Jurnal Psikologi Udayana

2018, Vol.5, No.2, 268-281


Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

ISSN 2654-4024

Dukungan Sosial Keluarga terhadap Pemulihan Orang dengan Skizofrenia (ODS) di Bali Kadek Yah Eni dan Yohanes Kartika Herdiyanto

Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana [email protected]

Abstrak

Proses pemulihan orang dengan skizofrenia (ODS) tidak terlepas dari peran keluarga. Keluarga merupakan bagian yang penting dalam proses pengobatan ODS. Dukungan keluarga sangat diperlukan oleh ODS dalam memotivasi selama perawatan dan pengobatan. Di sisi lain, terdapat tindakan-tindakan yang dilakukan oleh keluarga yang dapat menghambat pemulihan ODS, seperti penelantaran, pengucilan dan pemasungan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan dukungan sosial keluarga pada orang dengan skizofrenia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Teknik pengumpulan data melalui wawancara semi tersruktur, wawancara kelompok dan observasi. Subyek penelitian ini adalah 32 responden yang merupakan keluarga ODS dan 10 significant others yang merupakan ODS dan keluarga besar. Data dianalisis dengan theoretical coding yang terdiri dari open, axial, dan selective coding. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan sosial keluarga kepada ODS terdiri dari dukungan pendampingan, dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan kelompok atau persahabatan, dan dukungan informasi. Dukungan sosial keluarga memiliki pengaruh kepada keluarga yang meliputi pekerjaan/ aktivitas, emosi dan sosial serta pengaruh terhadap ODS meliputi kemandirian, keterampilan sosial, aktivitas dan emosi. Faktor-faktor yang dapat mendukung keluarga dalam memberikan dukungan sosial kepada ODS dan berperan dalam pemulihan ODS, antara lain strategi koping keluarga, motivasi, dan pengetahuan. Selain dukungan keluarga, terdapat dua faktor utama dalam proses pemulihan ODS, yaitu peran pengobatan dan peran sosial.

Kata kunci: Dukungan Sosial, peran pengobatan, peran sosial, keluarga, dan ODS.

Abstract

The recovery process of people from schizophrenia can not be separated from the role of the family. The family is an important part of the people with schizophrenia treatment process. Family support is indispensable for people with schizophrenia in motivating during care and treatment. However, on the other hand there are actions was done by family that can inhibited recovery from schizophrenia, such as neglected, excommunication, and isolation.This study aims to identify and describe family social support in people with schizophrenia. This research uses qualitative research method with phenomenology approach and data collection technique through semi structured interview, group interview and observation on 32 respondents who are family of people with schizophrenia and 10 significant others who are people with schizophrenia and extended family. Data were analyzed with theoretical coding which consist of open, axial, and selective coding. The results of this study indicate that family social support for people with schizophrenia consist of mentoring support, emotional support, instrumental support, group or friendship support, and information support. Family social support has an influence on the family that includes work / activity, emotion and social as well as influence for people with schizophrenia including independence, social skills, activities and emotions. Factors that can support families in providing social support for people with schizophrenia and play a role in recovery of people with schizophrenia, including family coping strategies, motivation, and knowledge. In addition to family support, there are two main factors in the process of recovery of people with schizophrenia, namely the role of treatment and social. In addition to family support, there are two main factors in the process of recovery of people with schizophrenia, namely the role of treatment and social role.

Key words: Social support, treatment role, social role, family and people with schizophrenia

LATAR BELAKANG

Kesehatan jiwa adalah kondisi seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuannya sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya (UU No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa). Seseorang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi sebagai manusia disebut sebagai orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) (UU No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa). Gangguan jiwa atau mental illness adalah respon maladaptif terhadap stressor dari lingkungan dalam atau luar ditunjukkan dengan pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma lokal dan kultural dan mengganggu fungsi sosial, kerja, dan fisik individu (Townsend, 1996). Gangguan jiwa menurut Lisa dan Sutrisna (2013) terdiri dari gangguan mental organik (delirium, demensia, dan amnesia), gangguan psikotik (skizofrenia), retardasi mental, dan gangguan neurotik (ansietas fobik, panik, cemas menyeluruh, neurosis depresi, obsesi kompulsif, penyesuaian, disosiatif dan somatoform).

Gangguan jiwa berat adalah gangguan jiwa yang ditandai oleh terganggunya kemampuan menilai realitas atau tilikan (insight) yang buruk. Gejala yang menyertai gangguan ini antara lain berupa halusinasi, ilusi, waham, gangguan proses pikir, kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh, misalnya agresivitas atau katatonik. Gangguan jiwa berat dikenal dengan sebutan psikosis dan salah satu contoh psikosis adalah skizofrenia (Riskesdas, 2017). Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama dalam pikiran, emosi dan prilaku. Pikiran yang terganggu karena berbagai pemikiran tidak saling berhubungan secara logis, persepsi dan perhatian yang keliru, afek yang datar atau tidak sesuai, dan berbagai gangguan aktivitas motorik yang bizzare (Davidson, Neale, & Kring, 2006). Skizofrenia sebagai istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock, 2003).

Prevalensi ODGJ berat seperti skizofrenia di Bali yang menduduki peringkat ketiga di Indonesia dengan prevalensi mencapai 2,3 per 1000 penduduk atau sekitar 9.329 jiwa. Kabupaten dengan wilayah gangguan jiwa berat terbanyak terdapat di kabupaten Bangli, yaitu 6,5 per 1000 penduduk atau berjumlah 1.430 jiwa. Wilayah Bali dengan angka gangguan jiwa berat terendah adalah Kota Denpasar dengan 1,0 per 1000 penduduk atau berjumlah 846 jiwa (Riskesdas, 2013). Berbagai macam penanganan dilakukan

terhadap ODS diantaranya terapi somatik (medikamentosa) yaitu penggunaan obat-obatan yang disebut dengan antipsikotik, terapi psikososial, dan perawatan di rumah sakit (hospitalization). Penanganan gangguan jiwa khususnya skizofrenia di Bali masih berbasis budaya, seperti penelitian yang diungkapkan oleh Ginting et al. (2016) yang menyatakan bahwa beberapa subjek mengatakan penanganan yang dilakukan oleh keluarga adalah kombinasi antara penanganan medis dan non medis. Kumbara (2017) juga menyatakan bahwa orang Bali umumnya akan meminta pertolongan kepada seorang dukun atau balian untuk memperoleh penjelasan mengenai sebab-sebab sakit dan sekaligus cara-cara mengatasinya. Selain meminta bantuan kepada seorang dukuh atau balian, keluarga akan mengajak yang bersangkutan untuk melakukan ritual melukat yang memiliki fungsi dan makna simbolik yang mengarah pada upaya pembersihan jiwa-raga ODGJ dalam rangka mencapai atau mengembalikan keseimbangan jiwa yang terganggu.

Proses pemulihan ODS juga tidak terlepas dari peran keluarga. Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberi perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) anggota keluarga (Yosep, 2007). Keluarga sangat berperan penting bagi ODS, seperti yang dijelaskan didalam penelitian yang dilakukan oleh Madriffa’i (2015) yang menyatakan bahwa peran keluarga merupakan satu-satunya hal yang bisa dilakukan untuk menghindari terjadinya kekambuhan pada ODS. Peran keluarga yang dapat dilakukan untuk mengurangi kekambuhan pada ODS adalah ikut berperan dalam perawatan aftercare di puskesmas integrasi/RSJ terdekat seperti kunjungan berobat, mengambil obat, pengawasan minum obat, terapi keluarga dan bekerjasama dengan petugas kesehatan terkait peran sebagai case manager terhadap ODS. Salah satu tindakan yang bisa dilakukan keluarga adalah memberikan dukungan sosial terhadap ODS. Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga. Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan sosial keluarga internal, seperti dukungan dari suami/istri atau dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal (Friedman, 1998).

Di sisi lain, terdapat tindakan-tindakan yang dilakukan oleh keluarga yang dapat menghambat pemulihan ODS, seperti data yang ditunjukkan oleh Riskesdas (2013) bahwa sebanyak 1.655 Rumah Tangga dengan skizofrenia masih melakukan metode pemasungan. Metode pemasungan yang dilakukan bukan hanya metode tradisional yang umum diketahui masyarakat seperti menggunakan kayu atau rantai pada kaki, namun termasuk pula tindakan pengekangan lain yang membatasi gerak, pengisolasian, dan termasuk mengurung dan penelantaran. Penelitian yang dilakukan oleh Mundakir (2015) menyebutkan bahwa terdapat beberapa

faktor yang memengaruhi pemasungan pada ODGJ, antara lain ketidaktahuan pihak keluarga, rasa malu pihak keluarga, gangguan jiwa yang tidak kunjung sembuh, tidak adanya biaya pengobatan, dan tujuan pemasungan adalah untuk mengamankan ODGJ agar tidak terjadi tindakan kekerasan. Berangkat dari pemaparan latar berlakang di atas, maka peneliti ingin mengetahui dan mendeskripsikan dukungan sosial keluarga pada ODS.

METODE PENELITIAN

Tipe Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Menurut Moleong (2014), penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh responden penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi secara holistik. Pendekatan penelitian kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologi. Pendekatan fenomenologi berfokus pada pengalaman fenomenologikal dan suatu studi tentang kesadaran dan perspektif pokok dari seseorang (Moleong, 2014).

Karakteristik Responden

Penelitian ini menggunakan 32 responden yang merupakan keluarga inti dari ODS, serta menggunakan 10 orang sebagai significant others yang berasal dari keluarga besar ODS serta ODS yang berada dalam proses pemulihan serta mampu berinteraksi. Persyaratan responden yang bisa diikutsertakan dalam penelitian ini ditetapkan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.

Adapun beberapa kriteria inklusi dalam responden penelitian ini, yaitu:

  • 1.    Keluarga dengan salah satu anggotanya merupakan orang dengan skizofrenia (ODS).

  • 2.    Responden merupakan caregiver ODS

  • 3.    Berasal dan Berdomisili di Bali

  • 4.    ODS di dalam keluarga tersebut pernah atau sedang menjalani perawatan medis dan /atau bergabung di Rumah Berdaya, Denpasar.

Adapun kriteria ekslusi dalam pemilihan responden penelitian ini, yaitu:

  • 1.    Tidak berasal dari Bali, dan beragama selain Hindu.

  • 2.    Bukan caregiver bagi ODS.

  • 3.    Tidak mengikuti proses wawancara dan observasi sampai selesai atau mengundurkan diri sebagai responden penelitian.

  • 4.    Tidak bersedia menjadi responden penelitian

Lokasi Pengumpulan Data

Pengambilan data dalam penelitian, khususnya yang melibatkan 32 responden dan 10 significant others yang

berdomisili di Bali dengan ODS yang pernah/sedang melakukan pengobatan terhadap ODS ke dokter, di Rumah Sakit atau bergabung dengan Rumah Berdaya, Denpasar. Peneliti memilih responden yang berdomisili di Bali karena prevalensi ODGJ berat seperti skizofrenia di Bali menduduki peringkat ketiga di Indonesia dengan prevalensi mencapai 2,3 per 1000 penduduk atau sekitar 9.329 jiwa (Rikesdas, 2013). Pengambilan data dilakukan di lokasi yang berdekatan dengan tempat tinggal responden dan telah disepakati oleh responden dan peneliti.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga teknik, yakni wawancara semi terstruktur, wawancara kelompok dan observasi. Pelaksanaan wawancara semi terstruktur menggunakan panduan wawancara (guideline wawancara), pelaksanaan wawancara kelompok interviewer bertindak sebagai fasilitator agar pembicaraan tidak didominasi oleh kelompok tertentu, pelaksanaan observasi dilakukan selama proses wawancara berlangsung dengan menggunakan metode fieldnote.

Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik theoretical coding yang terdiri terdiri atas tiga tahap, yaitu open coding, axial coding, dan selective coding (Strauss & Corbin, 2009). Open coding yaitu proses menguraikan, memeriksa, membandingkan, mengkonsepkan dan melakukan kategorisasi data. Jenis pengkodean ini berkaitan dengan pemberian nama dan pengelompokkan fenomena melalui pemeriksaan data yang cermat. Axial coding yaitu seperangkat prosedur penempatan data kembali dengan cara-cara baru setelah open coding, dengan membuat kaitan antar kategori. Selective coding yaitu proses pemilihan kaegori inti, pengaitan kategori inti terhadap kategori lainnya secara sistematis, pengabsahan hubungannya, mengganti kategori yang diperbaiki dan dikembangkan lebih lanjut (Strauss & Corbin, 2009).

Teknik Pemantapan Kredibilitas Data Penelitian

Terdapat beberapa macam cara pengujian kredibilitas data antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, meningkatkan ketekunan, triangulasi data, analisa kasus negatif, dan menggunakan bahan referensi (Sugiyono, 2014). Teknik pengujian kredibilitas yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah perpanjangan pengamatan, meningkatkan ketekunan, teknik triangulasi data, penggunaan bahan referensi dan mengadakan member check (pengecekan kepada pemberi data).

Isu Etika Penelitian

Setiap penelitian memiliki isu-isu etis yang harus diperhatikan, guna menjaga hubungan baik dan memastikan

tidak ada pihak yang dirugikan dengan adanya penelitian ini. Etika merupakan salah satu aturan yang harus disepakati dan dipahami dengan sebenar-benarnya oleh peneliti agar apa yang dilakukan dalam riset tetap menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan (Herdiansyah, 2015)

HASIL PENELITIAN

Peneliti menemukan tiga kategori utama terkait dukungan sosial keluarga pada ODS di Bali. Ketiga tema tersebut adalah dukungan sosial keluarga, pengobatan, dan lingkungan sosial dalam proses pemulihan ODS.

Berikut pemaparan hasil penelitian berdasarkan masing-masing kategori:

  • 1.    Dukungan Sosial Keluarga pada ODS

Keluarga merupakan salah satu faktor utama yang dapat mendukung pemulihan ODS. Proses penanganan yang diberikan keluarga dapat berupa penanganan positif maupun penanganan negatif.

  • a.    Penanganan Positif

Penanganan positif yang diberikan keluarga berupa dukungan sosial, strategi koping keluarga, motivasi dan pengetahuan keluarga mengenai skizofrenia dan penanganannya.

Penanganan positif terdiri dari:

  • 1)    Dukungan Sosial

Dukungan sosial merupakan suatu upaya yang diberikan oleh keluarga dalam proses pemulihan ODS. Dukungan sosial dapat membantu kelancaran proses pemulihan ODS. Dukungan sosial keluarga adalah segala jenis bantuan yang diberikan oleh keluarga kepada ODS yang berupa kenyamanan, perhatian sehingga menimbulkan perasaan bahwa dirinya dicintai, dihargai dan menjadi bagian dari keluarga tersebut. Dukungan keluarga diberikan kepada ODS meliputi dukungan yang diberikan ketika proses pengobatan, perawatan diri ODS dan pemenuhan segala kebutuhan ODS.

  • a)    Bentuk Dukungan Sosial

Segala jenis dukungan keluarga yang dapat memperlancar proses pemulihan ODS. Terdapat lima jenis dukungan sosial, antara lain:

  • (1)    dukungan pendampingan merupakan dukungan sosial keluarga yang meliputi perawatan, ketersediaan waktu dan tenaga dalam hal pengobatan dan keseharian ODS.

  • (2)    dukungan emosional dapat berupa kedekatan maupun keterbukaan antara ODS dan keluarga. Keluarga mengetahui segala kondisi ODS, karena ODS terbuka kepada keluarganya dan menceritakan segala seuatu yang ODS alami maupun menyampaikan segala keluhannya kepada keluarga. Keluarga juga memberikan respon yang tepat

terhadap setiap keluhan atau pengalaman yang disampaikan ODS.

  • (3)    dukungan instrumental meliputi pembiayaan selama menjalani proses pengobatan baik itu terapi maupun obat-obatan, perawatan ODS dan pemenuhan kebutuhan ODS seperti peralatan mandi, pakaian,dan makanan

  • (4)    dukungan kelompok berupa kesediaan orang lain dalam memberikan waktunya kepada individu yang bersangkutan sehingga tercipta suasana saling memiliki, saling berbagi cerita, pengalaman maupun nasihat dan melakukan aktivitas bersama. Dukungan kelompok yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dukungan dari luar keluarga yang diakses oleh keluarga maupun ODS sebagai upaya keluarga dalam proses pemulihan ODS.

  • (5)    dukungan informasi, salah satu bentuk dukungan yang diberikan keluarga dengan memberikan nasihat, tanggapan ataupun saran untuk membantu ODS dalam proses pemulihannya.

  • b)    Pengaruh Dukungan Sosial

  • (1)    Bagi ODS

Pengaruh dari dukungan sosial positif yang diberikan keluarga dapat berdampak positif bagi ODS sebagai penerima dukungan. Pengaruh bagi ODS, antara lain: Pertama, kemandirian ODS adalah kemampuan ODS dalam mengerjakan sebagian besar aktivitasnya tanpa bantuan dari orang lain. Kedua, keterampilan sosial merupakan keterampilan yang dimiliki ODS untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Ketiga, aktivitas merupakan kegiatan yang dilakukan ODS guna mempertahankan kemandirian berupa memiliki pekerjaan atau melakukan kegiatan. Keempat, emosi yakni reaksi ODS terhadap rangsangan yang berasal dari luar dan dalam diri ODS sehingga ODS cenderung untuk bertindak.

  • (2)    Bagi Keluarga

Dukungan sosial yang diberikan keluarga dapat berpengaruh bagi keluarga itu sendiri sebagai pemberi dukungan kepada ODS. Pengaruh bagi ODS, antara lain: Pertama, pekerjaan merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan keluarga untuk bisa mencapai suatu tujuan. Tujuan keluarga adalah imbalan berupa uang guna memenuhi kebutuhan hidup keluarga serta kebutuhan ODS. Kedua, emosi merupakan reaksi Keluarga terhadap rangsang dari luar dan dalam diri keluarga yang merupakan perwujudan dari suatu perasaan dan pikiran yang timbul semasa perawatan ODS serta kecenderungan untuk bertindak. Ketiga, sosial meliputi hubungan keluarga dengan lingkungan sosial keluarga masih terjaga dengan baik. Keluarga tetap melakukan kewajiban sebagai masyarakat, dan berbaur dengan lingkungan sosial, begitu pula dengan relasi keluarga dengan keluarga besar.

  • c)    Strategi Koping Keluarga

Strategi koping keluarga adalah upaya yang dilakukan keluarga dalam pemecahan suatu masalah atau mengurangi stres yang diakibatkan oleh suatu masalah atau peristiwa. Beberapa strategi koping keluarga yang ditemukan pada keluarga ODS, yaitu pertama, emotion focused coping merupakan strategi koping yang berdasarkan kemampuan keluarga dalam meredakan emosi yang ditimbulkan oleh stressor (sumber stres), tanpa berusaha untuk mengubah situasi yang menjadi sumber stres secara langsung. Strategi koping ini dilakukan dengan cara, yakni accepting responsibility, Strategi keluarga untuk menerima bahwa keluarga memiliki peran dalam menghadapi sumber stres dan mencari jalan keluar, seperti bertanggungjawab, menghadapi sumber stres, dan menerima keadaan yang menjadi stressor tersebut. Selain itu terdapat avoidance yakni Perilaku menghindar atau melarikan diri dari permasalahan yang sedang dihadapi.

Kedua, problem focused coping merupakan strategi koping yang dilakukan keluarga dengan menghadapi masalah atau sumber stres secara langsung melalui tindakan yang bertujuan untuk mengubah atau menghilangkan sumber stres. Berbagai cara dilakukan keluarga untuk menghadapi sumber stres tersebut, antara lain planful problem-sloving yaitu upaya menganalisa dan mencari solusi dari sumber stres dilakukan berulang-ulang sampai masalah tersebut dapat ditangani dengan baik. Upaya ini dapa berupa mencari pengobatan yang tepat terhadap pemulihan ODS, apabila tidak ada kemajuan berusaha menggunakan metode pengobatan yang lain. Selain itu keluarga merasa memiliki tanggungjawab terhadap ODS, sehingga keluarga merawat ODS dan berusaha agar ODS dapat pulih. Selain planful problem-sloving, terdapat seeking social support yakni Upaya keluarga untuk mencari informasi mengenai skizofrenia yang dialami anggota keluarganya ke sumber ahli yang memiliki pengetahuan tentang skizofrenia atau orang yang memiliki pengalaman serupa dalam merawat ODS, serta mencari dukungan emosional dari orang lain seperti keluarga besar, lingkungan kerja maupun tetangga dalam proses pemulihan ODS.

Ketiga, religious coping strategy yaitu Upaya-upaya yang dilakukan oleh keluarga dalam memahami dan mengatasi sumber-sumber stres dalam hidup berdasarkan keyakinan keluarga dan dengan berbagai cara untuk mempererat hubungan dengan Tuhan.Strategi koping keluarga ini terdiri dari koping religius bersifat kognitif (cognitive religious coping) yakni upaya keluarga dalam memberikan makna terhadap gangguan jiwa yang dihadapi oleh anggota keluarganya. Pemberian makna yang dilakukan keluarga dengan menganggap bahwa skizofrenia yang dialami ODS merupakan suatu nasib, cobaan atau takdir yang diperoleh keluarga, sehingga keluarga merasa pasrah dan menerima kondisi yang dialami oleh anggota keluarganya. Koping

religius bersifat perilaku (Behavioural religious coping) yakni upaya yang dilakukan keluarga dalam menghadapi stres ditunjukkan dengan melakukan berbagai ritual keagamaan berdasarkan keyakinan yang dianut oleh keluarga dari ODS.

  • d)    Motivasi Keluarga

Suatu dorongan yang dapat membangkitkan semangat keluarga dalam memberikan dukungan dari segala aspek terhadap pemulihan ODS. Dorongan yang dimaksud adalah harapan baik keluarga maupun ODS itu sendiri dalam proses pemulihan ODS dan masa depan ODS, serta kerjasama yang baik di dalam keluarga sehingga keluarga ingin memberikan perawatan yang terbaik kepada ODS.

  • e)    Pengetahuan Keluarga

Upaya yang dilakukan keluarga dalam merawat ODS dan membantu proses pemulihan ODS adalah dengan berusaha memahami mengenai skizofrenia dan cara yang dapat dilakukan keluarga guna mendukung proses kelancaran pemulihan ODS melalui tenaga medis atau orang yang ahli dibidangnya serta orang yang telah memiliki pengalaman mengenai merawat ODS. Pengetahuan keluarga terdiri dari kepercayaan, pengalaman keluarga serta prasangka keluarga. b. Penanganan Negatif

Penanganan negatif yang diberikan keluarga terhadap ODS dapat menghambat proses pemulihan ODS. Penanganan negatif yang dilakukan keluarga, meliputi:

  • 1)    Pemasungan

Pemasungan yang dilakukan keluarga dengan membatasi gerak ODS agar tidak terjadi tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap ODS maupun yang dilakukan oleh ODS meliputi mengurung ODS di dalam kamar, memisahkan ruangan tempat ODS dengan ruangan keluarga, merantai ODS, dan tempat ODS yang tidak layak. Keluarga mengabaikan ODS ketika mengalami kekambuhan, tidak memberikan obat secara rutin, dan membiarkan ODS begitu saja.

  • 2)    Tidak memberikan dukungan sepenuhnya kepada ODS

Keluarga atau salah satu anggota keluarga tidak memberikan kenyamanan, cinta, dan kasih sayang secara maksimal meliputi ketidakcocokan, dan ketidakterbukaan antara keluarga dan ODS yang menyebabkan pertengkaran, dan dapat menghambat proses pemulihan ODS. Bantuan langsung berupa biaya perawatan ODS dan pemenuhan kebutuhan ODS yang diberikan keluarga kurang maksimal terhadap ODS seperti proses pemulihan ODS hanya dilakukan oleh salah satu anggota keluarga, tanpa ada dukungan maksimal berupa biaya atau bantuan langsung dari anggota keluarga yang lain. Hal ini membuat perawatan yang diberikan kepada ODS menjadi terkendala.

  • 2.    Pengobatan terhadap ODS yang dilakukan oleh keluarga

Pengobatan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam proses pemulihan ODS. Pengobatan merupakan segala upaya yang dilakukan keluarga dengan tujuan untuk penyembuhan suatu keadaan sakit. Terdapat dua agen dalam penelitian ini, yaitu agen profesional dan non-profesional. Masyarakat Bali, khususnya keluarga ODS biasanya melakukan pengobatan ke salah satu agen tersebut ataupun keduanya. Pengambilan keputusan mengenai proses pengobatan ini, didasari oleh persepsi keluarga mengenai penyakit, akses menuju ke pengobatan tersebut dan dukungan informasi dari lingkungan sosial. Pengobatan terhadap ODS dibagi menjadi dua, yakni pengobatan profesional dan pengobatan non-profesional.

  • a.    Pengobatan Profesional

Pengobatan medis profesional yang meliputi tenaga medis seperti dokter ahli jiwa (psikiater), dokter umum, psikolog maupun praktisi yang ahli di bidang ini. Beberapa bagian dari pengobatan profesional antara lain:

  • 1)    Obat

Keluarga yang mengajak ODS untuk menjalani pengobatan ke tenaga medis profesional dengan tujuan mengetahui penyebab anggota keluarganya mengalami skizofrenia, menemukan obat untuk memulihkan ODS atau prilaku ODS agar kembali normal. Pembiayaan pengobatan ODS oleh keluarga melalui tiga sumber yakni:

  • a)    Ketersediaan jaminan kesehatan

Jaminan kesehatan berupa ansuransi dari pemerintah maupun asuransi pribadi, seperti JKBM, dan BPJS. Asuransi tersebut digunakan keluarga untuk pengobatan ODS sehingga memperlancar proses pemulihan ODS.

  • b)    Biaya sendiri

Sumber pembiayaan pengobatan ODS yang kedua di peroleh dari keluarga itu sendiri. Biaya yang dikeluarkan oleh keluarga meliputi biaya pengobatan, dan perawatan ODS.

  • c)    Sumber lain

sumber pembiayaan selain jaminan kesehatan maupun biaya sendiri, biasanya berasal dari orang-orang sekitar keluarga yang membantu dalam proses pemulihan ODS.

Setelah melakukan pengobatan ke tenaga profesional, maka ODS akan mendapatkan obat berupa tablet maupun suntikan. Konsumsi obat juga memiliki peran penting dalam proses pemulihan dan mempertahankan kondisi baik dalam diri ODS.

  • a)    Rutin konsumsi obat, rutin dalam mengonsumsi obat membantu ODS untuk mempertahankan kondisi ODS.

  • b)    Tidak rutin mengonsumsi obat, salah satu hambatan ODS untuk pulih dari skizofrenia adalah tidak rutin mengonsumsi obat.

  • b.    Pengobatan Non-profesional

Selain pengobatan medis dengan tenaga profesional, masyarakat bali dikenal dengan pengobatan alternatif oleh tenaga non-profesional. Pengobatan ini didasari dengan keyakinan masyarakat Bali khususnya keluarga.

  • 1)    Manual Therapy atau body therapy adalah pengobatan yang berbasis tubuh untuk yang menggunakan manipulasi manual atau pergerakan satu atau lebih bagian tubuh untuk mengatasi ketidakseimbangan yang terjadi di dalam tubuh.

  • 2)    Spiritual adalah jenis pengobatan yang berkeyakinan terhadap sang pencipta terkait penyebab penyakit dan pengobatannya. Terdapat beberapa jenis pengobatan spiritual, antara lain:

  • a)    Mepeluasan, mencari tahu tentang penyebab kondisi sakit dan bagaimana cara mengatasi menurut pengobatan tradisional Bali.

  • b)    Melukat, melakukan ritual pengobatan melalui pembersihan diri dengan menggunakan air suci.

  • c)    Upacara, merupakan berbagai macam usaha manusia untuk menghubungkan diri dengan Tuhan dan memohon keselamatan secara lahir dan bathin termasuk memohon pemulihan atas keadaan sakit yang di alami.

  • 3)    Obat Tradisional (tamba), obat tradisional yang dimaksud adalah obat yang yang diracik oleh seorang balian atau seorang yang ahli dengan bahan-bahan tertentu dan berasal dari berbagai sumber.

  • c.    Evaluasi Efektivitas Pengobatan

Penilaian terhadap pengobatan yang telah dilakukan apakah sudah efektif bagi ODS atau masih memerlukan tindakan pengobatan lain.

  • 1)    Pulih, kondisi ODS baik kembali atau kembali ke keadaan sebelum mengalami skizofrenia atau kondisi ODS telah stabil kembali, dengan melihat kemajuan yang ditemukan pada ODS selama proses pemulihan ODS.

  • 2)    Tidak Pulih, kondisi ODS dari awal pengobatan hingga pasca pengobatan masih belum menunjukkan perubahan atau kondisi ODS belum baik seperti semula.

  • 3)    Tindakan selanjutnya, tindakan yang dilakukan keluarga setelah keluarga melakukan pengobatan kepada ODS dan mengetahui hasil dari pengobatan tersebut yang menyatakan bahwa ODS mengalami kemajuan atau tidak. Sehingga keluarga dapat mengambil tindakan selanjutnya yang tepat dalam proses pemulihan ODS.

  • 3.    Peran Sosial dalam Pemulihan ODS

Sosial memiliki peran besar dalam proses pemulihan ODS selain peran pengobatan dan keluarga. Peran sosial dibagi menjadi dua kelompok, yakni formal dan informal.

  • a.    Formal

Kelompok sosial yang memiliki struktur dan organisasi, dan mempunyai aturan-aturan yang tegas untuk mengatur hubungan antara anggotanya dan memiliki tugas yang terorganisir. Kelompok sosial formal terdiri dari pemerintah, tenaga kesehatan dan tokoh masyarakat. Bagian dari kelompok sosial formal, antara lain:

  • 1)    Pemerintah

Pemerintah mempunyai peran penting dalam menyediakan akses bagi ODS untuk menjalani perawatan dan pemulihan ODS. Peran pemerintah yang dimaksud seperti jaminan kesehatan, pemantauan langsung, dan menyediakan berbagai aktivitas serta memfasilitasi aktivitas bagi ODS.

  • 2)    Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan dirinya dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan terutama di bidang kesehatan jiwa. Peran tenaga kesehatan meliputi melakukan kontrol kesehatan, memberikan informasi mengenai perawatan ODS dan memberikan dukungan kepada ODS dan keluarga.

  • 3)    Tokoh Masyarakat

Tokoh masyarakat adalah orang yang memiliki pengaruh dan dihormati oleh masyarakat. Tokoh masyarakat dalam penelitian ini memiliki peran penting bagi keluarga ODS dalam hal mengakses jaminan kesehatan dan mengakses perawatan medis terhadap ODS.

  • b.    Informal

Sekelompok orang yang tidak memiliki struktur dan organisasi tertentu yang berperan dalam proses pemberian dukungan kepada ODS dan membantu kelancaran pemulihan ODS. Bagian dari kelompok sosial informal, antara lain:

  • 1)    Masyarakat

Sekelompok orang yang terdiri dari berbagai kalangan, tinggal di dalam satu wilayah dan telah memiliki hukum adat, norma-norma serta berbagai peraturan yang ditaati. Masyarakat dalam hal ini membantu meringankan kewajiban adat yang diemban keluarga ODS maupun ODS sehingga keluarga dapat fokus merawat ODS.

  • 2)    Lingkungan kerja

Lingkungan kerja adalah kehidupan sosial, psikologi dan fisik di tempat keluarga ataupun ODS bekerja. Peran lingkungan kerja dapat berupa saran kepada keluarga ODS.

  • 3)    Tetangga

Sekelompok orang yang paling dekat yang tinggal atau berada di sekitar rumah keluarga ODS. Peran tetangga dalam proses pemulihan ODS seperti memberikan masukan ataupun membantu dalam proses pengobatan ODS.

  • 4)    Keluarga Besar ( Extended Family)

Kelompok sosial yang terdiri dari keluarga inti dan saudara sedarah, yang seringkali mencakup tiga generasi atau lebih. Peran keluarga besar dalam penelitian ini meliputi hubungan dengan keluarga besar dan dukungan yang diberikan keluarga besar kepada keluarga inti dan ODS.

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Penelitian ini akan membahas beberapa topik dengan hasil penelitian yang telah ditemukan peneliti antara lain, dukungan sosial keluarga terhadap pemulihan ODS, Pengobatan terhadap ODS yang dilakukan oleh keluarga, dan peran sosial dalam pemulihan ODS.

  • 1.    Dukungan Sosial keluarga terhadap pemulihan ODS

Keluarga memiliki peran penting dalam proses pengobatan dan perawatan ODS sehari-hari. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari, et al. (2014) proses pemulihan ODGJ akan berjalan dengan baik, maka diperlukan dukungan dari berbagai pihak, utamanya dukungan dari keluarga (atau orang dekat). Proses penanganan yang diberikan keluarga dapat berupa penanganan positif, diantaranya:

  • a.    Dukungan Sosial

Dukungan sosial merupakan suatu upaya yang diberikan oleh keluarga dalam proses pemulihan ODS. Sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh Olson, Breckler, & Wiggin (2006) mengenai dukungan sosial bahwa Dukungan sosial adalah bantuan yang diberikan orang-orang yang berada dalam lingkungan sosial individu seperti keluarga, teman, dan masyarakat.

  • 1)    Bentuk Dukungan Sosial

Terdapat lima jenis dukungan sosial, antara lain:

  • a)    Dukungan Pendampingan

Pendampingan keluarga merupakan dukungan sosial keluarga yang meliputi perawatan, ketersediaan waktu dan tenaga dalam hal pengobatan dan keseharian ODS. Pernyataan ini tidak sesuai dengan Hartanto (2014) yang menyatakan bahwa dukungan yang dilakukan keluarga dengan pengobatan, mengantarkan penderita untuk kontrol dan mengawasi meminum obat disebut sebagai dukungan instrumental. Sedangkan menurut penelitian ini bahwa dukungan yang dilakukan keluarga dengan pengobatan, mengantarkan penderita untuk kontrol dan mengawasi minum obat merupakan bagian dari dukungan pendampingan.

  • b)    Dukungan Emosional

Dukungan emosional yang diberikan keluarga dapat dilihat dari kedekatan serta saling keterbukaan antara keluarga dan ODS, seperti apa yang dirasakan ODS maka ODS akan memilih menceritakan kepada keluarga yang sebagai

caregiver ODS. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Sarafino (2002) mengenai dukungan emosional yang berarti dukungan yang terdiri dari ekspresi seperti perhatian, empati, dan turut prihatin kepada seseorang. Begitu pula pernyataan dari Hartanto (2014) yang menyatakan bahwa dukungan emosional dengan cara keluarga memberikan dukungan, perhatian, dan kasih sayang kepada ODS.

  • c)    Dukungan Instrumental

Dukungan yang diberikan keluarga berupa pemberian bantuan secara langsung untuk membantu ODS, meliputi pembiayaan selama menjalani proses pengobatan, perawatan ODS dan pemenuhan kebutuhan ODS. Pernyataan ini didukung oleh Sarafino (2002) bahwa dukungan instrumental merupakan dukungan yang berupa bantuan secara langsung dan nyata seperti memberi atau meminjamkan uang atau membantu meringankan tugas orang yang sedang stres.

  • d)    Dukungan Kelompok atau Persahabatan

Dukungan kelompok atau persahabatan berupa kesediaan orang lain dalam memberikan waktunya kepada individu yang bersangkutan sehingga tercipta suasana saling memiliki, saling berbagi dan beraktivitas bersama. Sejalan dengan Uchino, Cutrona dan Gardner (dalam Sarafino & Smith, 2011) yang mengatakan dukungan persahabatan berupa kehadiran orang lain dengan tujuan menghabiskan waktu dengan seseorang, sehingga memunculkan perasaan menjadi bagian dalam kelompok untuk melakukan minat dan aktivitas bersama.

  • e)    Dukungan Informasi

Salah satu bentuk dukungan yang diberikan keluarga dengan memberikan nasihat, saran ataupun tanggapan untuk membantu ODS dalam proses pemulihannya. Informasi yang diberikan keluarga selama proses pemulihan dan menjaga kondisi pulih pada ODS seperti mengingatkan untuk minum obat, kontrol ke dokter/Rumah sakit dan melaksanakan kegiatan untuk menunjang kondisi pulih pada ODS. Pernyataan mengenai dukungan informasi sesuai dengan pendapat Haber (2010) yang menyatakan dukungan informasi dengan cara memberikan nasihat, tanggapan, dan saran untuk membantu seseorang dalam menghadapi masalah.

  • 2)    Pengaruh Dukungan Sosial

  • a)    Bagi ODS

Pengaruh dukungan sosial positif yang diberikan keluarga dapat berdampak positif bagi ODS sebagai penerima dukungan.

  • (1)    Kemandirian ODS

Kemandirian ODS adalah kemampuan ODS untuk memenuhi kebutuhan dirinya yang meliputi perawatan diri (kebersihan diri dan lingkungan), pengobatan diri (melakukan kontrol ke Rumah sakit/dokter, mengonsumsi obat) dan mengerjakan aktivitas sehari-hari. Pernyataan ini sejalan

dengan pernyataan di dalam penelitian yang dilakukan oleh Maryatun (2015) yang mengungkapkan bahwa kemandirian ODS tersebut ditunjukkan dalam kegiatan rutin memenuhi kebutuhan fungsi dasar. Sebagian besar ODS dapat melakukan kegiatan rutin seperti makan, mandi, berpakaian, dan toiletting tanpa bantuan orang lain, pasien mampu menggunakan alat mandi dengan benar, mampu memakai baju, dan membersihkan kuku tanpa bantuan perawat.

  • (2)    Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial merupakan keterampilan yang dimiliki ODS untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain sesuai peran dan struktur sosial yang ada. Keterampilan sosial yang dimiliki ODS meliputi berinteraksi dengan lingkungan sekitar, dan melakukan aktivitas di masyarakat seperti ngayah di banjar. Pernyataan ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Combs & Slaby (Cartledge & Milburn, 1995) menjelaskan bahwa keterampilan sosial merupakan kemampuan berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial yang dapat diterima oleh lingkungan dan dan bersifat saling menguntungkan.

  • b)    Bagi Keluarga

Pengaruh dari dukungan sosial positif yang diberikan keluarga dapat berdampak bagi keluarga itu sendiri sebagai pemberi dukungan kepada ODS.

  • (1 ) Pekerjaan

Suatu proses kegiatan yang dilakukan keluarga untuk bisa mencapai suatu tujuan. Tujuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah imbalan berupa uang guna memenuhi kebutuhan hidup keluarga serta perawatan ODS. Keluarga sebagai caregiver bagi ODS memiliki kebutuhan finansial yang cenderung tinggi karena harus memenuhi kebutuhan diri sendiri maupun ODS termasuk biaya perawatan ODS. Untuk itu, keluarga akan mencari pekerjaan disamping merawat ODS. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitrikasari, Kadarman dan Sarjana (2013) bahwa adanya anggota keluarga dengan skizofrenia akan memengaruhi kemampuan finansial keluarga sehingga mengharuskan keluarga untuk tetap bekerja disamping merawat ODS.

  • (2 ) Emosi

Reaksi Keluarga terhadap rangsang dari luar dan dalam diri keluarga yang merupakan perwujudan dari suatu perasaan dan pikiran yang timbul semasa perawatan ODS serta kecenderungan untuk bertindak. Emosi keluarga ketika ODS mengalami kemajuan dalam proses pemulihannya adalah merasa bersyukur, senang, dan tenang. Relevan dengan pernyataan dari Hartanto (2014) yang menyatakan bahwa sebagian besar keluarga nyaman apabila memberikan dukungan yang terbaik kepada ODGJ.

  • b.    Strategi Koping Keluarga

Selain dukungan sosial, banyak faktor yang berasal dari keluarga dan berperan penting bagi keluarga dalam memberikan dukungan sosial kepada ODS serta berperan

terhadap proses pemulihan ODS, salah satunya adalah strategi koping keluarga. Upaya positif yang dilakukan keluarga dalam pemecahan suatu masalah atau mengurangi stres yang diakibatkan oleh suatu masalah atau peristiwa. Beberapa strategi koping keluarga yang ditemukan pada keluarga ODS:

  • 1)    Emotion Focused Coping

Strategi koping ini merupakan strategi koping yang berdasarkan kemampuan keluarga dalam meredakan emosi yang ditimbulkan oleh sumber stres, tanpa berusaha untuk mengubah atau menghilangkan situasi yang menjadi sumber stres secara langsung. Beberapa cara dalam melakukan strategi ini adalah sebagai berikut:

  • a)    Accepting Responsibility

Strategi keluarga untuk menerima bahwa anggota keluarga memiliki peran dalam menghadapi sumber stres dan mencari jalan keluar, seperti bertanggungjawab, menghadapi sumber stres, dan menerima keadaan yang menjadi stressor.

  • b)    Avoidance

Perilaku menghindar atau melarikan diri dari permasalahan yang sedang dihadapi. Strategi ini dilakukan keluarga dengan harapan bahwa situasi buruk yang dihadapi akan segera berlalu. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Retnowati (2012) yang menyatakan bahwa strategi koping yang digunakan oleh keluarga dalam merawat penderita skizofrenia adalah emotion focused coping, strategi koping yang dilakukan oleh keluarga cenderung berupa usaha-usaha untuk menanggulangi tuntutan yang dialami dengan mengendalikan respon emosinya.

  • 2)    Problem Focused Coping

Problem coping strategi merupakan strategi koping yang dilakukan keluarga dengan menghadapi masalah atau sumber stres secara langsung melalui tindakan yang bertujuan untuk menghilangkan atau mengubah sumber stres. Berbagai cara dilakukan keluarga untuk menghadapi sumber stres tersebut, antara lain:

  • a)    Planful Problem-Sloving

Usaha yang dilakukan dengan menganalisa setiap situasi yang menimbulkan stres dan mencari solusi secara langsung untuk menghadapi masalah yang dialami. Upaya ini dapa berupa mencari pengobatan yang tepat terhadap pemulihan ODS, apabila tidak ada kemajuan berusaha menggunakan metode pengobatan yang lain. Selain itu keluarga merasa memiliki tanggungjawab terhadap ODS, sehingga keluarga merawat ODS dan berusaha agar ODS dapat pulih.

  • b)    Seeking Social Support

Upaya keluarga untuk mencari informasi mengenai skizofrenia yang dialami anggota keluarganya ke sumber ahli yang memiliki pengetahuan tentang skizofrenia atau orang yang memiliki pengalaman serupa dalam merawat

ODS, serta mencari dukungan emosional dari orang lain seperti keluarga besar, lingkungan kerja maupun tetangga dalam proses pemulihan ODS.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Retnowati (2012) yang menyatakan bahwa seeking social support dan planfulproblem solving merupakan strategi koping yang paling sering dilakukan oleh caregiver penderita skizofrenia.

  • 3)    Religious Coping Strategy

Upaya-upaya yang dilakukan oleh keluarga dalam memahami dan mengatasi sumber-sumber stres dalam hidup dengan berbagai cara untuk mempererat hubungan dengan Tuhan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Subandi (2012) bahwa dalam proses kesembuhan dari gangguan mental, orang jawa menggunakan strategi koping religius yang terdiri dari koping religius bersifat kognitif dan perilaku.

  • a)    Koping religius bersifat kognitif (Cognitive religious coping)

Upaya keluarga dalam memberikan makna terhadap gangguan jiwa yang dihadapi oleh anggota keluarganya. Pemberian makna seperti nasib, pasrah, takdir dan berserah kepada Tuhan mengenai skizofrenia yang dialami anggota keluarganya. Pernyataan ini sesuai dengan pernyataan Subandi (2012) yang mengungkapkan termasuk dalam koping religius yang bersifat kognitif dalam penelitian ini adalah munculnya tema ‘menerima takdir dan melakukan usaha’.

  • b)    Koping religius bersifat perilaku (Behavioural religious coping)

Upaya yang dilakukan keluarga dalam menghadapi stres ditunjukkan dengan melakukan berbagai ritual keagamaan. Upaya strategi koping ini dilakukan dengan melakukan persembahyangan, dan puasa. Penelitian yang dilakukan Subandi (2012) sesuai dengan pernyataan ini yaitu Koping religius yang bersifat perilaku ditunjukkan oleh partisipan dengan melakukan berbagai ritual keagamaan seperti melaksanakan praktik-praktik keagamaan, berdoa.

  • 2.    Pengobatan Terhadap ODS yang Dilakukan Oleh Keluarga

Beberapa hasil penelitian yang penting untuk dibahas, yaitu pengobatan terhadap ODS yang dilakukan oleh keluarga. Pengobatan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam proses pemulihan ODS. Pengobatan merupakan segala upaya yang dilakukan keluarga dengan tujuan untuk penyembuhan suatu keadaan sakit. Pengobatan yang dilakukan keluarga dengan cara mendatangi seseorang yang ahli (agen) guna mendapat jawaban mengenai apa yang dialami oleh anggota keluarganya, apa penyebabnya dan bagaimana cara mengatasinya. Terdapat dua agen dalam penelitian ini, yaitu

agen pengobatan medis profesional yang meliputi tenaga medis seperti dokter ahli jiwa (psikiater), dokter umum, psikolog maupun praktisi yang ahli di bidang ini dan pengobatan nonprofesional, pengobatan ini didasari dengan keyakinan masyarakat Bali khususnya keluarga.

Masyarakat Bali, khususnya keluarga ODS biasanya melakukan pengobatan ke salah satu agen tersebut ataupun keduanya. Pengambilan keputusan mengenai proses pengobatan ini, didasari oleh persepsi keluarga mengenai penyakit, akses menuju ke pengobatan tersebut dan dukungan informasi dari lingkungan sosial keluarga. Pernyataan ini sejalan dengan pernyataan di dalam penelitian yang dilakukan oleh Ginting et al. (2016) bahwa pengobatan yang dilakukan kepada ODGJ adalah pengobatan medis dengan bantuan tenaga kesehatan dan pengobatan non-medis dengan bantuan seorang balian.

  • a.    Pengobatan Profesional

Pengobatan profesional adalah pengobatan yang berasal dari setiap orang yang mengabdikan dirinya dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan terutama di bidang kesehatan jiwa. Sejalan dengan pernyatan Ginting et al (2016) yang menyatakan Penanganan medis berarti pengobatan terhadap ODGJ dengan menggunakan bantuan yang bersifat kedokteran atau ilmiah.Beberapa hal yang dipertimbangan keluarga ketika mendatangi pengobatan profesional adalah:

  • 1)    Pembiayaan

Pembiayaan pengobatan ODS oleh keluarga melalui tiga sumber yakni ketersediaan jaminan kesehatan, biaya sendiri maupun sumber lain yang diperoleh keluarga.

  • a)    Ketersediaan jaminan kesehatan

Jaminan kesehatan berupa ansuransi dari pemerintah maupun asuransi pribadi. Asuransi yang diperoleh keluarga digunakan untuk memperlancar proses pengobatan ODS, tanpa terbebani dengan kondisi ekonomi keluarga.

  • b)    Biaya sendiri

Sumber pembiayaan pengobatan ODS yang kedua di peroleh dari keluarga itu sendiri. Biaya yang dikeluarkan oleh keluarga meliputi biaya pengobatan, dan perawatan ODS. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Fitrikasari, et al. (2013) yang mengungkapkan bahwa peranan jaminan pengobatan/jaminan kesehatan sangat berperan selain biaya yang dikeluarkan oleh caregiver dalam pemenuhan kebutuhan ODS dalam menopang finansial caregiver, sehingga akan mengurangi beban perawatan.

  • 2)    Konsumsi Obat

Setelah melakukan pengobatan ke tenaga profesional, maka ODS akan mendapatkan obat berupa tablet maupun suntikan. Konsumsi obat juga memiliki peran penting dalam proses pemulihan dan mempertahankan kondisi baik dalam diri ODS.

  • a)    Rutin Konsumsi Obat, rutin dalam mengonsumsi obat membantu ODS untuk mempertahankan kondisi ODS.

  • b)    Tidak rutin mengonsumsi obat, salah satu hambatan ODS untuk pulih dari skizofrenia adalah tidak rutin mengonsumsi obat.

Rutin atau tidaknya ODS mengonsumsi obat tidak terlepas dari peran keluarga. Hal ini sejalan dengan pendapat Abdullah (2015) bahwa semakin baik dukungan keluarga terhadap kepatuhan berobat pasien skizofrenia maka semakin meningkat kepatuhan pasien skizofrenia dalam berobat. Sebaliknya apabila keluaga kurang mendukung dalam kepatuhan berobat pasien skizofrenia maka semakin rendah tingkat kepatuhan berobat pasien skizofrenia. Begitu pula dengan pernyataan dari Hartanto (2014) bahwa penderita gangguan jiwa dapat disembuhkan dengan cara melakukan pengobatan dan minum obat secara teratur meskipun butuh waktu yang lama.

  • b.    Pengobatan Non-Profesional

Selain pengobatan medis dengan tenaga profesional, masyarakat Bali dikenal dengan pengobatan alternatif oleh tenaga non-profesional. Pengobatan ini didasari dengan keyakinan masyarakat Bali khususnya keluarga. Pengobatan non-profesional di Bali tidak terlepas dari peran balian. Balian adalah orang yang mempunyai kemampuan menolong orang yang mengalami gangguan kesehatan dengan menggunakan cara pengobatan yang diwariskan secara turun-temurun. Peranan balian masih menjadi pilihan utama untuk penyakit gangguan jiwa di Bali (Putro, 2004). Hal ini sejalan dengan pernyataan dari Ardiayasa (2012) yang menyatakan bahwa masyarakat Bali biasanya berobat ke dokter tradisional yaitu balian, yang salah satunya adalah balian usada, balian yang pada dasarnya mengutamakan penggunaan pengetahuan mengenai teknik pengobatan dan jenis obat-obatan tradisional.

Terdapat 3 jenis pengobatan non-profesional, antara lain: 1) Spiritual adalah jenis pengobatan yang berkeyakinan terhadap sang pencipta terkait penyebab penyakit dan pengobatannya.

  • a)    Mepeluasan, mencari tahu tentang penyebab kondisi sakit dan bagaimana cara mengatasi menurut pengobatan tradisional Bali. Keluarga Bali akan mendatangi seorang balian peluasan untuk mengetahui penyebab dan cara pemulihan skizofrenia yang dialami anggota keluarganya. Sejalan dengan pernyataan Ardiyasa (2012) yang menyatakan mepeluasan / nunas beras dilakukan keluarga dengan tujuan menyelesaikan segala permasalahannya dengan bertanya kepada orang pintar atau balian.

  • b)    Melukat, melakukan ritual pengobatan melalui pembersihan diri dengan menggunakan air suci. Melukat

    3.


merupakan salah satu petunjuk pengobatan yang diperoleh dari balian. Sejalan dengan pernyataan Kumbara (2007) bahwa melukat merupakan proses pengobatan gangguan jiwa yang memiliki makna simbolik yang mengarah pada upaya pembersihan jiwa-raga.

  • c)    Upacara, merupakan berbagai macam usaha manusia untuk menghubungkan diri dengan Tuhan dan memohon keselamatan secara lahir dan bathin termasuk memohon pemulihan atas keadaan sakit yang di alami. Upacara yang dilakukan oleh keluarga ODS merupakan salah satu cara pengobatan yang diminta pada saat melakukan peluasan ke balian. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ardiyasa (2012) yang mengatakan bahwa pengobatan di Bali terbukti dengan adanya berbagai macam upacara yang digunakan dalam melakukan pengobatan.

  • d)    Obat Tradisional (tamba), obat tradisional yang dimaksud adalah obat yang yang diracik oleh seorang balian atau seorang yang ahli dengan bahan-bahan tertentu dan berasal dari berbagai sumber. Sejalan dengan pernyataan (Kumbara, 2013) mengenai obat tradisional Bali adalah para balian di Bali dalam meracik obat pada umumnya menggunakan campuran bahan-bahan obat yang diambil dari berbagai sumber seperti taru (tanaman), sato atau buron (binatang), yeh atautoya (air), unsur pertiwi (tanah, garam, batuan, logam), madu, susu, arak, tuak atau nira, dan berem.

Peran Sosial dalam Pemulihan ODS

Peran sosial menjadi penting untuk dibahas karena sosial merupakan salah satu faktor pendukung utama selain keluarga dan pengobatan. Sosial memiliki peran besar dalam proses pemulihan ODS selain peran pengobatan dan keluarga. Peran sosial dibagi menjadi dua kelompok, yakni formal dan informal.

  • a.    Formal

Kelompok-kelompok sosial yang memiliki struktur dan organisasi, dan mempunyai aturan-aturan yang tegas untuk mengatur hubungan antara anggotanya dan memiliki tugas yang terorganisir. Kelompok sosial formal terdiri dari pemerintah, tenaga kesehatan dan tokoh masyarakat.

  • 1)    Pemerintah

Pemerintah mempunyai peran penting dalam menyediakan akses bagi ODS untuk menjalani perawatan dan pemulihan ODS. Peran pemerintah yang dimaksud seperti jaminan kesehatan, pemantauan langsung, dan lain-lain. Sejalan dengan pernyataan Dewi (2015) di dalam penelitiannya yang dilakukan di Ponorogo bahwa Pemerintah Daerah Ponorogo melakukan langkah-

langkah strategis dengan bekerjasama dengan beberapa lembaga untuk melakukan pendekatan, pengobatan dan pendampingan bagi penderita ODS yang dipasung dan mantan ODS yang sudah dinyatakan sembuh.

  • 2)    Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan dirinya dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan terutama di bidang kesehatan jiwa. Peran tenaga kesehatan meliputi melakukan kontrol kesehatan, memberikan informasi mengenai perawatan ODS dan memberikan dukungan kepada ODS dan keluarga. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari, et al. (2014) bahwa proses pemulihan dapat berjalan lancar jika terdapat dukungan dari berbagai pihak terutama dari tenaga kesehatan.

  • 3)    Tokoh Masyarakat

Tokoh masyarakat adalah orang yang memiliki pengaruh dan dihormati oleh masyarakat. Tokoh masyarakat dalam penelitian ini memiliki peran penting bagi keluarga ODS dalam hal mengakses jaminan kesehatan dan mengakses perawatan medis. Relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Damayanti dan Pradana (2016) bahwa tokoh masyarakat memiliki peran di dalam tiga aspek, diantaranya aspek kognitif, afeksi, maupun konatif. Aspek kognitif yaitu ditemukannya pandangan tokoh adat terhadap ODGJ dan keluarganya. Aspek afeksi dtandai dengan perasaan sedih dan prihatin yang dialami tokoh adat terhadap stigma yang diberikan kepada ODGJ. Aspek konatif ditunjukkan melalui apa yang tokoh adat ketahui tentang pandangan terhadap ODGJ.

  • b.    Informal

Sekelompok orang yang tidak memiliki struktur dan organisasi tertentu yang berperan dalam proses pemberian dukungan kepada ODS dan membantu kelancaran pemulihan ODS.

  • 1)    Masyarakat

Sekelompok orang yang terdiri dari berbagai kalangan, tinggal di dalam satu wilayah dan telah memiliki hukum adat, norma-norma serta berbagai peraturan yang ditaati. Masyarakat dalam hal ini membantu meringankan kewajiban adat yang diemban keluarga ODS maupun ODS sehingga keluarga dapat fokus merawat ODS.

  • 2)    Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja adalah kehidupan sosial, psikologi dan fisik di tempat keluarga ataupun ODS bekerja. Peran lingkungan kerja dapat berupa saran dan dukungan kepada keluarga dan ODS.

  • 3)    Tetangga

Sekelompok orang yang paling dekat yang tinggal atau berada di sekitar rumah keluarga ODS. Peran tetangga dalam proses pemulihan ODS adalah memberi dukungan, saran dan bantuan kepada keluarga dan ODS. 4) Keluarga Besar ( Extended Family)

Kelompok sosial yang terdiri dari keluarga inti dan saudara sedarah, yang seringkali mencakup tiga generasi atau lebih. Peran keluarga besar dalam penelitian ini meliputi hubungan dengan keluarga besar dan dukungan yang diberikan keluarga besar kepada keluarga inti dan ODS.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari, et al. (2014) penderita gangguan jiwa berat bisa pulih. Mereka bisa kembali ke masyarakat, bekerja dan hidup normal sebagaimana masyarakat pada umumnya. Hanya saja, proses pemulihan tersebut tidak selalu berjalan lurus dan lancar, kadang ada proses naik turunnya. Agar proses pemulihan berjalan dengan baik, diperlukan dukungan dari berbagai pihak, utamanya dukungan dari keluarga (atau orang dekat), keluarga besar, lingkungan sekitar ODS dan keluarga, dan masyarakat. Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan ODS, maka peran sosial informal yang meliputi masyarakat, lingkungan kerja, tetangga dan keluarga besar memiliki peran yang penting dalam proses pemulihan ODS.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai peran dukungan sosial keluarga pada ODS di Bali, maka dapat disimpulkan:

  • 1.    Dukungan Sosial terhadap Pemulihan ODS

Pemulihan ODS tidak terlepas dari dukungan keluarga dengan memberikan dukungan sosial, diantaranya dukungan pendampingan, dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan kelompok atau persahabatan, dan dukungan informasi. Dukungan sosial keluarga memiliki pengaruh kepada ODS maupun keluarga. Pengaruh terhadap ODS antara lain kemandirian, keterampilan sosial, aktivitas dan emosi, sedangkan pengaruh terhadap keluarga, antara lain pekerjaan/ aktivitas, emosi dan sosial.

Selain dukungan sosial, banyak faktor yang berasal dari keluarga dan berperan penting bagi keluarga dalam memberikan dukungan sosial kepada ODS. Faktor-faktor tersebut juga berperan langsung dalam proses pemulihan ODS. Faktor-faktor yang dimaksud, antara lain strategi koping keluarga yang meliputi emotion focused coping, problem focused coping, dan religious coping strategy. Selain strategi koping keluarga, faktor lainnya adalah motivasi keluarga, dan pengetahuan keluarga.

  • 2.    Pengobatan terhadap ODS yang dilakukan oleh keluarga

Pengobatan yang dilakukan keluarga adalah pengobatan profesional dan pengobatan non-profesional. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan keluarga ketika mendatangi pengobatan profesional adalah obat, pembiayaan (ketersediaan jaminan kesehatan, biaya sendiri dan sumber lain), dan konsumsi obat. Pengobatan non-profesional biasanya melalui seorang balian. Terdapat 3 jenis pengobatan non-profesional, yakni manual therapy, spiritual dan obat tradisional.

Setelah melakukan pengobatan ke salah satu atau kedua agen tersebut, maka keluarga akan mengevaluasi keefektifan pengobatan tersebut, apakah ODS pulih atau tidak pulih kemudian keluarga akan melakukan tindakan selanjutnya.

  • 3.    Peran sosial dalam pemulihan ODS

Peran sosial merupakan salah satu faktor pendukung utama selain keluarga dan pengobatan. Sosial memiliki peran besar dalam proses pemulihan ODS selain peran pengobatan dan keluarga. Peran sosial dibagi menjadi dua kelompok, yakni formal dan informal. Kelompok formal meliputi pemerintah, tenaga kesehatan dan tokoh masyarakat, sedangkan kelompok informal meliputi masyarakat, lingkungan kerja, tetangga dan keluarga besar.

Terdapat sejumlah saran yang diajukan dalam penelitian ini. Saran bagi ODS, sebaiknya mengonsumsi obat secara teratur dan mengikuti berbagai aktivitas ringan yang positif sehingga dapat lebih cepat merangsang proses pemulihan. ODS sebaiknya menyampaikan segala keluhan atau keinginan secara terbuka kepada keluarga. Saran bagi keluarga, dengan hasil penelitian ini diharapkan keluarga dapat memahami tugas dan fungsinya serta bagaimana memberikan dukungan sosial yang tepat kepada ODS. Keluarga bersedia menerima apa yang sedang dialami oleh ODS serta bagaimana kondisi kesehatan ODS dapat dipertahankan. Keluarga sebaiknya memberikan dukungan sosial yang tepat kepada ODS sehingga proses pemulihan pada ODS tidak terhambat.

Saran bagi keluarga besar, keluarga sebaiknya membantu keluarga inti dan ODS dalam merawat ODS serta menciptakan lingkungan yang nyaman.Memberikan dukungan penuh kepada keluarga sebagai caregiver ODS.Saran bagi masyarakat, masyarakat sebaiknya membantu ODS dan keluarga dalam menciptakan situasi lingkungan yang nyaman dan memberikan dukungan sehingga memperlancar proses pemulihan pada ODS. Saran untuk tenaga kesehatan, diharapkan para tenaga kesehatan mampu memberikan informasi terkait pentingnya peran keluarga kepada ODS dan informasi

penting terkait proses pemulihan ODS. Para tenaga kesehatan memberikan dukungan kepada keluarga sehingga keluarga dapat memberikan dukungan yang tepat kepada ODS. Sebaiknya para tenaga kesehatan menyediakan tritmen kepada keluarga yang menjadi caregiver ODS.

Saran bagi peneliti selanjutnya, Peneliti selanjutnya diharapkan mencari referensi atau sumber-sumber yang lebih bervariasi mengenai dukungan sosial keluarga, dan faktor budaya yang memengaruhi dukungan sosial yang diberikan keluarga kepada ODS. Dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya tentang dukungan sosial keluarga kepada ODS di Bali.

DAFTAR PUSTAKA

Ardiyasa, I. N. S. (2012). Balian dalam pengobatan tradisional Bali (kajian teologi Hindu). Sphatika, 6(1).

Cartledge, G., & Milburn, J. F. (1995). Teaching social skills to children and youth: Innovative approaches. Allyn & Bacon.

Damayanti, Agung Mas, & Pradana, Ade, (2016). Sikap tokoh ada terhadap stigma pada orang dengan gangguan jiwa di Kota Denpasar. Denpasar: Universitas Udayana

Davidson, G. C., Neale , J. M., & Kring, A. M. (2006). Psikologi abnormal edisi ke-9. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Dewi, Dian Suluh Kusuma. (2015). Strategi pemerintah kabupaten Ponorogo dalam penanganan penderita kesehatan jiwa. Ponorogo: Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Fhitrishia, febby. (2008). Peranan keluarga dalam proses pengobatan pasien gangguan jiwa. (Naskah publikasi). Padang: Jurusan Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas.

Fitrikasari, A., Kadarman, A., & Sarjana, W. (2013). Gambaran beban caregiver penderita skizofrenia di Poliklinik Rawat Jalan RSJ Amino Gondohutomo Semarang. Medica hospitalia-journal of clinical medicine, 1(2).

Friedman. (1998). Keperawatan keluarga. Jakarta: EGC.

Haber, D. (2010). Health promotion and aging: Pravtical application for health professional, fifth edition. New York: Springer Publishing Company.

Hartanto, D. (2014). Gambaran Sikap Dan Dukungan Keluarga Terhadap Penderita Gangguan Jiwa Di Kecamatan Kartasura (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Herdiansyah, H. (2015). Metodologi penelitian kualitatif untuk ilmu psikologi. Jakarta: Salemba Humanika.

Idaiani, S., Yunita, I., Prihatini, S., & Indrawati, L. (2013). Riset

kesehatan dasar 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kumbara, A. N. (2013, 05). Sistem pengobatan usada Bali. Diambil dari           sukarma-puseh:           http://sukarma-

puseh.co.id/2013/05/usada25.html

Kumbara, A. N. (2017, April). Fungsi dan makna ritual melukat dalam penyembuhan gangguan jiwa di Bali. Diambil dari

www.phdi.or.id: http://phdi.or.id/artikel/fungsi-dan-makna-ritual-melukat-dalam-pemnyembuhan-gangguan-jiwa-di-bali

Lisa, J., & Sutrisna, N. (2013). Narkoba, psikotropika dan gangguan jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Madriffa'i, Arif (2015). Hubungan peran keluarga dengan kekambuhan pada pasien skizofrenia di wilayah kerja Puskesmas Cawas I Klaten. (Naskah publikasi).Surakarta: Universitas Muhammadiyah.

Maryatun, S. (2015). Peningkatan Kemandirian Perawatan Diri Pasien Skizofrenia Melalui Rehabilitasi Terapi Gerak. Jurnal Keperawatan Sriwijaya, 2(2), 108-114.

Moleong, L. J. (2014). Metodologi penelitian kualitatif . Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Olson, D. H., & DeFrain, J. (2006). Marriage family: Intimacy, diversity, and strengths. 5th ed. . New York: McGraw Hill.

Olson, J. M., Breckler, S., & Wiggins, E. (2006). Social psychology alive. United States: Thomson.

Putro, B. D. (2004). Gangguan jiwa (buduh) di Bali sebagai fenomena budaya: studi persepsi dan perilaku pilihan perawatan gangguan jiwa orang Bali. Antropologi Sosial.

Retnowati, R. (2012). Strategi koping keluarga dalam merawatan anggota keluarga penderita skizofrenia. Students e-Journal, 1(1), 31

Riskesdas. (2017, May 01). Badan penelitian dan pengembangan kesehatan Kementerian RI tahun 2013. Diambil dari www.depkes.go.id:

http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil %20Riskesdas%202013.pdf

Sarafino, E. P. (2002). Health psychology: biopsychology interactions (4th ed). USA: John Wiley & Sons, Inc.

Sarafino, E. P., & Smith, T. W. (2011). Health psychology: biopsychological interaction seventh edition. USA: John Wiley & Sons.

Strauss, A., & Corbin, J. (2009). Dasar-dasar penelitian kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Subandi, M. A. (2012). Agama dalam Perjalanan Gangguan Mental Psikotik dalam Konteks Budaya Jawa. Jurnal Psikologi, 39(2), 167-179.

Sugiyono, P. (2014). Metode penelitian kualitatif, kuantitatif, dan kombinasi (mixed methods) . Bandung: Alfabeta.

Taylor, S. E. (2009). Health psychology: seventh edition. Los Angeles: Mc Graw Hill.

Taylor, S. E., Peplau, L. A., & Sears, O. D. (2009). Psikologi Sosial;Edisi Kedua Belas.Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Townsend, M. (1996). Psychiatric mental health nursing third edition. Philadelphia: Davis Company.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014. Kesehatan jiwa.

Yosep, I. (2007). Keperawatan jiwa (cetakan 1). Bandung: PT. Refika Aditama.

LAMPIRAN


Gambar 1

Bagan utama hasil penelitian



281