidah, A., & Nisa, A. (2020). Kontribusi Self-Efficacy terhadap Stres Akademik Mahasiswa Selama Pandemi Covid-19 Periode April-Mei 2020. TERAPUTIK: Jurnal Bimbingan dan Konseling, 4(1), 20-27. doi:10.26539/teraputik.41294.
Wijayanengtias, M., & Claretta, D. (2021). Student Perceptions of Online Learning during the Covid-19 Pandemic. Kanal: Jurnal Ilmu Komunikasi, 9(1), 16-21. doi:10.21070/kanal.v9i1.685.
Woolfolk, A. (2007). Educational Psychology Tenth Edition. Boston, MA: Pearson Education, Inc.
Wulandari, S., & Rachmawati, M. A. (2014). Efikasi Diri dan Stres Akademik pada Siswa Sekolah Menengah Atas Program Akselerasi. Psikologika: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, 19(2), 146-155. doi:10.20885/psikologika.vol19.iss2.art5.
Yusuf, N. M., & Yusuf, J. M. W. (2020). Faktor-Faktor yang Memengaruhi Stress Akademik. Psche 165 Journal, 13(2), 235-239. doi:10.29165/psikologi.v13i2.1363
285
Discussion and feedback