Jurnal Psikologi Udayana                                 Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

Edisi Khusus Kesehatan Mental dan Budaya 1, 132-143                                      e-ISSN: 26544024; p-ISSN: 2354 5607

Gambaran motivasi mantan pecandu narkotika yang bekerja sebagai konselor rehabilitasi narkotika

I Gusti Ayu Ratih Wulandari dan I Gusti Ayu Putu Wulan Budisetyani Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana wulanbudisetyani@unud.ac.id

Abstrak

Penyalahgunaan narkotika merupakan permasalahan kompleks yang memengaruhi kesehatan fisik, psikis, dan psikososial dari penggunanya. Jumlah penyalahguna narkotika di Indonesia tahun 2017 mencapai 3,5 juta orang dan hampir 1 juta orang telah menjadi pecandu narkotika. Terbebas dari jerat narkotika bukan hal yang mudah. Individu dapat pulih dari narkotika, meskipun pemulihan berlangsung seumur hidup. Stigma negatif pada mantan pecandu narkotika membuat individu yang telah pulih kesulitan mendapatkan pekerjaan. Badan Narkotika Nasional (BNN) mengajak individu yang telah pulih dari ketergantungan narkotika untuk bekerja sebagai konselor rehabilitasi narkotika. Individu bekerja dipengaruhi oleh motivasi dengan tujuan memenuhi kebutuhannya. Mantan pecandu narkotika perlu mendapatkan dukungan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis hingga kebutuhan psikologis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran motivasi mantan pecandu narkotika yang bekerja sebagai konselor rehabilitasi narkotika dengan menggunakan metode kualitatif pendekatan studi kasus. Responden pada penelitian ini adalah satu orang mantan pecandu narkotika yang saat ini bekerja sebagai konselor rehabilitasi narkotika dengan teknik purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi. Hasil penelitian diketahui bahwa kebutuhan yang telah dipenuhi responden saat ini yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan cinta dan harga diri. Motivasi utama responden bekerja sebagai konselor rehabilitasi narkotika saat ini adalah untuk pemenuhan kebutuhan harga diri yang terdiri atas kepercayaan diri. Kepercayaan dan harga diri diperoleh karena dapat menjalankan pekerjaan yang bermakna, dapat pulih dari ketergantungan narkotika, dan dapat melakukan penerimaan terhadap diri.

Kata Kunci: Konselor, mantan pecandu, motivasi, narkotika.

Abstract

Drug abuse is a complex problem that affects the physical, psychological, and psychosocial health of the consumer. The number of drug abusers in Indonesia in 2017 reached 3.5 million people and almost 1 million people have become drug addicts. Quitting the use drug is not an easy thing. Users can recover from drugs, even though the recovery takes a long time and it can be done during their lifetime. The negative stigma on former drugs addict makes users who have recovered has difficulty in finding a job. The National Narcotics Agency (known as BNN) invites users who have recovered from drug addiction to work as narcotics rehabilitation counselors. The life’s needs will become the motivation of the individual to work. A former drugs addict needs a support to fulfill the physiological needs and also psychological needs. This study is aimed to find out a motivation description of a former drugs addict who works as narcotics rehabilitation counselor with applied a qualitative method of case study approach. The respondent in research is a person of a former drugs addict who currently works as narcotics rehabilitation counselor. Purposive sampling technique was also applied in this research. The data was collected through interview and observation. The result of this research shows that the needs that had been met by respondent at this time were the needs of physiological, the need for security, and the need for love and self-esteem. The main motivation of respondent to work as a narcotics rehabilitation counselor is to fulfill self-esteem needs that consist of selfconfidence. Trust and self-esteem are obtained because he can carry out meaningful work, can recover from narcotics addiction, and can accept himself.

Keywords: Counselors, drug, former addicts, motivation.

LATAR BELAKANG

Penyalahgunan narkotika merupakan permasalahan kompleks yang memengaruhi kesehatan fisik, psikis, dan psikososial dari penggunanya. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis ataupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri, dan menyebabkan ketergantungan (Tarigan, 2017).Setiap tahunnya pecandu narkotika semakin meningkat, menurut Deputi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional, Diah Utami menyatakan jumlah penyalahguna narkotika di Indonesia pada tahun 2017 telah mencapai 3,5 juta orang dan hampir 1 juta orang telah menjadi pecandu narkotika (Priyasmoro, 2018).

Terbebas dari jerat narkotika bukan hal yang mudah karena rasa kecanduan terhadap narkotika akan tersimpan dalam ingatan individu(Syarifah, 2014). Individu yang telah dinyatakan pulih dari narkotika cenderung memiliki dorongan yang kuat untuk menggunakan kembali narkotika yang disebut dengan sugesti.Di sisi lain, ada beberapa individu yang dapat pulih dari narkotika, meskipun pemulihan narkotika berlangsung seumur hidup. Beberapa faktor yang dapat menjadi alasan individu pulih dari narkotika diantaranya meningkatnya religiusitas individu, lingkungan pertemanan yang lebih baik, mendapatkan dukungan dari orang-orang terdekat, dan meningkatnya kesadaran individu akan bahaya narkotika (Haryati, 2015).

Untuk membantu individu pulih dari narkotika, pemerintah menetapkan Pasal 54 UU Nomor 35 Tahun 2009 yang mengatur bahwa pecandu narkotika wajib menjalankan rehabilitasi, rehabilitasi terdiri dari rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Setelah menjalani tahap rehabilitasi, pecandu narkotika akan menjalankan tahap pembinaan lanjutan yang disebut pascarehabilitasi. Rumah damping adalah salah satu bentuk layanan pascarehabilitasi intensif dimana pecandu narkotika disiapkan untuk kembali ke masyarakat dan hidup lebih produktif misalnya dengan bekerja(Angrayni & Yusliati, 2018).

Mencari pekerjaan bagi individu yang telah pulih dari ketergantungan narkotika bukanlah hal yang mudah. Stigma-stigma negatif masih diberikan kepada mantan pecandu narkotika sehingga individu yang telah pulih dari narkotika kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan seperti kebanyakan individu. Mengatasi hal tersebut Badan Narkotika Nasional (BNN) akan mengajak bekerjasama individu yang telah pulih dari ketergantungan narkotika untuk bekerja sebagai konselor rehabilitasi narkotika (Antara, 2014).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan kepada konselor mantan pecandu narkotika berinisial NL disalah satu yayasan rehabilitasi Bali, diperoleh hasil bahwa kelebihan konselor yang telah pulih dari ketergantungan narkotika adalah memiliki latar belakang yang sama sehingga lebih mudah memahami dan mengerti apa yang sedang dialami klien rehabilitasi itu sendiri baik secara fisik ataupun fisiologis. Di balik hal tersebut,

terdapat pula risiko bagi konselor yang berasal dari mantan pecandu narkotika, dimana mantan pecandu narkotika yang bekerja sebagai konselor akan lebih mudah kembali menjadi pengguna narkotika atau relapse dikarenakan adanya sugesti yang masih dimiliki dan tingginya titik jenuh mantan pecandu narkotika (Wulandari, 2018).

Individu dalam menjalani segala sesuatu baik itu kegiatan atau pekerjaan dapat dipengaruhi oleh motivasi. Motivasi dapat membangkitkan individu untuk mencapai suatu tujuan tertentu salah satunya dalam bekerja (Setiawan, 2015). Individu bekerja dengan tujuan memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan setiap individu pada dasarnya sama, namun terdapat faktor budaya yang menjadi pembeda kebutuhan setiap individu. Bagi setiap individu bekerja tidak hanya didasarkan untuk mememenuhi kebutuhan fisiologis seperti mendapatkan gaji, namun terdapat fungsi psikologis yaitu setiap individu memiliki ketertarikan pada karir yang berbeda yang disesuaikan dengan kemampuan, ketertarikan dan kepribadian individu. Bekerja dapat digunakan individu untuk menguatkan identitas personal yang akan membantu meningkatkan kepercayaan diri. Individu yang menjalankan suatu pekerjaan yang bermakna akan dapat mengembangkan identitas, nilai, dan martabat (Anshori, 2013).

Mantan pecandu narkotika perlu mendapatkan dukungan untuk memenuhi kebutuhan baik dari segi fisiologis hingga kebutuhan psikologis. Memiliki pekerjaan yang layak seperti individu lain dapat menjadi kebutuhan mantan pecandu narkotika agar dapat bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, namun seringkali mantan pecandu narkotika tidak memiliki kepercayaan diri bahkan mendapatkan penolakan untuk kembali bekerja karena stigma yang melekat (Setiawan, 2016). Kebutuhan lain yang penting bagi individu mantan pecandu adalah dukungan dari pasangan, orangtua, anak, saudara, teman, dan semua anggota masyarakat untuk membantu kepulihan (Aridhona, Barmawi, & Junita, 2017).

Lingkungan dapat menjadi salah satu faktor pendukung individu menggunakan atau pulih dari ketergantungan narkotika. Berhadapan kembali dengan pecandu aktif, bandar narkotika atau dekat dengan narkotika menimbulkan resiko relapse bagi mantan pecandu narkotika. Menjalankan pekerjaan sebagai konselor membuat mantan pecandu narkotika dekat kembali dengan narkotika, yang meningkatkan resiko relapse. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Habibi, Basri, & Rahmadhani (2016) yaitu lingkungan atau pergaulan menjadi salah satu faktor pendorong individu yang telah pulih kembali menggunakan narkotika karena ketidakmampuan menahan diri dan dorongan untuk menggunakan narkotika. Berdasarkan data BNN pada tahun 2018 hampir 70 persen mantan pecandu narkotika yang yang telah menyelesaikan tahap rehabilitasinya kembali menggunakan narkotika hal tersebut terjadi karena tidak adanya dukungan lingkungan terdekat terutama keluarga dan faktor lingkungan pergaulan (Puspita, 2019). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti ditemukan bahwa telah banyak konselor mantan pecandu narkotika yang kembali menggunakan

narkotika karena tidak dapat menahan dorongan-dorongan untuk menggunakan narkotika (Wulandari, 2018).

Berdasarkan pemaparan di atas peneliti ingin mengetahui gambaran motivasi mantan pecandu narkotika yang bekerja sebagai konselor rehabilitasi narkotika, mengingat tingginya kemungkinanrelapse mantan pecandu narkotika yang harus kembali berhadapan dengan pecandu aktif karena pekerjaan yang dijalani. Waktu pemulihan yang panjang tidak menjamin mantan pecandu narkotika terlepas dari sugesti narkotika, karena sugesti dan pemulihan bagi individu yang telah pulih dari narkotika berlangsung seumur hidup.

METODE PENELITIAN

Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut Creswell (2015), penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan dan penelusuran untuk mengeksplorasi dan memahami suatu gejala secara sentral. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan studi kasus.

Unit Analisis

Pada penelitian ini, unit analisis yang digunakan bersifat perorangan. Pada unit analisis perorangan, pengumpulan data dipusatkan di sekitar individu, seperti kegiatan yang dilakukan individu dan hal yang memengaruhi kegiatan tersebut(Moleong, 2014)

Responden Penelitian

Responden pada penelitian ini adalah satu orang yang dipilih    dengan    menggunakan    teknik    nonprobabilitysampling berupa purposive    sampling.

Responden dalam penelitian ini harus memenuhi beberapa karakteristik, antara lain:

  • 1.    Laki-laki atau perempuan pulih dari ketergantungan narkotika minimal dua tahun.

  • 2.    Mantan pecandu narkotika yang pernah menjalani tahap rehabilitasi dan bekerja sebagai konselor.

  • 3.    Berdomisili di Bali

  • 4.    Usia 33-40 tahun

Teknik Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan teknik wawancara, observasi, dan kajian pustaka untuk memperoleh data yang lebih lengkap dan sesuai tujuan penelitian.Pada penelitian ini, wawancara yang digunakan adalah wawancara semiterstruktur. Pertanyaan yang diajukan dalam wawancara penelitian ini adalah pertanyaan terbuka dan mendalam. Observasi pada penelitian ini dilakukan selama proses wawancara berlangsung dengan responden.Studi pustaka pada penelitian ini dilakukan dengan mencari data dari sumber-

sumber dokumen elektronik berupa jurnal serta dokumen tertulis berupa buku.

Teknik Pengorganisasian dan Analisis Data

Teknik pengorganisasian data dilakukan dengan memindahkan data rekaman ke dalam sub folder pada laptop peneliti. Data rekaman hasil wawancara kemudian diolah dalam verbatim dan fieldnote kemudiandiberi judul file sesuai kode untuk masing-masing responden. Teknik analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan reduksi data, penyajian hasil, dan penarikan kesimpulan (Sugiyono, 2017)

Kredibilitas Penelitian

Temuan atau data penelitian kualitatif dapat dinyatakan valid apabila tidak terdapat perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada topik yang diteliti. Kredibilitas data pada penelitian ini dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, meningkatkan ketekunan, triangulasi, dan member check.

Isu Etik

Penelitian ini menerapkan beberapa isu etika yang harus diperhatikan selama proses penelitian berlangsung, yaitu tidak merugikan dan membahayakan responden, kerahasiaan data responden, penyimpanan data responden, informed consent untuk penelitian, dan pemberian imbalan kepada responden.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan dari proses analisis data, terdapat dua topik utama pada hasil penelitian yaitu terkait kehidupan mantan pecandu narkotika dan gambaran motivasi mantan pecandu narkotika yang bekerja sebagai konselor rehabilitasi narkotika.

Gambaran Kehidupan Mantan Pecandu Narkotika

Responden pertama kali menggunakan narkotika dikarenakan lingkungan pergaulan sebagaian besar adalah pecandu narkotika. Adanya peningkatan dosis penggunaan narkotika jenis heroin atau putaw, melakukan berbagai tindakan seperti berbohong hingga mencuri untuk mendapatkan narkotika, dan mengalami ketergantungan secara fisik dan psikologis sempat dialami responden. Selain gejala secara fisik dan psikologis penggunaan narkotika juga memengaruhi hubungan responden dengan keluarga dan lingkungan sosial terganggu.

Faktor Peningkat Pemulihan dari Narkotika

Responden menyatakan beberapa faktor yang dapat meningkatkan kepulihan yang dijalani, diantaranya faktor kepercayaan, telah berada pada titik jenuh penggunaan narkotika, adanya pengabaian keluarga, merasakan titik terendah dalam hidup dan adanya dukungan pasangan.

Faktor Penurun Pemulihan dan Strategi Koping

Salah satu faktor penurun pemulihan yang memengaruhi pemulihan responden adalah adanya dorongan atau seugesti untuk menggunakan narkotika kembali. Untuk mengatasi sugesti yang muncul responden berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih terbuka baik dalam pergaulan ataupun dalam menceritakan setiap permasalahan yang dihadapi untuk mengatasi berbagai emosi negatif yang muncul sebagai pemicu relapse.

Gambaran Motivasi Mantan Pecandu Narkotika yang Bekerja sebagai Konselor Rehabilitasi Narkotika

Motivasi utama yang responden bekerja sebagai konselor rehabilitasi narkotika bukan hanya untuk memenihi kebutuhan fisiologis, terdapat motivasi pemenuhan kebutuhan lain yang mendorong responden bekerja sebagai konselor rehabilitasi. Sebelum bekerja sebagai konselor rehabilitasi narkotika responden sempat bekerja sebagai teknisi hp, pengantar surat, tukang bersih atm, hingga bekerja sebagai supervisior salah satu perusahaan swasta dengan pendapatan yang tinggi, hanya saja responden merasa tidak nyaman dengan lingkungan dan beban kerja yang tinggi.

Pemenuhan Kebutuhan

Kebutuhan Fisiologis

Responden menyatakan gaji yang diterima sebagai konselor rehabilitasi narkotika masih tergolong rendah atau di bawah upah minimum regional (UMR), namun segala kebutuhan rumah tangga dapat tercukupi, ini dikarenakan pengeluaran keuangan dipenuhi oleh sang istri yang bekerja sebagai dosen dan keuangan seluruhnya diatur oleh istri responden. Responden menyatakan mengambil pekerjaan sampingan sebagai pengemudi ojek online.

Kebutuhan Rasa Aman

Responden menyatakan meskipun dalam hal karir atau pendapatan bekerja sebagai konselor tidak menjamin kehidupan dimasa depan, namun bagi responden bekerja sebagai konselor dapat menjamin dari segi keagamaan dan pemulihan responden, meskipun resiko bagi mantan pecandu narkotika yang bekerja sebagai konselor juga cukup tinggi karena harus lebih sering berada disekitar narkotika yang memiliki resiko untuk relapse (kambuh). Terdapat beberapa hal yang dapat meningkatkan kepulihan mantan pecandu narkotika bekerja sebagai konselor rehabilitasi, diantaranya adanya efek bounceback, efek mirroring, tumbuhnya perasaan berguna, dan meningkatnya rasa tanggung jawab.

Kebutuhan Rasa Cinta

Responden menyatakan banyak hal yang berubah dalam hubungan saat responden masih aktif menggunakan narkotika hingga kini responden pulih dan bekerja sebagai konselor rehabilitasi. Hubungan yang jelas terlihat adalah hubungan antara orangtua, hubungan dengan pasangan dan hubungan dengan lingkungan sosial, dimana saat ini responden tidak hanya bergaul dengan mantan pecandu. Responden juga menyatakan ingin memiliki anak, apabila dalam waktu lima tahun pernikahan responden dan istri belum diberikan kesempatan memiliki anak, responden menyatakan akan mengadposi anak dari sebuah yayasan.

Kebutuhan Harga Diri

Responden menyatakan telah merasa percaya diri dalam beberapa aspek kehidupannya. Bentuk pemenuhan kebutuhan harga diri memunculkan kepercayaan diri pada diri responden diantaranya telah berhasil pulih dari ketergantungan narkotika, percaya diri telah mampu menerima diri sendiri dengan segala masa lalu karena adanya dukungan dari lingkungan terdekat, telah mampu bekerja dan dapat menjalankan pekerjaan yang berguna bagi individu lain, dan keyakinan religious karena merasa dicintai tuhan dan diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri.

Kebutuhan Aktualisasi Diri

Responden sampai saat ini belum termotivasi untuk memenuhi kebutuhan akan aktualisasi diri. Responden menyatakan saat ini masih belum puas terhadap dirinya, misalnya saja belum dapat menjadi kepala keluarga yang baik karena responden merasa istri lebih kuat dalam menghadapi permasalahan sedangkan respomden begitu sensitif. Responden juga menyatakan bahwa masih sangat membutuhkan dukungan dari orang terdekat untuk menjaga kepulihannya.

Faktor Resiko Relapse

Responden menyatakan bekerja sebagai konselor rehabilitasi cenderung memberikan resiko besar untuk pemulihan yang dijalani, faktor resiko tersebut diantaranya Tingginya intensitas bertemu dengan mantan pecandu aktif memunculkan resiko untuk relapse bagi responden dan Responden menyatakan bahwa pecandu narkotika akan mudah jenuh dengan aktifitas yang dilakukan secara monoton dalam kehidupan sehari-hari dan perasaan lelah mendampingi klien selama sesi konseling berlangsung.

Strategi Koping Relapse

Terdapat beberapa strategi koping yang dilakukan responden untuk mengurangi kemungkinan relapse mengingat tingginya resiko kerja sebagai konselor rehabilitasi narkotika bagi mantan pecandu narkotika, diantaranya melakukan eksplorasi kegiatan, bersikap jujur dalam menjalankan pekerjaan, meningkatkan religiusitas, dan merencanakan rekreasi.

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Gambaran Kehidupan Mantan Pecandu Narkotika yang Bekerja Sebagai Konselor Rehabilitasi Narkotika

Penggunaan awal narkotika pada pecandu dapat disebabkan karena beberapa faktor. Salah satu faktor yang memengaruhi individu menggunakan narkotika adalah pengaruh lingkungan,responden pertama kali menggunakan narkotika saat berusia 14 tahun karena pengaruh teman yang sebagian besar adalah pengguna narkotika.Hal ini didukung dengan pendapat Gunarsa (2004) yang menyatakan bahwa penggunaan narkotika dapat disebabkan karena ketidakmampuan individu dalam menerima

informasi negatif, yang membuat individu terpengaruh oleh lingkungannya.

ndividu dapat dikatakan termasuk dalam kategori pecandu narkotika menurut Kartono (dalam Gunarsa, 2004) apabila menunjukan karakteristik diantaranya, memiliki keinginan untuk menggunakan narkotika sehingga berupaya untuk memeroleh baik dengan cara halal atau tidak, adanya peningkatan dosis penggunaan narkotika, dan mengalami ketergantungan secara psikis dan fisik yang menyebabkan sulit terlepas dari narkotika. Beberapa cara dilakukan responden untuk menghindari gejala putus zat diantaranya meminta kepada orangtua, berbohong, hingga mencuri. Hal ini didukung dengan pendapat Ali dan Duse (2007) yaitu ketergantungan narkotika akan berdampak pada rusaknya mental individu yang selalu berusaha untuk mendapatkan narkotika untuk menghindarkan diri dari gejala putus zat sehingga melakukan tindakan berbohong dan mencuri.

Ketergantungan yang dialami membuat responden meningkatkan intensitas dan dosis penggunaan narkotika jenis heroin yang terjadi pada tahun 1998. Hal ini didukung dengan pendapat Davison, Neale, dan Kring (2014) yang menyatakan individu yang mengalami kecanduan terhadap narkotika akan mengalami toleransi atau gejala putus zat. Ketergantungan penggunaan narkotika golongan downer yaitu heroin juga berdampak terhadap fisiologis responden yang menunjukan gejala nyeri bagian tulang ekor, keringat berlebih, nafsu makan berkurang, sulit tidur, perasaan lemas, dan mengalami mual. Gejala psikologis yang dialami responden diantaranya mengalami perasaan tidak berguna dan meningkatkan keinginan bunuh diri. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Felts, Cherrier, dan Barnes (1992) yang menyatakan bahwa individu pengguna narkotika jenis downer atau sejenisnya lebih meningkatkan keinginan bunuh diri dan mengembangkan berbagai ide untuk bunuh diri.

Penggunaan narkotika tidak hanya memengaruhi fisik ataupun psikologis, penggunaan narkotika akan berpengaruh terhadap kondisi sosial penggunanya. Selama menggunakan narkotika dan menjalankan program rehabilitasi hubungan yang terjalin antara responden dan keluarga cenderung kurang harmonis. Responden merasa diabaikan di dalam keluarga dan intensitas komunikasi sangat jarang saat responden menjalani rehabilitasi dikarenakan adanya rasa bersalah terhadap keluarga. Hal ini didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Aztri dan Milla (2013) yang menyatakan pecandu narkotika seringkali mendapatkan penolakan, sehingga memunculkan perasaan malu, perasaan bersalah dan penyembuhan yang relatif lama yang dapat menyebabkan frustasi. Terganggunya relasi sosial juga menjadi dampak penggunaan narkotika yang dialami responden. Responden merasa lebih nyaman untuk berhubungan dengan pengguna lainnya dan menutup diri dari pergaulan sosial karena merasa tidak percaya diri. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Perwitasari (2017) pecandu narkotika cenderung menarik diri dan hanya ingin bergaul dengan teman-teman sesama pecandu.

Terdapat beberapa faktor yang meningkatkan keinginan responden pulih dari ketergantungan narkotika. Faktor peningkat kepulihan responden yang pertama yaitu merasa hubungan dengan keluarga mulai tidak baik yang menyebabkan responden memiliki keinginan untuk pulih. Hal ini didukung dengan pendapat Maslow (2018) yaitu individu yang menerima cinta dan keberadaan dalam jumlah yang sedikit cenderung akan sangat termotivasi untuk mendapatkan cinta. Faktor kedua yang mendorong responden pulih dari ketergantungan narkotika adalah dukungan pasangan yang menimbulkan perasaan malu dan bersalah. Hal tersebut didukung dengan penelitian Isnaini, Hariyono, dan Utami (2011) yang menyatakan dukungan keluarga atau pasangan dapat memotivasi individu berhenti menggunakan narkotika karena adanya perasaan bersalah yang memunculkan keinginan pulih.

Faktor ketiga yaitu responden merasa direndahkan akan perlakuan individu lain yang menyebabkan responden merasa terhina. Hal tersebut menyebabkan responden memiliki keinginan untuk pulih dari ketergantungan narkotika agar dapat diterima oleh lingkungan.Perasaan jenuh terus-menerus menggunakan narkotika juga mendorong responden pulih dari narkotika. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Mustirah (2017) dan Perwitasari (2016) yaitu hal yang mendasari individu pulih dari ketergantungan narkotika adalah adanya perasaan jenuh dengan ketergantungan narkotika yang dialami. Pemulihan responden dari ketergantungan narkotika juga disebabkan karena responden memiliki keyakinan hanya ada dua pilihan bagi pecandu narkotika yaitu tertangkap polisi atau meninggal. Ketakutan meninggal dalam keadaan penuh dosa menjadi salah satu faktor pendorong responden pulih dari ketergantungan narkotika. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Alhamuddin (2015) yang menyatakan bahwa agama menjadi salah satu faktor penting untuk melepaskan individu dari ketergantungan narkotika.

Terdapat beberapa faktor yang dapat menurunkan kepulihan responden, diantaranya dorongan untuk menggunakan narkotika. Responden menyatakan sampai saat ini masih memiliki keinginan untuk menggunakan narkotika kembali yang disebut sugesti. Strategi koping yang digunakan responden untuk mendukung kepulihannya adalah menjadi pribadi yang lebih terbuka dalam menceritakan masalah yang dihadapi, dengan menjadi pribadi yang lebih terbuka responden dapat menceritakan segala permasalahan yang dihadapi kepada individu yang dapat dipercaya salah satunya kepada pasangan. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Yanti (2011) yang menyatakan komunikasi antarpribadi dengan pecandu narkotika sangat efektif untuk pemulihan pecandu narkotika dengan menunjukan sifat empati, sikap mendukung dan sikap positif, dan dengan memperluas pertemanan dengan komunitas bukan pecandu responden mendapatkan berbagai informasi dan dukungan baru yang dapat bermanfaat bagi kepulihan responden.

Gambaran Motivasi Mantan Pecandu Narkotika yang Bekerja sebagai Konselor Rehabilitasi Narkotika

Responden mulai menjadi konselor rehabilitasi narkotika pada tahun 2015. Motivasi bekerja konselor rehabilitasi narkotika bukan hanya didasarkan pada pemenuhan kebutuhan akan besarnya pendapatan yang diterima dan jenjang karir yang diraih, terdapat faktor lain yang melatarbelakangi motivasi berkerja responden sebagai konselor rehabilitasi narkotika. Motivasi akan pemenuhan kebutuhan harga diri menjadi pendorong utama responden saat ini bekerja sebagai konselor rehabilitasi narkotika. Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ratriani (2016) yang menyatakan tidak semua individu bekerja hanya untuk meraih karir dengan pendapatan yang tinggi, besar kecilnya imbalan yang diterima tidak menurunkan niat individu untuk dapat bekerja, terdapat faktor kesenangan, rasa syukur dan perasaan kepercayaan yang dapat meningkatkan motivasi bekerja individu.

Terdapat beberapa kebutuhan yang memotivasi responden bekerja sebagai konselor. Hal ini didukung dengan pendapat Maslow (dalam Feist & Feist, 2008) yaitu motivasi individu terbentuk karena adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi. Terdapat lima kebutuhan yang memotivasi membentuk hierarki, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan cinta, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri.

Bekerja sebagai konselor rehabilitasi bagi responden sudah mencukupi kebutuhan responden dan keluarga. Hal tersebut juga didukung dengan pekerjaan istri responden sebagai dosen di salah satu Universitas Swasta di Bali. Hal ini dibuktikan dengan terpenuhinya kebutuhan pokok yaitu kebutuhan pangan, selain hal tersebut responden dan keluarga telah memiliki rumah sendiri. Responden menyatakan seluruh gaji yang diterima akan diberikan kepada istri dan keuangan akan sepenuhnya diatur oleh istri. Pemenuhan kebutuhan keluarga seperti untuk liburan dan hari raya, telah disiapkan oleh responden dan istri dengan cara menabung.

Terpenuhinya kebutuhan fisiologis akan memotivasi individu memenuhi kebutuhan akan keamanan. Kebutuhan akan keamanan terdiri atas keamanan fisik, stabilitas, ketergantungan, perlindungan, dan kebebasan akan sesuatu yang mengancam (Feist & Feist, 2008). Responden menyatakan bekerja sebagai konselor memang tidak dapat menjamin dalam segi keuangan, namun untuk sisi kepercayaan, pekerjaan sebagai konselor menjamin pemulihan responden. Di sisi lain, bekerja sebagai konselor memberikan risiko yang cukup besar terhadap pemulihan, tetapi menurut responden selama masih mampu menahan diri dengan menerapkan berbagai strategi koping pekerjaan konselor dapat membantu pemulihan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Maslow (2018) yaitu individu akan berusaha menghindari diri dari berbagai ancaman dengan aturan ataupun strategi koping untuk menghindari ancaman.

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan pemulihan responden dengan bekerja sebagai konselor yaitu efek

bounceback, mirroring, menumbuhkan perasaan berguna, dan meningkatnya rasa tanggung jawab. Saat memberikan pengetahuan atau memberikan penguatan kepada klien rehabilitasi, responden juga berusaha menguatkan diri sendiri atau yang disebut dengan efek bounceback.Dengan membantu klien selama proses konseling menumbuhkan perasaan berguna sehingga dapat membantu proses pemulihan responden. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Khoirina (2016) yaitu bekerja bukan hanya sekadar pendapatan, perlu adanya niat untuk beribadah dan melalui pekerjaan yang dapat bermanfaat dan berguna bagi individu lain.

Setelah kebutuhan fisiologis dan kebutuhan rasa aman terpenuhi, individu akan berusaha memenuhi kebutuhan akan rasa cinta. Responden menyatakan banyak perubahan yang dirasakan saat menjadi pecandu hingga saat ini responden telah pulih dan bekerja sebagai konselor. Perubahan tersebut dapat dilihat dari intensitas komunikasi dan interaksi dalam keluarga, saat ini responden juga tinggal bersama orangtua yang sebelumnya tinggal di Makassar. Hubungan dengan lingkungan juga semakin membaik, responden telah mulai membuka diri dan lebih banyak berinteraksi dengan teman-teman bukan pecandu. Dukungan pasangan juga sangat penting, responden menyatakan pasangan merupakan yang paling setia dalam memberikan dukungan saat masih berpacaran hingga menikah. Pasangan juga sangat mendukung pekerjaan yang saat ini dijalani responden sebagai konselor rehabilitasi meskipun pendapatan yang diterima cenderung rendah, bahkan sekalipun pekerjaan tersebut tidak dibayar. Hal ini didukung oleh pendapat dari Papalia (2008) bahwa pemberian dukungan sosial dari individu yang berarti di sekitar kehidupan akan memberikan kontribusi dalam proses penyembuhan penderita atau mantan pecandu narkotika.

Saat telah mampu memenuhi kebutuhan akan rasa cinta, responden berusaha memenuhi kebutuhan akan harga diri. Bekerja sebagai konselor menjadikan responden percaya diri dalam beberapa aspek kehidupan, diantaranya merasa percaya diri karena telah berhasil pulih dari ketergantungan narkotika. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Ritonga dan Huznain (2018) yaitu mantan pecandu narkotika akan percaya diri saat telah mampu menyelesaikan tahap rehabilitasi dan berhasil pulih dari ketergantungan narkotika. Percaya diri karena dengan bekerja sebagai konselor responden dapat membantu individu lain yang memiliki latar belakang dengan sama. Responden juga menjadi lebih percaya diri karena saat ini karena telah mampu mengerjakan segala sesuatu yang dulu tidak bisa dilakukan misalnya saja bekerja, dengan bekerja responden merasa memiliki tanggungjawab sehingga meningkatkan harga diri responden. Hal ini didukung degan pendapat Rene Descartes “aku bekerja maka aku ada” yang bermakna individu bereksistensi mengada dengan bekerja, dengan hasil kerja yang dihasilkan individu akan dihargai (Hidayat, 2013). Responden merasa percaya diri karena lingkungan terdekat terutama pasangan dan keluarga telah menerima dirinya dengan segala masa lalunya. Hal ini

sesuai dengan hasil penelitian Ardilla dan Herdiana (2013) yaitu faktor pendukung penerimaan diri individu diantaranya adanya pandangan diri yang positif, dukungan keluarga yang diberikan secara konsisten, adanya sikap menyenangkan dari lingkungan, serta kemampuan sosial yang baik.

Saat kebutuhan di level terendah terpenuhi, individu akan temotivasi memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi, akan tetapi ketika kebutuhan akan harga diri terpenuhi individu tidak selalu bergerak menuju level aktualisasi diri. Kebutuhan akan aktualisasi diri mencakup pemenuhan diri, sadar akan semua potensi yang dimiliki dan keinginan menjadi kreatif (Feist & Feist, 2008). Berdasarkan pernyataan tersebut responden belum termotivasi untuk memenuhi kebutuhan akan aktualisasi diri, responden masih membutuhkan dukungan keluarga, pasangan atau lingkungan terdekatnya untuk mendukung pemulihannya karena pemulihan narkotika berlangsung seumur hidup. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Aztri dan Milla (2013) yaitu mantan pecandu yang telah menjalani pulih, tidak menutup kemungkinan dapat relapse, hal ini dapat terjadi apabila dukungan sosial yang diberikan kepada mantan pecandu bersifat sementara dan tidak konsisten.

Responden juga menyatakan belum puas terhadap dirinya, responden masih memiliki keinginan untuk menjadi kepala keluarga yang yang lebih baik dan dapat melindungi keluarga, karena responden merasa saat ini sang istri lebih kuat dalam menghadapi permasalahan, sedangkan responden begitu sensitif. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Famelsi (2017) gejala inferioritas suami adanya perasaan rendah diri suami terhadap istrinya yang berada di posisi lebih unggul daripada dirinya.

Bekerja sebagai konselor rehabilitasi narkotika dapat memotivasi responden untuk memenuhi kebutuhan, namun bagi mantan pecandu narkotika bekerja sebagai konselor rehabilitasi dapat memberikan resiko besar yang untuk kembali relapse karena konselor harus kembali berhadapan dengan pecandu aktif. Hal ini didukung dengan pernyataan Ikanovitasari dan Sudarji (2017) yaitu relapse dapat terjadi apabila individu bergaul kembali dengan teman-teman pemakai narkotika atau bandarnya sehingga individu tidak mampu menahan keinginan atau sugesti untuk memakai kembali narkotika. Perasaan lelah dengan tugas kerja konselor juga terkadang menjadi masalah bagi mantan pecandu narkotika yang bekerja sebagai konselor rehabilitasi narkotika. Responden juga menyatakan keinginan menggunakan narkotika kembali akan cenderung meningkat apabila merasa bosan dengan aktivitas yang dilakukan secara berulang-ulang, jika tidak tertangani dengan baik tidak menutup kemungkinan responden dapat mengalihkan perasaan lelah kepada penggunaan narkotika. Hal ini didukung dengan pernyataan Media (2013) yang menyatakan relapse dapat terjadi apabila individu pecandu narkotika mengalami tekanan dari dalam diri individu ataupun dari luar yang membuat individu tidak mampu mengatasi tekanan tersebut.

Mengingat kemungkinan relapse yang tinggi bagi mantan pecandu narkotika yang bekerja sebagai konselor, responden menyatakan melakukan berbagai strategi koping untuk mengurangi kemungkinan relapse. Koping pertama yang dilakukan adalah melakukan eksplorasi kegiatan untuk menghilangkan perasaan bosan terhadap aktivitas yang dilakukan secara berulang. Koping kedua yang dilakukan responden yaitu bersikap jujur dalam melakukan pekerjaan. Responden menyatakan saat kondisi psikis atau fisiknya tidak baik dan tidak dapat melakukan sesi konseling, responden akan berkata jujur agar tidak terjadi kesalahanpahaman antara konselor dan klien. Hal ini didukung dengan pendapat Rongers (dalam Lumongga, 2014) yaitu konselor yang baik haruslah berintegrasi dan kongruen, konselor harus terlebih dahulu memahami diri baik pikiran dan perasaan harus serasi.

Bentuk strategi koping ketiga yang dilakukan responden adalah mendekatkan diri kepada Tuhan. Hal tersebut responden lakukan karena pekerjaan yang dijalani mengharuskan responden terus berhadapan dengan narkotika, apabila tidak diselingi dengan kegiatan keagamaan responden menyatakan kemungkinan besar akan mengalami relapse. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Munawaroh (2014) yang menyatakan tingkat keimanan berkaitan dengan kekebalan dan daya tahan individu dalam menghadapi permasalahan kehidupan. Keimanan membuat individu mantan pecandu narkotika memiliki kepercayaan diri untuk merubah kepribdian negatif menjadi kepribadian yang kuat dan mandiri.Strategi koping keempat yang responden lakukan adalan melakukan rekreasi setelah melakukan berbagai pekerjaan sebagai konselor

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab IV penelitian ini, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: (1) Faktor yang melatarbelakangi individu menggunakan narkotika adalah faktor lingkungan, individu dapat dikategorikan sebagai pecandu apabila menunjukan karakteristik adanya peningkatan dosis narkotika yang digunakan, melakukan berbagai cara termasuk melakukan tindakan melanggar norma seperti mencuri dan berbohong untuk mendapatkan narkotika dan mengalami gejala putus zat yang memengaruhi fisik dan psikologis individu. Selain memengaruhi fisik dan psikologis penggunaan narkotika juga akan memengaruhi hubungan keluarga dan relasi sosial pecandu. (2) Terdapat faktor yang dapat meningkatkan pemulihan pecandu narkotika diantaranya faktor kepercayaan, pecandu telah berada pada titik jenuh penggunaan narkotika, adanya dukungan pasangan, adanya pengabaian keluarga dan mengalami titik terendah hidup memotivasi individu untuk pulih. Dibalik hal tersebut terdapat sugesti yang dapat menjadi faktor penurun individu pulih dari ketergantungan narkotika. (3) Permasalahan yang dihadapi mantan pecandu narkotika yang bekerja sebagai konselor rehabilitasi narkotika selain rendahnya pendapatan adalah adanya resiko relapse dan rasa lelah dalam pekerjaan karena harus melakukan konseling untuk mendampingi klien. Strategi koping yang

dilakukan yaitu melakukan eksplorasi kegiatan, bersikap jujur dalam menjalani pekerjaan, meningkatkan religiusitas, dan merencanakan rekreasi. (4) Lingkungan tidak selamanya membawa dampak buruk bagi pemulihan mantan pecandu narkotika, selama individu mampu memaknai secara positif dan menerapkan strategi koping berada pada lingkungan yang dekat dengan narkotika, pecandu narkotika, dan bandar narkotika justru dapat menjadi pengutan dan membantu proses pemulihan yang dijalani karena adanya efek bounceback, mirroring, dan meningkatnya kepercayaan diri.  (5) Motivasi utama

responden bekerja sebagai konselor rehabilitasi narkotika bukan hanya didasarkan akan pemenuhan kebutuhan pendapatan, karena pendapatan konselor rehabilitasi narkotika cenderung kecil. Pemenuhan kebutuhan akan harga diri menjadi motivasi utama responden tetap bekerja sebagai konselor rehabilitasi narkotika meskipun memberikan resiko relapse.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan peneliti dapat memberikan saran dan rekomendasi pada pihak-pihak terkait sebagai berikut.

Saran kepada mantan pecandu narkotika yang bekerja sebagai konselor atau mantan pecandu narkotika yang masih berada pada lingkungan yang kurang mendukunguntuk melakukan coping yaitu melakukan eksplorasi kegiatan, bersikap jujur, mendekatkan diri dengan tuhan dan merencanakan rekreasi.

Saran kepada pihak keluarga terutama keluarga baik orangtua atau pasangan untuk selalu memberikan dukungan secara konsisten kepada mantan pecandu narkotika untuk mendukung proses pemulihan.

Saran kepada masyarakat untuk dapat memberikan dukungan kepada mantan pecandu narkotika dengan menurunkan stigma negatif dan prasangka terhadap mantan pecandu narkotika dan menerima dan memberikan perlakuan yang sama kepada mantan pecandu narkotika.

Saran kepada pemerintah yaitu meningkatkan pelatihan keterampilan kepada mantan pecandu narkotika dan memberikan rekomendasi keperusahan-perusahan untuk memberikan pekerjaan yang layak kepada mantan pecandu narkotika serta memberikan layanan konseling secara berkala pada mantan pecandu narkotika yang bekerja sebagai konselor rehabilitasi.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, A., & Duse, I. (2007). Narkoba : Ancam generasi muda. Yogyakarta: Pustaka Timur.

Alhamuddin. (2015). Merawat jiwa menjaga tradisi: Dzikir dan amal thariqah qudiriyah     naqsabandiyah    dalam

rehabilitasi korban NAPZA sebaga terapis ala Islam Nusantara.        Jurnal Universitas       Islam

Bandung,   Vol. 12 No. 1. Dikutip dari

scholar.google.co.id/citations?user=6p9zDZ8AAAAJ&h l=en.Diunduh 1 Februari 2019

Angrayni, L., & Yusliati. (2018). Efektivitas rehabilitasi pecandu narkotika serta pengaruhnya terhadap          tingkat

kejahatan di Indonesia. Surabaya: Uwais Inspirasi Indonesia. Dikutip dari https://books.google.co.id/books?id=5juDDwAAQBAJ &printsec=frontcover&source=g      s_ge_s

mmary_&cad=0#v=onepage&q&f=false. Diunduh 16 September 2019

Antara. (2014). BNN berdayakan       mantan

pecandu narkoba sebagai konselor. Sumatra: Antaeasumbar.              Dikutip              dari

https://sumbar.antaranews.com/berita/120974/bnn berdayakan-mantan-pecandu-narkoba-sebagai-konselor. Diunduh 15 September 2018

Anshori, N. S. (2013). Makna kerja, suatu studi etnografi abdi dalem keraton ngayogyakarta hadiningrat daerah istimewa Yogtakarta. Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi,     Vol.     2,     No.     3.     Dikutip

darihttp://journal.unair.ac.id/filerPDF/abstrak_561650_t pjua.pdf . Diunduh 23 September 2018

Ardilla, F., & Herdiana, I. (2013). Penerimaan diri narapidana wanita. Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial, Vol.2 No,01.                  Dikutip                  dari

http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Fauziya%20Ardilla% 20Ringkasan.pdf.Diunduh 1 Februari 2019.

Aridhona, J., Barmawi, & Junita, N. (2017). Hubungan antara dukungan sosial dengan motivasi pasca kesembuhan pada remaja penyalahguna narkoba di Banda Aceh. Jurnal     Sains     Psikologi.     Dikutip     dari

journal2.um.ac.id/index.php/JSPsi/article/download/14 74/1262.Diunduh 23 September 2018.

Aztri, S., & Milla, N. M. (2013). Rasa berharga dan pelajaran hidup mencegah kekambuhan kembali pada pecandu narkoba studi kualitatif fenomenologis. Jurnal Psikologi.                 Dikutip                 dari

https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/characte r/.../19918. Diunduh 13 Oktober 2018

Creswell, J. W. (2015). Penelitian kualitatif & desain riset. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Davison, G. C., Neale, J. M., & Kring, A. M. (2006). Psikologi Abnormal Edisi Ke-9. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Famelsi, E. (2017). Gejala inferioritas pada suami yang memiliki istri berpenghasilan lebih tinggi di kelurahan Sidomulyo Barat Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru. Jurnal Universitas Riau Pekanbaru, OM FISIP Vol.4 No. Dikutip                                             dari

https://media.neliti.com/media/publications/122555-ID-gejala-inferioritas-pada-suami-yang-memi.pdf. Diunduh 1 Februari 2019

Feist, & Feist. (2014). Teori kepribadian edisi tujuh. Jakarta Selatan: Salemba Humanika

Felts, M., Cherrier , T., & Barnes, R. (1992). Drug use and suicide ideation and behavior among Nort Carolina public school studen. American Journal of Public Health, Vol. 28,      No.      6.      Dikutip      dari      dari

http://thescholarship.ecu.edu/bitstream/handle/10342/32 78/Drug%20use%20suicide%20ideation%20behavior.p df;sequence=1. Diunduh 1 Februari 2019

Gunarsa, P. D. (2004). Dari anak sampai usia lanjut. Jakarta: BPK     Gunung     Mulia.     Dikutip     dari

https://books.google.co.id/books?id=GUAGhG74nH4C &printsec=frontcover&dq=Dari+anak+sampai+usia+lan jut&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwj3hOb85q7gAhUEaI 8KHSWRDNoQ6AEIKDAA#v=onepage&q=Dari%20a nak%20sampai%20usia%20lanjut&f=false.Diunduh 11 Desember 2018

Habibi, Basri, S., & Rahmadhani, F. (2016). Faktor        faktor

yang berhubungan dengan kekambuhan pengguna narkoba pada pasien rehabilitasi di balai rehabilitasi badan narkotika nasional Baddoka Makassar tahun 2015. Public Science   Journal,   Volume 8,

Nomor 1. Dikutip dari     journal.uin-

alauddin.ac.id/index.php/Al-

Sihah/article/.../1942.Diunduh 4 Februari 2019

Haryati, L. (2015). Solusi bebas narkoba. Artikel BNN Diakses dari:http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/201 2/06/12/458/tips-bebas-narkoba. Diunduh 14 September 2018

Hidayat, K. (2013). Psikologi kebahagian: merawat bahagia tiada akhir. Jakarta:   Mizan Publika. Diakses dari

https://books.google.co.id/books?id=GqVNCwAAQBA J&pg=PR3&dq=Psikologi+kebahagian:+merawat+baha gia+tiada+akhir&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwieoa69x sXgAhUYAXIKHcw1AagQ6AEIKjAA#v=onepage&q =Psikologi%20kebahagian%3A%20merawat%20bahagi a%20tiada%20akhir&f=false. Diunduh 1 Februari 2019

Ikanovitasari, C., & Sudarji, S. (2017). Gambaran resiliensi pada mantan pengguna narkoba. Jurnal Psikologi Universitas Bunda               Mulia.               Diakses

jurnal.unissula.ac.id/index. php/ippi/article/download/21 80/1643. Diunduh 1 Februari 2019

Isnaini, Y., Hariyono, W., & Utami, I. K. (2011). Hubungan antara dukungan keluarga dengan keinginan untuk sembuh pada penyalahguna napza di lembaga permasyarakatan wirogunan kota Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Universitas Ahmad Dahlan, Vol. 5, No.2. Diakses                                          dari

https://media.neliti.com/media/publications/24856-ID-hubungan-antara-dukungan-keluarga-dengan-keinginan-untuk-sembuh-pada-penyalahgun.pdf. Diunduh 1 Februari 2019

Khoirina, C. (2016). Motivasi menjadi seorang sukarelawan pengatur lalulintas. Artikel Publikasi Universitas Muhammadiyah     Surakarta.     Diakses     dari

http://eprints.ums.ac.id/46560/4/04.HALAMAN%20DE PAN.pdf. Diunduh 1 Februari 2019

Lumongga, D. N. (2014). Memahami dasar dasar konseling dalam teori dan praktik. Jakarta: Kencana. Diakses dari https://books.google.co.id/books?id=XdxDDwAAQBAJ &printsec=frontcover&dq=Memahami+dasar+dasar+ko nseling+dalam+teori+dan+praktik&hl=en&sa=X&ved= 0ahUKEwiY166J5a7gAhXUWysKHfaiAmcQ6AEIKD AA#v=onepage&q=Memahami%20dasar%20dasar%20 konseling%20dalam%20teori%20dan%20praktik&f=fal se. Diunduh 18 Oktober 2018

Maslow, A. (2018). Motivasi dan kepribadian cetakan kedua. Yogyakarta: Cantrik Pustaka

Media, T. V. (2013). Rehabilitasi bagi korban narkotika. Jakarta: Visi          Media.          Dikutip          dari

https://books.google.co.id/books?id=NhiIwbk0VV8C&p rintsec=frontcover&dq=rehabilitasi+korban+narkotika& hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiE57yQ_sfgAhVXbn0KH dw3BCgQ6AEIKzAA#v=onepage&q=rehabilitasi%20k orban%20narkotika&f=false. Diunduh 1 Februari 2019

Moleong, L.J. (2014). Metodologi penelitian   kualitatif.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Munawaroh, A. (2014). Peranan pendidikan agama islam dalam proses rehabilitasi pecandu narkoba di Madina Mental Health Care. Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.               Dikutip               dari

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/12345678 9/25437/1/Skripsi%20Aqilatul%20Munawaroh%20Wat ermark.pdf. Diunduh 1 Februari 2019

Mustirah, D. (2017). Resiliensi pada mantan pecandu narkoba di kampung narkoba- Madura. Skripsi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Dikutip dari http://etheses.uin-malang.ac.id/11540/1/13410003.pdf. Diunduh 1 Februari 2019

Papalia, D. E., Old, S. W., & Feldman, R. D. (2011). Human development (psikologi perkembangan), edisi terjemahan. Jakarta: Kencana.

Perwitasari, D. A. (2016). Proses regulasi diri pada mantan pecandu narkotika yang bekerja sebagai konselor adiksi. Skripsi Universitas Sanata Dharma. Dikutip dari https://repository.usd.ac.id/6197/2/119114067_full.pdf. Diunduh 1 Februari 2019

Priyasmoro, M. R. (2018). BNN: Pemakai narkoba       di

Indonesia capai 3,5 Juta orang pada 2017.

Jakarta:  Liputan6.com.          Dikutip          dari

https://www.liputan6.com/news/read/3570 00/bnn  pemakai-narkoba-di-indonesia-capai   35-

juta     orang-pada-2017. Diunduh 10        September 2018

Puspita, R. (2018). BNN: 70 persen pecandu narkoba relapse setelah rehabilitasi. Jakarta: Republika. Dikutip dari https://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/ 8/03/20/p5w2eo428-bnn-70-persen-pecandu narkoba-relapse-setelah-rehabilitasi. Diunduh 15

Februari 2019

Ratriani, V. A. (2016). Motivasi menjadi prajurit keraton Ngayogyakarta Hadiningrat pada usia remaja akhir (1822 Tahun). Skripsi Universitas Sanata Dharma. Dikutip dari https://repository.usd.ac.id/6621/2/119114118_full.pdf. Diunduh 1 Februari 2019

Ritonga, & Huznain, H. (2018). Tingkat kepercayaan diri tidak relapse warga binaan yayasan untuk anak mandiri indoneisa sebelum entry. Skripsi Universitas Sumatera Utara.           Dikutip           dari           dari

http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/3 422/140902092.pdf?sequence=1&isAllowed=y.

Diunduh 1 Februari 2019

Setiawan, K. C. (2015). Pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja karyawan level pelaksana di divisi operasi PT. Pusri Palembang. Jurnal Psikologi Islam, Vol 1 No 2 43-53. Dikutip                                             dari

jurnal.radenfatah.ac.id/index. php/psikis/article/downloa d/.../504/.Diunduh 8 Desember 2018

Setiawan, E. (2016). Mantan pecandu narkoba kesulitan kembali ke lingkungan sosial. Jakarta:Sindonews.com. Dikutip dari https://daerah.sindonews.com/read/116075622/mantan pecandu-narkoba-kesulitan-kembali-ke-

lingkungan-sosial-1480962140. Diunduh ta     8

Oktober 2018

Sugiyono. (2017). Metode penelitian kualitatif eksploratif, enterpretif, interaktif dan konstruktif. Bandung: Alfabeta.

Syarifah, F. (2014). Mantan pecandu narkoba tak bisa sembuh selamanya. Jakarta:  Liputan6.com. Dikutip dari

https://www.liputan6.com/health/read/2065201/mantan pecandu-narkoba-tak-bisa-sembuh-selamanya. Diunduh 20 Februari 2018

Tarigan, I. J. (2017). Narkoba dan penanggulangannya. Yogyakarta:      Deepublish.      Dikutip      dari

https://books.google.co.id/books?id=cm85DwAAQ AJ&pg=PR5&dq=tarigan+2017+n rkotika&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjJ9KOt1a7g hUO448KHYFOAMcQ6AEILzA #v=onepage&q=tarigan%202017%20narkotika&f=f lse. Diunduh 12 September` 2018

Usman, M., Cangara, S., & Muhammad, R. (2016). Kehidupan orang tua tunggal (studi kasus ibu sebagai kepala keluarga di Kelurahan Parangloe). eJournal Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Dikutip dari http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/7ccf33c28d52e13a4 0fec81777694e07.pdf.

Wulandari, R. (2018). Studi pendahuluan: Gambaran motivasi mantan pecandu narkotika yang bekerja sebagai konselor rehabilitasi narkotika. Naskah tidak dipublikasikan, Program Studi Sarjana Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar.

Yanti, F. (2011). Peran komunikasi antarpribadi dan komunikasi kelompok teman sebaya dalam pemulihan pecandu narkoba di Sibolangit Center. Skripsi IAIN Sumatera Utara.                   Dikutip                   dari

http://repository.uinsu.ac.id/2856/1/Tesis%20Fitri%20Y anti.pdf. Diunduh 1 Februari 2019

LAMPIRAN


Bagan 1. Gambaran Motivasi Mantan Pecandu Narkotika yang Bekerja sebagai Konselor


Tabel 1. Motivasi Berdasarkan Hierarki Kebutuhan

No

Hirarki Kebutuhan

Kehidupan Pecandu

Kehidupan Pulih

1.

Pemenuhan       Kebutuhan

Fisiologis

Tidak dapat bertanggung jawab terhadap diri sendiri, pemenuhan kebutuhan utama adalah narkotika

Memiliki pekerjaan sehingga dapat bertanggung jawab terhadap kehidupan diri sendiri dan keluarga.

2.

Pemenuhan Kebutuhan akan rasa aman

Mengalami ketakutan tertangkap polisi, memiliki ketakutan akan mengalami kematian yang tidak baik

Resiko berhadapan langsung dengan pecandu-pecandu aktif yang meningkatkan resiko relapse, disisi lain pekerjaan konselor menjamin untuk pemulihan karena adanya efek bounceback, mirroring, meningkatkan perasaan berguna dan bertanggung jawab

3.

Pemenuhan Kebutuhan akan Cinta

Adanya dukungan awal dari orangtua namun orangtua mulai mengabaikan karena perasaan lelah, intensitas komunikasi rendah dengan keluarga, menutup diri dengan lingkungan luar non pecandu, besarnya dukungan pasangan

Intensitas komunikasi dengan keluarga lebih baik, tinggal satu atap dengan orangtua, menyempatkan diri berlibur untuk bersilahturahmi dengan keluarga, membuka diri dalam hal pergaulan dengan lingkungan non pecandu. Dukungan istri sangat besar, memiliki keinginan memiliki anak

4.

Pemenuhan Kebutuhan akan Harga Diri

Tidak dapat bertanggung jawab terhadap diri sendiri, memiliki kepercayaan diri yang semu akibat pengaruh narkotika. Merasa tidak berharga sehingga memiliki keinginan bunuh diri.

Meningkatnya kepercayaan diri karena telah mampu pulih dari ketergantungan narkotika, merasa berguna dengan pekerjaan yang saat ini dijalani, telah mampu menerima diri sendiri. Percaya diri karena diberikan kesempatan tuhan untuk memperbaiki diri

5.

Kebutuhan akan Aktualisasi Diri

Belum terpenuhinya kebutuhan akan aktualisasi diri karena berada dalam pengaruh obat obatan

Belum terpenuhinya kebutuhan akan aktualisasi diri karena masih memerlukan dukungan lingkungan untuk mendukung pemulihan, ingin menjadi kepala keluarga yang baik.

143