Jurnal Psikologi Udayana

2019, Vol.6, No.1, 182-192


Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 2654 4024; p-ISSN: 2354 5607

Pengaruh dukungan sosial teman sebaya dan kontrol diri terhadap perundungan (bullying) pada remaja awal di Denpasar

Isza Gita Susanti dan Ni Made Swasti Wulanyani Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana [email protected]

Abstrak

Perundungan atau yang disebut bullying merupakan perilaku yang bersifat menyerang, negatif, dan merugikan, yang dilakukan oleh individu atau sekelompok orang dengan tidak adanya keseimbangan kekuatan antara korban dan pelaku. Beberapa faktor diperlukan agar perundungan dapat ditekan kemunculannya. Dukungan sosial teman sebaya merupakan faktor eksternal dan kontrol diri merupakan faktor internal yang dapat menekan munculnya perilaku perundungan pada remaja. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh dukungan sosial teman sebaya dan kontrol diri terhadap perundungan pada remaja awal di Denpasar. Responden penelitian ini dipilih melalui two stage cluster sampling yang berjumlah 210 orang remaja awal usia 12-15 tahun dan berstatus sebagai siswa SMP Swasta di Denpasar. Hasil uji regresi berganda menunjukkan nilai signifikansi 0,430 (P> 0,05) yang menunjukkan bahwa dukungan sosial teman sebaya dan kontrol diri secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap munculnya perundungan. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor lainnya yang kemungkinan mempengaruhi munculnya perundungan tidak diteliti seperti dinamika keluarga, jenis kelamin, iklim dan budaya sekolah.

Kata kunci: dukungan sosial teman sebaya, kontrol diri, perundungan (bullying).

Abstract

Bullying is an offensive, negative, and harmful behavior perpetrated by an individual or group of people in the absence of a balance of power between the victim and the perpetrator. Several factors are needed for harassment behavior to be suppressed. Peer social support is an external factor and self-control is an internal factor that can suppress the emergence of harassment behavior in adolescents. This research is a quantitative research that aims to find out the influence of peer social support and self-control on the bullying in early adolescent in Denpasar. Respondents of this study were selected through two stage cluster sampling of 210 adolecent 12-15 years of age as a private junior high school student in Denpasar. The result of multiple regression test shows the significance value 0,430(P> 0,05) it means peer social support and self control do not give influence to the appearance of bullying. This is due to other factors likely to influence of bullying such as family dynamics, gender, climate and school culture.

Keywords: social support from peers, self-control, bullying.

LATAR BELAKANG

Perkembangan manusia akan selalu ada dari masa ke masa seiring dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Pengertian perkembangan merujuk pada suatu proses ke arah yang lebih sempurna dan bersifat tetap sehingga tidak begitu saja dapat diulang kembali (Monks dkk, 2014). Masa perkembangan yang terjadi secara begitu cepat dan penuh dinamika adalah masa remaja. Santrock (2003) menyebutkan bahwa masa remaja diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional.

Masa remaja merupakan masa aktif belajar di sekolah menengah lanjutan. Transisi menuju sekolah menengah atau sekolah lanjutan tingkat pertama dari sekolah dasar merupakan suatu pengalaman yang normatif bagi anak-anak. Pengalaman normatif tersebut menurut Santrock (2003) berkaitan dengan perubahan-perubahan pubertas remaja, seperti mulai adanya tanggung jawab, kemandirian, dan mengalami perubahan dari kelompok teman sebaya yang homogen menjadi kelompok teman sebaya yang lebih besar atau heretogen, sehingga hal tersebut menimbulkan berbagai permasalahan dan stress. Santrock (2003) menyebutkan proses transisi tersebut menimbulkan stress karena terjadi secara bersamaan dengan transisi lainnya dalam individu, keluarga, dan di sekolah. Remaja awal pada rentang umur 12-15 tahun, pada umumnya duduk di bangku sekolah menengah pertama atau yang setingkat (Monks dkk, 2014). Masa remaja awal kira-kira sama dengan masa sekolah pertama dan mencakup perubahan pubertas (Santrock, 2003).

Remaja ada diantara anak dan orang dewasa serta belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya (Monks dkk, 2014). Masa transisi seringkali menghadapkan individu kedalam situasi-situasi yang membingungkan, disatu pihak individu masih kanak-kanak dan dipihak lain individu harus bertingkah laku seperti orang dewasa. Remaja saat dalam pencarian identitas dan jati dirinya kerap mengalami berbagai permasalahan. Masalah-masalah yang dialami pada usia remaja yaitu menggunakan obat terlarang, minum alkohol, melakukan aksi kekerasan, depresi dan akhirnya melakukan tindakan bunuh diri (Santrock,2003).

Aksi kekerasan yang dilakukan oleh remaja pada masa sekolah menjadi perhatian serius di masyarakat. Salah satu aksi kekerasan yang dilakukan oleh remaja pada masa sekolah adalah perilaku bullying. Wiyani (2012) menyatakan bahwa bullying atau yang disebut perilaku perundungan, merupakan tindakan negatif yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang yang bersifat menyerang karena adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pihak yang terlibat. Merundung atau perundungan menurut kbbi.web.id (2018) merupakan perilaku yang mengganggu, mengusik terus-menerus, dan menyusahkan orang lain. Perilaku perundungan sebagai salah satu bentuk tindakan agresif dan merupakan masalah yang mendunia, salah satunya di Indonesia.

Menurut Wiyani (2012) perilaku perundungan sangat rentan terjadi pada remaja putra dan putri, serta dapat terjadi di

berbagai tempat, mulai dari lingkungan pendidikan atau sekolah, tempat kerja, lingkungan sekitar, dan lain-lain. Bentuk perilaku perundungan seperti mengejek, menyebarkan gosip, menghasut, mengucilkan, mengintimidasi, menindas, memalak, hingga menyerang secara fisik. Perilaku perundungan juga didefinisikan sebagai serangan emosional, verbal, fisik berulang terhadap orang lain atau sekelompok orang yang rentan dan tidak dapat membela diri (Goldbaum, 2003).

Hymel (dalam Surilena, 2016) menyatakan bahwa angka perilaku perundungan bervariasi di berbagai negara, 9-73% pelajar melaporkan pernah melakukan perundungan terhadap pelajar lain dan 2-36% lainnya pernah menjadi korban perundungan. Penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Semai Jiwa Amini (2008) tentang kekerasan perundungan di tiga kota besar di Indonesia, yaitu Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta mencatat terjadinya kekerasan psikologis (pengucilan), kekerasan verbal (mengejek) dan kekerasan fisik (memukul) di tingkat Sekolah Menengah Pertama dengan deskripsi yaitu Yogyakarta sebesar 77,5% mengakui ada kekerasan, Surabaya sebesar 59,8% mengakui ada kekerasan, Jakarta sebesar 61,1% ada kekerasan. Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyebutkan bahwa KPAI telah menerima aduan 26 ribu kasus perundungan dari tahun 2011 sampai 2017. Anak berhadapan dengan hukum sebanyak 34% yaitu termasuk kekerasan anak yang dilakukan oleh 9 orang anak di Tamrin (Kpai.go.id, 2017). Perundungan merupakan tindakan yang berbahaya karena membawa dampak traumatik yang dapat mempengaruhi kehidupan remaja pada tahap perkembangan selanjutnya. Surilena (2016) menyebutkan bahwa dampak perilaku perundungan dapat terjadi baik pada pelaku maupun korban, namun dampak terbesar dialami oleh korban. Korban perundungan akan menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan berbagai cara untuk menghindari gangguan di sekolah sehingga, mereka hanya memiliki sedikit energi untuk belajar. Coloroso (2007) menyatakan bahwa pelaku yang melakukan perundungan disebut penindas (the bully) dan perilaku perundungan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu bullying verbal, bullying psikologis, dan bullying fisik.

Remaja penindas (the bully) atau remaja pelaku perundungan tidak menyadari bahwa dirinya telah melakukan tindakan perundungan. Remaja tanpa sadar telah melakukan tindakan perundungan antara sesama teman sebayanya. Remaja yang melakukan perundungan berpotensi menjadi pelaku tindak kekerasan serta terjebak dalam tindakan kriminal. Salah satu kasus yang sempat terjadi di Denpasar, pada tahun 2015. Seorang remaja berusia 15 tahun yang masih bestatus sebagai pelajar SMP di Denpasar, tega membunuh temannya AS karena pelaku mengaku kerap menjadi target perundungan sejak kelas satu SMP. Pelaku pembunuhan dijerat dengan pasal 80 ayat 3 perlindungan anak dan masih di selidiki apakah pembunuhan tersebut berencana atau tidak (daerah.sindonews.com, 2015).

Sebuah penelitian sederhana yang dilakukan oleh Susanti (2018) dengan menyebarkan kuesioner kepada 80 orang remaja awal usia 12-15 tahun yang berstatus sebagai siswa SMP dengan rincian 40 orang siswa SMP Swasta dan 40 orang siswa SMP Negeri di Denpasar. Hasil yang didapat dari total nilai item masing-masing responden yang bersekolah di SMP Negeri

adalah mayoritas responden sebanyak 37 orang dengan persentase 92,5% pernah melakukan perundungan dengan kategori sedang dan sebanyak 3 orang dengan persentase 7,5% pernah melakukan perundungan dengan kategori rendah. Hasil yang didapat dari total nilai item masing-masing responden yang bersekolah di SMP Swasta adalah keseluruhan responden sebanyak 40 orang dengan persentase 100% pernah melakukan perilaku perundungan dengan kategori sedang, sehingga dapat diartikan bahwa remaja awal yang bersekolah di SMP Swasta lebih banyak melakukan perundungan dengan kategori sedang dari pada remaja yang bersekolah di SMP Negeri (Susanti,2018). Berdasarkan hal tersebut mengapa terdapat remaja yang memiliki tingkat perilaku perundungan yang sedang dan rendah serta apa faktor yang mempengaruhi ?.

Remaja mendapat informasi dan nilai-nilai melalui lingkungan sekolah dan melalui kontak dengan teman-teman sebaya dari keluarga serta lingkungan yang berlainan (Monks, dkk, 2014). Salah satu faktor eksternal yang dapat membuat remaja tidak melakukan perundungan adalah dukungan sosial yang tinggi dari teman sebaya. Thoits (dalam Rutter, dkk, 1993) menyebutkan dukungan sosial merupakan derajat dimana kebutuhan dasar individu akan afeksi, persetujuan, kepemilikan, dan keamanan diperoleh melalui interaksi dengan orang lain. Dukungan sosial dapat berasal dari masyarakat, dinamika keluarga, pasangan dan teman sebaya (Taylor, 2009). Pada masa remaja sistem dukungan sosial yang baik dapat diperlukan untuk bertahan terhadap strees (Santrock, 2003).

Individu mempunyai sumber dukungan sosial yang berbeda-beda. O’Brien (dalam Santrock, 2003) menyebutkan bahwa sumber dukungan sosial yang utama dan menyeluruh bagi remaja adalah teman sebaya. Santrock (2003) menyebutkan bahwa dukungan teman sebaya dapat positif maupun negatif. Hal ini ditunjukkan dari kemampuan remaja untuk masuk kedalam suatu lingkungan sosial yang dapat dihubungkan dengan masalah dan gangguan apabila remaja tidak mampu ikut andil didalamnya. Aturan atau norma yang negatif dalam hubungan dengan teman sebaya dapat mendukung dan membenarkan perilaku perundungan (Faye ong, 2003). Kelompok teman sebaya yang menyimpang dapat digunakan untuk mencari pengakuan eksistensi diri dari menindas orang yang dirasa lebih lemah agar individu memiliki pengakuan dan dukungan dari lingkungannya karena telah memiliki keberanian dan kekuasaan (Zakiah,dkk, 2017).

Seorang anak yang melihat dan mengamati perilaku perundungan yang dilakukan oleh temannya sebagai pelaku terhadap korban, secara tidak langsung anak tersebut membenarkan dan mendukung apa yang dilakukan oleh temannya. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Syarifah (2012) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif dukungan sosial teman sebaya dengan perilaku perundungan pada remaja di Jepara. Artinya dukungan sosial teman sebaya yang semakin positif dapat menekan munculnya perilaku perundungan yang bersifat negatif. Hasil survey studi pendahuluan juga menujukkan bahwa alasan remaja melakukan perundungan psikologis yaitu mayoritas menjawab karena adanya dukungan teman lainnya untuk melakukan perundungan psikologis seperti mendiamkan dan melakukan pengucilan (Susanti, 2018). Kurangnya dukungan positif teman sebaya

menyebabkan remaja merasa tidak dibutuhkan terutama bagi mereka yang tidak popular dikalangan sosialnya cenderung memiliki perilaku perundungan yang tinggi (Putri, dkk, 2015).

Perilaku perundungan yang dilakukan oleh remaja selain dipengaruhi oleh faktor eksternal, juga dipengaruhi oleh faktor internal yaitu kontrol diri. Faktor internal merupakan faktor yang ada dalam diri individu sendiri. Hal ini diperkuat dari Low Self Control Theory yang dikemukakan oleh Travis Hirschi dan Gottfredson (dalam Aroma & Suminar, 2012) menyebutkan bahwa perilaku kriminal dapat dilihat melalui kontrol diri (self control), dimana individu dengan kontrol diri yang rendah memiliki kecenderungan untuk menjadi impulsif, senang berperilaku beresiko, dan berfikiran sempit. Lazarus (1976) menjelaskan bahwa kontrol diri menggambarkan keputusan individu melalui pertimbangan kognitif untuk mengontrol perilaku guna meningkatkan hasil dan tujuan tertentu. Individu dengan tingkat kontrol diri yang tinggi akan menyadari akibat dan efek jangka panjang apabila melakukan perilaku perundungan. Hasil studi pendahuluan menunjukkan sebanyak 40 orang dari 80 orang remaja awal di Denpasar menyatakan alasan melakukan perundungan fisik karena merasa tidak bisa mengontrol diri khususnya mengontrol emosi dan keinginan untuk melakukan perundungan fisik kepada korban (Susanti, 2018).

Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa perilaku perundungan muncul karena dipengaruhi oleh banyak faktor. Kasus-kasus perundungan di lingkungan sekolah di kota-kota besar terjadi seperti rantai. Pelaku bisa saja sebelumnya pernah menjadi korban perundungan sehingga tanpa sadar melakukan kembali tindakan perundungan tersebut kepada korban lainnya. Berbagai upaya dilakukan untuk menekan perilaku perundungan yang sesungguhnya termasuk dalam kategori tindak kekerasan. Dampak dari perilaku perundungan tidak hanya dirasakan oleh remaja korban perundungan namun juga oleh pelaku karena termasuk dalam tindakan kriminal. Pengaruh dukungan sosial teman sebaya sebagai faktor eksternal dan kontrol diri sebagai faktor internal, apabila bersama-sama berkontribusi secara positif pada setiap individu remaja, maka perilaku perundungan dapat ditekan. Oleh karena itu diperlukan sebuah penelitian yang mampu memberikan informasi secara terukur mengenai pengaruh dukungan sosial teman sebaya dan kontrol diri terhadap perilaku perundungan pada remaja awal di Denpasar.

METODE PENELITIAN

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dukungan social teman sebaya dan kontrol diri, serta variabel tergantung dalam penelitian ini adalah perilaku perundungan (bullying). Definisi operasional variable penelitian ini, adalah :

Perilaku Perundungan

Perilaku perundungan dalam penelitian ini adalah perilaku yang bersifat menyerang, negatif, dan merugikan, yang dilakukan oleh individu atau sekelompok orang dengan tidak adanya keseimbangan kekuatan antara korban dan pelaku. Perilaku perundungan diukur dengan menggunakan skala perilaku

perundungan. Semakin tinggi skor total, maka semakin tinggi tingkat perilaku perundungan responden.

Dukungan Sosial Teman Sebaya

Dukungan sosial teman sebaya dalam penelitian ini adalah dukungan yang diberikan oleh teman sebaya dengan tingkat kematangan, usia dan status yang sama, berupa kenyamanan, bantuan, dan kepedulian secara fisik dan psikologis sehingga individu merasa dicintai, bernilai, diperhatikan, dihargai sebagai bagian dari kelompok sosial. Pengukuran dukungan sosial teman sebaya menggunakan skala yang dimodifikasi dari skala dukungan sosial teman sebaya milik Sasmita (2015). Semakin tinggi skor total, maka semakin tinggi tingkat dukungan sosial teman sebaya responden.

Kontrol Diri

Kontrol diri dalam penelitian ini adalah kemampuan indivdu untuk mengendalikan dorongan-dorongan dari dalam diri dan dari luar diri individu, sehingga keputusan individu diambil melalui pertimbangan kognitif dalam mengontrol perilaku untuk meningkatkan hasil serta tujuan tertentu. Kontrol diri diukur dengan menggunakan skala kontrol diri. Kontrol diri diukur dengan menggunakan Skala Kontrol Diri. Semakin tinggi skor total, maka semakin tinggi tingkat kontrol diri responden.

Responden

Responden dalam penelitian ini adalah remaja yang berstatus sebagai siswa SMP Raj Yamuna dan siswa SMP Cipta Dharma. Karakteristik responden penelitian yang digunakan adalah remaja awal usia 12-15 tahun yang berstatus sebagai siswa SMP Swasta di Denpasar.

Teknik sampling yang digunakan adalah teknik two stage cluster sampling yaitu merupakan pengambilan sampel dengan menggunakan dua tahap. Tahap pertama dilakukan pemilihan primary sampling unit yaitu dengan memilih satu kecamatan secara acak dari empat kecamatan yang ada di Denpasar. Pada tahap kedua yaitu dilakukan pemilihan secara acak untuk elementer yang ada dalam primary sampling unit, dimana dalam hal ini unit elementer yang dimaksud adalah memilih SMP dengan kategori sekolah swasta yang ada pada di kecamatan Denpasar terpilih.

Penentuan ukuran sampel pada penelitian ini menggunakan tiga rumus berdasarkan jumlah variabel bebas (VB) untuk menentukan jumlah sampel minimun menurut Field (2009). Salah satu rumus yang digunakan dalam penelitian ini untuk menentukan ukuran sampel minimum yaitu 104 + VB, dapat diperoleh jumlah sampel minimum sebanyak 106.

Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Raj Yamuna pada bulan Januari 2018 dan di SMP Cipta Dharma pada bulan April 2018. SMP Raj Yamuna dan SMP Cipta Dharma terletak di kecamatan Denpasar Timur.

Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala penelitian dengan model skala likert. Skala yang digunakan terdapat pernyataan-pernyataan yang favorable dan unfavorable. Pernyataan favorable merupakan pernyataan yang

positif dan unfavorable adalah pernyataan yang negatif. Penilaian jawaban subjek disesuaikan dengan kalimat positif dan negatif yang disusun dalam pernyataan pada skala penelitian ini. Penilaian jawaban subjek dapat dilihat pada tabel 1 (terlampir).

Penelitian ini menggunakan tiga skala yaitu skala dukungan sosial teman sebaya skala kontrol diri, dan skala perilaku perundungan (bullying).

Skala Perilaku Perundungan

Skala yang digunakan untuk mengukur perilaku perundungan dalam penelitian ini disusun berdasarkan kategori perilaku bullying menurut Coloroso (2007). Skala ini terdiri dari tiga kategori perilaku perundungan, yaitu bullying verbal, bullying psikologis, dan bullying fisik.

Skala Dukungan Sosial Teman Sebaya

Skala Dukungan Sosial Teman Sebaya yang disusun berdasarkan aspek-aspek dukungan sosial teman sebaya yang dikemukakan oleh Sarafino & Smith (2011) yaitu dukungan emosional atau harga diri, dukungan nyata atau instrumental, dukungan informasi, dukungan persahabatan. Pengukuran dukungan sosial teman sebaya menggunakan skala yang dimodifikasi dari skala dukungan sosial teman sebaya milik Sasmita (2015). Memodifikasialat ukur berarti menyesuaikan alat ukur berdasarkan kebutuhan penelitian yang akan dilakukan yaitu dengan menambahkan, memodifikasi, dan megurangi item yang telah dibuat sebelunya untuk disesuaikan pada kebutuhan penelitian.

Skala Kontrol Diri

Skala Kontrol Diri dalam penelitian ini disusun berdasarkan aspek dalam Kontrol Diri menurut Averill (dalam Thalib, 2010). Aspek tersebut adalah mengontrol perilaku (behavioral control), mengontrol kognitif (cognitive control), dan mengontrol keputusan (decision control).

Uji validitas pada penelitian ini dilakukan dengan mengeliminasi skor corrected total aitem correlation yang kurang dari 0,25. Uji reliabilitas dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Cronbach’s Alpha, dimana alat ukur dapat dikatakan reliabel apabila koefisien reliabilitasnya lebih tinggi dari 0,60.

Uji validitas yang dilakukan pada 20 item Skala Perundungan (Bullying) menghasilkan lima item gugur dan 17 item valid. Item yang valid memiliki koefisien korelasi item total berkisar dari 0,332 sampai 0,511. Koefisien reliabilitas sebesar 0,807 menunjukkan bahwa Skala Perundungan (Bullying) dapat mencerminkan 80,7% nilai skor murni responden. Hasil tersebut menggambarkan bahwa Skala Perundungan (Bullying) dapat digunakan untuk mengukur kemunculan perilaku perundungan.

Uji validitas yang dilakukan pada 24 item Skala Dukungan Sosial Teman Sebaya menghasilkan enam item gugur dan 18 item valid. Item yang valid memiliki koefisien korelasi item total berkisar dari 0,288 sampai 0,492. Koefisien reliabilitas sebesar 0,787 menunjukkan bahwa Skala Dukungan Sosial Teman Sebaya dapat mencerminkan 78,7% nilai skor murni responden. Hasil tersebut menggambarkan bahwa Skala

Dukungan Sosial Teman Sebaya dapat digunakan untuk mengukur dukungan sosial teman sebaya.

Uji validitas yang dilakukan pada 30 item Skala Kontrol Diri menghasilkan enam item gugur dan 24 item valid. Item yang valid memiliki koefisien korelasi item total berkisar dari 0,313 sampai 0,573. Koefisien reliabilitas sebesar 0,847 menunjukkan bahwa Skala Kontrol Diri dapat mencerminkan 84,7% nilai skor murni responden. Hasil tersebut menggambarkan bahwa Skala Kontrol Diri dapat digunakan untuk mengukur kontrol diri.

Teknik Analisis Data

Uji hipotesis penelitian dapat dilakukan apabila telah melewati syarat-syarat uji asumsi yaitu uji normalitas, uji linearitas, dan uji multikolinearitas. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolgomorov-Smirnov, data dapat dikatakan terdistribusi normal apabila hasil probabilitas p>0,05 (Yudiaatmaja, 2013). Uji linearitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji compare mean dengan melihat nilai signifikansi pada Linearity dibawah 0.05 (p<0.05) atau dengan melihat nilai signifikansi pada Deviation from Linearity diatas 0.05 (p>0.05), maka antara variabel bebas dan variabel tergantung memiliki hubungan yang linear (Gunawan, 2013). Uji multikolinearitas adalah uji untuk melihat korelasi antar variabel bebas, uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai variance inflation factor (VIF) dan nilai tolerance. Jika nilai VIF ≤ 10 dan collinierity tolerance ≥ 0,1, maka dinyatakan tidak terjadi multikolinearitas (Yudiaatmaja, 2013).

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Subjek

Responden penelitian ini adalah remaja awal usia 12-15 tahun yang berstatus sebagai siswa SMP Raj Yamuna berjumlah 91 orang dan remaja yang berstatus sebagai siswa SMP Cipta Dharma yang berjumlah 161 orang. Mayoritas responden yang mengikuti penelitian ini adalah berusia 14 tahun sebanyak 81 orang dengan persentase sebesar 38,6% dari total keseluruhan responden. Mayoritas responden yang mengikuti penelitian ini adalah berjenis kelamin laki-laki sebanyak 120 orang dengan persentase sebesar 57,1%. Mayoritas responden yang mengikuti penelitian ini memiliki ayah yang berprofesi sebagai wiraswasta sebanyak 136 orang dengan persentase sebesar 64,9% dari total keseluruhan responden. Mayoritas responden yang mengikuti penelitian ini memiliki ibu yang berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) sebanyak 81 orang dengan persentase sebesar 38,6% dari total keseluruhan responden. Mayoritas responden yang mengikuti penelitian ini memiliki ayah yang berpendidikan setara perguruan tinggi sebanyak 86 orang dengan persentase sebesar 41% dari total keseluruhan responden. Mayoritas responden yang mengikuti penelitian ini memiliki ibu yang berpendidikan setara perguruan tinggi sebanyak 86 orang dengan persentase sebesar 41% dari total keseluruhan responden.

Deskripsi Data Penelitian

Hasil deskripsi data penelitian yaitu dukungan sosial teman sebaya, kontrol diri, dan perilaku perundingan (bullying).

Berdasarkan hasil deskripsi statistik data penelitian pada tabel 2 (terlampir), nilai-nilai tersebut memberikan makna sebagai berikut:

Perilaku Perundungan

Variable perilaku perundungan memiliki nilai rata-rata teoritis sebesar 37,5 dan nilai rata-rata empiris sebesar 31,59 yang menghasilkan perbedaan sebesar 5,91. Nilai rata-rata empiris yang diperoleh lebih kecil dari nilai rata-rata teoritis (nilai mean empiris < nilai mean teoritis) yang menghasilkan kesimpulan bahwa responden memiliki perilaku perundungan yang sedang. Prestasi akademik

Responden dalam penelitian ini mayoritas memiliki taraf perilaku perundungan dengan kategori yang sedang.

Dukungan sosial teman sebaya

Variabel dukungan sosial teman sebaya memiliki nilai rata-rata teoritis sebesar 45 dan nilai rata-rata empiris sebesar 54,11 yang menghasilkan perbedaan sebesar 9,11. Nilai rata-rata empiris yang diperoleh lebih besar dari nilai rata-rata teoritis (nilai mean empiris > nilai mean teoritis) yang menghasilkan kesimpulan bahwa responden penelitian ini memiliki dukungan sosial teman sebaya yang tinggi.

Responden dalam penelitian ini mayoritas memiliki taraf dukungan sosial teman sebaya dengan kategori yang tinggi.

Kontrol diri

Hasil deskripsi statistik pada tabel 5 menunjukkan bahwa variabel kontrol diri memiliki nilai rata-rata teoritis sebesar 60 dan nilai rata-rata empiris sebesar 68,11 yang menghasilkan perbedaan sebesar 8,11. Nilai rata-rata empiris yang diperoleh lebih besar dari nilai rata-rata teoritis (nilai mean empiris > nilai mean teoritis) yang menghasilkan kesimpulan bahwa responden penelitian ini memiliki kontrol diri yang tinggi.

Responden dalam penelitian ini mayoritas memiliki taraf kontrol diri dengan kategori yang tinggi.

Uji Asumsi

Uji asumsi yang dilakukan pada penelitian ini adalah :

Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah suatu data berdistribusi normal atau tidak (Sugiyono, 2013). Uji normalitas pada data penelitian ini menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan perangkat lunak SPSS for Windows 16.0. Data dapat dikatakan berdistribusi normal bila tingkat signifikansi atau hasil probabilitas diatas 0,05 (Yudiaatmaja, 2013).

Tabel 6 (terlampir) menunjukkan bahwa seluruh variabel dalam penelitian ini mempunyai data yang berdistribusi normal dikarenakan nilai probabilitas diatas 0,05 (p>0,05).

Uji Linieritas

Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan yang linier antara variabel bebas dengan variabel tergantung (Ghozali, 2005). Uji linieritas yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik compare mean-Test for Linierity dengan bantuan perangkat lunak SPSS for Windows 16.0. Nilai probabilitas dapat dilihat pada Deviation from Linierity Apabila nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 (p>0.05) maka hubungan antara kedua variabel dinyatakan linier (Gunawan, 2013).

Tabel 7 (terlampir) menunjukkan hasil uji linieritas dengan taraf signifikansi Deviation from Liniearity lebih besar dari 0,05, yang berarti variabel perilaku perundungan dengan dukungan sosial teman sebaya dan variabel perilaku perundungan dengan kontrol diri sama-sama memiliki hubungan yang linier.

Uji Multikolinearitas

Uji multikolinieritas dilakukan untuk mengetahui korelasi antar variabel bebas, karena dalam model regresi sebaiknya antar variabel bebas tidak memiliki korelasi (Ghozali, 2016). Uji multikolinieritas antar variabel bebas dapat dilihat dari variance inflation factor (VIF) dan nilai tolerance. Jika nilai VIF ≤ 10 dan nilai tolerance ≥ 0.1, maka dinyatakan tidak terjadi multikolinieritas (Field, 2009). Uji multikolinieritas dilakukan dengan bantuan perangkat lunak SPSS for Windows 16.0. Hasil uji multikolinieritas dapat dilihat pada tabel 8 (terlampir).

Tabel 8 menunjukkan bahwa variabel dukungan sosial teman sebaya dan kontrol diri tidak terjadi multikolinieritas karena memiliki taraf tolerance sebesar 0,737 lebih besar dari 0,1 (0,798 > 0,1) dan nilai variance inflation faktor (VIF) dari masing-masing variabel adalah 1,358 lebih kecil dari 10 (1,358 < 10).

Uji Hipotesis

Uji hipotesis pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik regresi berganda. Hasil uji regresi berganda dukungan social teman sebaya dan control diri terhadap perilaku perundungan dapat dilihat pada tabel 9, 10, dan 11 (terlampir).

Hasil uji regresi pada tabel 9 menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,430 dan nilai F hitung sebesar 0,846. Nilai F hitung lebih kecil dari nilai F tabel dan nilai signifikansi 0,430 lebih besar dari 0,05 (0,430 > 0,05) sehingga hipotesis nol diterima dan hipotesis alternatif ditolak. Hipoteris nol diterima yang berarti bahwa dukungan sosial teman sebaya dan kontrol diri secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap perilaku perundungan.

Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai Adjust R Square sebesar -0,001, R Square sebesar 0,008 dan nilai R sebesar 0,090. Terlihat dari tanda negatif (-) pada nilai Adjusted R Square, hal ini berarti bahwa terdapat hubungan yang negatif antara dukungan sosial teman sebaya dan kontrol diri terhadap perilaku perundungan. Besar sumbangan dukungan sosial teman sebaya dan kontrol diri sebanyak 0,8% terhadap munculnya perilaku perundungan dan 99,2% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.

Tabel 11 menunjukkan bahwa variabel dukungan sosial teman sebaya memiliki koefisien beta terstandarisasi sebesar -0,067 dan nilai t sebesar -0,831 dengan taraf signifikansi sebesar 0,407 (p>0,05) berarti dukungan sosial teman sebaya tidak berpengaruh terhadap munculnya perilaku perundungan. Variabel kontrol diri memiliki koefisien beta terstandarisasi sebesar -0,035 dan nilai t sebesar -0,433 dengan taraf signifikansi sebesar 0,666 (p>0,05) yang berarti kontrol diri tidak berpengaruh terhadap munculnya perilaku perundungan. Pada penelitian ini analisis regresi berganda dukungan sosial

teman sebaya dan kontrol diri secara bersama-sama tidak dapat memprediksi munculnya perilaku perundungan.

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian dan dianalisis data yang telah dilaksanakan dengan menggunakan teknik regresi berganda, diperoleh hasil bahwa dukungan sosial teman sebaya dan kontrol diri secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap munculnya perilaku perundungan pada remaja awal di Denpasar. Hal ini terlihat dari nilai F hitung lebih kecil dari nilai F tabel dan nilai signifikansi 0,430 lebih besar dari 0,05 (0,430 > 0,05) sehingga hipotesis nol diterima dan hipotesis alternatif ditolak. Hipotesis nol diterima yang berarti bahwa dukungan sosial teman sebaya dan kontrol diri secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap perilaku perundungan pada remaja.

Arah hubungan dukungan sosial teman sebaya dan kontrol diri terhadap perilaku perundungan adalah negatif, yang terlihat dari hasil Adjust R Square yang bernilai – (negatif) 0,001. Artinya terdapat arah hubungan yang negatif antara dukungan sosial teman sebaya dan kontrol diri dengan perilaku perundungan remaja. Hal ini diperkuat dari hasil penelitian Aroma dan Suminar (2012) menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang negatif kontrol diri dan perilaku kenakalan remaja, sehingga semakin tinggi tingkat kontrol diri maka semakin rendah perilaku kenakalan remaja. Sebaliknya semakin rendah tingkat kontrol diri, maka semakin tinggi kecenderungan perilaku kenakalan remaja. Surilena (2016) menyatakan bahwa perilaku perundungan merupakan tindakan negatif yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang yang bersifat menyerang karena adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pihak yang terlibat. Wiyani (2012) menyebutkan bahwa perilaku perundungan sangat rentan terjadi pada remaja putra dan putri, serta dapat terjadi di berbagai tempat, mulai dari lingkungan pendidikan atau sekolah, tempat kerja, lingkungan sekitar, lingkungan militer, lingkungan politik, internet, dan lain-lain. Putri, dkk (2015) yang menyebutkan bahwa dukungan sosial teman sebaya yang rendah maka mayoritas remaja akan cenderung memiliki perilaku perundungan yang tinggi sebesar 75,0%.

Sebuah studi yang ditemukan oleh Roff, Sells, dan Golden, (1972) juga menyebutkan bahwa relasi diantara kelompok teman sebaya yang buruk di masa kanak-kanak berkaitan dengan putus sekolah dan kenakalan di masa remaja khususnya perilaku perundungan. Kurangnya dukungan positif dari teman sebaya menyebabkan remaja merasa tidak dibutuhkan terutama bagi mereka yang tidak popular dikalangan sosialnya, cenderung memiliki perilaku perundungan yang tinggi (Putri, dkk, 2015). Santrock (2003) menyebutkan bahwa mayoritas remaja yang melakukan kenakalan, tidak banyak memiliki kemampuan dalam berbagai kompetensi. Kazdin (dalam Santrock, 2003) mengemukakan bahwa tingkah laku antisosial atau melakukan tindak kekerasan menjadi satu cara di mana remaja bisa menunjukkan kompetensi diri dan menerima penguat atau penghargaan dari lingkungan yang terdiri dari remaja pelaku kenakalan.

Dukungan sosial teman sebaya dan kontrol diri tidak

berpengaruh terhadap perilaku perundungan. Hal ini bisa dikarenakan oleh perilaku perundungan pada responden dipengaruhi oleh faktor lain seperti dinamika keluarga, jenis kelamin, iklim dan budaya sekolah, serta faktor lainnya yang tidak diteliti. Hasil uji regresi berganda menunjukkan bahwa terdapat 99,2% sumbangan dari faktor lain yang kemungkinan berpengaruh meningkatkan perilaku perundungan. Faktor tersebut beberapa diantaranya adalah jenis kelamin, dinamika keluarga yang cenderung menerapkan pola asuh yang salah, iklim dan budaya sekolah. Hasil analisis tambahan pada penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan tidak memiliki perbedaan nilai rata-rata dalam hal kecenderungan melakukan perilaku perundungan. Artinya adalah jenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki kecenderungan yang sama dalam melakukan perilaku perundungan. Coloroso (2007) menyebutkan bahwa perilaku perundungan dapat ditemukan baik pada anak laki-laki maupun anak perempuan, namun intensitasnya dipengaruhi oleh proses sosialisasi yang mereka terima, bukan karena perbedaan ukuran fisik dan keberanian.

Faktor lainnya yaitu dinamika keluarga yang cenderung menerapkan pola asuh yang salah sehingga anak cenderung melakukan perilaku perundungan. Faye (2003) menyebutkan bahwa orang tua yang menggunakan pola asuh dengan kekerasan sebagai alat untuk mengkomunikasikan suatu hal, maka anak akan mempersepsikan bahwa kekerasan merupakan cara yang dapat diterima untuk berhubungan dengan orang lain dan untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Hurlock (1980) menyebutkan terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi orangtua untuk menerapkan pola asuh dalam keluarga, beberapa diantaranya yaitu pendidikan orangtua dan status sosial ekonomi orang tua. Pada penelitian ini mayoritas reponden memiliki orangtua dengan tingkat pendidikan setara perguruan tinggi. Responden pada penelitian ini juga mayoritas memiliki ayah yang bekerja sebagai wiraswasta dan mayoritas memiliki ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Kategori perilaku perundungan yang dilakukan responden pada penelitian ini masih dalam kategori sedang. Orang tua yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan, lebih menggunakan pola asuh autoritatif atau demokratis dalam mengasuh anak, serta orang tua yang memiliki status sosial ekonomi menengah dan rendah cenderung lebih keras dan kurang toleran dibandingkan dengan orang tua dengan status sosial ekonomi kelas atas (Hurlock, 1998).

Iklim dan budaya sekolah yang cenderung membiarkan remaja melakukan tindakan perundungan menjadi faktor muncul dan berakarnya perilaku perundungan karena hal tersebut dianggap wajar di lingkungan sosial sekolah. Zakiyah dkk (2017) menyebutkan bahwa iklim sekolah yang cenderung mengabaikan keberadaan perundungan, maka pelaku menganggap mendapatkan penguatan dari perilaku mereka saat melakukan intimidasi kepada anak lainnya. Iklim dan budaya yang cenderung apatis terhadap perilaku perundungan mulai dari perilaku sederhana akan memberikan celah untuk terus berkembang menjadi perilaku perundungan yang dapat mengarah pada tindak kriminal (Faye, 2003). Tindak kriminal tersebut dapat membudaya dan mengakar dalam sekolah tersebut apabila tidak terdapat penanganan serius dari otoritas

sekolah. Pada penelitian ini faktor iklim dan budaya sekolah yang tidak diteliti hanya berdasarkan dari hasil studi pendahuluan. Hasil studi pendahuluan menunjukkan dari 80 remaja, sebanyak 34 remaja yang melakukan perundungan menyatakan pernah diberi sangsi disekolah hanya berupa teguran. Sebanyak 46 remaja menyatakan tidak pernah diberi sangsi karena pihak sekolah sengaja mendiamkan perilaku perundungan tersebut. Pihak sekolah kadang tidak mengetahui tindakan perundungan yang dilakukan oleh siswanya sendiri. Mereka merasa tidak melakukan tindakan perundungan karena hanya bermaksud bercanda atau bergurau dan perilaku tersebut dipersepsikan sebagai hal yang wajar.

Monrad et al (dalam Putri, dkk. 2015) mengungkapkan adapun aspek-aspek iklim sekolah meliputi lingkungan belajar, lingkungan fisik dan sosial, hubungan antara rumah dan sekolah, dan keamanan sekolah. Lingkungan sekolah dengan manajemen atau perilaku yang baik yang tercipta di dakam maupun di luar kelas serta hubungan interpersonal antara guru dan siswa yang baik akan menciptakan suasana atau iklim sekolah yang baik (Putri, dkk, 2015).

Saran bagi peneliti selanjutnya yaitu dapat memperluas sampel pada penelitian ini untuk mendapatkan data yang lebih kaya karena penelitian ini hanya berfokus pada remaja awal yang bersekolah di SMP Swasta, sehingga terbatasnya keberagaman informasi terkait perilaku perundungan yang terjadi di sekolah selain dari SMP Swasta. Peneliti selanjutnya yang akan mengambil tema tentang perilaku perundungan, diharapkan untuk dapat meneliti factor lain karena kontrol diri dan dukungan social teman sebaya tidak berpengaruh terhadap perilaku perundungan.

DAFTAR PUSTAKA

Aroma, S.I., & Suminar, D.R. (2012). Hubungan Antara Tingkat Kontrol Diri dengan Kecenderungan Perilaku Kenakalan Remaja. Jurnal Pendidikan dan Perkembangan. 1 (02).

Coroloso, B. (2007). Stop Bullying! Memutus Rantai Kekerasan Anak dari Prasekolah Hingga SMU. Jakarta: PT Ikrar Mandiri Abadi.

Daerah.sindonews.com.(2015, November 2). Remaja di Bali Nekat Bunuh Temannya Karena Sering dibully. Diunduh dari https://daerah.sindonews.com/read/1058287/174/remaja-di-bali-nekat-bunuh-temannya-karena-sering-dibully-1446470519 tanggal 22 Desember 2017.

Faye, O. (2003). Bullying at school. California. Sacramento : California Dept. of Education Press.

Field, A. (2009). Discovering statistic using SPSS 3rd Edition. SAGE Publication.

Goldbaum, S., Craig, W.M., Pepler, D., & Connolly, J. (2003). Developmental trejectories of victimization: identifiying risk and protective factors. Journal of Applied School Psychology, 19 (2) :139-156.

Gunawan, M. A. (2013). Statistik untuk penelitian pendidikan. Yogyakarta: Parama Pub.

Hurlock, E.B. (1980). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

kbbi.web.id. (2017). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Diunduh dari https://kbbi.web.id/perilaku tanggal 12 Desember 2017.

Kpai.go.id (2017, Oktober 4). KPAI Terima Aduan 26 Ribu Kasus Bully selama     2011-2017.     Diunduh dari

http://www.kpai.go.id/berita/kpai-terima-aduan-26-ribu-kasus-bully-selama-2011-2017/ tanggal 16 Desember 2017.

Lazarus, R.S. (1976). Pattern of Adjustment. Tokyo: Mc Graw-Hill.

Monks, F.J., Knoers, A.M.P., & Haditono, S.R. (2014). Psikologi Perkembangan : Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Nazir, M. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Putri, H.N., Nauli, F.A., & Novayelinda, R. (2015). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Bullying Pada Remaja. JOM. 2 (2).

Santrock, J.W. (2003). Adolesence : Perkembangan Remaja. Jakarta. Erlangga.

Santrock, J.W. (2007). Remaja Jilid 2. Jakarta:Erlangga.

Santrock, J.W. (2007). Remaja Jilid1. Jakarta:Erlangga.

Sarafino, E.P., & Smith, T.W. (2011). Health psychology: biopsychosocial interaction. Seventh Edition. United States: Wiley.

Sasmita, I.A.G.H.D. (2015). Peran Efikasi Diri dan Dukungan Sosial Teman Sebaya Terhadap Penyesuaian Diri Mahasiswa Tahun Pertama Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Skripsi. Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Sugiyono. (2012). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2013). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Surilena, H. (2016). Perilaku bullying (Perundungan) pada Anak dan Remaja. CDK-236 Neurologi. 43(1). 2503-2720.

Susanti, I.G. (2018). Artikel Studi Pendahuluan : Bullying pada Remaja. Tidak dipublikasikan

Syarifah, N.N. (2012). Hubungan Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Perilaku Bullying pada Remaja. Artikel Skripsi. Diunduh dari http://eprints.umk.ac.id/542/ tanggal 25 Februari 2018.

Taylor, S.E. (2009). Health Psychology: Seventh Edition. New York : Mc Graw Hill.

Taylor, S.E., Peplau, L.A., & Sears, D.O. (2009). Psikologi Sosial, Edisi Kedua Belas. Jakarta: Kencana.

Thalib, S.B. (2010). Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif. Jakarta : Kencana.

Wiyani, N.A., (2012). Save Our Children From School Bullying. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.

Yayasan Semai Jiwa Amini. (2008). Mengatasi Kekerasan disekolah dan Lingkungan Sekitar Anak. Grasindo: Jakarta.

Yudiaatmaja, F. (2013). Analisis Regresi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Zakiah, E.Z., Humaedi, S., & Santoso, M.B. (2017). Faktor yang Mempengaruhi Remaja dalam Melakukan Bullying. Jurnal Penelitian dan PPM. 4 (2), 129-389.

LAMPIRAN

Tabel 1

Penilaian skala

Pilihan Jawaban

Skor Aitem Favorable

Skor Aitem Unfavorable

Sangat Setuju (SS)

4

I

Setuju (S)

3

2

Tidak Setuju (TS)

2

3

Sangat Tidak Setuju (STS)

I

4

Tabel 2

Deskripsi data penilaian

Perilaku Perundungan

Dukungan Sosial Teman Sebaya

Kontrol Diri

N

210

210

210

Mean Teoritis

37,5

45

60

Mean Empiris

31,59

54,11

68,11

SD Teoritis

7.5

9

12

SD Empiris

5,968

6,264

8,099

Xmin

-6,72

8,26

7,01

Xmax

-5,10

9,96

9,22

Sebaran Teoritis

15-60

18-72

24-96

Sebaran Empiris

16-45

35-70

40-85

T dan Signifikansi

-14,349 (p=0,000)

21,075 (p=0,000)

14,519 (p-0,000)

Tabel 3

Kategorisasi perilaku perundungan

Rentang Nilai

Kategorisasi           Jumlah         Presentase

X≤ 26,25

26,25 <X≤ 33,75

33,75 <X≤ 41,25

41,25 <X≤ 48,75

48,75<X

Sangat Rendah            48             22,8%

Rcndali                75             35,71%

Sedang                78             37,1%

Tinggi                9              4,29%

Sangat Tinggi              -                0%

Tabel 4

Kategorisasi dukungan sosial teman sebaya

Rentang Nilai

Kategorisasi           Jumlah         Presentase

X≤31,5 31,5<X≤40,5 40,5 <X≤ 49,5 49,5 <X≤ 58,5

58,5 <X

Sangat Rendah             -               0%

Rcndali                5              2,38%

Sedang              42             20%

Tinggi                117            55,71%

SangatTinfigi             46             21,90%

Tabel 5

Kategorisasi kontrol diri

Rentang Nilai

Kategorisasi           Jumlah         Presentase

X≤42

42 <X≤ 54

54 <X≤ 66

66 <X≤ 78

78 <X

Sangat Rendah            2             0,95%

Rendah               5             3,33%

Sedang               66            31,42%

Tinggi                104            49,52%

SangatTinggi             31             14,76%

Tabel 6

Hasil uji normalitas

Variabel

Kolm oRoro v-Smirnov

P

Simpulan

Perilaku

1,077

0,197

Data Normal

Dukungan sosial teman sebaya

1,195

0,115

Data Normal

Kontrol diri

0,838

0,484

Data Normal

Tabel 7

Hasil uji linieritas

Sifi-

Simpulan

Perilaku perundungan * Dukungan sosial teman

0,131

Data Linier

Perilaku Perundungan * Kontrol diri

0,098

Data Linier

Tabel 8

Hasil uji multikolinieritas

J----- ----------------

Variabel

Tolerance

VIF

Simpulan

Dukungan sosial teman sebaya

0,737

1,358

Tidak terjadi Hiultikolinieritas

Kontrol diri

0,737

1,358

Tidak terjadi Hiultikolinieritas

Tabel 9

Hasil uji regresi berganda signifikansi nilai F

Sum of        df       Mean        F       SigniHkansi

Square                  Square

Regression Residual

Total

60,380          2         30,190       0,846          0,430

7384,401        207       35,673

7444,,78!         209

Tabel 10

Hasil uji regresi berganda bersasar sumbangan dukungan sosial teman sebaya dan kontrol diri terhadap perilaku perundungan

U          RSquare       AdjuvtcdttSqtiare

Sfd. Krror of the Kvthnatc

0.000            0.00«                -0,001

5,973

Tabel 11

Hasil uji regresi berganda nilai koefisien beta dan nilai t variabel dukungan sosial teman sebaya dan kontrol diri

Model

Unstandardized Coefficients Standardized       t        SigniFikansi

Coefficients

B         Std. Error         Beta

(Constant) Dukungan sosial teman sebaya Kontrol diri

36,798         4,071                        9,040         0,000

-0,064          0,077           -0,067        -0,831          0,407

-0,026          0,059           -0,035        -0,433         0,666

192