HUBUNGAN ANTARA KETIDAKAMANAN KERJA DAN ETOS KERJA PADA KARYAWAN ALIH DAYA DI BALI
on
Jurnal Psikologi Udayana 2017, Vol. 4, No.1, 50-61
Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Udayana
ISSN: 2354 5607
HUBUNGAN ANTARA KETIDAKAMANAN KERJA DAN ETOS KERJA PADA
KARYAWAN ALIH DAYA DI BALI
I Gede Ayana Wiria Partha Tuban, Komang Rahayu Indrawati Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Email: gedeayana@gmail.com
Abstrak
Salah satu usaha untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan adalah memanfaatkan karyawan alih daya untuk mengurangi jumlah karyawan tetap. Perusahaan menggunakan karyawan alih daya bertujuan untuk memaksimalkan pekerjaan pokok perusahaan dan tidak dibebani oleh pekerjaan pendukung. Dari tahun 2005-2012, jumlah perusahaan alih daya yang tercatat di Kabupaten Badung sebanyak 42 perusahaan. Penggunaan karyawan alih daya menyebabkan perusahaan lebih fokus pada pekerjaan pokok, sedangkan kerja pendukung sepenuhnya dikelola oleh perusahaan alih daya. Sistem kerja alih daya pada umumnya menguntungkan perusahaan dan merugikan karyawan alih daya. Hal ini dikarenakan tidak adanya jenjang karir dan kejelasan masa depan kerja karyawan alih daya. Ketidakjelasan jenjang karir karyawan alih daya dan masa depan kerja tidak menentu membuat karyawan alih daya berpotensi mengalami ketidakamanan kerja. Berbagai pengaruh yang diakibatkan oleh ketidakamanan kerja menyebabkan karyawan alih daya merasa dipandang sebelah mata oleh perusahaan dan merasa tidak adil dengan status pekerjaannya sebagai karyawan alih daya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara ketidakamanan kerja dan etos kerja pada karyawan alih daya di Bali.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah cluster sampling. Responden dalam penelitian ini adalah karyawan alih daya yang bekerja di Kabupaten Badung sebanyak 116 karyawan. Alat ukur dalam penelitian ini adalah skala ketidakamanan kerja dan skala etos kerja. Koefisien reliabilitas skala ketidakamanan kerja adalah 0,928 dan skala etos kerja adalah 0,960.
Penelitian ini menggunakan analisis data korelasi pearson product moment. Hasil dari penelitian diperoleh koefisien korelasi sebesar -0,282 dengan nilai probabilitas sebesar 0,002 (0,002<0,05), sehingga dapat dinyatakan terdapat hubungan yang negatif antara ketidakamanan kerja dengan etos kerja.
Koefisien determinasi (R2) diperoleh sebesar 0,079 yang bermakna 7,9% dari etos kerja dapat dijelaskan oleh variabel ketidakamanan kerja, sedangkan sisanya sebesar 92,1% dapat dijelaskan oleh faktor yang lain.
Kata kunci: karyawan alih daya, ketidakamanan kerja, etos kerja.
Abstract
One of the efforts to improve the efficiency and performance of the company is occupying outsourcing employees to reduce the number of permanent employees. The company use outsourcing employee to maximize the core works and are not burdened by the non-core works. The number of outsourcing companies from 2005 to 2013 is recorded as many as 42 companies in Badung District. The use of outsourcing employee caused the company is more focused on the core works, while non-core works are fully managed by outsourcing companies. Outsourcing work system is generally profitable for companies but unprofitable for outsourcing employees. This due to no clear career path and work future of outsourcing employees. There is no clear career path of outsourcing employee and the uncertain of work future make outsourcing employees potentially experiencing of job insecurity. Various influences by job insecurity caused the outsourcing employees feel despised by the company and feel unfair about the employment status as an outsourcing employee. This research is aimed to find out the corelation between job insecurity and work ethos of the outsourcing employees in Bali.
This research is a quantitative research using cluster sampling. Respondents in this research is outsourcing employees who work in Badung regency. The number of respondents is 116 people. Scales in this research is Job Insecurity Scale dan Work Ethos Scale. The reliability coefficient of job insecurity scale is 0,928 and work ethos scale is 0,960.
This research uses a pearson product moment corelation. The results of this research showed a coefficient corelation is -0,282 and the probability is 0,002 (0,002<0,05). As conclusion is, there is a negative corelation between job insecurity with work ethos.
The coefficient determination (R2) is 0,079 which means is 7,9% of work ethos can be explained by job insecurity variable, and the rest of 92,1% can be explained by other factors.
Keyword: outsourcing employee, job insecurity, work ethos
LATAR BELAKANG
Pasar tenaga kerja di Indonesia dibagi kedalam dua jenis pekerjaan, yaitu pekerjaan sektor formal dan pekerjaan sektor informal. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Iqbal (2012) mencatat bahwa pada bulan Februari 2010, jumlah tenaga kerja formal mencapai 30,72 juta jiwa sedangkan tenaga kerja informal mencapai 76,6 juta jiwa. Pekerjaan formal adalah pekerjaan yang diatur berdasarkan undang-undang atau peraturan ketenagakerjaan seperti karyawan, pegawai, buruh, Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan lain-lain, sedangkan untuk pekerjaan informal adalah pekerjaan yang dilakukan dengan membuka usaha sendiri atau wiraswasta dan tidak diatur dalam peraturan ketenagakerjaan (Puspa, 2012).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2013, mengatur secara detail mengenai sistem ketenagakerjaan di Indonesia termasuk juga pekerjaan sektor formal (Umbara, 2013). Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, pekerja formal dibedakan menjadi dua yaitu sistem kerja tetap dan sistem kerja kontrak. Sistem kerja tetap adalah sistem untuk karyawan yang bekerja pada pekerjaan yang menetap dan waktu bekerjanya hingga masa pensiun, sedangkan sistem kerja kontrak adalah bentuk hubungan kerja yang termasuk kategori precarious work yaitu karyawan yang bekerja memiliki batasan kerja dan jangka waktu kerja tertentu sesuai dengan kontrak antara karyawan dengan perusahaan tempat karyawan bekerja, bekerja secara lepas, tidak terjamin atau tidak aman, dan tidak pasti yang biasa disebut dengan istilah karyawan alih daya (Sidabutar, 2009; Herawati, 2010).
Data dari International Labour Organization (ILO) mencatat jumlah karyawan alih daya di Indonesia mendominasi jumlah pekerja di Indonesia yaitu sekitar 65% (Lubis, 2010). Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) Kabupaten Badung mencatat dari tahun 2005-2012, jumlah perusahaan alih daya di Kabupaten Badung sebanyak 42 perusahaan.
Alih daya dalam istilah umum diartikan sebagai kontrak, yaitu mengalihkan sebagian aktivitas dalam perusahaan dan hak pengambilan keputusan dilakukan oleh pihak lain yang dalam hal ini sebagai penyedia jasa alih daya yang terikat dalam suatu kontrak kerja (Yasar, 2012). Alih daya diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 13 tahun 2003 pada pasal 64, 65, dan 66 yang menjelaskan bahwa perusahaan penyedia jasa alih daya dapat menyerahkan sebagian atau beberapa pekerjaan kepada perusahaan yang membutuhkan melalui perjanjian yang dibuat secara tertulis (Umbara, 2013).
Yasar (2010) menjelaskan bahwa perusahaan alih daya merupakan perusahaan yang bergerak dalam melakukan rekrutmen karyawan dan menyalurkan kepada user atau perusahaan yang membutuhkan Sumber Daya Manusia
(SDM). Terdapat tiga unsur penting di dalam sistem kerja alih daya, yaitu terdapat pemindahan fungsi pengawasan, pendelegasian tanggung jawab, dan difokuskan pada hasil yang ingin dicapai suatu perusahaan (Yasar, 2012).
Menurut Yasar (2012), fungsi kerja yang masuk kedalam kategori alih daya adalah pekerjaan yang bersifat menunjang (non-core) dan bukan pekerjaan pokok (core). Hasman menyatakan bahwa memberlakukan sistem kerja alih daya merupakan keputusan internal perusahaan dalam melakukan efisiensi kerja agar dapat meningkatkan kinerja perusahaan sehingga memiliki keunggulan bersaing menghadapi perkembangan ekonomi dan teknologi (dalam Yasar, 2010).
Salah satu usaha dalam meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan saat ini adalah memanfaatkan tenaga alih daya untuk mengurangi jumlah karyawan tetap dengan tujuan memaksimalkan pekerjaan pokok perusahaan dan tidak dibebani oleh pekerjaan pendukung seperti keamanan, kebersihan perusahaan, dan lain-lain (Nusapala, 2010).
Penggunaan karyawan alih daya membuat perusahaan lebih fokus pada pekerjaan pokok, sedangkan pekerjaan pendukung sepenuhnya dikelola oleh perusahaan alih daya (Hartono, 2013). Perusahaan yang menggunakan jasa alih daya tidak perlu memikirkan gaji, dana pensiun, tunjangan, karir, dan sebagainya terkait dengan manajemen Sumber Daya Manusia karena yang mengelola adalah perusahaan yang menyediakan jasa tenaga kerja (Hartono, 2013). Karyawan alih daya yang bekerja tidak memenuhi target perusahaan tidak akan diperpanjang masa kontraknya, melainkan diganti dengan karyawan baru dengan harapan dapat memenuhi target perusahaan (Hartono, 2013). Berdasarkan paparan di atas, praktik kerja alih daya pada umumnya menguntungkan perusahaan dan merugikan karyawan alih daya itu sendiri. Hal itu disebabkan karena tidak adanya jenjang karir dan kejelasan masa depan kerja karyawan alih daya yang bekerja hanya sebatas masa kontrak sesuai perjanjian antara perusahaan dengan penyedia jasa tenaga kerja (Hartono, 2013).
Adapun kerugian yang umumnya terjadi bagi karyawan alih daya diantaranya adalah adanya pemotongan gaji yang dilakukan oleh perusahaan penyedia jasa tenaga kerja yang digunakan sebagai tunjangan kesehatan, gaji dibawah Upah Minimum Provinsi (UMP) serta ketidakjelasan jenjang karir karyawan alih daya (Hartono, 2013). Karyawan alih daya memiliki ketidakjelasan jenjang karir, masa depan kerja yang tidak pasti, dan dapat diberhentikan atau dipecat oleh perusahaan karena berbagai pertimbangan dapat membuat karyawan alih daya berpotensi mengalami ketidakamanan kerja.
Ketidakamanan kerja merupakan suatu keadaan seseorang yang merasa terancam dan tidak nyaman dengan pekerjaannya sekarang dan untuk di masa yang akan datang
(Nopiando, 2012). Greenhalg dan Rosenblatt (1984) menyebutkan bahwa ketidakamanan kerja adalah ketidakberdayaan seseorang dalam mempertahankan pekerjaan karena situasi yang mengancam. Adanya ketidakjelasan status pekerjaan dan jenjang karir membuat karyawan alih daya merasa tidak aman dalam bekerja dan merasa tidak berdaya dengan status sebagai karyawan kontrak atau alih daya.
Ketidakamanan kerja tentunya berpengaruh terhadap kinerja karyawan dan produktivitas perusahaan. Penelitian Leung (2009) menunjukkan hasil bahwa ketika karyawan bekerja dengan situasi yang aman akan menyebabkan karyawan semakin loyal, meningkatkan kinerja, dan akan berkomitmen dalam bekerja. Jika bekerja dengan perasaan tidak aman, akan menyebabkan kinerja menurun dan kemungkinan di-PHK. Penelitian dari Suppayah (2010) juga mendukung dari penelitian Leung (2009) yang mengungkapkan bahwa ketidakamanan kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan intensitas turnover. Pengaruh lain yang muncul menurut Greenhalg dan Rosenblatt (1984) adalah menurunnya semangat atau usaha yang dilakukan dalam bekerja, kecenderungan untuk berhenti bekerja, dan resisten terhadap perubahan yang terjadi.
Berbagai pengaruh yang diakibatkan oleh ketidakamanan kerja menyebabkan karyawan alih daya merasa diperlakukan tidak adil dengan status pekerjaannya sebagai karyawan alih daya sehingga lupa untuk meningkatkan kualitas kerja dan menurunya etos kerja (Djajendra, 2013a). Berbagai masalah pada karyawan alih daya yang menyebabkan munculnya ketidakamanan dalam bekerja dan tidak menyurutkan niat untuk bekerja sebagai karyawan alih daya. Jika karyawan alih daya bekerja dengan tekun dan ulet, maka karyawan alih daya dapat diangkat menjadi karyawan tetap. Pendapat tersebut sesuai dengan Djajendra (2013b) yang menjelaskan, bahwa sudah banyak karyawan alih daya yang diangkat sebagai karyawan tetap oleh perusahaan karena karyawan alih daya menunjukkan etos kerja yang tinggi dan unggul, serta mampu bersaing dengan karyawan tetap.
Etos kerja memiliki kesamaan dengan perilaku seseorang seperti bekerja keras, memiliki ketekunan, loyalitas, pintar berkomunikasi, sangat disiplin, dan semangat kerja yang tinggi (Djajendra, 2011). Sinamo (dalam Lubis, 2008) menjelaskan makna etos kerja adalah perilaku yang berakar dari keyakinan yang disertai dengan komitmen total pada paradigma kerja. Etos kerja juga bermakna seperangkat sikap atau pandangan manusia yang menilai kerja sebagai sesuatu yang bersifat positif bagi peningkatan kualitas hidup serta mempengaruhi perilaku dalam bekerja (Lubis, 2008).
Ketika karyawan alih daya memunculkan sikap disiplin, tekun dalam bekerja, dan bersaing secara sehat dengan sesama karyawan alih daya akan memunculkan etos
kerja yang berkualitas. Sependapat dengan Indartono, Widodo, dan Budi (2014) yang menjelaskan, bahwa etos kerja merupakan kemauan individu untuk dapat bekerja sama, disiplin dalam bekerja serta memiliki semangat dalam bekerja. Etos kerja terbentuk karena adanya motivasi dalam diri dan sikap hidupnya yang mendasar terhadap kerja (Sukiyah, 2010). Motivasi dalam diri yang mendasar terhadap kerja berkaitan dengan motivasi kerja. Menurut Sanny, L., dan Kristanti, S. (2012) dalam penelitiannya menyebutkan motivasi kerja memiliki hubungan yang negatif dengan ketidakamanan kerja.
Berdasarkan uraian diatas, praktik kerja alih daya sujatinya menimbulkan ketidakamanan kerja, akan tetapi tidak menyurutkan niat untuk memilih bekerja sebagai karyawan alih daya. Niat untuk bekerja secara disiplin, tekun, dan memiliki semangat kerja merupakan cerminan dari sikap etos kerja. Dengan demikian, perlu diteliti secara lebih terukur mengenai hubungan antara ketidakamanan kerja dan etos kerja pada karyawan alih daya di Bali.
METODE PENELITIAN
Variabel dan definisi operasional
Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu ketidakamanan kerja. Definisi operasional dari variabel ketidakamanan kerja adalah perasaan subjektif seorang karyawan saat merasakan ketidakberdayaan, khawatir, cemas, dan gelisah dalam menghadapi risiko munculnya ancaman dalam bekerja, seperti hilangnya aspek-aspek dalam bekerja dan kemungkinan kehilangan pekerjaan tersebut.
Variabel tergantung dalam penelitian ini yaitu etos kerja. Definisi operasional dari variabel etos kerja adalah suatu sifat dalam diri seseorang yang bernilai positif dan memiliki mutu tinggi terhadap suatu pekerjaan serta memiliki semangat kerja dan keyakinan yang kuat terhadap konsep suatu pekerjaan.
Responden
Populasi dalam penelitian ini merupakan karyawan alih daya yang bekerja pada perusahaan alih daya di Provinsi Bali. Metode sampling dalam penelitian ini adalah probability sampling yang berjenis cluster random sampling. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 116 karyawan alih daya, dengan rincian seluruh responden didapat pada satu perusahaan alih daya yaitu PT. Andal Aman Abadi.
Tempat penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah Provinsi Bali, maka peneliti melakukan pengundian secara acak terhadap semua kabupaten dan kotamadya di Provinsi Bali. Selanjutnya peneliti menentukan area, yaitu seluruh Kabupaten dan Kotamadya di Bali. Area dibagi ke dalam sembilan kluster yaitu, Kabupaten Singaraja, Kabupaten Negara, Kabupaten
Karangasem, Kabupaten Bangli, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Badung dan Kotamadya Denpasar. Peneliti menulis tiap kluster ke dalam kertas kecil dan dimasukkan kedalam kotak kecil. Selanjutnya peneliti mengambil secara acak dan terpilih Kabupaten Badung sebagai sampel.
Terdapat 42 perusahaan alih daya Kabupaten Badung yang tersebar di seluruh Kabupaten, kemudian peneliti kembali menentukan sampel berdasarkan 42 perusahaan alih daya. Peneliti menulis nama dan nomor telepon setiap perusahaan alih daya di Kabupaten Badung ke dalam kertas kecil dan di kumpulkan pada kotak kecil. Selanjutnya peneliti menentukan sampel dengan cara mengambil dan menghubungi secara acak perusahaan alih daya untuk meminta izin melakukan penelitian. Setelah melakukan serangkaian pengambilan dan menghubungi perusahaan alih daya, didapat PT. Andal Aman Abadi yang memberikan izin untuk melakukan penelitian pada perusahaan tersebut.
Pada PT. Andal Aman Abadi, karyawan alih daya yang bekerja pada perusahaan tersebut tercatat 142 orang. Karyawan dari PT. Andal Aman Abadi tersebar di beberapa hotel pada Kabupaten Badung, meliputi hotel Bvlgary, Amanusa villa, Haris, Condrad, Holiday Inn, Kampensky, dan Nusa Dua Beach. Penentuan sampel penelitian pada PT. Andal Aman Abadi dilakukan dengan simple random sampling. Prosedur penentuan sampel penelitian adalah ketika PT. Andal Aman Abadi memberikan izin untuk mengambil data, admin dari PT. Andal Aman Abadi memberikan data karyawan alih daya yang tersebar di beberapa hotel di Kabupaten Badung. Peneliti kemudian melakukan simple random sampling kepada daftar hotel tempat karyawan alih daya PT. Andal Aman Abadi bekerja. Peneliti pun memilih secara acak dan didapat empat daftar hotel, yaitu Amanusa Villa, Haris, Condrad, dan Holiday Inn. Dari keempat hotel tersebut, terdapat 116 orang karyawan alih daya dari PT. Andal Aman Abadi dan peneliti menetapkan sampel dalam penelitian ini adalah 116 sampel.
Alat ukur
Pada penelitian ini menggunakan skala ketidakamanan kerja dan skala etos kerja. Skala ketidakamanan kerja digunakan untuk mengetahui tingkat ketidakamanan kerja yang dirasakan karyawan alih daya. Skala etos kerja digunakan untuk mengetahui gambaran etos kerja karyawan alih daya. Skala penelitian merupakan skala tipe likert yang memiliki 4 alternatif jawaban, yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala ketidakamanan kerja merupakan skala yang disusun oleh peneliti berdasarkan dimensi dari teori ketidakamanan kerja menurut Burchell (2005), yaitu kehilangan pekerjaan dan kehilangan nilai dalam bekerja. Hasil uji kesahihan skala ketidakamanan kerja memiliki nilai
koefisien validitas yang bergerak dari 0,304 hingga 0,753 dengan nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,928.
Skala etos kerja merupakan skala yang disusun oleh peneliti berdasarkan dimensi dari teori etos kerja menurut Jansen Sinamo (2013), yaitu kerja adalah rahmat, kerja adalah amanah, kerja adalah panggilan, kerja adalah aktualisasi, kerja adalah ibadah, kerja adalah seni, kerja adalah kehormatan, dan kerja adalah pelayanan. Hasil uji kesahihan skala etos kerja memiliki nilai koefisien validitas yang bergerak dari 0,303 hingga 0,730 serta nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,960.
Metode pengumpulan data
Dalam penelitian yang dilakukan, peneliti mengumpulkan data primer dengan cara menyebar kuisioner kepada karyawan alih daya yang bekerya pada PT. Andal Aman Abadi. Kuisioner dalam penelitian yang berisi serangkaian daftar pertanyaan tertutup yaitu bentuk pertanyaan dimana subjek hanya memilih jawaban yang telah tersedia dalam kuisioner tersebut. Subjek diharuskan teliti dan menjawab sendiri tanpa bantuan orang lain. Di dalam instrumen penelitian tersebut terdapat skala pengukuran yang merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan dalam menentukan interval yang terdapat dalam alat ukur sehingga jika alat ukur tesebut digunakan akan menghasilkan data kuantitatif. Dalam kuisioner ini terdapat dua data yang dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner. Kuisioner yang pertama adalah kuisioner ketidakamanan kerja dan kuisioner yang kedua adalah kuisioner etos kerja. Kedua skala tersebut disusun oleh peneliti berdasarkan teori yang relevan dan telah diuji validitas dan reliabilitasnya.
Teknik analisis data
Sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui hubungan antara ketidakamanan kerja dan etos kerja pada karyawan alih daya di Bali, peneliti melakukan analisis korelasi Pearson Product Moment. Analisis korelasi Pearson Product Moment digunakan untuk melihat hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung serta melihat arah dan kekuatan hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung.
Pada penelitian ini, peneliti juga melakukan analisis tambahan yaitu analisis regresi linier sederhana, independent sample t-test dan anova satu jalur. Analisis tambahan bertujuan untuk menambahkan pembahasan terkait hubungan antara ketidakamanan kerja dengan etos kerja diluar uji hipotesis, serta perbedaan antara kelompok demografis dengan variabel ketidakamanan kerja dan variabel etos kerja. Analisis tambahan pada penelitian ini menggunakan menggunakan analisis regresi linier sederhana, independent sample t-test dan anova satu jalur.
Analisis regresi linier sederhana dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana variabel dependen dapat
diprediksikan melalui variabel independen dan mengetahui seberapa besar variabel independen berkontribusi terhadap variabel dependen. Peneliti selanjutnya melakukan uji beda antara variabel ketidakamanan kerja dan etos kerja pada masing-masing karakteristik demografis. Tujuannya adalah mengetahui perbedaan ketidakamanan kerja dan etos kerja pada kelompok jenis kelamin, usia, masa kerja, status perkawinan, dan tingkat pendidikan. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis independent sample t-test dan anova satu jalur.
HASIL PENELITIAN
Data Demografi
Data demografi menunjukkan bahwa dari 116 subjek terdapat 89 orang laki-laki dan 27 orang perempuan. Usia subjek sebagian besar adalah umur 22 hingga 26 tahun. Subjek yang telah menikah sebanyak 50 orang dan yang belum menikah sebanyak 66 orang. Hampir seluruh subjek menempuh tingkat pendidikan hingga bangku SMA. Subjek sebagian bekerja dengan masa kerja selama satu tahun.
Uji Asumsi Data Penelitian
Hasil uji normalitas menunjukan bahwa sebaran data pada variabel ketidakamanan kerja memiliki nilai signifikansi dengan probabilitas 0,390 (p>0,05), maka dapat dikatakan bahwa sebaran pada variabel ketidakamanan kerja bersifat normal. Selanjutnya, sebaran data pada variabel etos kerja memiliki nilai signikansi dengan probabilitas (p) 0,138 (p>0,05), maka dapat dikatakan bahwa sebaran pada etos kerja bersifat normal. Hasil uji linearitas menunjukkan bahwa hubungan ketidakamanan kerja dengan etos kerja adalah linear karena memiliki nilai signifikansi dengan probabilitas sebesar 0,001 (p<0,05). Berdasarkan uji normalitas dan uji linearitas yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa data penelitian bersifat normal dan linear.
Uji Hipotesis
Berdasarkan hasil uji hipotesis dengan menggunakan analisis korelasi Pearson Product Moment diketahui bahwa nilai koefisien korelasi sebesar -0,282. Koefisien korelasi yang bernilai negatif menyatakan arah hubungan yang negatif antara variabel ketidakamanan kerja dengan variabel etos kerja. Hasil tersebut berarti bahwa semakin tinggi ketidakamanan kerja yang dirasakan karyawan, maka etos kerja akan semakin rendah. Begitu pula sebaliknya, apabila ketidakamanan kerja yang dirasakan karyawan rendah, maka etos kerja akan tinggi.
Tabel 1. Tabel korelasi | ||||
Pearson Correlation |
Ketidakamanan kerja |
Etos kerja |
Sig. (2-tailed) |
Jumlab |
Ketidakamanan kerja |
1 |
-0.282 |
0.002 |
116 |
Etos kerja |
-0,282 |
1 |
0,002 |
116 |
Nilai koefisien korelasi 0,282 menunjukkan tingkat korelasi yang lemah. Lemahnya korelasi antara variabel ketidakamanan kerja dan variabel etos kerja ditunjukkan dari nilai koefisien korelasi sebesar 0,282 kurang dari 0,5. Menurut Santoso (2005) apabila nilai dari koefisien korelasi kurang dari 0,5, maka terdapat hubungan yang lemah dan apabila nilai dari koefisien korelasi lebih dari 0,5, maka terdapat hubungan yang kuat.
Nilai probabilitas signifikansi sebesar 0,002 kurang dari dari 0,05 menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara variabel ketidakamanan kerja dengan variabel etos kerja. Sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan antara variabel ketidakamanan kerja dengan variabel etos kerja. Antara variabel ketidakamanan kerja dan variabel etos kerja berhubungan secara negatif dan hubungan antara kedua variabel menunjukkan hubungan yang lemah.
Kategorisasi Skor Skala
Berdasarkan hasil kategorisasi skor skala pada skala ketidakamanan kerja diketahui bahwa sebagian besar subjek berada pada kategori sedang yaitu dengan jumlah subjek sebesar 73 orang (62,93%) dan kategori rendah yaitu dengan jumlah subjek sebesar 42 orang (36,27%).
Tabel 2.
Hasil Kategoι,i⅝a⅛i Skor Subjek pada Variabel Keticlakamanan Kerja
Variabel |
Rentang Nilai |
Kategori |
Subjek |
Presentase |
X < 64.75 |
Sangat Rendah |
1 |
0.8% | |
64,75 <X< 83,25 |
Rendah |
42 |
36.72% | |
Ketidakamanan kerja |
83.25 <X< 101,75 |
Sedang |
73 |
62,93% |
101,75 <X< 120.25 |
Tinaai |
0 |
0% | |
120,25 < X |
Sangat Tinggi |
0 |
0% | |
Jumlah |
116 |
100% |
Pada skala etos kerja, sebagian besar berada dalam kategori tinggi yaitu dengan jumlah subjek sebesar 62 orang (53,45%) dan kategori sanghat tinggi dengan jumlah subjek sebesar 52 0rang (44,83%).
Tabel 3.
Hasil Kategorisasi Skor Subjek pada Variabel Etos Kerja
Variabel |
Rentang Nilai |
Kategori |
Subjek |
Presentase |
X< 133 |
Sangat Rendah |
0 |
0% | |
133 <X< 171 |
Rendah |
0 |
0% | |
Etos Kerja |
171 < X ≤ 209 |
Sedang |
2 |
1,72% |
209 < X ≤ 247 |
Tinggi |
62 |
53.45% | |
247 < X |
Sangat Tinggi |
52 |
44.83% | |
Jumlah |
116 |
100% |
Analisis Tambahan
Dalam analisis tambahan dilakukan dua pengujian, yaitu analisis regresi linier sederhana dan uji beda pada masing-masing kategori.
Regresi Linier Sederhana
Tabel 4.
Koefisien Determinasi
R |
R Square |
Adjusted R Square |
Std. En or of the Estimate |
0.282 (a) |
0.079 |
0.071 |
20.683 |
Angka R Square sebesar 0,079 memiliki makna bahwa 0,079 atau 7,9% etos kerja dapat dijelaskan oleh variabel ketidakamanan kerja, sedangkan sisanya sebesar 92,1% dapat dijelaskan oleh faktor-faktor yang lain. Dapat disimpulkan bahwa variabel ketidakamanan kerja berkontribusi sebesar 7,9% kepada variabel etos kerja.
TabelS.
Basil Uji Model Regresi
Sum of Squares |
df |
Mean Square |
F |
Sig. | |
Regression |
4199.619 |
1 |
4199,619 |
9.817 |
0.002(a) |
Residual |
48765.829 |
114 |
427.770 | ||
total |
52965.448 |
115 |
Hasil uji model regresi diketahui F hitung adalah 9,817 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,002. Adapun taraf signifikansi sebesar 0,002 lebih kecil dari 0,05 (0,002 < 0,05), maka model regresi di atas dapat dipakai untuk memprediksi nilai dari variabel etos kerja.
Tabel 6.
Koefisien Regresi
Model |
Unstandarized |
Standardized |
Sig- | ||
Coefficients |
Coefficient | ||||
1 |
B |
Std. Error |
Beta |
B |
Std. Error |
Konstanta |
318,639 |
22.923 |
13.901 |
0.000 | |
Ketidakanianan kerja |
-0.831 |
0.265 |
■0.282 |
-3.133 |
0.002 |
a Dependent Variable: Etos kerja
Pada kolom sig atau significance pada tabel 6 menunjukkan angka probabilitas sebesar 0,002. Karena nilai probabilitas atau p<0,05 ( 0,002 < 0,05 ) didapat bahwa koefisien regresi signifikan atau variabel ketidakamanan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap variabel etos kerja.
Berdasarkan hasil uji validitas konstanta dan koefisien regresi, maka dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi dalam penelitian ini adalah signifikan dan dapat digunakan untuk memprediksi perubahan nilai yang terjadi pada variabel etos kerja.
Uji Beda Karakteristik Demografis
Uji beda antara variabel ketidakamanan kerja dan etos kerja pada masing-masing karakteristik demografis dilakukan guna mengetahui perbedaan ketidakamanan kerja dan etos kerja pada kelompok jenis kelamin, usia, masa kerja, status perkawinan dan tingkat pendidikan. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis independent sample t-test dan anova satu jalur.
Uji beda antara kelompok jenis kelamin pada variabel ketidakamanan kerja dan etos kerja dilakukan dengan menggunakan analisis independent sample t-test. Diketahui bahwa t hitung untuk variabel ketidakamanan kerja adalah -1,862 dengan nilai probabilitas sebesar 0,065. Oleh karena nilai signifikansi lebih dari 0,05 (0,065>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan ketidakamanan kerja antara pria dan wanita. Diketahui bahwa t hitung untuk variabel etos kerja adalah 0,591 dengan nilai probabilitas sebesar 0,556. Oleh karena nilai signifikansi lebih dari 0,05 (0,556>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan etos kerja antara pria dan wanita.
Uji beda antara kelompok usia pada variabel ketidakamanan kerja dan etos kerja dilakukan dengan menggunakan analisis anova satu jalur. Diketahui nilai dari F hitung pada variabel ketidakamanan kerja adalah 2,500 dengan probabilitas 0,047. Oleh karena nilai signifikansi lebih dari 0,05 (0,047<0,05), maka disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata ketidakamanan kerja dengan kelompok usia. Berikut adalah perbedaan rata-rata nilai ketidakamanan
pada kelompok usia. Diketahui nilai dari F hitung pada variabel etos kerja kerja adalah 0,456 dengan probabilitas 0,768. Oleh karena nilai signifikansi lebih dari 0,05 (0,768>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata etos kerja dengan kelompok usia.
Uji beda antara kelompok status perkawinan pada variabel ketidakamanan kerja dan etos kerja dilakukan dengan menggunakan analisis independent sample t-test. Diketahui bahwa t hitung untuk variabel ketidakamanan kerja adalah -1,021 dengan nilai probabilitas sebesar 0,309. Oleh karena nilai signifikansi lebih dari 0,05 (0,309>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata ketidakamanan kerja antara yang sudah menikah dan yang belum menikah. Diketahui bahwa t hitung untuk variabel etos kerja adalah 0,895 dengan nilai probabilitas sebesar 0,373. Oleh karena nilai signifikansi lebih dari 0,05 (0,373>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata etos kerja antara yang sudah menikah dan belum menikah.
Uji beda antara kelompok tingkat pendidikan pada variabel ketidakamanan kerja dan etos kerja dilakukan dengan menggunakan analisis anova satu jalur. Diketahui nilai dari F hitung pada variabel ketidakamanan kerja adalah 1,877 dengan probabilitas 0,158. Oleh karena nilai signifikansi lebih dari 0,05 (0,158>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata ketidakamanan kerja dengan kelompok tingkat pendidikan. Diketahui nilai dari F hitung pada variabel etos kerja kerja adalah 1,909 dengan probabilitas 0,153. Oleh karena nilai signifikansi lebih dari 0,05 (0,153>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata etos kerja dengan kelompok tingkat pendidikan.
Uji beda antara kelompok masa kerja pada variabel ketidakamanan kerja dan etos kerja dilakukan dengan menggunakan analisis kruskal wallis dan anova satu jalur. Uji kruskal wallis antara variabel ketidakamanan kerja dengan kelompok masa kerja. Diketahui nilai signifikansi sebesar 0,279. Oleh karena nilai signifikansi lebih dari 0,05 (0,279>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara variabel ketidakamanan kerja dengan kelompok masa kerja. Diketahui nilai dari F hitung pada variabel etos kerja kerja adalah 0,702 dengan probabilitas 0,623. Oleh karena nilai signifikasni lebih dari 0,05 (0,623>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata etos kerja dengan kelompok masa kerja.
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Berdasarkan uji korelasi dengan menggunakan pearson product moment, didapat bahwa adanya hubungan yang negatif antara variabel ketidakamanan kerja dengan variabel etos kerja. Hubungan negatif yang dimaksud adalah
semakin tinggi ketidakamanan kerja yang dirasakan, etos kerja yang dimunculkan akan semakin rendah. Begitu pula sebaliknya, apabila ketidakamanan kerja yang dirasakan rendah maka etos kerja yang dimunculkan semakin tinggi. Nilai probabilitas pada uji korelasi menunjukkan angka kurang dari 0,05 dapat dikatakan, bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel ketidakamanan kerja dengan variabel etos kerja. Sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan antara variabel ketidakamanan kerja dengan variabel etos kerja.
Terkait dengan hubungan yang negatif antara ketidakamanan kerja dan etos kerja dikarenakan ketidakamanan kerja merupakan keadaan yang dirasakan karyawan mengenai perasaan terancam dengan pekerjaannya saat ini dan untuk dimasa yang akan datang (Nopiando, 2012). Ketidakamanan kerja sangat berkaitan dengan ketidakberdayaan dalam mempertahankan dan menghadapi situasi kerja yang mengancam (Greenhalg & Rosenblatt, 1984) (Sulistyawati, dkk., 2012). Dengan ketidakamanan kerja yang dirasakan oleh karyawan alih daya, maka berpengaruh terhadap beberapa hal seperti merasa terancam dalam bekerja seperti mendapat surat pemberhentian kerja, situasi kerja yang tidak kondusif, tidak adanya tunjangan dalam bekerja, persaingan kerja yang tidak sehat dan serta ketidakjelasan jenjang karir (Hartono, 2013).
Hubungan yang negatif antara ketidakamanan kerja dan etos kerja terdapat kesamaan dengan hasil penelitian dari Nopiando (2012) dan Sulistyawati, dkk., (2012). Penelitian dari Nopiando (2012) menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara ketidakamanan kerja dengan kesejahteraan psikologi pada karyawan alih daya, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sulistyawati, dkk., (2012) menemukan hubungan yang negatif antara efikasi kerja dengan ketidakamanan kerja. Terdapat kesamaan variabel bebas antara penelitian yang dilakukan peneliti, penelitian dari Nopiando (2012), dan Sulistyawati, dkk., (2012) yaitu variabel ketidakamanan kerja dengan hasil yang menunjukkan terdapat hubungan yang negatif.
Hal serupa juga terdapat pada penelitian dari Sanny, L., dan Kristanti, S. (2012) dan Nugraha, A. (2010). Penelitian dari Sanny, L., dan Kristanti, S. (2012) menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara ketidakamanan kerja dengan motivasi kerja karyawan alih daya, sedangkan penelitian dari Nugraha, A. (2010) menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara ketidakamanan kerja dengan kinerja karyawan. Terdapat kesamaan variabel bebas antara penelitian yang dilakukan peneliti, penelitian dari Sanny & Kristanti (2012), dan penelitian dari Nugraha, A. (2010) yaitu variabel ketidakamanan kerja. Hal ini berarti ketidakamanan kerja dapat menimbulkan dampak negatif terhadap fisik dan psikologis karyawan baik dalam jangka pendek dan jangka panjang (Sanny & Kristanti, 2012).
Ketidakamanan kerja merupakan hal yang penting untuk diperhatikan oleh pihak perusahaan. Ketidakamanan kerja adalah persaaan terancam yang dikarenakan ketidakpastian keberlanjutan dalam bekerja di tempat mereka bekerja (Sanny & Kristanti, 2012). Ketidakamanan kerja dapat menimbulkan dampak negatif yang menyebabkan karyawan merasa tidak berdaya ketika menghadapi ketidakamanan kerja (Greenhalg & Rosenblatt, 1984). Jika ketidakamanan kerja tidak diperhatikan, pada akhirnya reaksi yang ditampilkan oleh karyawan dapat memberikan efek negatif pada pekerjaan yang dilakukan, seperti dampak negatif dengan motivasi kerja dan kinerja karyawan. Motivasi kerja dan etos kerja sangat erat kaitannya dengan etos kerja (Indartono, dkk., 2014). Menurut Indartono, dkk., (2014) etos kerja karyawan dapat mempengaruhi kinerja karyawan dan perusahaan keseluruhan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ketidakamanan kerja berhubungan dengan etos kerja.
Ditinjau dari hasil kategorisasi variabel ketidakamanan kerja dan etos kerja, didapat bahwa pada subjek merasakan ketidakamanan kerja sedang dan rendah serta memiliki etos kerja tinggi dan sangat tinggi. Ketidakamanan kerja yang dirasakan rendah dapat diartikan sebagai subjek merasakan rendahya ketidakamanan kerja yang dirasakan di tempat mereka bekerja, sedangkan ketidakamanan kerja sedang dapat diartikan sebagai subjek merasakan ketidakamanan kerja dalam frekuensi tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa karyawan alih daya merasa aman dalam bekerja. Adapun subjek menunjukkan etos kerja dalam kategori tinggi dan sangat tinggi dapat diartikan sebagai karyawan alih daya bekerja dengan tekun, ulet, dan disiplin sehingga etos kerja yang dimunculkan termasuk dalam kategori tinggi dan sangat tinggi.
Dalam penelitian ini ditemukan fakta bahwa karyawan alih daya merasa aman dalam bekerja dan menunjukkan ketekunan dalam bekerja. Fakta tersebut berbeda dengan penelitian lain yang menyebutkan bahwa ketidakamanan kerja memberikan dampak negatif terhadap variabel tergantung. Penelitian ini menjelaskan bahwa subjek yang bekerja sebagai karyawan alih daya di bidang perhotelan di Bali menunjukkan rasa aman dalam bekerja serta tekun dalam bekerja.
Ashford, dkk., (1989) menyebutkan bahwa ketidakjelasan peran dapat memunculkan ketidakamanan dalam bekerja. Ketidakamanan kerja yang rendah dikarenakan karyawan alih daya bekerja sesuai dengan peran yang dimiliki. Perusahaan alih daya dinilai tepat dalam menyalurkan karyawan alih daya kepada perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja alih daya sesuai dengan kebutuhan dan latar belakang yang dimiliki karyawan alih daya. Dengan demikian ketika karyawan alih daya bekerja sesuai dengan kemampuan
dan posisi mereka bekerja, maka akan merasakan ketidakamanan kerja yang rendah.
Etos kerja yang dalam kategori tinggi menunjukkan bahwa subjek yang bekerja sebagai karyawan alih daya di bidang perhotelan memiliki ketekunan kerja dan semangat kerja. Salah satu alasan mengapa karyawan alih daya menunjukkan etos kerja yang tinggi karena jika karyawan alih daya bekerja dengan tekun dan ulet, maka karyawan alih daya dapat diangkat menjadi karyawan tetap. Djajendra (2013b) menyebutkan karyawan alih daya yang menunjukkan etos kerja yang tinggi dan unggul, maka akan diangkat sebagai karyawan tetap. Hal tersebut membuktikan bahwa karyawan alih daya ingin karirnya berkembang dan memiliki memiliki masa depan kerja yang layak dengan menunjukkan etos kerja yang tinggi.
Pada pemaparan hasil dari analisis tambahan yaitu analisis regresi linier sederhana diperoleh hasil yaitu nilai dari R Square sebesar 0,079 dan dapat diartikan sebagai koefisien determinasi yang memiliki makna bahwa 0,079 atau 7,9% etos kerja dapat dijelaskan oleh variabel ketidakamanan kerja, sedangkan sisanya sebesar 92,1% dapat dijelaskan oleh faktor-faktor yang lain. Faktor lain yang memberikan kontribusi terhadap variabel etos kerja salah satunya adalah kepuasan gaji. Menurut Indartono, dkk., (2014) dalam penelitiannya ditemukan hubungan yang signifikan dan positif antara kepuasan terhadap gaji dengan etos kerja dengan kepuasan terhadap gaji berkontribusi sebesar 30,3% terhadap etos kerja.
Selain faktor kepuasan gaji, peneliti juga menemukan indikasi lain dalam penelitian ini yang menyebabkan lemahnya kontribusi ketidakamanan kerja terhadap etos kerja, yaitu hasil kategorisasi variabel ketidakamanan kerja dan variabel etos kerja. Pengaruh ketidakamanan kerja kepada etos kerja yang lemah dikarenakan subjek merasakan ketidakamanan kerja yang rendah dan memiliki etos kerja yang tinggi. Sehingga ketidakamanan kerja memiliki pengaruh yang lemah terhadap etos kerja pada karyawan alih daya.
Indikasi lain yang berpengaruh terhadap lemahnya kontribusi variabel ketidakamanan kerja pada variabel etos kerja dikarenakan subjek dalam penelitian ini hanya terbatas pada karyawan alih daya yang bekerja pada bidang perhotelan. Industri perhotelan di Provinsi Bali, khususnya Kabupaten Badung merupakan industri yang kompetitif dan banyak menyerap tenaga kerja. Dengan banyaknya jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan, maka perusahaan alih daya memiliki banyak pilihan dalam menyalurkan tenaga kerja alih daya kepada user di industri perhotelan yang membutuhkan jasa dari karyawan alih daya. Banyaknya pilihan dalam menyalurkan tenaga kerja alih daya memberikan kesempatan kepada karyawan alih daya untuk bekerja sesuai kemampuan yang dimiliki.
Persamaan regresi yang telah dipaparkan diatas selanjutnya akan diuji apakah variabel ketidakamanan kerja
benar-benar bisa memprediksi variabel etos kerja di masa mendatang. Pengujian dilakukan berdasarkan nilai dari probabilitas dan didapati hasil bahwa koefisien regresi signifikan atau variabel ketidakamanan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap variabel etos kerja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel ketidakamanan kerja mampu memprediksi kemunculan variabel etos kerja di masa mendatang.
Pembahasan selanjutnya adalah pembahasan mengenai uji beda antara variabel ketidakamanan kerja dan variabel etos kerja dengan karakteristik demografis subjek penelitian. Karakter demografis meliputi kelompok jenis kelamin, usia, masa kerja, status perkawinan dan tingkat pendidikan. Pembahasan variabel yang pertama adalah variabel ketidakamanan kerja dengan karakteristik demografis subjek penelitian.
Selanjutnya dilakukan uji beda antara ketidakamanan kerja dan etos kerja dengan kelompok jenis kelamin. Pada variabel ketidakamanan kerja ditemukan nilai probabilitas lebih dari 0,05, maka dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan ketidakamanan kerja antara pria dan wanita. Selanjutnya pada variabel etos kerja ditemukan nilai probabilitas lebih dari 0,05, maka dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan etos kerja antara pria dan wanita. Tidak terdapatnya perbedaan ketidakamanan kerja antara pria dan wanita dikarenakan baik pada pria dan wanita cenderung merasakan rasa aman dalam bekerja. Hal ini ditunjukkan dari hasil kategorisasi yang menunjukkan ketidakamanan kerja karyawan alih daya termasuk dalam kategori rendah.
Tidak adanya perbedaan etos kerja antara pria dan wanita dikarenakan memiliki locus of control yang baik. Ayudiati (2010) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa locus of control berpengaruh secara positif dengan kinerja karyawan. Hal ini menjelaskan bahwa locus of control yang baik berdampak pada kinerja yang baik. Kinerja erat kaitannya dengan etos kerja (Indartono, dkk., 2014). Sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Widigdo (2010) yang menyebutkan tidak ada perbedaan etos kerja antara pria dan wanita dikarenakan pengelolaan pendapatan umumnya dijadikan satu. Dengan demikian tidak terdapat perbedaan etos kerja pada pria dan wanita. Selain dari faktor locus of control, hasil dari kategorisasi menunjukkan karyawan alih daya memiliki ketekunan dalam bekerja. Sehingga baik pada pria dan wanita sama-sama menunjukkan etos kerja yang tinggi.
Uji perbedaan selanjutnya dilakukan antara variabel ketidakamanan kerja dan variabel etos kerja dengan kelompok usia. Pada variabel ketidakamanan kerja diketahui nilai probabilitas kurang dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata ketidakamanan kerja pada kelompok usia. Perbedaan ketidakamanan kerja pada kelompok usia dapat dilihat dari nilai rata-rata yang didapat setiap kelompok. Nilai rata-rata paling tinggi terdapat pada
kelompok pertama yaitu pada usia 17-21 tahun sebesar 87,48 dan yang paling rendah pada kelompok keempat yaitu pada usia 32-36 tahun dengan nilai rata-rata 79,89. Dapat disimpulkan bahwa semakin muda usia karyawan alih daya, maka semakin tinggi ketidakamanan kerja yang dirasakan. Begitu juga semakin tua usia bekerja, maka semakin rendah ketidakamanan kerja yang dirasakan.
Tingginya ketidakamanan kerja yang dirasakan pada kelompok usia 17-21 tahun dikarenakan usia tersebut dikategorikan masa dewasa awal dan masih dalam awal adaptasi dengan dunia kerja serta tahap perkembangan karir. Masa dewasa awal dimulai di akhir usia belasan tahun hingga awal dua puluhan dan berakhir sampai usia tiga puluhan dan pada masa ini ditandai dengan kemandirian secara pribadi dan ekonomi serta perkembangan karir (Santrock, 2007). Proses perkembangan karir masa dewasa awal membuat kelompok usia 17-21 tahun memiliki ketidakamanan kerja yang tinggi dibandingkan dengan kelompok usia lainnya karena kelompok usia lainnya sudah matang secara karir sehingga ketidakamanan yang dirasakan semakin rendah.
Pada variabel etos kerja diketahui nilai probabilitas lebih dari 0,05, maka tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata etos kerja pada kelompok usia. Tidak adanya perbedaan etos kerja antara kelompok usia dikarenakan memunculkan etos kerja yang unggul dan mampu bersaing agar dapat diangkat sebagai karyawan tetap (Djajendra, 2013a). Menurut Lubis (2008) etos kerja merupakan sesuatu yang positif untuk peningkatan kualitas hidup dan mempengaruhi perilaku dalam bekerja. Sehingga dapat disimpulkan pada semua kelompok usia secara bersamaan memunculkan etos kerja yang unggul untuk meningkatkan kualitas hidup dan mempengaruhi perilaku dalam bekerja.
Uji perbedaan selanjutnya dilakukan antara variabel ketidakamanan kerja dan variabel etos kerja dengan kelompok status perkawinan. Pada variabel ketidakamanan kerja diketahui nilai probabilitas lebih dari 0,05, maka tidak terdapat perbedaan rata-rata ketidakamanan kerja antara yang sudah menikah dan yang belum menikah. Karyawan yang sudah menikah dan belum menikah secara bersama-sama merasakan rasa aman dalam bekerja. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil kategorisasi ketidakamanan kerja karyawan alih daya cenderung rendah. Rasa aman dalam bekerja yang dirasakan oleh karyawan alih daya tercipta karena tidak adanya faktor yang dapat memunculkan ketidakamanan dalam bekerja. Faktor tersebut seperti tidak adanya perubahan dalam organisasi, terdapat kesesuaian antara kemampuan dengan pekerjaan yang digeluti, dan memiliki locus of control yang baik.
Pada variabel etos kerja diketahui nilai probabilitas lebih dari 0,05, maka tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata etos kerja antara yang sudah menikah dan belum menikah. Tidak adanya perbedaan etos kerja antara yang sudah menikah
dan belum menikah dikarenakan etos kerja yang dimunculkan tergolong dalam kategori tinggi. Etos kerja merupakan sikap yang muncul atas kehendak diri dan karakteristik yang dipengaruhi oleh budaya (Saputra, 1996). Karyawan alih daya dalam penelitian ini memiliki kesamaan budaya karena populasi penelitian ini dilakukan pada satu daerah. Sehingga baik yang sudah menikah dan belum menikah memiliki ketekunan kerja dan semangat dalam bekerja.
Pembahasan selanjutnya mengenai uji beda antara variabel ketidakamanan kerja dan etos kerja dengan kelompok tingkat pendidikan. Pada variabel ketidakamanan kerja diketahui nilai probabilitas lebih dari 0,05, maka tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata ketidakamanan kerja pada kelompok tingkat pendidikan. Subjek pada penelitian ini memiliki tingkat pendidikan paling banyak pada tahap SMA sebanyak 99 subjek dan 16 mencapai tingkat perguruan tinggi serta hanya satu subjek yang mengenyam pendidikan hingga bangku SMP. Lulusan SMA merupakan syarat minimal yang tertera dalam curiculum vitae untuk melamar kerja karena pada usia tersebut seseorang mulai mencapai dewasa awal yang ditandai dengan kemandirian secara sosial dan perkembangan secara karir sehingga ketidakamanan kerja yang dirasakan pada kelompok tingkat pendidikan adalah sama.
Diketahui nilai probabilitas etos kerja lebih dari 0,05, maka dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata etos kerja pada kelompok tingkat pendidikan. Salah satu hal yang menyebabkan tidak adanya perbedaan etos kerja pada kelompok tingkat pendidikan adalah etos kerja murni muncul dari dalam diri dengan tekad yang kuat sehingga etos kerja yang dimunculkan relatif sama antara subjek dengan tingkat pendidikan SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Jika dilihat dari kategorisasi etos kerja yang menunjukkan kategori tinggi, maka karyawan alih daya dari berbagai tingkat pendidikan memiliki semangat dan kerja keras untuk dapat bersaing dengan karyawan lain agar dapat diangkat sebagai karyawan tetap.
Permbahasan yang terakhir adalah uji beda antara variabel ketidakamanan kerja dan variabel etos kerja dengan kelompok masa kerja. Pada variabel ketidakamanan kerja diketahui memiliki nilai probabilitas lebih dari 0,05, maka tidak terdapat perbedaan antara variabel ketidakamanan kerja pada kelompok masa kerja. Tidak adanya perbedaan ketidakamanan kerja yang dirasakan pada kelompok masa kerja 1 tahun hingga 6 tahun dikarenakan karyawan alih daya merasa aman dalam bekerja. Salah satu faktor yang menyebabkan karyawan alih daya merasa aman dalam bekerja karena mereka bekerja sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Dengan kesesuaian antara kemampuan dan pekerjaan yang dilakukan, maka baik masa kerja antara 1 tahun hingga 6 tahun akan merasa aman dalam bekerja.
Diketahui nilai probabilitas pada variabel etos kerja adalah lebih dari 0,05, maka tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata etos kerja pada kelompok masa kerja. Menurut Sinamo (2013) menjelaskan bahwa hidup seseorang adalah sebuah eksistensi dan bekerja merupakan konsekuensi dari eksistensi tersebut. Dari penjelasan Sinamo didapat bahwa hidup adalah bekerja, sehingga seseorang harus bekerja untuk hidup. Seorang karyawan yang bekerja untuk hidup dan ingin meningkatkan kualitas hidup maka perlu meningkatkan kualitas kerja salah satunya dengan memunculkan etos kerja. Tidak adanya perbedaan nilai rata-rata etos kerja pada kelompok masa kerja dikarenakan sama-sama memunculkan etos kerja yang tinggi.
Berdasarkan keseluruhan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Terdapat hubungan yang signifikan dengan arah negatif antara variabel ketidakamanan kerja dengan variabel etos kerja. Jika ketidakamanan kerja yang dirasakan rendah, maka etos kerja yang dimunculkan adalah tinggi. Begitu pula sebaliknya jika ketidakamanan kerja yang dirasakan tinggi, maka etos kerja yang dimunculkan adalah rendah. Hubungan ketidakamanan kerja terhadap etos kerja tergolong hubungan yang lemah. Variabel ketidakamanan kerja memberi kontribusi sebesar 7,9% pada variabel etos kerja. Sebesar 7,9% variabel etos kerja dapat dijelaskan oleh variabel etos kerja, sedangkan sisanya dapat dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak menjadi fokus dalam penelitian ini. Variabel ketidakamanan kerja mampu memprediksi kemunculan variabel etos kerja di masa mendatang karena koefisien regresi menunjukkan hubungan yang signifikan. Ketidakamanan kerja subjek penelitian termasuk dalam kategori sedang dan tinggi. Ketidakamanan kerja yang dirasa sedang menunjukkan bahwa sebagai karyawan alih daya, ketidakamanan kerja merupakan hal yang wajar terjadi dalam bekerja namun subjek mampu menghadapi ketidakamanan kerja yang muncul sehingga ketidakamanan kerja yang dirasa dalam tingkatan sedang. Dapat dikatakan karyawan alih daya yang bekerja di bidang perhotelan cenderung memiliki rasa aman dalam bekerja. Etos kerja subjek penelitian termasuk dalam kategori tinggi dan sangat tinggi. Etos kerja yang dimunculkan tinggi menunjukkan bahwa subjek bekerja dengan tekun dan disiplin agar mampu bersaing secara sehat dengan karyawan lain sehingga memiliki kualitas kerja yang unggul. Dapat dikatakan karyawan alih daya yang bekerja di bidang perhotelan memiliki ketekunan dalam bekerja dengan tujuan ingin diangkat sebagai karyawan tetap dan memiliki masa depan kerja yang jelas. Tidak ada perbedaan yang signifikan pada nilai rata-rata variabel ketidakamanan kerja dan variabel etos kerja dengan kelompok jenis kelamin, kelompok usia, kelompok status perkawinan, kelompok tingkat pendidikan, dan kelompok masa kerja. Namun terdapat perbedaan yang signifikan pada nilai rata-rata antara variabel ketidakamanan kerja dengan kelompok usia.
Saran yang dapat peneliti ajukan kepada perusahaan adalah diharapkan perusahaan pengguna tenaga kerja alih daya memberlakukan sistem employee of the month kepada karyawan alih daya yang bekerja dan memberikan bonus agar antar sesama karyawan alih daya bersaing secara sehat untuk mendapat penghargaan tersebut. Dengan diberlakukannya sistem tersebut maka antar karyawan alih daya akan saling menunjukkan kinerja terbaiknya dan perusahaan dapat mempertahankan etos kerja tetap tinggi. Perusahaan pengguna tenaga kerja alih daya diharapkan mengawasi terjadinya bullying atau perundungan sesama karyawan alih daya agar tercipta rasa aman dalam bekerja. Bullying merupakan salah satu indikator dari ketidakamanan kerja sehingga, dengan mengawasi dan mengontrol prilaku karyawan alih daya yang mengarah ke arah bullying maka, dapat mempertahankan rasa aman dalam bekerja. Perusahaan pengguna tenaga kerja alih daya memberikan promosi atau kenaikan jabatan kepada karyawan alih daya seperti mengangkat status karyawan alih daya menjadi karyawan tetap diperusahaan tempat mereka bekerja. Salah satu indikator ketidakamanan kerja adalah kehilangan kesempatan untuk mendapat promosi. Apabila perusahaan memberikan promosi tersebut, maka karyawan akan bekerja dengan tekun dan disiplin untuk mendapatkan promosi dari perusahaan sehingga, memiliki etos kerja yang tinggi dan menciptakan rasa aman dalam bekerja.
Saran yang dapat peneliti ajukan kepada perusahaan penyedia tenaga kerja alih daya adalah diharapkan perusahaan penyedia tenaga kerja alih daya memberikan kenaikan gaji bagi karyawan yang bekerja sudah cukup lama. Salah satu indikator tingginya ketidakamanan kerja adalah tidak mendapatkan kenaikan gaji. Apabila perusahaan alih daya selaku yang memiliki wewenang untuk memberikan kenaikan gaji memberlakukan sistem kenaikan gaji, maka karyawan yang bekerja akan semakin loyal dan ketidakamanan kerja menjadi rendah.
Saran yang dapat peneliti berikan kepada karyawan alih daya adalah diharapkan mampu menyelesaikan keseluruhan tugas dan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab dirinya agar ketidakamanan kerja yang dirasakan menjadi rendah. Apabila karyawan alih daya tidak mampu menyelesaikan keseluruhan tugas yang menjadi tanggung jawabnya maka, ketidakamanan kerja menjadi semakin tinggi. Diharapkan karyawan alih daya mampu disiplin dalam bekerja, tekun, dan mau belajar terhadap hal-hal baru agar dapat mempertahankan etos kerja tetap tinggi.
Saran yang peneliti dapat ajukan kepada pemerintah adalah hendaknya mengawasi penggunaan tenaga kerja alih daya secara lebih ketat, secara berkesinambungan dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku, mengingat masih banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan dalam penggunaan tenaga kerja alih daya oleh perusahaan-perusahaan pengguna tenaga kerja alih daya. Pemerintah
khususnya pemerintah daerah melalui dinas sosial dan tenaga kerja hendaknya membuat semacam layanan pengaduan. Hal tersebut dilakukan ketika terjadi pelanggaran, karyawan alih daya yang bersangkutan dapat melaporkan kepada pihak dinas sosial dan tenaga kerja agar pihak dinas sosial dan tenaga kerja dapat memberikan teguran atau sanksi kepada perusahaan alih daya yang terbukti melakukan pelanggaran.
Saran yang dapat peneliti ajukan kepada penelitian selanjutnya adalah memperluas bidang kerja dari karyawan alih daya untuk dijadikan sampel penelitian mengingat sampel dalam penelitian ini hanya karyawan alih daya yang bekerja di bidang perhotelan. Pada penelitin ini, variabel ketidakamanan kerja berpengaruh kecil terhadap variabel etos kerja. Hal ini terjadi mungkin karena subjek penelitian hanya terbatas pada karyawan alih daya di bidang perhotelan. Hendaknya dalam penelitian selanjutnya memperluas bidang kerja untuk dijadikan subjek penelitian. Menurut Yasar (2012) bidang kerja alih daya meliputi usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyedia makanan (catering), usaha tenaga pengamanan (security atau satpam), usaha angkutan karyawan, usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, usaha penunjang disektor perbankan (call center, receptionist, data entry, IT, penjualan), usaha jasa penunjang di sektor telekomunikasi (IT, data entry, call center, penjualan), usaha dalam bidang rekasaya (engineering) seperti (product development, technology development), usaha bidang SDM (human resources) seperti (linier programming, job design, strategic staffing), usaha bidang keuangan (portofolio management, capital budgeting, relevant cost), usaha dalam bidang komunikasi (public relation) seperti (majalah internal, web maintenance), dan usaha dalam bidang CSR. Dengan demikian diharapkan beragamnya bidang kerja yang dijadikan subjek penelitian dapat memberikan pengaruh yang besar antara ketidakamanan kerja dan etos kerja. Mempertimbangkan subjek yang akan dijadikan penelitian. Mengingat pada proses try out dan pengambilan data, peneliti mengalami kesulitan dalam mendapatkan subjek dan pengumpulan data try out dan data penelitian. Hal ini dikarenakan banyak perusahaan alih daya yang tidak aktif, tidak terdaftar di dinas sosial dan tenaga kerja daerah, tidak adanya karyawan, dan sulitnya menghubungi perusahaan alih daya terkait dengan pengambilan data.Meneliti variabel lain yang dapat mempengaruhi etos kerja karyawan dengan tujuan untuk memperkaya literatur mengenai etos kerja karyawan, mengingat kontribusi variabel ketidakamanan kerja etos kerja karyawan hanya sebatas 7,9% sementara sisanya ditentukan oleh faktor lain. Dalam menjabarkan indikator penelitian yang digunakan, hendaknya diperinci agar dapat merumuskan item dengan tepat mengingat dalam proses try out banyak item yang gugur pada variabel ketidakamanan kerja dan etos kerja, sekaligus juga mempertimbangkan jumlah item agar tidak terlalu banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Ashford, S. J., Lee, C. & Bobko P. (1989). Content, causes, and consequence of job insecurity: A theory-based measure and substantive test. Academy of Management Review, 32(4), 803-829.
Ayudiati, S. E. (2010). Analisis pengaruh locus of control terhadap kinerja dengan etika kerja islam sebagai variabel moderating (studi pada karyawan tetap Bank Jateng Semarang). (Skripsi tidak dipublikasikan). Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang.
Burchell, B., Ladipo, D., & Wilkinson, F. (2005). Job insecurity and work intensification. New York: Taylor and Francis eLibrary
Djajendra. (2011, April 7). Perbedaan antara etos kerja dengan etika kerja. Diunduh dari http://djajendra-
motivator.com/?p=2714
Djajendra. (2013a, November 11). Bosan menjadi karyawan
outsourcing. Diunduh dari http://djajendra-
motivator.com/?p=7851
Djajendra. (2013b, November 4). Etos kerja yang kuat akan membahagiakan lingkungan kerja. Diunduh dari http://djajendra-motivator.com/?p=7824
Greenhalgh, L., & Rosenblatt, Z. (1984). Job insecurity: Toward conceptual clarity. The Academy of Management Review, 9(3), 438-448.
Hartono. (2013, Oktober 24). Dilema karyawan outsourcing dan kontrak. Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan. Diunduh dari
http://www.pajak.go.id/content/article/dilema-karyawan-outsourcing-dan-kontrak
Herawati, R. (2010). Kontrak dan outsourcing harus diwaspadai. Bandung: Yayasan AKATIGA dan FES.
Indartono, Widodo, E. P. R. & Budi, P. (2014). Hubungan kepuasan terhadap gaji dengan etos kerja karyawan KPRI di Kota Semarang. Empati, 3(4), 1-10
Iqbal, S. (2012). Indonesia decent work country profile. Jakarta-Indonesia. Diakses di
Leung, W. (2009). Job security and productivity: Evidence from academics. Berkeley, CA, 1-44.
Lubis, A. (2010, Juni 1). Outsourcing kuasai pekerja Indonesia. Diunduh dari
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content &view=article&id=164092:outsourcing-kuasai-pekerja-indonesia&catid=18&Itemid=95
Lubis, S. H. (2008, Mei 28). Aspek-aspek etos kerja dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sekolah Tinggi Akutansi Negara (STAN). Diakses di
Nopiando, B. (2012). Hubungan antara job insecurity dengan kesejahteraan psikologis pada karyawan outsourcing. Journal of Social and Industrial Psychology, 2(1), 1-6.
Nugraha, A. (2010). Analisis pengaruh ketidakamanan kerja dan kepuasan kompensasi terhadap kinerja karyawan (studi pada karyawan kontrak PT Bank Rakyat Indonesia cabang Semarang Patimura dan unit kerjanya). (Skripsi tidak dipublikasikan). Fakultas Ekonomi Universitas
Diponegoro, Semarang.
Nusapala. (2010, Maret 10). Memaksimalkan outsourcing di Indonesia. Nusapalagroup. Diunduh dari
http://www.nusapalagroup.com/v2/index.php?option=com_ content&view=article&id=84:memaksimalkan-outsourcing-di-indonesia&catid=53:artikel-a-berita&Itemid=125
Puspa. (2009, Juli 10). Mengenali dunia kerja. Jawa Timur-Indonesia. Diakses pada tanggal 20 maret 2014 di http://www.infokerja-jatim.com/index.php/detail/artikel/14
Sanny, L., & Kristanti, S. (2012). Pengaruh lingkungan kerja dan job insecurity terhadap motivasi kerja dan dampaknya pada kinerja karyawan outsourcing Mall Lippo Cikarang. Jurnal Binus Business Review, 3(01), 61-69
Santrock, J. W. (2007). Remaja. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Santoso, S. (2005). Mengatasi berbagai masalah statistik dengan SPSS versi 11.5. edisi ketiga. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Saputra, S. D., Harsono, T. D., Nuh, M. I., Setiahati, D. & Zakbah. (1996). Persepsi tentang etos kerja: Kaitannya dengan nilai budaya masyarakat riau (Kasus kelurahan pesisir Kotamadya Pekanbaru). Riau: Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Riau.
Sidabutar, M. (2009, Juli 21). Perbedaan karyawan tetap dengan karyawan kontrak. Soroako-Indonesia. Diakses pada
tanggal 20 maret 2014 di http://talent-effectiveness-institute.com/2009/07/21/perbedaan-karyawan-tetap-dengan-karyawan-kontrak/
Sinamo, J. (2013). 8 etos kerja profesional. Jakarta: Institut Darma Mahardika.
Sukiyah. (2010). Etos kerja karyawan wanita bagian revisi pada industri kayu PT Waroeng Batok Industri (WBI) Majenang Cilacap Jawa Tengah. (Skripsi tidak dipublikasikan). Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Yogyakarta.
Sulistyawati, R., Nurtjahjanti, H., & Prihatsanti, U. (2012). The relationship between work efficacy with job insecurity on production employees PT “X” Semarang. Jurnal Psikologi-Empati, 1(1), 139-153.
Suppayah, M. (2010). Effects of job insecurity on job satisfaction, Organizational commitment and turnover Intention. (Disertasi doktor). Universiti Sains Malaysia).
Umbara, C. (2013). Undang-undang republik indonesia nomor 13 Tahun 2003 dan peraturan pemerintah RI tahun 2012 tentang ketenagakerjaan. Bandung: Citra Umbara.
Widigdo, I. (2010). Etos kerja wanita pengrajin batik tulis. Jurnal Dinamika Manajemen, 1(2), 104-114.
Yasar, I. (2010). Menjadi karyawan outsourcing. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Yasar, I. (2012). Outsourcing tidak akan pernah bisa dihapus. Jakarta: Pelita Fikir Indonesia.
61
Discussion and feedback