Motivasi Berprestasi Remaja Tunanetra Perolehan Di Yayasan Pendidikan Dria Raba Denpasar
on
Jurnal Psikologi Udayana
2018, Vol.5, No.2, 403-417
Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
ISSN 2654-4024
Motivasi Berprestasi Remaja Tunanetra Perolehan Di Yayasan Pendidikan Dria Raba Denpasar
Cokorda Istri Ratna Prapti Mahadewi Sukawati dan I Gusti Ayu Putu Wulan Budisetyani
Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana [email protected]
Abstrak
Masa remaja merupakan masa pencarian jati diri. Pada proses pencarian jati diri ini, remaja membutuhkan motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi adalah usaha untuk mencapai sukses atau berhasil dalam kompetensi dengan suatu ukuran keunggulan yang dapat berupa prestasi orang lain maupun prestasi sendiri. Hal yang sama berlaku pada remaja tunanetra. Tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya individu yang dapat melihat dengan baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui motivasi berprestasi remaja tunanetra perolehan di Yayasan Pendidikan Dria Raba Denpasar. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus.Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Responden dalam penelitian ini adalah dua orang remaja yang mengalami tunanetra perolehan dan memiliki prestasi. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara dan observasi. Analisis data menggunakan teknik analisis data menurut Miles dan Huberman. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa motivasi berprestasi kedua responden bergerak pada bidang akademis dan non akademis serta adanya riwayat tunanetra, faktor-faktor motivasi berprestasi, dan ciri-ciri motivasi berprestasi yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi remaja tunanetra perolehan.
Kata kunci: Remaja, Tunanetra, Motivasi Berprestasi
Abstract
Adolescence is a phase to find an identity about one self. At this phase, adolescence need an achievement motivation. Achievement motivation is an effort undertaken by an individual with the expectation that his performance will be evaluated in terms of some standard of excellence or success. So do the blind adolescence. Blind is an situation when the function of one’s eye as a channel to gain information isn’t normal and inadequate. The aim of this study is to know achievement motivation of gained blindness on adolescence in Yayasan Pendidikan Dria Raba Denpasar. This research is using qualitative method with case study approach. The sampling technique is purposive sampling. Respondents in this research are two adolescence which had gained blindness. The data gathered by interview and observation. Data analysis using Miles and Hubberman data analysis technique. The result of this study showed the both respondents have achievement motivation in academic and non academic and the history of visual impairment, achievement motivation factors, and the characteristics of achievement motivation that can affect the achievement motivation of gained blindness on adolescence.
Keywords: adolescence, blindness, achievement motivation.
LATAR BELAKANG
Pada dasarnya setiap orangtua tentunya menginginkan kelahiran anak dengan kondisi fisik yang normal dan sehat sehingga dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik, tidak hanya ketika lahir, namun dapat tumbuh dan berkembang di lingkungan sosial dengan kondisi fisik yang normal dan sehat. Akan tetapi, pada kenyataannya tidak semua anak terlahir dengan normal dan sehat, seperti anak yang mengalami disabilitas. Disabilitas dalam hal ini merupakan kondisi yang mana anak dalam masa-masa tumbuh dan berkembang mengalami penyimpangan atau kelainan meliputi fisik, mental, emosi, maupun sosial, sehingga menimbulkan hambatan pada tingkah laku dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Ahmadi & Supriyono, 2013).
Berdasarkan penjelasan Kementerian Sosial Republik Indonesia tahun 2015 menjelaskan jumlah penyandang disabilitas di Indonesia sebanyak 6.008.661 orang. Fenomena ini menunjukkan bahwa jumlah penyandang disabilitas tunanetra sekitar 1.780.200 orang, 472.855 orang penyandang disabilitas tunarungu dan tunawicara, 402.817 orang penyandang disabilitas grahita atau intelektual, 616.387 orang penyandang disabilitas tubuh, 170.120 orang penyandang disabilitas yang sulit mengurus diri sendiri, dan sekitar 2.401.592 orang mengalami disabilitas ganda (Tula, 2015). Jika dilihat dari jumlah penduduk berdasarkan provinsi, di Bali yang mengalami jenis kesulitan melihat yang tergolong mengalami kesulitan yang sedikit dalam melihat yaitu 82.793 sedangkan kesulitan melihat yang tergolong dalam kesulitan parah yaitu 7.556 (Infodatin, 2014). Berdasarkan data prevalensi tersebut jumlah disabilitas yang tertinggi adalah penyandang tunanetra.
Tunanetra merupakan individu yang indera penglihatannya tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti orang awas atau individu yang dapat melihat dengan baik (Aziz, 2015). Anak yang mengalami hambatan penglihatan atau tunanetra, perkembangannya berbeda dengan anak disabilitas lain, tidak hanya dari sisi penglihatan tetapi juga dari hal lain seperti cara pembelajaran yang berbeda dimana penyandang tunanetra harus lebih peka jarinya dalam belajar dengan menggunakan huruf braille, selain itu juga penyandang tunanetra cenderung lebih terasah kemampuan mendengar atau auditori dan indera perabanya atau taktil (Aziz, 2015). Melalui indera mendengar dan perabaannya itu penyandang tunanetra dapat mengatasi berbagai hambatan dalam beraktivitas sehari-hari, meskipun terbilang lambat. Hal tersebut sangat bergantung pada ingatan, indera peraba, dan indera pendengarannya (Sukawati, 2017).
Penyandang tunanetra juga memiliki potensi-potensi baik dalam hal akademik maupun non akademik, meskipun penyandang tunanetra memiliki hambatan dalam beraktivitas sehari-hari. Banyak penyandang tunanetra menjadi pemusik ataupun menjadi atlet yang berprestasi seperti anak pada umumnya, maka penting mendirikan wadah untuk mengembangkan potensi tersebut. Oleh karena itu, beberapa tokoh di Bali tergerak untuk mendirikan sebuah pelayanan pendidikan tunanetra di Denpasar untuk mewadahi individu penyandang tunanetra dalam mengembangkan potensi dan kemampuannya dengan optimal. Salah satu pelayanan
pendidikan tunanetra di Bali yaitu Yayasan Pendidikan Tunanetra Dria Raba yang berlokasi di Denpasar.
Yayasan Pendidikan Tunanetra di Dria Raba yang berdiri pada tahun 1957 tersebut merupakan yayasan tunanetra pertama dan satu-satunya di Bali yang fokus pada penyandang tunanetra. Jumlah penyandang tunanetra di lokasi tersebut yaitu 45 anak dimana 30 anak yang tinggal atau menetap disana dan 15 anak hanya bersekolah di yayasan tersebut. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap ketua yayasan tunanetra Dria Raba dapat diperoleh penyebab penyandang tunanetra di lokasi tersebut yaitu terdapat 7 anak disebabkan faktor perolehan seperti kecelakaan dan sakit sedangkan 38 anak disebabkan oleh faktor bawaan seperti genetik dan adanya penyakit dalam kandungan (Sukawati, 2017). Adapun penyebab dari anak yang mengalami tunanetra secara umum dapat dilihat dari beberapa faktor, faktor pertama yaitu ketika sebelum proses kelahiran, dimana penyebabnya ketika anak dalam kandungan mengalami gangguan seperti gangguan genetik, infeksi kehamilan, usia ibu hamil, keracunan saat hamil, pengguguran, dan lahir prematur. Faktor kedua yaitu selama proses kelahiran, dimana adanya proses kelahiran yang dapat menyebabkan anak menjadi tunanetra seperti proses kelahiran lama (anoxia), kekurangan oksigen, dan kelahiran dengan alat bantu vacuum. Faktor terakhir yaitu setelah kelahiran (perolehan) yang mana penyebabnya seperti virus, kekurangan zat makanan, dan kecelakaan (Aziz, 2015).
Menurut Wardani (dalam Somantri, 2012) individu yang mengalami tunanetra sejak lahir berbeda dalam hal motivasi, pandangan terhadap diri sendiri, serta pandangan terhadap lingkungan sekitar jika dibandingkan dengan individu yang mengalami tunanetra akibat pasca kelahiran atau tunanetra perolehan. Individu yang mengalami tunanetra perolehan merupakan tunanetra yang terjadi setelah kelahiran yang dikarenakan faktor kecelakaan, bencana alam, sakit, atau hal lain dimana individu sudah memiliki pengalaman-pengalaman visual semasa hidupnya (Lukitasari, 2011).
Studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti dengan mewawancarai seorang responden berjenis kelamin perempuan yaitu AM merupakan salah satu penyandang tunanetra perolehan yang berprestasi baik dalam bidang akademik seperti juara kelas dan non akademik seperti juara dalam mengarang puisi, serta mampu memainkan alat musik seperti keyboard. AM pernah bersekolah di sekolah umum hingga kelas lima SD, setelah itu AM dipindahkan ke Yayasan Pendidikan Dria Raba Denpasar.
AM menjadi tunanetra akibat penyakit meningitis yang menyerang saraf mata AM di usia 10 tahun. Berawal dari AM mengalami panas tinggi hingga tidak sadarkan diri dan dirawat selama 20 hari di Rumah Sakit yang pada akhirnya di diagnosis mengalami tunanetra akibat meningitis tersebut. Perlahan-lahan kemampuan melihat AM mulai menurun sehingga menjadi tunanetra total blind. AM memerlukan waktu selama 2,5 tahun untuk dapat kembali beraktivitas setelah di diagnosis tunanetra dan mencoba pengobatan alternatif ke beberapa tempat seperti balian dan tabib, namun hasilnya tetap sama. AM merasa malu untuk bersekolah kembali di sekolah umum karena kondisi yang dialami, namun lambat-laun AM mulai bersekolah kembali di Yayasan Dria Raba Denpasar dimana yayasan tersebut khusus tunanetra.
Selama tiga tahun AM tinggal dan bersekolah di Yayasan tersebut dan AM pun termasuk salah satu anak berprestasi di yayasan tersebut. Banyak prestasi yang diraih mulai dari prestasi di bidang akademik maupun non akademik karena ingin membanggakan orang tuanya. Harapan yang dimiliki AM membuat semangat serta motivasinya meningkat untuk terus meraih prestasi. Hasil wawancara yang dilakukan menunjukkan bahwa AM merupakan salah satu remaja tunanetra perolehan yang berprestasi dari enam remaja tunanetra perolehan lainnya. Maka dari itu dapat dilihat bahwa tidak semua anak tunanetra perolehan memiliki prestasi baik di bidang akademik maupun non akademik. Hal tersebut yang menjadi pertimbangan peneliti untuk menjadikan AM sebagai responden dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan studi kasus.
Berdasarkan hasil wawancara yang juga dilakukan kepada ketua Yayasan Tunanetra Dria Raba Denpasar, banyak anak-anak penyandang tunanetra mengeluhkan bahwa masyarakat memandang penyandang tunanetra sebagai individu yang berbeda dengan individu pada umumnya, dan juga perlakuan yang diberikan oleh masyarakat dan teman sebaya sangatlah berbeda dengan anak pada umumnya seperti bullying yang dilakukan oleh salah satu anak awas atau dapat melihat kepada penyandang tunanetra yang merupakan temannya di sekolah umum, sehingga membuat penyandang tunanetra tersebut menginginkan untuk pindah sekolah (Sukawati, 2017).
Saat ini masih banyak masyarakat memiliki pandangan negatif terhadap penyandang tunanetra yang hanya mampu sebagai tukang pijat karena keterbatasannya. Bapak Ketua Dewan Pembina Persatuan Tunanetra Indonesia (PERTUNI) mengatakan bahwa penyandang tunanetra tidak boleh menjadi sekedar tukang pijat saja sebagaimana banyak dilakoni kalangan tunanetra lainnya yang dimuat dalam salah satu media cetak (Antara, 2016). Berdasarkan data tersebut bahwa masih terdapat pandangan atau persepsi masyarakat terhadap kondisi penyandang tunanetra yang menganggap penyandang tunanetra hanya mampu menjadi tukang pijat. Pandangan negatif lainnya ditunjukan oleh masyarakat yang menganggap bahwa penyandang tunanetra sebagai penghambat dalam proses pembelajaran di sekolah umum.
Selain pandangan negatif tentunya terdapat pandangan positif yang diberikan masyarakat terkait penyandang tunanetra seperti beberapa masyarakat sudah mampu menerima keberadaan penyandang tunanetra dan menganggap penyandang tunanetra sama dengan anak pada umumnya, seperti adanya kesempatan untuk mengembangkan diri sehingga dapat menunjukkan prestasi dan bakat yang dimiliki. Hal tersebut dapat dilihat pada beberapa kasus dimana seorang penyandang tunanetra di Bantul yang hidup sebatang kara namun merupakan juara tenis meja khusus difabel tingkat DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) dan nasional, penyandang tunanetra tersebut juga memperoleh juara lomba catur tingkat DIY pada 2011 dan lomba cerdas cermat mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) tingkat DIY (Try, 2015). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada ketua Yayasan Tunanetra Dria Raba Denpasar mengatakan bahwa
banyak penyandang tunanetra yang berprestasi seperti mendapatkan juara dalam beberapa ajang lomba akademik maupun non akademik yang sering diikuti, hal tersebut merupakan salah satu dukungan yang diberikan masyarakat kepada penyandang tunanetra dalam mengembangkan bakat yang dimiliki. Dukungan yang diberikan orangtua juga penting bagi penyandang tunanetra, maka dengan adanya dukungan orangtua, penyandang tunanetra diberikan kesempatan untuk bisa mengikuti pendidikan dan pelatihan di yayasan khusus penyandang tunanetra.
Dukungan orangtua sangat dibutuhkan saat anak beranjak masuk masa remaja, khususnya pada remaja penyandang tunanetra. Masa remaja pada penyandang tunanetra tidak berbeda dengan remaja pada umumnya. Masa remaja dimulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun dan berakhir pada usia 18 hingga 22 tahun, dimana masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Banyak orang berpendapat pada masa remaja merupakan masa paling menyenangkan namun juga masa yang penuh dengan permasalahan. Hal ini dikemukakan oleh Hall (dalam Santrock, 2003) yang menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress).
Terdapat dua periode perkembangan masa remaja yaitu masa remaja awal dan masa remaja akhir. Masa remaja awal kurang lebih berlangsung pada masa sekolah menengah pertama atau sekolah menengah akhir pada usia 10 atau 13 tahun sampai 17 tahun, sedangkan pada masa remaja akhir kurang lebih terjadi pada usia 17 sampai 22 tahun, dimana pada masa ini minat, karir, hubungan intimasi, dan eksplorasi identitas sering kali menonjol (Santrock, 2007). Menurut Erikson, masa remaja merupakan masa terjadinya krisis identitas dan pencarian identitas diri, karena tugas terpenting bagi remaja adalah mencapai identitas diri yang lebih mantap melalui pencarian dan eksplorasi terhadap diri dan lingkungan sosial (Hurlock, 1980). Remaja tunanetra perolehan juga mengalami hal tersebut seperti remaja pada umumnya, dimana adanya rasa keingintahuan serta eksplorasi terhadap diri dan lingkungan sosial mengenai bakat dan minat yang dimiliki seperti adanya rencana untuk meraih cita-cita (Sukawati, 2017).
Menurut Rola (dalam Ninawati, 2002) keberhasilan untuk mengembangkan minat dan bakat dalam meraih prestasi sangat dipengaruhi oleh faktor motivasi, tinggi rendahnya motivasi seseorang berpengaruh terhadap motivasi berprestasi yang dimilikinya, dimana ketika motivasi seseorang tinggi akan meningkatkan motivasi berprestasi dan sebaliknya, ketika motivasi seseorang rendah maka motivasi berprestasinya akan menurun. Menurut McClelland (dalam Burger, 2011) motivasi berprestasi merupakan usaha untuk mencapai sukses atau berhasil dalam kompetensi dengan suatu ukuran keunggulan yang dapat berupa prestasi orang lain maupun prestasi sendiri. Oleh karena itu motivasi berprestasi dapat memengaruhi keberhasilan untuk mendapatkan prestasi dalam mengembangkan bakat dan minat yang dimiliki individu. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Averoes (2011) ditemukan adanya hubungan antara motivasi berprestasi dengan prestasi belajar mahasiswa.
Motivasi berprestasi yang muncul dapat berupa motivasi internal (autonomous) maupun eksternal (controlled).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh Sukawatti (2017), diketahui bahwa terdapat dua faktor yang dapat memengaruhi motivasi berprestasi remaja tunanetra perolehan, yaitu dukungan sosial (eksternal) dan kemandirian (internal) (Sukawati, 2017). Dukungan sosial sebagai faktor yang memengaruhi motivasi eksternal dapat merujuk pada konteks hubungan interpersonal. Konteks hubungan interpersonal tersebut dapat meningkatkan kepuasan individu terhadap kebutuhan dasar psikologis seperti rasa kompeten, otonomi, dan rasa keterhubungan dengan orang lain. Ketiga kebutuhan psikologi dasar yang dapat terpenuhi, akan mengakibatkan meningkatnya motivasi internal dan internalisasi motivasi eksternal dengan baik (Deci & Ryan, 2007). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati (2011) diketahui bahwa dukungan sekolah, dukungan keluarga dan teman, lingkungan masyarakat, dan keberbakatan dalam keterampilan tertentu dapat membuat remaja tunanetra mampu bertahan di sekolah inklusi.
Motivasi internal yang muncul dalam studi pendahuluan yang dilakukan oleh Sukawati (2017) adalah kemandirian. Motivasi internal dapat mengakibatkan remaja tunanetra perolehan menjadi lebih persisten, mampu menuntaskan tugas yang kompleks terkait dengan kondisi tunanetra yang membutuhkan pemrosesan informasi mendalam serta proses kreatif (Deci & Ryan, 2007). Motivasi berprestasi baik berupa motivasi internal maupun eksternal dapat meningkatkan pengembangan minat dan bakat remaja tunanetra perolehan. Minat dan bakat yang telah dikembangkan dapat merujuk pada proses aktualisasi diri dari individu yang bersangkutan (Irmawati, 2013). Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menggali bagaimana motivasi berprestasi remaja tunanetra perolehan di Yayasan Pendidikan Dria Raba Denpasar.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan desain penelitian studi kasus. Studi kasus merupakan strategi penelitian di mana didalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu. Kasus-kasus dibatasi oleh waktu dan aktivitas, dan peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah ditentukan menurut Stake (dalam Creswell, 2013).
Unit analisis merupakan satuan kajian yang ditetapkan dalam penelitian kualitatif. Satuan kajian ada yang bersifat perseorangan maupun bersifat kelompok. Unit analisis pada penelitian ini yaitu bersifat perseorangan karena pada penelitian ini jumlah remaja tunanetra perolehan yang memiliki prestasi di Yayasan Pendidikan Dria Raba Denpasar hanya terdapat dua responden saja, maka dari itu penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus untuk mendapatkan
gambaran secara menyeluruh dan mendetail mengenai kasus tertentu. Untuk mendapatkan informasi tersebut, maka dilakukan penggalian data secara perseorangan yaitu kepada remaja tunanetra perolehan terkait motivasi berprestasi yang dimiliki.
Karakteristik Responden
Penelitian ini menggunakan dua orang responden yang merupakan remaja tunanetra perolehan dan telah memenuhi kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Kriteria responden dalam penelitian ini antara lain: Pertama, responden merupakan individu dengan tunanetra perolehan yang memiliki prestasi di bidang akademik maupun non akademik. Kedua, usia 13 sampai 21 tahun. Rentang usia remaja berkisar pada usia 13 sampai 21 tahun dan menjadi kriteria inklusi dalam penelitian ini. Ketiga, bersekolah di Yayasan Pendidikan Dria Raba Denpasar. Keempat, status ketunanetraan. Status ketunanetraan pada penelitian ini merupakan individu tunanetra totally blind dan low vision. Karakteristik responden secara lengkap dapat dilihat pada tabel 1 (terlampir).
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Yayasan Pendidikan Dria Raba yang berlokasi di jalan Sersan Mayor Gede No 11 Denpasar. Pengambilan data dilakukan di Yayasan karena responden bersekolah dan tinggal di Yayasan, selain itu juga dapat memudahkan peneliti untuk mencari informasi terkait kegiatan sehari-hari responden dengan melakukan observasi dan juga wawancara dengan guru sekolah maupun pihak Yayasan.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara dan observasi. Wawancara adalah percakapan yang dilakukan dengan maksud tertentu oleh dua pihak, yaitu pewawancara dan terwawancara (Moleong, 2014). Wawancara semi terstruktur ini sudah termasuk dalam kategori in-depth interview yang bertujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya, dalam pelaksanaannya diawali dengan menyiapkan daftar pertanyaan untuk diajukan kepada narasumber serta adanya pertanyaan tambahan (probing) untuk menggali informasi dan memperoleh data lebih banyak lagi.
Selanjutnya metode yang digunakan adalah observasi. Observasi adalah kegiatan yang dilakukan dengan turun ke lapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu di lokasi penelitian (Creswell, 2013). Penelitian ini menggunakan jenis observasi partisipasi pasif, dimana peneliti melakukan observasi dengan mendatangi lokasi kegiatan subjek namun tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut (Sugiyono, 2014) Observasi dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk catatan lapangan atau fieldnote yang dilakukan selama wawancara berlangsung. Rincian waktu pengumpulan data dapat dilihat pada tabel 2 (terlampir).
Teknik Analisis Data
Penelitian ini melakukan analisis data sesuai dengan teori Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2014) yang terdiri dari reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Reduksi data
Pada reduksi data tahap pertama melakukan open coding, dimana hasil verbatim maupun fieldnote ditandai dan dibuatkan kategori-kategori sesuai maksud dari kalimat tersebut. Selanjutnya, kategori-kategori yang telah disusun dikelompokan kempabi dengan kategori-kategori yang saling berkaitan. Selanjutnya melakukan selective coding, dimana memilih kategori-kategori yang berkaitan dengan fokus penelitian.
Penyajian data
Setelah melakukan reduksi data dilanjutkan dengan penyajian data. Dalam penelitian ini data disajikan ke dalam bentuk tabel yang berisi hasil dari pengumpulan data responden yang telah disusun sesuai dengan kategori-kategori yang berkaitan.
Penarikan kesimpulan atau verifikasi
Penarikan kesimpulan dilakukan setelah menyelesaikan hasil penelitian dan pembahasan yang berupa narasi maupun yang disajikan dalam bentuk tabel-tabel.
Kredibilitas Penelitian
Menurut Sugiyono (2014), uji kreadibilitas data hasil pada penelitian kualitatif dilakukan dengan cara perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, analisis kasus negatif, menggunakan bahan refrensi, member check. Pada penelitian ini, uji kredibilitas data dilakukan dengan metode:
-
1. Perpanjangan pengamatan
Perpanjangan pengamatan dilakukan dengan cara peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara kembali dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru. Lama perpanjangan pengamatan ini tergantung pada kedalaman, keuasan, dan kepastian data.
-
2. Peningkatan ketekunan
Pada penelitian ini, peningkatan ketekunan dilakukan dengan mengumpulkan data dari berbagai referensi, seperti buku-buku, jurnal-jurnal penelitian, dan literatur ilmiah untuk melengkapi teori dan sebagai acuan dalam penelitian terkait topik motivasi berprestasi, remaja, dan tunanetra.
-
3. Triangulasi
Menurut Sugiyono (2014) triangulasi merupakan pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Terdapat tiga teknik triangulasi, yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan triangulasi waktu. Pada penelitian ini menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik pengumpulan data.
-
4. Analisis Kasus Negatif
Analisis kasus negatif dilakukan dengan mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang telah ditemukan. Bila tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan dengan temuan, berarti data yang sudah ditemukan dapat dipercaya (Sugiyono, 2014).
-
5. Menggunakan Bahan Referensi
Bahan referensi digunakan sebagi pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Bahan referensi berupa, rekaman, foto atau dokumen autentik. Pada
penelitian ini menggunakan alat perekam audio untuk membantu dalam menyimpan data ketika proses wawancara dengan responden.
-
6. Mengadakan Member Check
Member check merupakan proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan dari member check ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Sehingga informasi yang diperoleh dan akan digunakan sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau informan (Sugiyono, 2014).
Isu Etik
Berikut beberapa isu etik yang diperhatikan dalam penelitian ini berdasarkan pada kode etik Himpunan Psikologi Indonesia, (2010), seperti memberi perlindungan terhadap hak dan kesejahteraan responden penelitian atau pihak-pihak terkait. Sebelum pengambilan data dilakukan, peneliti memberikan informed consent yang menjelaskan kepada calon responden tentang penelitian yang akan dilakukan, serta mengenai asas kesediaan sebagai responden penelitian yang bersifat sukarela, sehingga memungkinkan pengunduran diri atau penolakan untuk terlibat. Selanjutnya, peneliti tidak menerbitkan atau mempublikasikan hasil penelitian untuk menghindari kekeliruan penafsiran serta menyesatkan masyarakat pengguna jasa layanan psikologi.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan terhadap responden, maka dalam penelitian ini, peneliti menemukan tiga kategori yang memengaruhi motivasi berprestasi pada kedua responden terkait motivasi berprestasi pada remaja tunanetra perolehan. Kategori ini dikelompokkan berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti diantaranya:
Responden Pertama (AM)
Riwayat tunanetra
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat riwayat tunanetra terhadap responden yang terdiri atas penyebab tunanetra, dan status ketunanetraan yang melatar belakangi individu menjadi tunanetra.
Penyebab tunanetra
AM adalah seorang remaja perempuan yang berusia 16 tahun dan saat ini sedang menempuh pendidikan kelas 2 SMP di Yayasan Pendidikan Dria Raba Denpasar. Ia mengalami tunanetra ketika berusia 10 tahun yang diakibatkan oleh meningitis atau radang selaput otak yang menyerang saraf matanya.
Status tunanetra
Status ketunanetraan AM berawal dari AM mengalami panas tinggi hingga tidak sadarkan diri dan dirawat selama 20 hari di Rumah Sakit yang pada akhirnya di diagnosis mengalami tunanetra akibat meningitis tersebut. Perlahan-lahan kemampuan melihat AM mulai menurun sehingga menjadi tunanetra total blind.
Faktor-faktor motivasi berprestasi
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor yang memengaruhi motivasi berprestasi AM yaitu adanya dukungan sosial, reaksi emosi, dan harapan.
Dukungan sosial
Dukungan sosial yang diperoleh responden dalam meningkatkan motivasi untuk meraih prestasi dalam bidang akademik maupun non akademik yang terdiri atas sumber dukungan dan bentuk dukungan.
Sumber dukungan
Beberapa sumber dukungan yang diperoleh AM dalam meningkatkan semangat dan motivasi untuk dapat meraih prestasinya yaitu sumber dukungan yang diberikan oleh orangtua, keluarga besar, dan teman-teman.
Bentuk dukungan
Bentuk dukungan yang diberikan oleh keluarga dan teman-teman AM kepada AM, selain itu juga dukungan dari diri sendiri yang berupa dukungan emosional seperti memberikan semangat untuk mencapai cita-cita.
Reaksi Emosi
Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya reaksi-reaksi emosi yang diberikan AM ketika AM mengetahui bahwa dirinya tunanetra yaitu perasaan sedih ketika mengetahui bawa dirinya tunanetra, perasaan minder, dan perasaan malu ketika mengetahui bahwa dirinya berbeda dari teman-temannya.
Harapan
Hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa AM termotivasi agar tidak terus merasa sedih karena keadaannya dan terus berprestasi yaitu adanya harapan untuk membanggakan kedua orangtuanya. AM juga melakukan self-talk “Aku Pasti Bisa” agar lebih termotivasi untuk berprestasi.
Ciri-ciri motivasi berprestasi
Hasil dalam penelitian ini menunjukan bahwa AM memiliki motivasi dalam berprestasi yang tinggi yang ditunjukkan dengan adanya tanggung jawab pribadi terhadap tugas-tugas yang diberikan. AM mengatakan jarang mengalami kesulitan selama mengerjakan tugas. AM dapat mengerjakan setiap tugas yang diberikan secara mandiri. Ketika AM mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugasnya, AM meminta bantuan kepada kakak kelas dan guru untuk menjelaskan tugas yang diberikan. AM juga dapat mengerjakan tugas yang diberikan dengan tepat waktu.
Hasil dalam penelitian ini juga menunjukan bahwa AM dapat menetapkan nilai yang akan dicapai atau menetapkan standar keunggulan. AM menetapkan target dalam mengerjakan tugas dan dalam mencapai setiap tujuan yang diinginkan, seperti menetapkan target untuk mendapatkan nilai maksimal dan mendapatkan ranking 1 dikelas.
AM berusaha bekerja kreatif dalam belajar, dimana AM memiliki cara-cara belajar tertentu untuk memahami pelajaran seperti banyak membaca, mengingat materi pelajaran sebelumya, dan setiap hari selalu meluangkan waktu untuk belajar. Strategi yang dilakukan ketika belajar yaitu dengan meminta bantuan kepada guru untuk mencatat hal-hal penting terkait pelajaran sehingga AM bisa membaca ringkasan atau catatan tersebut, dan dia pun selalu menambah waktu belajarnya selain waktu belajar yang telah ditetapkan di asrama. Suasana ketika AM belajar haruslah hening. Ketika
AM bosan dalam belajar yang AM lakukan yaitu mendengarkan musik, dan membaca cerita pendek ataupun puisi. Cara belajar AM di sekolahnya dulu dan sekarang berbeda, dulu ketika belajar AM belajar dengan buku pelajaran yang memudahkannya, namun di sekolah yang sekarang karena tidak mendapatkan buku pelajaran dan juga karena kondisi AM yang sekarang, AM pun belajar dengan meringkas dan mencatat yang diterangkan oleh guru. Ketika AM mengalami kegagalan dalam suatu pelajaran, AM akan melakukan beberapa hal untuk menambah pengetahuannya, seperti latihan lebih giat lagi, menambah waktu les nya agar prestasinya tidak menurun kembali.
Hasil penelitian selanjutnya yaitu AM menerangkan bahwa AM memiliki cita-cita ingin menjadi dosen nantinya, AM pun mengatakan untuk terus belajar dalam menggapai cita-cita tersebut, dan mengajari adik-adik kelas ketika belajar. Apabila cita-cita tersebut tidak tercapai AM memiliki alternatif lainnya seperti ingin membuka bisnis kue karena di asrama diajarkan membuat kue dan AM pun hobi memasak.
Selanjutnya terdapat hasil penelitian dimana AM memiliki tugas yang sulit dalam mengerjakan tugas-tugasnya. AM mengatakan bahwa ketika AM mendapatkan tugas yang sulit AM memiliki cara-cara untuk menyelesaikannya seperti kesulitan dalam mengerjakan tugas sekolah, AM akan mencari di internet, selain itu juga AM akan bertanya kepada guru ataupun kakak kelasnya.
Hasil penelitian juga menyatakan bahwa AM dapat melakukan kegiatan sebaik- baiknya. AM menerangkan bahwa ketika AM belajar, AM menetapkan beberapa deadline saat belajar seperti rencana belajar dimulai dari pukul berapa, materi apa saja yang akan dipelajari, dan rencana tersebut selalu terlaksana. Ketika rencana tersebut tidak terlaksana akibat faktor eksternal seperti adanya tamu yang berkujung ke asrama tanpa pemberitahuan, AM merasa kesal dan mau tidak mau melanjutkan belajarnya lain waktu atau sehari setelahnya. Jadi hal tersebut yang membuat AM harus pintar-pintar mengatur waktu untuk belajar.
Hasil penelitian terakhir menunjukan bahwa AM mengadakan antisipasi agar tidak mengalami kegagalan. AM mengatakan bahwa dapat melakukan antisipasi agar tidak mengalami kegagalan dengan terus membaca, seperti membaca di internet, sering latihan agar terbiasa, hal tersebut akan efektif ketika rutin dilakukan.
Responden Kedua (W)
Riwayat tunanetra
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat riwayat tunanetra terhadap responden yang terdiri atas penyebab tunanetra, dan status ketunanetraan yang melatar belakangi individu menjadi tunanetra.
Penyebab tunanetra
W adalah seorang remaja laki-laki yang berusia 17 tahun dan saat ini sedang menempuh pendidikan kelas 2 SMA di Yayasan Pendidikan Dria Raba Denpasar. W mengalami tunanetra akibat virus CMV atau Cytomegalovirus dari dalam
kandungan. Hanya saja baru terlihat ketika W bersekolah di Taman Kanak-kanak.
Status tunanetra
Status ketunanetraan W berawal dari bersekolah di Taman Kanak-Kanak. W merasa berbeda dari teman-temannya ketika W tidak bisa melihat jelas apa yang ditunjukan oleh guru, namun teman-temannya bisa melihat apa yang ditunjukan guru. Mulai saat itulah W dinyatakan tunanetra low vision.
Faktor-faktor motivasi berprestasi
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor yang memengaruhi motivasi berprestasi W yaitu adanya dukungan sosial, reaksi emosi, dan makna kesuksesan.
Dukungan sosial
Dukungan sosial yang diperoleh responden dalam meningkatkan motivasi untuk meraih prestasi dalam bidang akademik maupun non akademik yang terdiri atas sumber dukungan dan bentuk dukungan.
Sumber dukungan
Beberapa sumber dukungan yang diperoleh W dalam meningkatkan motivasinya untuk meraih prestasi-prestasi di bidang akademik maupun non akademik seperti dukungan dari orangtua, teman-teman, dan guru atau pihak yayasan.
Bentuk dukungan
Bentuk dukungan yang diberikan oleh orangtua dan teman-teman W kepada W, yang berupa dukungan emosional seperti memberikan semangat, selain itu juga dukungan instrumental seperti fasilitas transportasi dan beberapa pakaian-pakaian untuk membantu W meningkatkan motivasi dan semangatnya meraih prestasi.
Reaksi emosi
Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya reaksi-reaksi emosi yang diberikan W ketika W mengetahui bahwa dirinya tunanetra seperti perasaan sedih ketika mengetahui bahwa dirinya tunanetra, dan diejek oleh teman-temannya ketika bersekolah di sekolah umum. Namun, W mengatakan bahwa dirinya percaya diri ketika berada dilingkungan yang berbeda darinya.
Makna kesuksesan
Hasil penelitian ini W mengatakan bahwa untuk meningkatkan motivasi berprestasi yaitu memaknai arti kesuksesan. Sukses menurut W yaitu kemandirian, menjalankan kehidupan dengan pikiran yang tenang, dan dapat membahagiakan orang lain dari apa yang telah lakukan.
Ciri-ciri motivasi berprestasi
Hasil dalam penelitian ini menunjukan bahwa W memiliki motivasi dalam berprestasi yang tinggi dimana W mempunyai tanggung jawab pribadi, terhadap tugas- tugas yang diberikan. W mengatakan bahwa selama W diberikan tugas dari sekolahnya W dapat mengerjakan tugas tersebut dengan baik dan jarang mengalami kesulitan selama mengerjakan tugas, dan W sendiri yang mengerjakan setiap tugas yang diberikan. W juga mengatakan bahwa W mengerjakan tugas nya terkadang tepat waktu namun apabila ada kesibukan menjadi tidak tepat waktu dalam menyelesaikan tugas.
Hasil dalam penelitian ini juga menunjukan bahwa W dapat menetapkan nilai yang akan dicapai atau menetapkan standar keunggulan. W mengatakan bahwa W menetapkan target dalam mengerjakan tugas dan dalam mencapai setiap tujuan
yang diinginkan, seperti menetapkan target untuk untuk bisa lebih dari orang lain.
W berusaha bekerja kreatif dalam belajar, dimana W memiliki cara-cara belajar tertentu untuk memahami pelajaran seperti banyak membaca materi namun tidak setiap hari, membaca di pagi hari dan terus latihan. Strategi yang dilakukan ketika belajar yaitu dengan meminta bantuan kepada guru apabila tidak mengerti dan juga mencari di internet. Strategi lainnya juga W mencari tahu kisi-kisi ulangan seperti apa lalu mencarinya di internet dan mempelajarinya di pagi hari. Suasana ketika W belajar haruslah hening.
Hasil penelitian selanjutnya yaitu W menerangkan bahwa W memiliki cita-cita ingin menjadi pegawai negeri dan guru musik. Awalnya W ingin menjadi seorang programmer, namun karena keadaan W sekarang membuat W mengubah cita-citanya yang ingin menjadi guru musik atau pegawai negeri. W pun mengatakan untuk terus belajar dalam menggapai cita-cita tersebut, dan juga mencari pengalaman dalam mengajar musikdengan membuka les keybord agar mengetahui caranya mengajar yang baik.
Selanjutnya terdapat hasil penelitian dimana W memiliki tugas yang modalam mengerjakan tugas-tugasnya. W mengatakan bahwa ketika W mendapatkan tugas yang sulit W memiliki cara-cara untuk menyelesaikannya seperti kesulitan dalam mengerjakan tugas sekolah, W akan mencari di internet, selain itu juga W akan bertanya kepada guru.
Hasil penelitian juga menyatakan bahwa W dapat melakukan kegiatan sebaik- baiknya. W menerangkan bahwa ketika belajar, W menetapkan beberapa deadline saat belajar seperti dalam menerjakan tugas makimal harus selesai sehari sebelum pengumpulan tugas, namun belum ada jadwal untuk belajar. Ketika rencana tersebut terlaksana atau gagal, W akan mencobanya kembali dan belajar dari pengalaman sebelumnya.
Hasil penelitian selanjutnya menunjukan bahwa W mengadakan antisipasi agar tidak mengalami kegagalan. W mengatakan W dapat melakukan antisipasi agar tidak mengalami kegagalan dengan terus meningkatkan pengalaman, dan belajar dari pengalaman.
Hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa W mampu bertindak sebagai seorang wirausaha dengan membuka tempat les khusus keyboard di rumahnya untuk dapat memperoleh penghasilan dan juga dapat meningkatkan kemampuan bermusik yang dimiliki W.
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh selama penelitian, peneliti menemukan tiga kategori yang membentuk motivasi berprestasi kedua responden terkait dengan motivasi berprestasi remaja tunanetra perolehan. Kategori pertama menjelaskan mengenai riwayat tunanetra yang dialami responden yang terdiri dari faktor penyebab tunanetra dan status ketunanetraan. Faktor penyebab remaja tunanetra.
Faktor penyebab tersebut di ketahui ketika proses wawancara berlangsung. Pada kasus AM, peneliti menemukan bahwa penyebab dari ketunanetranya ialah karena penyakit meningitis. Sedangkan pada kasus W bahwa penyebab dari kondisi tunanetranya ialah karena terkena virus CMV atau Cytomegalovirus. Status ketunanetraan kedua responden berbeda, dimana AM merupakan tunanetra total blind ketika usia 10 tahun sedangkan W tunanetra low vision ketika memasuki usia sekolah taman kanak-kanak. Dilihat dari kondisi yang dialami responden tersebut adanya faktor-faktor yang memengaruhi motivasi berprestasi responden. Faktor pertama yaitu perlu adanya dukungan sosial yang diberikan untuk meningkatkan motivasi dalam meraih prestasi. Dukungan sosial terdiri dari sumber dukungan dan bentuk dukungan, dimana sumber dukungan sosial bisa didapatkan dari orangtua, saudara, tetangga, guru, serta orang-orang terdekat lainnya.
Sarafino (2013) menjelaskan bahwa dukungan sosial dapat berasal dari orang sekitar individu termasuk signification other seperti keluarga, teman dekat atau rekan, dan juga guru untuk menumbuhkan motivasi anak dalam belajar yang akan meningkatkan prestasi mereka. Dukungan sosial terhadap AM di berikan dari orangtua, keluarga besar, teman-teman, serta dukungan dari dirinya sendiri agar AM tetap bersemangat untuk menjalankan kegiatan sehari-harinya. Sedangkan dukungan terhadap kondisi W di berikan oleh orangtua, teman-taman, dan guru. Hal tersebut sejalan dengan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Sepfitri (2011) yang berjudul pengaruh dukungan sosial terhadap motivasi berprestasi siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 6 Jakarta bahwa adanya pengaruh yang signifikan antara dukungan sosial terhadap motivasi berprestasi pada anak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sepfitri (2011) juga dipertegas oleh hasil penelitian yang dilakukan Rieuwpassa (2011) yang menyatakan bahwa dukungan sosial orangtua dapat mempengaruhi motivasi berprestasi pada anak. Hasil tersebut sejalan dengan teori Santrock (2007) yang menjelaskan bahwa dukungan orangtua sangat dibutuhkan saat anak beranjak ke masa remaja dimana adanya periode transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional.
Bentuk dukungan sosial juga dapat berupa dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasi, serta dukungan jaringan sosial (Sarafino, 1994). Bentuk dukungan yang diberikan kepada AM adanya dukungan emosional yang diberikan kepada AM yaitu seperti support, dan motivasi agar tetap berprestasi. Sedangkan bentuk dukungan yang diberikan kepada W yaitu berupa dukungan emosional juga seperti AM dan adanya dukungan secara instrumental seperti transport dan pakaian-pakaian yang diberikan oleh orangtua W. Hal tersebut sejalan dengan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Sepfitri (2011) yang berjudul pengaruh dukungan sosial terhadap motivasi berprestasi siswa MAN 6 Jakarta bahwa adanya pengaruh yang signifikan antara dukungan instrumental terhadap motivasi berprestasi pada anak. Fernald dan Fernald (2004) juga menjelaskan bahwa pengaruh keluarga sangat besar dalam perkembangan motivasi berprestasi.
Pengaruh dari ketunanetraan yang dialami oleh kedua responden memunculkan beberapa reaksi-reaksi emosi dimana emosi juga merupakan bagian penting dari pengambilan keputusan (Taylor, Peplau, & Sears, 2009) yang termasuk kedalam salah satu faktor dari motivasi berprestasi. Adanya reaksi-reaksi emosi yang ditunjukan AM yaitu perasaan sedih ketika mengetahui bawa dirinya tunanetra, adanya perasaan tidak percaya diri, dan perasaan malu ketika mengetahui bahwa dirinya berbeda dari teman-temannya, namun hal tersebut membuat AM mengambil keputusan untuk tetap semangat dalam meningkatkan prestasi-prestasinya. Sedangkan reaksi-reaksi emosi yang ditunjukkan W ketika W mengetahui bahwa dirinya tunanetra yaitu perasaan sedih ketika mengetahui bahwa dirinya tunanetra, dan diejek oleh teman-temannya ketika bersekolah di sekolah awas. Reaksi lainnya yaitu W memiliki kepercayaan diri ketika berada dilingkungan yang berbeda darinya, hal tersebut memengaruhi konsep diri yang dimiliki responden. Menurut Fernald dan Fernald (2004) konsep diri merupakan bagaimana seseorang berpikir mengenai dirnya sendiri. Apabila individu percaya bahwa dirinya mampu untuk melakukan sesuatu, maka individu akan termotivasi untuk melakukan hal tersebut sehingga berpengaruh dalam bertingkah laku.
Faktor lainnya yang dapat memengaruhi motivasi berprestasi AM yaitu adanya harapan. tujuan dari motivasi AM agar tidak larut dalam kesedihannya dan bangkit untuk memulai aktivitasnya kembali yaitu AM memiliki harapan agar dapat membanggakan orangtuanya. Hal tersebut sejalan dengan teori Snyder (dalam Lopez & Snyder, 2003) yang mendefinisikan harapan sebagai pemikiran yang mengarah pada tujuan yang individu anggap dapat menghasilkan jalan menuju tujuan yang diinginkan dan diperlukan motivasi untuk menggunakan jalan yang sudah direncanakan. Harapan AM untuk membanggakan orangtuanya meningkatkan motivasinya untuk terus berusaha meraih prestasi dan mencapai cita-citanya. Sedangkan faktor lainnya pada W untuk meningkatkan motivasi berprestasi yaitu memaknai arti kesuksesan. Sukses menurut W yaitu kemandirian, menjalankan kehidupan dengan pikiran yang tenang, dan dapat membahagiakan orang lain dari apa yang telah kita lakukan. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2010) yang menjelaskan bahwa makna kesuksesan bagi penyandang tunanetra umumnya berkaitan dengan perasaan dibutuhkan oleh orang lain, berguna bagi orang lain, merasa bangga karena mampu berkarya dan tidak bergantung kepada orang lain.
Responden mengungkapkan bentuk perilakunya untuk meningkatkan motivasi berprestasi dijelaskan pada kategori ketiga yaitu adanya ciri-ciri dari individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi. Ciri pertama mempunyai tanggung jawab pribadi yaitu siswa yang mempunyai motivasi berprestasi akan melakukan tugas sekolah atau bertanggung jawab terhadap pekerjaannya. Siswa yang bertanggung jawab terhadap pekerjaannya akan puas dengan hasil pekerjaannya karena merupakan hasil usahanya sendiri (McClelland et al., 1953). Hal tersebut tampak ketika AM mengatakan bahwa selama AM diberikan tugas dari sekolahnya AM dapat mengerjakan tugas tersebut dengan baik dan jarang mengalami kesulitan selama mengerjakan tugas, dan AM sendiri yang mengerjakan setiap tugas yang diberikan. Ketika AM
mengalami kesulitan terhadap tugasnya, AM meminta bantuan kepada kakak kelas dan guru untuk menjelaskan tugas tersebut. AM juga mengatakan bahwa AM mengerjakan tugas nya selalu tepat waktu. Pada W juga demikian, W mengerjakan tugasnya sendiri, ketika W mengalami kesalahan dalam mengerjakan tugas, maka W akan bertanya dan berusaha untuk mencoba kembali apabila mengalami kegagalan.
Ciri kedua, yaitu terkait menetapkan nilai yang akan dicapai atau menetapkan standar keunggulan siswa menetapkan nilai yang akan dicapai, untuk mencapai nilai yang sesuai dengan standar keunggulan, siswa harus menguasai secara tuntas materi yang dipelajari (McClelland et al., 1953). Hal tersebut tampak ketika AM menetapkan target dalam mengerjakan tugas dan dalam mencapai setiap tujuan yang diinginkan, seperti menetapkan target untuk mendapatkan nilai maksimal dan mendapatkan ranking satu dikelas. Begitu pula dengan W, W menetapkan target dalam mengerjakan tugas-tugasnya agar tetap mendapatkan peringkat dikelasnya dan dapat selangkah lebih maju dari teman- temannya.
Adapun usaha kreatif yang dilakukan individu untuk meningkatkan motivasi berprestasi (McClelland et al., 1953). Hal tersebut tampak pada perilaku AM yaitu adanya usaha kreatif yang dilakukan AM untuk meraih prestasi yaitu AM memiliki cara-cara belajar tertentu untuk memahami pelajaran seperti banyak membaca, mengingat materi pelajaran sebelumya, dan setiap hari selalu meluangkan waktu untuk belajar.. Strategi yang dilakukan ketika belajar yaitu dengan meminta bantuan kepada guru untuk mencatat hal- hal penting terkait pelajaran sehingga AM bisa membaca ringkasan atau catatan tersebut, dan AM pun selalu menambah waktu belajarnya selain waktu belajar yang telah ditetapkan di asrama. Sedangkan pada W usaha kreatif yang dilakukan adalah dimana W memiliki cara-cara belajar tertentu untuk memahami pelajaran seperti banyak membaca materi namun tidak setiap hari, membaca di pagi hari dan terus latihan. Strategi yang dilakukan ketika belajar yaitu dengan meminta bantuan kepada guru apabila tidak mengerti dan juga mencari di internet. Strategi lainnya yang dilakukan W yaitu mencari tahu kisi-kisi ulangan seperti apa lalu mencarinya di internet dan mempelajarinnya di pagi hari. Suasana ketika W belajar haruslah hening.
Ciri selanjutnya yaitu mengenai pencapaian cita-cita, AM menerangkan bahwa AM memiliki cita-cita ingin menjadi dosen nantinya, AM pun mengatakan untuk menggapai cita-cita tersebut yaitu dengan belajar, dan mengajari adik-adik kelas ketika belajar. Sedangkan W bercita-cita ingin menjadi guru musik dan pegawai negeri. Cita-cita tersebut agar dapat dicapai ia harus terus belajar dalam menggapai cita-cita tersebut, dan juga mencari pengalaman dalam mengajar musik dengan membuka les keybord agar mengetahui caranya mengajar yang baik yang sesuai dengan teori McClelland (dalam Khairani, 2013) dimana individu dikatakan memiliki motivasi berprestasi yang tinggi memiliki salah satu ciri yaitu bertindak sebagai wirausaha, memilih tugas menantang, dan menunjukan perilaku yang lebih berinisiatif daripada kebanyakan orang. Perilaku W sejalan dengan tugas perkembangan remaja menurut Hurlock (1980) yang menjelaskan bahwa bagi remaja sangat mendambakan
kemandirian, usaha untuk mandiri tersebut telah dilakukan oleh W dengan membuka tempat les keyboard.
Ciri berikutnya, yaitu mengenai tugas sulit yang dimaksudkan siswa memiliki tugas yang tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Membagi tugas menjadi beberapa bagian sehingga muda dikerjakan (McClelland et al., 1953). Perilaku tersebut tampak ketika AM mengatakan bahwa ketika dirinya mendapatkan tugas yang sulit AM memiliki cara-cara untuk menyelesaikannya seperti kesulitan dalam mengerjakan tugas sekolah, AM akan mencari di internet, selain itu juga AM akan bertanya kepada guru ataupun kakak kelasnya. W menyelesaikan tugas dengan cara memulai dari yang paling mudah, W akan mencari di internet, selain itu juga W akan bertanya kepada guru.
Ciri selanjutnya, yaitu apakah individu dapat melakukan kegiatan sebaik-baiknya untuk meningkatkan motivasi berprestasi (McClelland et al., 1953). AM menerangkan bahwa ketika AM belajar, AM menetapkan beberapa perencanaan saat belajar seperti rencana belajar dimulai dari pukul berapa, materi apa saja yang akan dipelajari, dan rencana tersebut selalu terlaksana.Ketika rencana tersebut tidak terlaksana akibat faktor eksternal seperti adanya tamu yang berkujung ke asrama tanpa pemberitahuan, AM merasa kesal dan mau tidak mau melanjutkan belajarnya lain waktu atau sehari setelahnya. Jadi hal tersebut yang membuat AM harus pintar-pintar mengatur waktu untuk belajar. Sedangkan pada W menetapkan beberapa deadline saat belajar seperti dalam menerjakan tugas makimal harus selesai sehari sebelum pengumpulan tugas, namun belum ada jadwal untuk belajar. Ketika rencana tersebut terlaksana atau gagal, W akan mencobanya kembali dan belajar dari pengalaman sebelumnya.
Ciri selanjutnya, yaitu mengadakan antisipasi agar tidak mengalami kegagalan. Melakukan kegiatan untuk menghindari kegagalan atau kesulitan yang mungkin terjadi. AM mengatakan AM dapat melakukan antisipasi agar tidak mengalami kegagalan dengan terus membaca, seperti membaca di internet, sering latihan agar terbiasa, hal tersebutakan efektif ketika rutin dilakukan. Sedangkan W melakukan antisipasi dengan terus meningkatkan pengalaman, dan belajar dari pengalaman sesuai dengan teori McClelland et al (1953) yang menjelaskan bahwa dalam meningkatkan motivasi berprestasi individu dibutuhkan adanya antisipasi dalam melakukan kegiatan agar tidak mengalami kegagalan.
Hasil dari data yang membentuk kategori satu hingga tiga tersebut diperoleh melalui wawancara dan observasi yang dilakukan di Yayasan Pendidikan Dria Raba Denpasar. Berdasarkan pemaparan diatas usaha-usaha yang dilakukan oleh kedua responden tersebut adalah untuk meningkatkan motivasi dalam meraih prestasi.
Kesimpulan
Motivasi berprestasi remaja tunanetra perolehan terbagi ke dalam tiga hal yang terdiri atas riwayat tunanetra, faktor-faktor motivasi berprestasi, dan ciri-ciri motivasi berprestasi. Adanya perbedaan riwayat remaja tunanetra perolehan antara lain total blind dan low vision. Adanya sumber dan bentuk dukungan sosial yang diberikan lingkungan sekitar terhadap remaja tunanetra perolehan antara lain dukungan emosional dan
dukungan instrumental. Faktor lainnya terdapat beberapa reaksi-reaksi emosi yang dimunculkan antara lain reaksi sedih, kurang percaya diri, dan malu. Adanya makna kesuksesan serta harapan untuk membanggakan orangtua yang ditandai dengan melakukan self-talk yang juga menjadi faktor dari motivasi berprestasi remaja tunanetra perolehan.
Adanya ciri-ciri motivasi berprestasi remaja tunanetra perolehan yang diungkapkan dalam bentuk perilaku dalam meningkatkan motivasi berprestasi antara lain mempunyai tanggung jawab pribadi, menetapkan standar keunggulan, bekerja kreatif, berusaha mencapai cita-cita, memiliki tugas yang sulit, melakukan kegiatan sebaik-baiknya, mengadakan antisipasi, serta bertindak sebagai wirausaha.
Saran
Adapun saran yang dapat direkomendasikan saran bagi responden tunanetra agar tetap mempertahankan motivasi berprestasi yang dimiliki dengan cara tetap menjalankan metode pembelajaran yang telah dilakukan sebelumnya, membuat perencanaan jangka pendek maupun jangka panjang yang ingin dicapai, melakukan self talk terkait kesuksesan, selain itu juga tetap aktif dalam kegiatan akademik maupun non akademik sehingga dapat mengembangkan potensi serta bakat yang dimiliki.
Saran bagi orangtua yang memiliki remaja tunanetra agar terus mendukung serta mendampingi anak dalam kegiatan sehari-hari, lebih peka terhadap kondisi dan setiap perubahan yang dialami anak, mengetahui kebutuhan anak terkait aktivitas keseharian yang dilakukan seperti kebutuhan fisiologis, rasa aman dan nyaman, cinta dan kasih sayang, harga diri. Orangtua juga dapat melakukan terapi terkait perkembangan penglihatan anak dan juga memberikan kesempatan kepada anak agar dapat mengembangkan kemampuan yang dimiliki. Maka dari dukungan yang diberikan dapat meningkatkan motivasi remaja tunanetra dalam meraih prestasi.
Saran bagi pemerintah diharapkan dapat memaksimalkan fungsi SLB dan yayasan seperti memperbaiki fasilitas-fasilitas yayasan yang sudah rusak serta mengakomodir penyandang tunanetra untuk berkarya agar penyandang tunanetra dapat merasa nyaman dalam melakukan kegiatan belajar mengajar sehingga lebih termotivasi untuk mengikuti setiap kegiatan yang diadakan di yayasan.
Saran bagi masyarakat agar dapat mengembangkan empati dengan cara tidak sungkan untuk berinteraksi dengan penyandang tunanetra. Masyarakat juga masyarakat diharapkan tidak memberikan label terhadap penyandang tunanetra bahwa hanya mampu bekerja sebagai tukang pijat. Saran bagi Yayasan Pendidikan Dria Raba diharapkan tetap mendukung kegiatan akademik maupun non akademik yang telah dilakukan sebelumnya, diharapkan dapat mempertimbangkan dalam menyediakan praktisi psikologi untuk mendampingi perkembangan psikologis bagi para penyandang tunanetra maupun berkolaborasi dengan yayasan untuk mengembangkan kurikulum yang dapat disesuaikan dengan kondisi penyandang tunanetra, dan diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan kegiatan yang telah
sukses dilaksanakan untuk pengembangan potensi anak secara akademik maupun non akademik di tingkat nasional maupun internasional.
Saran bagi peneliti selanjutnya adalah agar dapat melakukan penggalian data lebih mendalam, dapat melakukan perbandingan antara kedua kasus yang berbeda seperti perbandingan terkait penyebab tunanetra, jangka waktu mengalami tunanetra, komorbiditas dengan gangguan atau penyakit lain, jenis kelamin, faktor sosial-ekonomi, serta usia terkait motivasi berprestasi. Peneliti selanjutnya juga dapat mencoba menggunakan unit analisis kelompok untuk melihat dinamika kelompok penyandang tunanetra terkait motivasi berprestasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, H. A., & Supriyono, W. (2013). Psikologi belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Aji, S. M. (2013). Pengaruh motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar akuntansi siswa kelas x akuntansi SMK N 1 Batang Tahun Pelajaran 2012/2013.
Akbar, Hawadi. (2001). Psikologi perkembangan anak. Jakarta: Grasindo.
Antara (2016). Tunanetra tak sekedar tukang
pijat. Diakses dari
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/16/01/ 26/o1jikn319-pertuni- tunanetra-tak-sekadar-tukang-pijat-part1.
Averoes, M. (2011). Hubungan antara motivasi berprestasi dengan prestasi belajar pada mahasiswa. (Skripsi Sarjana, Universitas Muhammadiyah Surakarta). Diakses dari http://eprints.ums.ac.id/12347/1/HALAMAN_DEPAN.pdf.
Aziz, S. (2015). Pendidikn seks anak berkebutuhan khusus. Yogyakarta: Gava Media. Burger, J. M. (2011). Personality, 8th edition. USA: Wadsworth, Cengage Learning.
Creswell, John W. 2013. Research design pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan mixed.Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Deci, E.L., Ryan, R.M. (2007). Self determination theory: a macrotheoryof human motivation development, and health. Journal of Canadian Psychology.
Diono, Agus. (2014). Situasi penyandang disabilitas. (Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan). Jakarta. ISSN : 2088-270X.
Fernald, L., Dodge & Fernald, Peter, S. (2004). Introduction to psychology (5th ed). India :
A.I.T.B.S. Publishers & Distributors.
Gunarsa, Singgih D. 2008. Psikologi anak: Psikologi perkembangan anak dan remaja. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI). (2010). Kode etik psikologi indonesia. Jakarta: Himpunan Psikologi
Indonesia.
Hurlock, E. B. (1980). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan, edisi kelima. Jakarta: Erlangga.
Infodatin,(2014). Penyandang disabilitas pada
anak. Diakses dari.
www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/i nfodatin/infodatin_disa bilitas.pdf di Bali kesulitan parah yaitu 7.556.
Irmawati, N. (2013). Motivasi aktualisasi diri penyandang tunanetra dewasa. (Studi kasus pada ikatan tunanetra muslim
Indonesia kota Yogyakarta), (Skripsi sarjana, Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta).
Diakses dari http://digilib.uin-
suka.ac.id/12383/1/BAB%20I%2C%20IV%2C%20DAFT AR%20PUSTAKA.pdf.
Korniawati, Y. (2013). Hubungan antara dukungan sosial dan konsep diri dengan kepercayaan diri pada penyandang tunanetra. (Naskah Publikasi Sarjana, Universitas Muhammadiyah Surakarta). Diakses dari http://eprints.ums.ac.id/26717/11/02._Naskah_Publikasi.pd f.
Lopez, S., & Snyder, C. (2003). Positive psychological assessment: A handbook of models and measures. Washington DC: American Psychological Association.
Lukitasari, R. (2011). Penyesuaian diri remaja tunanetra perolehan. Airlangga. Makmun Khairani. (2013). Psikologi belajar. Yogyakarta: Aswaja Presindo.
Maknunatin, E. (2010). Pengaruh konsep diri terhadap motivasi belajar mahasiswa tunanetra Fakultas Tabiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
McClelland, D. C., et. Al. (1953). The achievement motive. New York: Appleton Century Crofts, Inc.
Moleong, L. J. (2014). Metodologi penelitian kualitatif . Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Monks, F. J. dkk. (1982). Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya.Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Nadhilla, N. (2016). Motivasi penyandang disabilitas fisik tunanetra usia dewasa awal dan dewasa madya. (Skripsi Sarjana, Universitas Pembangunan Jaya). Research Gate, DOI: 10.13140/RG.2.2.35600.81922.
Ninawati. (2002). Motivasi berprestasi. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan. Vol 4, No 8 Nitami, M., Daharnis, & Yusri. (2015). Hubungan motivasi belajar dengan prokastinasi akademik siswa. Konselor, 4 (1), ISSN : 1412-9760.
Pintrich, P. & Schunk, D. (1996). Motivation in education: Theory, research & applications, Ch. 3. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.
Rieuwpassa, M. J. (2015). Dukungan sosial orangtua dan kepercayaan diri sebagai prediktor motivasi berprestasi siswa smp n 4 salatiga. (Tesis Pascasarjana, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga). Diakses dari http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9275/2/T2 _832011002_Full%20te xt.pdf.
Santrock, J. W. (2003). Adolescene, six edition. Jakarta: Erlangga. Santrock, J. W. (2007). Remaja, edisi kesebelas. Jakarta: Erlangga.
Sarafino, E. P. (1998). Health psychology: Biopsychosocial interactions (3rd ed.). United States of America: John Wiley & Sons Inc.
Sepfitri, N. (2011). Pengaruh dukungan sosial terhadap motivasi berprestasi siswa MAN 6 Jakarta. (Skripsi Sarjana, Universitas Syarif Hidayahtullah Jakarta). Diakses dari http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4 212/1/NETA%20SEPFI TRI-FPS.PDF.
Sina, M. I., & Rachmawati, M. A. (2011). Motivasi berprestasi siswa tunanetra yang bersekolah di sekolah inklusi. Diakses dari http://repository.uii.ac.id/320/SK/I/0/00/001/001659/uii-skripsimotifasi%20berprestasi-05320030-MUH.%20IBNU%20SINA-2582359825- abstract.pdf.
Slavin, R. E. (2011). Educational psychology : Theory and Practice, 9th ed. Jakarta: PT Indeks.
Somantri, H. T. (2012). Psikologi anak luar biasa : Karakteristik dan masalah perkembangan penyandang tunanetra. Bandung: PT. Refika Aditama.
Sugiyono. (2011). Metode penelitian kombinasi (mixed methods). Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2014). Metode penelitian kombinasi (mixed methods). Bandung: Alfabeta.
Taylor, Shelley E., Letitia Anne Peplau & David O. Sears. (2009). Psikologi sosial edisi kedua belas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Try (2015). Slamet, siswa tunanetra berprestasi hidup tragis tapi tetap semangat sekolah. Diakses dari
http://news.detik.com/berita/2914012/slamet-siswa-tunanetra- berprestasi-hidup-tragis-tapi-tetap-semangat-
sekolah.
Tula, J. J. (2015). Kementerian sosial republik indonesia. Diakses dari http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file= article&sid=18765
Uno, H. B. (2015). Teori motivasi dan pengukurannya. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Wahyuni, E. S. (2010). Makna hidup penyandang cacat tunanetra yang berprofesi sebagai tukang pijat. (Skripsi Sarjana, Universitas Gunadarma Depok). Diakses dari http://wartawarga.gunadarma.ac.id/wp-content/uploads/2010/08/JURNAL.pdf.
Yapendra. (2011). Sejarah Singkat Yayasan Pendidikan Dria Raba. Diambil kembali dari Yayasan Pendidikan
dria Raba: http://www.yapendra.com/sejarah_singkat
LAMPIRAN
Tabel 1
Karakteristik responden
Tabel 1.
Xaaaaaaaaaaaaazw
Karakteristik Responden
Identitas Pembeda |
Responden Pertama |
Responden Kedua |
Inisial |
AM |
W |
Usia |
16 tahun |
17 tahun |
Pendidikan terakhir |
SD |
SD |
Agama |
Islam |
Hindu |
Pekeijaan |
Pelajai- |
Pelajai- |
Alamat rumah |
Denpasai- |
Denpasai- |
Status Tunanetia |
TotallyBlind |
Low Vision |
Tabel 2
Waktu pelaksanaan wawancar adan observasi dengan responden
Tabel 2.
UΛVΛVΛWΛVΛVΛWΛWΛ
Waktu pelaksanaan wawancara dan observasi dengan responden
Responden |
Waktu Pelaksanaan |
Durasi |
Lokasi |
Responden |
Senin. 27 Febmaii 2017 |
26 menit |
Yayasan Dria Raba |
AM |
Minggu. 02 April 2017 |
3 Omenit |
Yayasan Dria Raba |
Responden |
Kainis. 02 Maiet 2017 |
40 menit |
Yayasan Dria Raba |
W |
Minggu. 07 Mei 2017 |
19 menit |
Rumah Responden |
Gambar 1
Bagan motivasi berprestasi remaja tunanetra perolehan (AM)
15
C
Ciri-Ciri Motivasi Berprestasi
tugasnya sendiri (mempunyai tan EEungjawab
pribadi) b. AM tar set
menetapkan belajar
(menetapkan nilai yang akan dicapai)
-
c. AM mencatat tugas agar mudah diingat (berusaha bekerja kreatif)
-
d. AM belajar untuk men ≡ajar anak-anak (b eru s ah a mencapai cita- cita)
-
e. AMmeringkas pelajaran yang p enting∙p enting Cmernilikitugas yang moderat)
-
f. AM melaksanakan
p erencanaan tu ≡as van g ditetapkan (melakukan kegiatan sebaik-baiknys) g. AM bertanya ketika tidak paham materi pelajaran CmenEadakan antisipasi)
Gambar 2
Bagan motivasi berprestasi remaja tunanetra perolehan (W)
_____i_____
Cin-Cui
Motivasi Beiprestaa
≡EZ__ a Wmengeijakan tugasnya sendiri Imempunvai t anggung jawab pribadi)
b. Wmenetapkantarget b elaj ar (menetapkan nilai yang akan dicapai)
c Wmencaridiintemetjka tidak mengerti pelaj aran (Lerusahabekeijalaeatifi d. Wmenambah p engalaman dalam mengaj ar Ibenisaha mencapai cita- cita) e Wmencaridi internet (memilikitugas yangmoderat)
f Wmenetapkanrencana b elaj ar (melakukan kegiatan sebaik-baiknya)
g. Wmeningkatkan p engalaman (mengadakan antisipasi)
h Wbertindak seb agai wirausaha
417
Discussion and feedback