Jurnal Psikologi Udayana

2018, Vol.5, No.1, 218-225


Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Udayana

ISSN: 2354 5607

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KECEMASAN BERTANDING PADA ATLET SOFTBALL REMAJA PUTRI DI BALI

Anak Agung Ayumas Pradnyaswari dan I Gusti Ayu Putu Wulan Budisetyani

Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

ayumasssss@gmail.com

Abstrak

Banyak faktor yang memengaruhi performa atlet pada saat menghadapi pertandingan, salah satunya adalah kecemasan bertanding. Kecemasan bertanding merupakan sebuah emosi yang menimbulkan respon tentang bagaimana individu menginterpretasikan dan menilai situasi lingkungan seperti kompetisi atau pertandingan. Kecemasan berada pada tingkat yang tinggi akan menyebabkan atlet menjadi sangat hati-hati, takut berbuat salah, tidak berani membuat keputusan, dan terlalu bersikap menunggu. Oleh karena itu penting bagi atlet untuk memahami emosi yang dirasakan dan bagaimana mengelola agar emosi tersebut tidak mengganggu performa atlet dalam pertandingan sehingga dapat mencapai prestasi yang maksimal. Kemampuan untuk mengidentifikasi, memahami, mengelola suasana hati dan perasaan, baik pada diri sendiri maupun orang lain disebut dengan kecerdasan emosional. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional dengan kecemasan bertanding pada atlet softball remaja putri di Bali. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 114 atlet softball remaja putri yang berusia 15 hingga 18 tahun. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Alat ukur dalam penelitian ini berupa skala kecerdasan emosional dengan reliabilitas sebesar 0,919 dan skala kecemasan bertanding dengan reliabilitas 0,898. Hasil dari uji hipotesis dengan menggunakan metode analisis data korelasi Spearman menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 (sig < 0,05). Nilai tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan kecemasan bertanding pada atlet softball putri. Nilai koefisien korelasi yang negatif (-0,395) menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara kecerdasan emosional dengan kecemasan bertanding.

Kata Kunci: Kecerdasan Emosional, Kecemasan Bertanding, Atlet Putri, Remaja

Abstract

Many factors affect the performance of athletes when facing competition, one of which is the competitive anxiety. Competitive anxiety is an emotion that causes a response on how we interpret and assess the environmental situation like competitions or games. Anxiety at high levels will cause the athletes to be very cautious, afraid to make mistakes, not dare to make their own decisions and always in waiting position. Therefore, it is important for athletes to understand the emotions they feel and how to manage that emotion so as not to ruin their performance in the game or competition so as to achieve the maximum achievement. The capability of identifying, understanding, managing moods and feelings, both in ourselves and in others is called emotional intelligence. The purpose of this study was to determine the correlation between emotional intelligence and competitive anxiety found in the adolescent athletes of women softball in Bali. This research is a quantitative correlation. Subjects in this research were 114 adolescent women softball athletes aged 15 to 18 years. The sampling technique used was purposive sampling. The measurement tools employed in the research were the emotional intelligence scale with reliability of 0.919 and the competitive anxiety scale with the reliability of 0.898. Results from testing the hypothesis by using Spearman correlation data analysis showed a significance value of 0.000 (sig <0.05). This value indicates that there is a significant correlation between emotional intelligence and competitive anxiety in the women softball athletes. Negative correlation coefficient value (-0.395) indicates that there is a negative correlation between the emotional intelligence and the competitive anxiety.

Keywords: Emotional Intelligence, Competitive Anxiety, Women athletes, Adolescent

LATAR BELAKANG

Olahraga merupakan suatu aktivitas gerak tubuh, mulai dari anggota tubuh bagian atas dan bagian bawah. Aktivitas menyehatkan ini selain dijadikan aktivitas pengisi waktu luang, juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk mengasah kemampuan diri dalam berolahraga atau wadah untuk menjadi atlet profesional atau olahraga prestasi (Rahmani, 2014). Kegiatan olahraga dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu olahraga rekreasi dan olahraga prestasi. Olahraga rekreasi adalah olahraga sebagai aktivitas pengisi waktu luang dan dapat dilakukan pada hari-hari libur atau tanpa padatnya pekerjaan, dan tujuannya biasanya untuk mencapai kesenangan atau kebahagiaan seperti olahraga berenang, naik gunung, ataupun arung jeram. Olahraga prestasi merupakan aktivitas yang dilakukan dengan tujuan untuk meraih kemenangan (Rahmani, 2014).

Salah satu bentuk dari olahraga prestasi yang sedang berkembang di Indonesia saat ini adalah softball. Olahraga softball ini awalnya populer di Amerika dan masuk ke Indonesia yaitu sekitar tahun 1960. Softball adalah olahraga yang bisa dimainkan oleh pria maupun wanita, dan terdiri dari dua tim, masing-masing tim terdiri dari 9 orang. Tiap angota tim memiliki tanggung jawab atas posisinya masing-masing. Posisi jaga terbagi atas dua kelompok yaitu infield dan outfield. Posisi infield terdiri dari Pitcher, Catcher, First Baseman, Second Baseman, Third Baseman, dan Short Stop, sedangkan pada outfield terdiri dari Left fielder, Center fielder, dan Right fielder (Rahmani, 2014).

Tim softball Indonesia sudah banyak mengukir prestasi pada ajang internasional. Saat ini softball Indonesia menduduki peringkat 19 untuk putra dan peringkat 23 untuk putri berdasarkan World Baseball and Softball Confederation (WBSC). Tim nasional (Timnas) softball Indonesia juga rutin mengikuti kejuaraan-kejuaraan internasional dan mengukir beberapa prestasi seperti mendapatkan peringkat ketiga dalam Kejuaraan Softball Asia di Jepang, pada tahun 2012 (Hardoko, 2012), dan mendapatkan medali perak untuk SEA Games 2015 (Santoso, 2015) untuk timnas softball putra sedangkan untuk timnas softball putri Indonesia menduduki peringkat tiga dalam kejuaraan Prague Softball Week 2011 di Ceko (Wibisono, 2011), kemudian mendapatkan medali emas pada ajang 1st Softball East Asia Cup Women's Softball Championship pada tahun 2014 (Jco, 2014).

Berdasarkan prestasi-prestasi yang telah dicapai tersebut, cabang olahraga ini memiliki potensi besar untuk lebih dikembangkan diseluruh Indonesia. Di Bali sendiri, olahraga softball ini juga sudah menjadi ekstrakurikuler di sekolah-sekolah. Terdapat beberapa kejuaraan yang diselenggarakan di Bali, yaitu Pekan Olahraga Pelajar, Walikota Cup, Hideki Cup, juga terdapat seleksi bagi para atlet untuk mengikuti kompetisi multi event seperti Pekan

Olahraga Nasional (PON), dan kompetisi single event seperti Kejuaraan Nasional (Kejurnas) dan lain sebagainya. Menurut Bapak Sunarjan sebagai pembina baseball dan softball Bali, terdapat beberapa kabupaten di Bali yang sudah mengembangkan olahraga softball ini seperti Denpasar, Badung, dan Tabanan.

Tidak seperti prestasi yang diraih oleh timnas Indonesia, sampai saat ini tim softball Bali masih belum menunjukkan prestasi yang berarti untuk Bali. Persatuan Baseball dan Softball Seluruh Indonesia (PERBASASI) cabang Bali, hanya memiliki tim softball putri. PERBASASI Bali sempat akan mengirimkan tim softball putri pada Pra-PON XVIII/2012 di Riau, namun karena keterbatasan anggaran dan melihat bahwa tim softball putri memiliki peluang yang kecil untuk lolos maka Ketua Umum Pengprov PERBASASI Bali I Made Suartana, S.Pd., M.Kes. menyatakan tidak memberangkatkan tim softball putri Bali menuju Pra-PON XVII/2012 di Riau. Begitu juga pada PON XIX/2016 yang diadakan di Jawa Barat, PERBASASI Bali tidak mengirimkan tim softball putri untuk mengikuti kompetisi tersebut. Hal ini menunjukkan masih kurangnya kualitas atlet softball putri di Bali sehingga dipandang penting untuk meningkatkan kualitas atlet baik dari segi teknik maupun mental.

Atlet softball pada penelitian ini merupakan atlet softball Sekolah Menengah Atas (SMA) yang sedang berada pada fase perkembangan remaja. Masa remaja ini merupakan peralihan antara masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada masa ini remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan fisik, mental, sosial, dan emosional. Masa ini biasanya dirasakan sebagai masa sulit, baik bagi remaja sendiri maupun bagi keluarga, atau lingkungannya. Masa remaja biasanya memiliki energi yang besar, emosi yang berkobar-kobar, sedangkan pengendalian diri belum sempurna. Remaja juga sering mengalami perasaan tidak aman, tidak tenang, dan khawatir kesepian (Ali, 2015). Hal tersebut tentunya dapat menyebabkan performa atlet SMA menurun pada saat pertandingan jika atlet tidak dapat mengendalikannya dengan baik. Dalam rangka regenerasi atlet dan peningkatan prestasi, maka dipandang penting untuk memiliki atlet-atlet yunior sebagai atlet pelapis tim nasional. Atlet pelapis adalah atlet yang belum pernah masuk pada kejuaraan skala internasional sehingga masih membutuhkan latihan dan pendampingan prestasi yang lebih intensif.

Pada setiap pertandingan olahraga banyak faktor yang memengaruhi performa atlet dan akan memengaruhi prestasinya, yaitu faktor fisik dan mental. Berdasarkan preliminary study yang dilakukan pada beberapa atlet softball remaja putri di Bali, sebagian besar dari atlet mengatakan bahwa hal-hal yang memengaruhi mental atlet pada saat pertandingan adalah adanya pikiran akan kalah. Atlet juga merasa terbebani dengan nama sekolah yang sudah dikenal

hebat dalam olahraga softball ini, sehingga muncul perasaan takut jika sekolahnya kalah dalam pertandingan. Pikiran-pikiran yang negatif tentang hal yang akan terjadi selama pertandingan ini akan menimbulkan perasaan cemas pada atlet yang menyebabkan konsentrasi terganggu, gagal memukul bola atau menangkap bola, dan kesalahan teknik lainnya sehingga performa atlet tidak maksimal dan menyebabkan prestasi atlet menurun.

Kecemasan adalah salah satu gejala psikologis yang identik dengan perasaan negatif. Kecemasan merupakan ketegangan, antisipasi yang meresahkan dari ancaman namun pada situasi yang tidak jelas (Rachman, 2004). Lazarus (dalam Moris, 1995) mengidentifikasi bahwa kecemasan merupakan salah satu dari emosi yang memiliki pengaruh yang besar terhadap bagaimana atlet menjalani pertandingan. Salah satu penyebab terjadinya kecemasan adalah ketegangan yang berlebihan yang berlangsung lama. Ketegangan dan kecemasan saling terkait dan selalu muncul dalam kegiatan olahraga. Ketegangan yang dialami individu akan berbeda-beda, yang disebabkan oleh perbedaan pengalaman, kepekaan, dan cara menanggapi situasi (Mylsidayu, 2014). Faktor yang mendorong kecemasan dan stres terbagi menjadi dua yaitu faktor situasional dan faktor individu (Jarvis, 1999). Faktor situasional seperti seberapa penting pertandingan yang sedang dijalankan oleh atlet tersebut, harapan-harapan yang terlalu tinggi dari individu-individu sekitar atlet seperti harapan untuk menang, dan ketidakpastian, semakin besar ketidakpastian dalam pertandingan maka semakin besar juga kecemasan pada atlet. Faktor individu seperti trait anxiety yaitu beberapa individu akan mengalami kecemasan lebih dari individu lain bagaimanapun situasinya. Hal ini disebabkan oleh faktor genetika, atau bisa juga disebabkan oleh faktor pengalaman individu, selain itu faktor self-esteem dan self-efficacy juga termasuk dalam faktor individu yang memengaruhi kecemasan.

Kecemasan memang hampir dialami oleh semua individu, namun tingkat kecemasannya yang berbeda. Pada tingkatan yang sedang, kecemasan akan membantu untuk meningkatkan kewaspadaan atlet dalam menghadapi lawan. Atlet akan bertindak lebih hati-hati, tidak terburu-buru (gegabah), dan bersikap waspada untuk mengantisipasi serangan lawan. Jika kecemasan berada pada tingkat yang tinggi atau berlebihan maka hal ini akan menyebabkan atlet menjadi sangat hati-hati, takut berbuat salah, tidak berani membuat keputusan, dan terlalu bersikap menunggu (Gunarsa, 1996).

Individu yang mengalami kecemasan akan cenderung terus-menerus merasa khawatir akan keadaan yang buruk yang akan menimpa dirinya atau diri individu lain yang dikenalnya dengan baik. Individu yang mengalami kecemasan cenderung tidak sabar, mudah tersinggung sering mengeluh, sulit berkonsentrasi, dan mudah terganggu tidurnya atau mengalami

kesulitan untuk tidur. Individu tersebut juga mengalami gejala-gejala lain seperti berkeringat berlebihan (walaupun udara tidak panas dan bukan setelah berolahraga), jantung berdegup ekstra cepat atau terlalu keras, terasa dingin pada tangan atau kaki, mengalami gangguan pencernaan, merasa mulut kering, merasa tenggorokan kering, tampak pucat, sering buang air kecil melebihi batas kewajaran, dan lain sebagainya (Gunarsa, 1996). Individu tersebut juga sering mengeluh sakit pada persendian, kaku otot, cepat merasa lelah, tidak mampu relaks, sering terkejut dan adakalanya disertai gerakan-gerakan wajah atau anggota tubuh dengan intensitas dan frekuensi berlebihan, misalnya: pada saat duduk terus-menerus menggoyangkan kaki, meregangkan leher, mengernyitkan dahi dan lain-lain (Gunarsa, 1996).

Menurut Oxford English Dictionary makna paling harfiah dari emosi adalah sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu; setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap (dalam Goleman, 2015). Menurut Goleman (2015) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi merupakan keadaan atau sensasi yang subjektif yang sejenak mengganggu fungsi yang dinyatakan stabil dengan pengalaman fisiologis, dan perubahan perilaku secara tiba-tiba dan tidak terduga (Cashmore, 2002). Cashmore (2002) mengemukakan bahwa perubahan pada tubuh yang terjadi adalah sebagai hasil dari sesuatu yang tidak terduga atau tindakan yang mengejutkan sebagai sinyal yang tertangkap, dan persepsi atas hal tersebut yang disebut dengan emosi. Jika atlet mengalami kecemasan dan tidak bisa mengontrol emosi yang terjadi pada saat pertandingan maka performa yang dikeluarkan tidak bisa maksimal. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Humara (1999) mendapatkan hasil bahwa kecemasan memiliki dampak yang cukup besar terhadap performa atlet.

Berdasarkan paparan di atas, penting bagi atlet untuk memahami emosi yaitu kecemasan yang dirasakan dan bagaimana mengelola agar tersebut tidak mengganggu performa dalam pertandingan sehingga dapat mencapai prestasi yang maksimal. Kemampuan untuk mengidentifikasi, memahami, mengelola suasana hati dan perasaan baik pada diri sendiri maupun individu lain disebut dengan kecerdasan emosional (Yeung, 2009). Kecerdasan emosional diperlukan oleh atlet untuk mengelola emosinya dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Kawulur (2015) bahwa terdapat hubungan yang negatif antara kecerdasan emosional dengan kecemasan pada atlet futsal putri saat menghadapi pertandingan. Atlet yang memiliki kecerdasan emosional yang baik akan dapat memahami emosinya pada saat pertandingan, jika emosi tersebut mengganggu performanya pada saat bertanding maka atlet dapat mengelola emosi tersebut sesuai

dengan situasi yang dihadapinya, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zizzi, dkk. (2003), menyebutkan bahwa kecerdasan emosional memiliki hubungan dengan performa pitching atau melempar bola pada atlet baseball.

Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kecemasan bertanding pada atlet softball remaja putri di Bali.

METODE PENELITIAN

Hipotesis Penelitian

Ha: Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan kecemasan bertanding pada atlet softball remaja putri di Bali.

Ho: Tidak terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan kecemasan bertanding pada atlet softball remaja putri di Bali.

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel yang digunakan adalah kecerdasan emosional sebagai variabel bebas dan kecemasan bertanding sebagai variabel tergantung. Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Kecemasan bertanding merupakan satu dari emosi yang memiliki pengaruh yang besar terhadap bagaimana atlet menjalani pertandingan. Kecemasan bertanding merupakan sebuah emosi yang menimbulkan respon tentang bagaimana kita menginterpretasikan dan menilai situasi lingkungan seperti kompetisi atau pertandingan. Kecerdasan emosional dan kecemasan bertanding akan diukur melalui kuesioner.

Responden

Populasi dalam penelitian ini yaitu atlet softball remaja putri di Bali. Teknik pengambilan sampel menggunakan salah satu teknik nonprobability sampling yaitu dengan sampling purposive yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2014). Pertimbangan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah yaitu siswi SMA yang tergabung dalam ekstrakurikuler softball di sekolahnya, berusia 15 tahun hingga 18 tahun.

Kriteria subjek penelitian:

  • 1.    Berjenis kelamin perempuan

  • 2.    Usia 15 hingga 18 tahun

  • 3.    Mengikuti ekstrakurikuler softball di sekolahnya

  • 4.    Pernah mengikuti pertandingan, minimal satu kali pertandingan se-kabupaten atau kota. Hal ini berkaitan

dengan pengalaman atlet dalam merasakan kecemasan bertanding, jika tidak pernah mengikuti pertandingan maka atlet belum pernah merasakan kecemasan bertanding.

Tempat penelitian

Pengambilan data dilakukan pada pertandingan Hideki Cup 2016 bertempat di Lapangan Kompyang Sujana Denpasar pada tanggal 12 dan 13 Oktober 2016.

Alat Ukur

Pengukuran kecerdasan emosional dan kecemasan bertanding dilakukan dengan cara memberikan kuisioner kepada subjek. Kuisioner kecerdasan emosional dimodifikasi dari skala Rustika (2014), sedangkan kuesioner kecemasan bertanding disusun berdasarkan aspek-aspek kecemasan bertanding oleh Martens (dalam Jarvis, 1999). Terdapat 47 aitem pernyataan untuk mengukur kecerdasan emosional dan 37 aitem pernyataan untuk mengukur kecemasan bertanding. Kedua kuesioner disusun dalam bentuk skala Likert.

Instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2014). Validitas instrumen yang diuji dalam penelitian ini adalah validitas isi dan validitas konstrak. Validitas isi adalah sejauh mana elemen-elemen dalam suatu instrumen ukur benar-benar relevan dan merupakan representasi dari konstrak yang sesuai dengan tujuan pengukuran (Azwar, 2013) pada penelitian ini menggunakan expert judgement. Pengukuran validitas konstrak dilakukan dengan SPSS 18.0 for windows, yaitu melihat korelasi antara aitem dan total yang lebih besar dari 0,30 ( > 0,30 ).

Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2014). Teknik pengukuran yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan Alpha Croncbach pada program SPSS 18.0 for Windows.

Terdapat 29 aitem yang valid pada skala kecerdasan emosional dan hasil uji validitas menunjukkan nilai koefisien validitas antara 0,252 – 0,813 dengan angka koefisien Alpha (α) sebesar 0,919 yang menunjukkan bahwa skala ini mampu menggambarkan 91,9% variasi skor murni subjek. Pada skala kecemasan bertanding terdapat 25 aitem valid dengan nilai koefisien validitas antara 0,259 – 0,712 dengan koefisien Alpha (α) sebesar 0,898 yang menunjukkan bahwa skala ini mampu menggambarkan 89,8% variasi skor murni subjek.

Teknik Analisis Data

Teknik pengujian hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan uji korelasi Spearman. Pengujian dengan menggunakan uji korelasi Spearman ini digunakan sebagai alternatif pengganti teknik analisis parametrik yaitu korelasi Pearson yang bertujuan untuk

mengukur keeratan hubungan antara hasil-hasil pengamatan dari populasi yang memiliki dua varian dan uji korelasi Spearman dapat digunakan pada statistik nonparametrik (Santoso, 2005). Teknik analisis data nonparametrik dipilih karena dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling yang memiliki kelemahan tidak dapat menggunakan analisis parametrik sebagai teknik analisis data karena tidak memenuhi persyaratan random sampling (Arikunto, 2013).

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Subjek

Subjek penelitian sejumlah 114 atlet yang berasal dari beberapa SMA di Bali yaitu SMAN 1 Denpasar, SMAN 2 Denpasar, SMAN 5 Denpasar, SMAN 8 Denpasar, SMAN 1 Tabanan, SMAN 1 Kediri, SMAN 1 Abiansemal, SMAN 1 Kuta Utara, SMAK Santo Yoseph Denpasar. Atlet berada pada rentang usia 15 hingga 18 tahun, mayoritas berada pada usia 16 tahun yaitu sebesar 52,6%. Berdasarkan jumlah pertandingan yang pernah diikuti mayoritas atlet baru pertamakali mengikuti pertandingan yaitu sebesar 47,4%, dan berdasarkan jumlah prestasi yang pernah diraih mayoritas atlet belum pernah memenangkan kejuaraan yaitu sebesar 63,2%.

Deskripsi Data Penelitian

Hasil deskripsi data kecerdasan emosional dan

kecemasan bertanding dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1.

Deskripsi data penelitian _______________________________________

Variabel

N

Mean

Teoretik

Mean

Empirik

Standar Deviasi Teoretik

Standar Deviasi Empiiik

Sebaran Teoretik

Sebaran

Empirik

Kecerdasan Emosional

IU

72,5

89.32

14,5

7.893

29-116

72-111

Kecemasan

Bertandiug

114

62,5

58.72

12,5

8,545

25-100

38-84

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa kecerdasan emosional memiliki mean teoretik sebesar 72,5 dan mean empirik sebesar 89,32, nilai mean empirik lebih besar daripada nilai mean teoretik (89,32 > 72,5) yang menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Skor terendah yang dimiliki subjek adalah 72 dan skor tertinggi adalah 111. Pada kecemasan bertanding memiliki mean teoretik sebesar 62,5 dan mean empirik sebesar 58,72, nilai mean empirik lebih kecil daripada nilai mean teoretik (58,72 < 62,5) menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki kecemasan bertanding yang tergolong rendah. Skor terendah yang dimiliki subjek adalah 38 dan skor tertinggi adalah 84.

Kategorisasi Data Penelitian

Hasil kategorisasi kecerdasan emosional dan kecemasan bertanding dapat dilihat dari tabel 2 dan 3.

Tabel’.

Kategorisasi Kecerdasan Emosional

Reiitana Nilai

Kateeori

Jiunlah

Persentase

X<51

Sanga t rendah

O orang

0.0%

51 <X<65

Rendah

O orang

0.0%

65 <X≤80

Sedang

11 orang

9.6%

80<X<94

Tinsai

76 orang

66.7%

94<X

Sangat tinggi

27 orang

23.7%

Total

114 orang

100%

Berdasarkan

tabel 2,

dapat dilihat

bahwa skor

kecerdasan emosional subjek bergerak pada rentang sedang hingga sangat tinggi. Persentase terbesar berada pada kategori tinggi sejumlah 76 orang (66,7%). Subjek yang berada pada kategori sangat tinggi berjumlah 27 orang (23,7%). Subjek yang berada pada ketegori sedang sejumlah 11 orang (9,6%) dan tidak terdapat subjek dalam kategori sangat rendah dan rendah.

Tabel 3.

Kategorisasi Kecemasan Bertanding

Rentang Nilai

Kategori

Jiunlah

Persentase

X≤44

Sangat rendah

4 orang

3,5%

44<X≤56

Rendah

42 orang

37.7%

56<X<69

Sedans

56 orang

49.1%

69<X<81

Tinggi

10 orang

8.8%

81 <X

Sangat tinggi

1 orang

0.9%

Total

114 orang

100%

Berdasarkan tabel 3, dapat dilihat bahwa skor kecemasan bertanding subjek bergerak pada rentang sangat rendah hingga sangat tinggi. Persentase terbesar berada pada kategori sedang sejumlah 56 orang (49,1%). Subjek yang berada pada kategori rendah sejumlah 42 orang (37,7%). Subjek yang berada pada kategori tinggi sejumlah 10 orang (8,8%). Subjek yang berada pada ketegori sangat rendah sejumlah empat orang (3,5%) dan satu orang berada pada kategori sangat rendah (0,9%).

Uji Hipotesis

Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan metode analisis korelasi Spearman yang hasilnya dapat dilihat pada tabel 4 berikut.

Tabel 4.

Hasil Uji Korelasi Spenrntan Data Penelitian__________________________________________

____________________________________________ Keceniasan BeiTaiiding Kecerdasan Emosional

CoiTelation Coefficient

-0,395

Kecema san Bertanding

Sig. (2-tailed)

0.000

N

114

114

CoiTelation

-0.395

Coefficient

Keceiaasan Eniosional

Sig. (2-tailed)

0.000

N

114

114

Berdasarkan tabel 4 diatas, dapat dilihat pada tabel Sig. (2-tailed) menunjukkan taraf signifikansi sebesar 0,000 kurang dari 0,05 (0,000 < 0,05). Oleh karena angka tersebut dibawah 0,05 maka H0 ditolak, atau terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan kecemasan bertanding pada atlet softball remaja putri di Bali. Pada tabel tersebut juga dapat dilihat bahwa terdapat koefisien korelasi sebesar -0,395. Tanda ‘-‘ pada keofisien korelasi menunjukkan bahwa variabel kecerdasan emosional dan kecemasan bertanding memiliki hubungan yang negatif atau menunjukkan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosional seorang atlet maka semakin rendah kecemasan bertanding yang dirasakan atlet tersebut, demikian juga sebaliknya semakin rendah

kecerdasan emosional atlet maka semakin tinggi kecemasan bertanding yang dirasakan atlet tersebut.

Uji Data Tambahan

Pada penelitian ini dilakukan analisis data tambahan dari data karakteristik subjek. Uji data tambahan ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan kecemasan bertanding pada atlet ditinjau dari usia, jumlah pertandingan yang pernah diikuti dan juga jumlah prestasi yang pernah diraih. Uji beda yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan uji komparasi nonparametrik yaitu uji Kruskal Wallis. Berikut adalah hasil uji beda variabel kecemasan bertanding berdasarkan karakteristik subjek.

Tabel 5.

Hasil Uji Beda Tambahan______________._________________________________________

________________Karakteristik_____________________________________Nilai ⅜____________________ ____________________Usia__________________________________________0.63 _____________________

Jiuiilali pertandingan yang pernah diikuti_____________________________0,568________________________

Jumlah prestasi yang pernah diraih,0.633

Berdasarkan tabel 5, dapat dilihat bahwa nilai Sig. sebesar 0,630, 0,568, dan 0,633 semua berada diatas 0,05 (> 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kecemasan bertanding berdasarkan usia, jumlah pertandingan yang pernah diikuti, dan juga jumlah prestasi yang pernah diraih.

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan telah dianalisis menggunakan teknik analisis korelasi Spearman, dapat diketahui bahwa pengujian hipotesis terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan kecemasan bertanding pada atlet softball remaja putri di Bali dapat diterima. Hal tersebut dapat dilihat dari taraf signifikansi sebesar 0,000 yaitu kurang dari 0,05 (0,000 < 0,05) sehingga Ho ditolak dan nilai koefisien korelasi sebesar -0,395. Nilai koefisien korelasi yang negatif menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara kecerdasan emosional dengan kecemasan bertanding, atau dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional yang dimiliki atlet maka semakin rendah tingkat kecemasan yang dirasakan oleh atlet, begitu juga sebaliknya apabila tingkat kecerdasan emosional atlet rendah maka semakin tinggi tingkat kecemasan yang dirasakan oleh atlet tersebut.

Menurut Goleman (2015) kecerdasan emosional memiliki lima aspek yaitu mampu mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, berempati, dan memiliki keterampilan sosial. Salah satu dari emosi yang memiliki pengaruh yang besar terhadap bagaimana atlet menjalani pertandingan menurut Lazarus adalah kecemasan (dalam Morris, 1995). Seorang atlet yang mengalami kecemasan akan mengalami gejala-gejala seperti mudah berkeringat, jantung berdegup kencang, terasa dingin pada tangan dan kaki, mengalami gangguan pencernaan, merasa mulut dan tenggorokan kering, tampak pucat, sering buang air

kecil melebihi batas kewajaran, dan lain sebagainya (Gunarsa, 1996). Hal tersebut berpengaruh negatif terhadap performa atlet pada saat pertandingan. Ketika atlet memiliki kecerdasan emosional yang tinggi atlet dapat memotivasi diri sendiri, mampu bertahan saat menghadapi frustasi, mampu mengendalikan dorongan hati, tidak menunjukkan perasaan senang secara berlebihan, mampu mengatur suasana hati, mampu mengelola stress agar tidak mengganggu kemampuan berpikir dan mampu berempati (Goleman, 2015), sehingga atlet dapat mengatasi kecemasan yang dirasakannya dan menjalani pertandingan dengan baik.

Berdasarkan hasil kategorisasi kecerdasan emosional sebagian besar subjek (66,7%) memiliki skor kecerdasan emosional yang berada pada kategori tinggi. Sebesar 23,7% subjek berada pada kategori sangat tinggi, dan 9,6% subjek berada pada ketegori sedang. Mean teoretik sebesar 43,5 dan mean empirik sebesar 72,5. Terlihat bahwa nilai mean empirik lebih besar daripada mean teoretik (72,5 > 43,5) yang menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki kecerdasan emosional yang tergolong tinggi.

Pada penelitian ini atlet yang menjadi subjek penelitian adalah atlet SMA yang sedang berada pada tahap perkembangan remaja. Menurut Ali (2015) perkembangan emosi remaja dibagi menjadi empat, yaitu periode praremaja, periode remaja awal, periode remaja tengah, dan periode remaja akhir. Atlet dalam penelitian ini adalah atlet SMA yang berada pada periode remaja akhir. Selama periode ini, remaja mulai memandang dirinya sebagai orang dewasa dan mampu menunjukkan pemikiran, sikap, dan perilaku yang semakin dewasa. Orangtua dan masyarakat mulai memberikan kepercayaan yang selayaknya pada remaja. Interaksi dengan orangtua juga menjadi lebih bagus dan lancar karena remaja sudah memiliki kebebasan penuh serta emosinya pun mulai stabil. Emosi remaja yang stabil menujukkan bahwa remaja sudah dapat mengidentifikasi, memahami dan mengelola emosi yang dirasakan. Kemampuan individu untuk dapat mengidentifikasi, memahami dan mengelola emosi pada diri sendiri dan juga orang lain disebut dengan kecerdasan emosional. Pendapat ini sejalan dengan hasil dari penelitian ini yang menunjukkan sebagian besar dari atlet dalam penelitian ini memiliki kecerdasan emosional yang berada pada kategori tinggi.

Hasil kategorisasi kecemasan bertanding menunjukkan bahwa sebagian besar subjek (49,1%) memiliki skor kecemasan bertanding yang berada pada kategori sedang. Sebesar 37,7% subjek berada pada kategori rendah, 8,8% subjek berada pada kategori tinggi, 3,5% subjek berada pada ketegori sangat rendah dan 0,9% berada pada kategori sangat tinggi.

Menurut Jarvis (1999) tinggi atau rendahnya kecemasan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor situasional dan faktor individual. Faktor situasional terdiri dari

pentingnya pertandingan, ekspektasi, dan ketidakpastian, lalu faktor individual terdiri dari trait anxiety, self-esteem dan selfefficacy. Pentingnya pertandingan menentukan tingkat kecemasan yang dialami atlet. Semakin penting pertandingan, maka semakin besar atlet merasakan tekanan dalam pertandingan. Namun pentingnya sebuah pertandingan ditentukan oleh individual atlet tersebut, misalnya atlet yang mengetahui bahwa sedang disaksikan oleh seseorang yang memantau bakat atlet, atau disaksikan oleh keluarganya untuk pertama kalinya, maka atlet akan merasakan kecemasan (Jarvis, 1999). Faktor situasional yang kedua adalah ekspektasi. Ekspektasi yang tinggi akan memberikan tekanan dan dampak yang buruk terhadap individual atlet dan juga terhadap tim. Terlalu banyak tekanan dari guru, pelatih, dan orangtua akan sangat menimbulkan kecemasan bertanding. Begitu juga sebaliknya jika individu atau tim merasa bahwa tidak ada harapan untuk mengalahkan lawannya, akan merasa sulit untuk bangkit. Faktor situasional yang terakhir adalah ketidakpastian. Ketidakpastian merupakan tekanan dan semakin besar ketidakpastian dalam suatu pertandingan maka semakin besar juga kecemasan yang akan dirasakan. Guru dan pelatih dapat menghilangkan beberapa ketidakpastian dari pertandingan dengan memastikan bahwa atletnya benar-benar sadar akan prosedur seperti kemana dan kapan harus pergi dan lain sebagainya. Penting juga untuk memastikan bahwa penilaian wasit konsisten sehingga jelas bagi kompetitor tindakan mana yang dapat diterima dan tidak dapat diterima.

Faktor individual yang memengaruhi kecemasan yang pertama adalah trait anxiety. Sebagian individu mengalami kecemasan lebih dari orang lainnya, apapun situasinya. Hal ini mungkin diakibatkan oleh genetik, namun juga pengalaman. Teori belajar sosial menjelaskan trait anxiety sebagai hal yang telah dipelajari dari orang dewasa pada masa kanak-kanak. Sudut pandang psikodinamika mengutamakan pentingnya hubungan keluarga sejak dini dan fakta bahwa individu yang mengalami trauma sejak dini atau terjadi masalah di keluarganya mungkin mengalami kecemasan yang kronis setelahnya. Individu yang memiliki trait anxiety yang tinggi akan melihat kompetisi sebagai sesuatu yang sangat menekan. Self-esteem dan self-efficacy juga memengaruhi kecemasan dari faktor individual. Selfesteem mengacu kepada bagaimana perasaan individu terhadap dirinya sendiri sedangkan self-efficacy mengacu kepada kepercayaan individu terhadap kemampuan diri sendiri. Self-esteem merupakan sifat dasar dari emosional sedangkan self-efficacy lebih mengacu kepada aspek kognitif. Keduanya berhubungan dengan kemampuan individu untuk mengatasi stres, memiliki self-esteem dan self-efficacy yang rendah berkaitan dengan tingginya tingkat kecemasan ketika dibawah tekanan (Jarvis, 1999).

Berdasarkan hasil uji tambahan yang telah dilakukan, kecemasan bertanding berdasarkan usia yang telah dilakukan,

tidak terdapat perbedaan kecemasan bertanding berdasarkan usia atlet dengan nilai signifikansi sebesar 0,630 (> 0,05). Nilai tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kecemasan berdasarkan usia subjek yang berkisar antara 15 hingga 18 tahun. Hal tersebut dapat dikarenakan pada usia 15 – 18 tahun termasuk dalam satu periode perkembangan yaitu periode perkembangan remaja (Hurlock, 1980) sehingga tidak terdapat perbedaan kecemasan pada atlet yang berusia 15 hingga 18 tahun.

Hasil uji beda yang dilakukan berdasarkan jumlah pertandingan yang pernah diikuti, dan jumlah prestasi yang pernah dicapai menunjukkan tidak terdapat perbedaan pada kecemasan yang dirasakan atlet dengan nilai signifikansi sebesar 0,568 (> 0,05) untuk jumlah pertandingan yang diikuti dan 0,633 (> 0,05) untuk jumlah prestasi yang pernah diraih. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kecemasan bertanding berdasarkan jumlah pertandingan yang pernah diikuti yang berkisar antara satu hingga delapan kali pertandingan, dan juga tidak terdapat perbedaan kecemasan bertanding berdasarkan jumlah prestasi yang pernah dicapai. Menurut Jarvis (1999) dan Morris (1995) harapan atau ekspektasi atlet terhadap pertandingan yang dijalani memengaruhi kecemasan yang dirasakan. Setiap atlet menginginkan kesuksesan performa, baik pada atlet yang sudah sering mengikuti pertandingan maupun yang baru pertamakali mengikuti pertandingan. Atlet yang sudah beberapakali mengikuti pertandingan atau yang sudah pernah mendapatkan juara berharap untuk menampilkan performa yang baik di kesempatan selanjutnya. Pengharapan ini adalah sumber dari kecemasan (Morris, 1995). Performa yang ditampilkan sebelumnya adalah prediktor terbaik untuk performa yang akan datang. Atlet khawatir jika tidak bermain pada level yang setara dengan apa yang atlet harapkan (Morris, 1995). Begitu juga pada atlet yang baru untuk pertamakali bertanding atau yang belum pernah mendapatkan juara. Menurut Jarvis (1999) atlet yang merasa bahwa tidak ada harapan untuk mengalahkan lawannya akan merasakan kecemasan bertanding dan merasa sulit untuk bangkit kembali. Berdasarkan paparan diatas dapat dikatakan bahwa atlet yang sudah beberapa kali mengikuti pertandingan maupun atlet yang baru pertamakali mengikuti pertandingan, dan juga atlet yang sudah pernah menjadi juara maupun yang belum pernah menjadi juara, sama-sama merasakan kecemasan bertanding namun dipengaruhi fakotr yang berbeda-beda.

Berdasarkan seluruh pembahasan pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan kecemasan bertanding pada atlet softball remaja putri. Semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional yang dimiliki atlet maka semakin rendah tingkat kecemasan bertanding yang dirasakan oleh atlet, dan begitu juga sebaliknya jika semakin rendah tingkat kecerdasan emosional yang dimiliki atlet semakin

tinggi kecemasan bertanding yang dirasakan atlet. Berdasarkan hasil kategorisasi, sebagian besar atlet dalam penelitian ini memiliki kecerdasan emosional dalam kategori tinggi, dan kecemasan bertanding pada kategori sedang, serta tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kecemasan bertanding berdasarkan usia, jumlah pertandingan yang pernah diikuti, dan jumlah prestasi yang pernah dicapai.

Saran yang dapat diberikan peneliti kepada atlet yaitu berdasarkan hasil dari penelitian ini penting bagi atlet untuk mengetahui dan mengenal kondisi emosional diri sendiri, kemudian dapat mengelola emosi yang dirasakan sehingga sesuai dengan situasi pertandingan dan berkonsultasi dengan pelatih bagaimana cara mengelola emosi yang dirasakan pada saat pertandingan, karena pelatih adalah orang yang mengetahui bagaimana perkembangan atlet selama di lapangan. Ketika atlet dapat mengidentifikasi, memahami, dan mengelola emosi yang dirasakan maka dapat dikatakan atlet tersebut memiliki kecerdasan emosional yang baik. Bagi pelatih maupun pembina softball dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai informasi untuk meningkatkan kualitas atlet softball remaja putri. Pelatih diharapkan tidak hanya melatih keterampilan teknik bermain saja, namun juga memperhatikan dan melatih keterampilan yang berhubungan dengan emosi atlet seperti kecemasan bertanding, kecerdasan emosional atlet dan lain sebagainya, sehingga dapat meminimalisir kegagalan yang disebabkan oleh aspek mental di lapangan. Bagi sekolah-sekolah yang memiliki ekstrakurikuler softball agar dapat mendukung olahraga dan atlet softball ini karena memiliki potensi yang besar untuk lebih dikembangkan lagi, dan bagi pengurus provinsi PERBASASI Bali agar mendata jumlah atlet softball putri Bali sehingga bila terdapat peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tentang softball putri di Bali dapat dengan mudah mengetahui populasi atlet softball yang dimiliki Provinsi Bali.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. (2015). Psikologi remaja: Perkembangan peserta didik. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Arikunto, S. (2013). Prosedur penelitian: Suatu pendekatan praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Azwar, S. (2013). Reliabilitas dan validitas. Edisi IV. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Azwar, S. (2014). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Cashmore, E. (2002). Sport psychology. London: Routledge.

Cox, R. H. (2002). Sport psychology concept and application, fifth edition. New York: McGraw-Hill.

Feist, J., Feist, G. J. (2010). Teori kepribadian (terjemahan: Smita Prathita Sjahputri). Edisi 7 Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika.

Goleman, D. (2000). Kecerdasan emosi untuk mencapai puncak prestasi. (terjemahan: Widodo, A.T.K). Jakarta: PT. Gramedia.

Goleman, D. (2015). Kecerdasan emosional (terjemahan: T. Hermaya, Trans). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Gunarsa, S.D. (1996). Psikologi olahraga: Teori dan praktik. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Hadi, S. (2000). Panduan Manual Program Statistik (SPS) 2000. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Hardoko, E. (2012, November). Indonesia peringkat tiga Asia. Kompas.

Hariyono, R. (2000). Mengatasi rasa cemas. Gresik: Putra Pelajar.

Humara, M. (1999). The relationship between anxiety and performance: A cognitive-behavioral perspective. Athletic Insight. Vol. 1. No. 2

Hurlock, E.B. (1980). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (terjemahan: Istiwidayanti). Jakarta: Erlangga.

Jarvis, M. (1999). Sport psychology. London; Newyork: Routledge.

Jco. (2014, Agustus). Softball putri Indonesia juara di turnamen ASEAN. Metrotvnews.

Lestari, T. (2015). Kumpulan teori untuk kajian pustaka penelitian kesehatan. Yogyakarta: Nuha medika.

Lewis (2008). Handbook of emotions. Third edition. New York: The Guilford Press

Morris, T. (1995). Sport psychology, theory, applications and issues. Australia: John Wiley & Sons.

Mylsidayu, A. 2014. Psikologi olahraga. Edisi 1. Jakarta: Bumi Aksara.

Nazir, M. (2013). Metode penelitian. Jakarta: Balai Aksara

Nevid, J. S. (2005). Abnormal psychology in a changing world (Terjemahan:   Tim Fakultas Psikologi Universitas

Indonesia). Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama.

Rachman, S. (2004). Anxiety. Second edition. New York: Psychology Press Ltd

Rahmani, M. 2014. Buku super lengkap olahraga. Jakarta: Dunia Cerdas.

Rustika, I.M. (2014). Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik pada remaja (Desertasi tidak dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Santoso, I. (2015, Juni). "Homerun" sang dosen antarkan Indonesia ke final. Antaranews.

Santrock (1995) Life span development: Perkembangan masa hidup (terjemahan: Achmad Chusairi). Edisi 5 Jilid II. Jakarta: Erlangga

Santoso, S. (2005). Mengatasi berbagai masalah statistik dengan SPSS versi 11.5. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.

Sugiyono. (2014). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan r&d. Bandung: Alfabeta

Suryabrata, S. (2012). Psikologi kepribadian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Wibisono, B K. (2011, Juni). Tim nasional sofball putri Indonesia juara tiga di Praha, Ceko. Antaranews

Wiyanto. (2005). Mampu berbahasa Indonesia. Jakarta: Grasindo.

Yeung, R. (2009). The new rules emotional intelligence. London: Marshall Cavendish Limite

Zizzi, S., Deaner, H., & Hirschhorn, D. (2003). The relationship between emotional intelligence and performance among college basketball players. Journal of applied sport psychology, 15:3, 262-269. DOI: 10.1080/10413200305390

225