Hubungan Antara Self-Efficacy dengan Kecemasan Komunikasi dalam Mempresentasikan Tugas di Depan Kelas
on
Jurnal Psikologi Udayana
2016, Vol. 3, No. 2, 342-353
Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Udayana
ISSN: 2354 5607
Hubungan Antara Self-Efficacy dengan Kecemasan Komunikasi dalam Mempresentasikan Tugas di Depan Kelas
Ni Made Ferra Sarah Deviyanthi dan Putu Nugrahaeni Widiasavitri
Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana ferrasarah.devianthi@gmail.com
Abstrak
Mahasiswa Psikologi dituntut untuk mampu memiliki kemampuan komunikasi yang baik dalam situasi personal maupun di depan umum. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh lulusan S1 Psikologi adalah terampil dalam berkomunikasi dan mampu berhubungan interpersonal secara baik sehingga kemampuan dalam berkomunikasi merupakan nilai jual yang ditawarkan oleh lulusan psikologi untuk mampu berhadapan langsung dengan manusia namun terkadang mahasiswa mengalami kecemasan ketika berkomunikasi di depan kelas dalam rangka mempresentasikan tugas di depan kelas.Penanganan kecemasan yang dialami oleh individu dapat berbeda antara individu satu dengan individu lain tergantung pada penilaian individu terhadap kemampuan yang dimiliki yang disebut sebagai self-efficacy (Sarafino, 1994). Self-Efficacy adalah suatu keyakinan individu terhadap segala aspek kelebihan yang dimiliki individu yang bertujuan menghasilkan suatu pencapaian (Bandura, 1997).
Sebanyak 175 mahasiswa Psikologi Universitas Udayana dan Universitas Dhyana Pura yang masih aktif mengikuti perkuliahan dan pernah melakukan presentasi tugas secara individual di depan kelas menjadi subjekdalam penelitian kuantitatif korelasional ini. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling.
Data diolah dengan analisis Pearson Product Moment,regresi linear sederhana,independent sample t-test, dan one-way ANOVA. Hasil analisis statistik menunjukkan adanya hubungan antara self-efficacy dengan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas (r = -0,725; p = 0,000). Koefisien determinasi diperoleh sebesar 0,540 yang berarti 54% varians yang terjadi pada variabel kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas dapat dijelaskan oleh varians pada variabel self-efficacy. Analisis uji T dan uji F menemukan bahwa mean skor variabel kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas tidak berbeda secara signifikan apabila dikaji dari jenis kelamin(T = 1,389; p = 0,167) dan terdapat perbedaan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas apabila dikaji dari banyaknya pengalaman presentasi secara individual (F = 15,848; p = 0,000).
Kata kunci: Self-efficacy, kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas, mahasiswa Psikologi.
Abstract
Psychology student is required to have a good communication skills in situations of personal and public. One of the competencies that must be owned by bachelor of psychology are skilled in interpersonal communication and have an ability to communicate with each other. Handling the anxiety experienced by individuals may differ between one individual with another individual depends on an individual assessment of the capabilities that called self-efficacy (Sarafino, 1994).Self-efficacy is a believefrom individual against all aspects of the advantages who aims to reach an achievement.
A total of 175 students in Udayana University and Dhyana Pura University are still actively follow lectures and do an individual presentations in front of the class became a subject in this correlational quantitative study. The sampling technique used was simple random sampling
Data were processed using Pearson Product Moment analysis, simple linear regression, independent sample t-test, and one-way ANOVA analysis. Statistical analysis show, there is significant correlation between self-efficacy and communication apprehensionin order to do presentation in front of class (r = -0,725; p = 0,000). The coefficient of determination obtained for 0,540 which means that 54 % of the variance that occurs in the communication apprehension in order to do a presentationin front of the class variable can be explained by the variance in self-efficacy variable. T test and F test analysis found that the mean scores for communication apprehension in order to do a presentationin front of the class did not differ significantly when assessed from the gender (T = 1,389; p = 0,167) and there are differences in communication apprehension in presenting the task in front of the class when examined from many individual presentation experience (F = 15,848 ; p = 0,000).
Keywords: Self-efficacy, communication apprehensionwhen presenting the task in front of the class, students of Psychology.
LATAR BELAKANG
Sebagai mahluk sosial, manusia tidak akan pernah terlepas dari kegiatan berinteraksi dengan orang lain karena dengan adanya interaksi, akan mempermudah individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain ketika berkomunikasi (Rahardjo, 2007). Komunikasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh manusia setiap waktu dalam berbagai kondisi dan situasi baik itu dalam kegiatan kelompok, rapat, presentasi ataupun kegiatan lainnya yang melibatkan lebih dari satu individu.
Dalam dunia pendidikan, komunikasi memiliki peranan yang sangat besar dalam proses belajar-mengajar baik yang dilakukan oleh dosen kepada mahasiswa ataupun komunikasi yang dilakukan antar mahasiswa. Dalam proses belajar-mengajar tersebut, mahasiswa dan dosen akan saling memberi dan menerima informasi melalui komunikasi. Tidak ada pendidikan yang tidak membutuhan proses komunikasi di dalamnya, baik komunikasi dalam bentuk verbal dan non verbal. Dunia pendidikan tidak dapat berjalan tanpa adanya proses komunikasi (Jourdan dalam Anwar, 2009).
Sebagai seorang mahasiswa akan dituntut menjadi pembicara, pendengar, pelaku media yang berkompeten dalam berbagai setting, seperti dalam situasi pergaulan sosial, di dalam kelas, di tempat kerja, atau pada setting organisasi kemahasiswaan. Pada setting di dalam kelas, diperlukan yang namanya proses belajar-mengajar yang terdiri dari transaksi proses komunikasi secara verbal maupun non verbal antara mahasiswa dengan dosen dan antara dosen dengan mahasiswa (Ariyanto, 2009).
Bentuk komunikasi yang biasa dilakukan mahasiswa di kalangan perguruan tinggi diantaranya berbicara di depan kelas, berbicara dalam suatu forum diskusi, diskusi tanya jawab dalam perkuliahan ataupun mempresentasikan suatu laporan di depan kelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Apollo (dalam Oktavia, 2010) yang mengatakan bahwa mahasiswa sebagai kelompok terpelajar umumnya mempunyai modal pengetahuan lebih banyak dibandingkan dengan individu yang kurang terpelajar, diharapkan mahasiswa berani mengungkapkan pendapat dalam forum seperti diskusi, seminar, kuliah, belajar-mengajar atau dalam situasi informal. Bertanya kepada dosen, mempresentasikan tugas di depan kelas, melakukan diskusi kelompok merupakan beberapa bentuk nyata dari komunikasi yang dilakukan oleh mahasiswa di dalam kelas, dimana tidak hanya dosen saja yang melakukan komunikasi ketika mengisi perkuliahan, namun mahasiswa juga dituntut untuk berbicara, mengeluarkan pendapat dan ide-ide yang dimiliki secara lisan di depan orang banyak. Sama halnya dengan mahasiswa Strata 1 (S1)
Psikologi di Bali dimana sebagai calon sarjana psikologi, mahasiswa diharapkan tidak hanya memiliki kemampuan mengungkapkan pikiran secara tertulis, namun mahasiswa Psikologi dituntut untuk mampu memiliki kemampuan
komunikasi yang baik dalam situasi personal maupun di depan umum. Sesuai dengan Buku Panduan Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (2014) salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh lulusan S1 Psikologi adalah terampil dalam berkomunikasi dan mampu berhubungan interpersonal secara baik sehingga kemampuan dalam berkomunikasi merupakan nilai jual yang ditawarkan oleh lulusan psikologi untuk mampu berhadapan langsung dengan manusia.
Tertuang dalam Buku Panduan Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (2014) bahwa perkembangan Psikologi di Bali mulai menunjukkan eksistensinya sebagai ilmu Psikologi dimulai dari Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (Unud) pada tahun 1980 dan diformulasikan dengan wadah Bagian Ilmu Perilaku Fakultas Kedokteran Unud. Program Studi Psikologi ini mulai terbentuk secara resmi pada tanggal 6 Februari 2009 berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas nomor: 137/D/T/2009. Terbentuknya program studi Psikologi mulai menarik minat siswa-siswi yang tertarik akan ilmu jiwa dan perilaku untuk ikut bergabung menjadi salah satu bagian keluar besar Psikologi Unud. Pada tahun 2012, jumlah peminat Psikologi Unud pada tes SBMPTN mencapai 371 peminat dengan daya tampung 28 kursi, Pada tahun 2013 jumlah peminat mencapai 520 peminat dengan daya tamping 18 kursi, dan pada tahun 2014 jumlah peminat mencapai 590 peminat dengan daya tampung 18 kursi (Humas, 2015). Perkembangan ilmu Psikologi juga mulai diupayakan oleh salah satu universitas swasta yaitu universitas Dhyana Pura (Undhira). Undhira sendiri mengalami perubahan bentuk dari Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Dhyana Pura menjadi Universitas Dhyana Pura pada tahun 2011 (Admin, 2014).
Besarnya jumlah peminat terhadap Psikologi tentunya menjadi tanggung jawab bagi Psikologi Unud dan Undhira untuk mampu menyeleksi dan memilih para calon yang memiliki kemampuan dalam menerapkan kompetensi sebagai seorang lulusan Psikologi. Para mahasiswa Psikologi sendiripun dapat memilih prospek kerja yang cukup beragam nantinya ketika telah menempuh seluruh perkuliahan hingga akhir. Prospek kerja yang Psikologi tawarkan bagi para lulusannya diantara lain sebagai asisten psikolog bagi S1 dan sebagai psikolog bagi S2, staf atau manajer di bidang sumber daya manusia, staf konsultan di bidang psikologi, pengajar, konselor, perancang dan fasilitator pengembangan komunitas, asisten peneliti, trainer dan motivator dalam program pelatihan dan entrepreuneur (Unpad, 2014).
Mahasiswa Strata 1 (S1) Psikologi di Bali seharusnya memiliki kemampuan komunikasi yang baik di depan umum namun terkadang mahasiswa mengalami kecemasan ketika berhadapan dengan orang lain ataupun berkomunikasi di depan kelas dalam rangka mempresentasikan tugas.Davison,
Neale, Kring (2012) menjelaskan bahwa kecemasan atau cemas merupakan suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan yang disertai dengan meningkatnya ketegangan fisiologis. Kecemasan tersebut dapat disebabkan oleh adanya kekhawatiran yang tiba-tiba menyelimuti pikiran terhadap suatu peristiwa atau kejadian yang belum terjadi. Selain itu kecemasan juga dapat muncul apabila individu merasa tidak memiliki kemampuan dalam melaksanakan suatu tugas tertentu, perasaan bimbang dan gugup ketika menghadapi situasi yang penting, ataupun ketidaksiapan yang dialami individu ketika akan melakukan sesuatu yang penting sehingga membuat individu tersebut menyerah terlebih dahulu sebelum mencoba.
Trihastuti (2010) berpendapat bahwa berbagai permasalahan mengenai komunikasi di muka umum mungkin saja terjadi, seperti bagaimana teknik dalam menyampaikan ide atau pendapat agar mahasiswa yang lain mengerti dan lebih mudah dalam menerima dan menyiapkan diri agar tidak mengalami kecemasan sehingga mahasiswa dapat menyampaikan pendapat dengan jelas.
Penelitian yang dilakukan oleh Apollo (dalam Oktavia, 2010) menunjukkan hasil bahwa kecemasan komunikasi lisan pada remaja (kelas II SMF Bina Farma Kota Madiun) cenderung pada kategori tinggi yaitu 65% dari 60 subjek. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ririn, Asmidir, Marjohan (2013) menunjukkan hasil serupa yakni kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa berada pada kategori tinggi yakni 42,65% dengan keterampilan komunikasi mahasiswa yang rendah yaitu 48,53%.
Permasalahan kecemasan komunikasi merupakan permasalahan yang serius dan perlu mendapatkan perhatian khusus karena dialami di negara berkembang maupun di negara maju seperti Amerika. Motley (dalam Anwar, 2009)menyatakan bahwa sekitar 85% warga Amerika mengalami kecemasan berkenaan dengan berkomunikasi dan sekitar 15% sampai 20% mahasiswa Amerika mengatakan bahwa kecemasan berkomunikasi ini melemahkan dan sangat mengganggu aktivitas mahasiswa.
Selain itu, Flax (dalam Tilton, 2002)menegaskan bahwa warga Amerika menggolongkan berbicara di depan umum sebagai ketakutan terbesar. Tilton (2002) menambahkan banyak individu yang menyatakan bahwa individu lebih takut ketika berada pada situasi berbicara di depan umum dibanding ketakutan lain seperti: menderita suatu penyakit, kesulitan ekonomi, bahkan ketakutan akan kematian. Menurut Ririn, Asmidir, Marjohan (2013) ketidakmampuan dalam mengungkapkan keinginan, perasaan, mengekspresikan apa yang ada dalam diri, menjadi suatu masalah yang baru yang sulit untuk ditangani sehingga dalam menyelesaikannya individu memerlukan pengalaman terkait dengan kemampuan dan keterampilan yang berdampak pada kemampuan akademik yaitu keterampilan komunikasi. Menurut Rogers
(2004) kecemasan yang dialami oleh seseorang dapat menyebabkan gangguan pada komponen fisik, komponen emosional, dan proses mental.
Individu yang mengalami kecemasan cenderung akan mengalami gangguan fisik seperti detak jantung yang cepat, kaki gemetar, gangguan tidur dan berkeringat (Rogers, 2004). Pada komponen emosional, gangguan yang akan dialami individu yang mengalami kecemasan adalah ketidakstabilan emosi seperti munculnya perasaan tidak berdaya secara mendadak, munculnya perasaan malu serta panik ketika telah usai suatu pembicaraan (Rogers, 2004). Sedangkan pada komponen proses mental, individu akan mengalami kekacauan pikiran yang menyebabkan timbulnya kesulitan dalam berkonsentrasi dan mengingat karena individu memiliki rasa khawatir, gelisah, dan perasaan akan terjadi suatu hal yang tidak menyenangkan sehingga individu tidak memiliki kemampuan unuk menemukan suatu cara atau teknik penyelesaian dalam masalah (Hurlock, 1997).
Menurut Rakhmat (2008) setiap orang yang mengalami kecemasan dalam berkomunikasi cenderung tidak dianggap menarik oleh orang lain, kurang kredibel, dan jarang memperoleh jabatan yang tinggi. Hal serupa juga diungkapkan oleh McCroskey, Richmond, Gorham (1987) dimana individu tidak dianggap secara positif oleh orang lain karena individu dinilai tidak responsif, tidak komunikatif, dan tidak produktif dalam kehidupan profesional sehingga individu dengan kecemasan komunikasi memiliki pengaruh negatif pada aspek kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan akademis.
Hal senada diungkapkan pula oleh Bandura (1997) bahwa individu yang mengalami kecemasan akan menampilkan ketakutan dan perilaku menghindar yang sering mengganggu performansi dalam kehidupan begitu pula dalam situasi akademis. Elliot (dalam Prakoso, 2014) menyatakan bahwa mahasiswa sering mengalami kecemasan pada saat akan menghadapi ujian atau pada saat akan melakukan komunikasi di depan orang banyak dan hal tersebut mempengaruhi performansi mahasiswa tersebut. Erricson dan Gardner (dalam Prakoso, 2014) menambahkan bahwa kecemasan terbukti menimbulkan banyak efek yang merugikan mahasiswa.
Menurut Prayitno (2010) kecemasan yang melanda mahasiswa ketika akan berbicara di depan kelas dapat membuat mahasiswa tersebut kurang dapat mengaktualisasikan diri dengan baik, di tengah pembicaraan mahasiswa akan mengucapkan kata-kata yang kacau, dan kehilangan kata-kata atau gagap. Apabila kecemasan tersebut muncul ketika seseorang sedang berbicara di depan umum, hal tersebut tentu saja dapat menyebabkan terjadinya gangguan dalam penyampaian informasi sehingga dapat berdampak pada terjadinya kesalahpahaman.
Penanganan kecemasan yang dialami oleh individu dapat berbeda antara individu satu dengan individu lain
tergantung pada penilaian individu terhadap kemampuan yang dimiliki yang disebut sebagai self-efficacy (Sarafino, 1994). Penilaian akan kemampuan yang dimilki oleh individu sendiri merupakan salah satu faktor personal yang menjadi perantara interaksi antara faktor perilaku dan faktor lingkungan. Selfefficacy yang dipersepsikan oleh individu merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam performansi yang akan datang. Tingginya self-efficacy yang dipersepsikan akan memotivasi individu secara kognitif untuk bertindak lebih persisten dan terarah, terutama apabila tujuan yang hendak dicapai merupakan tujuan yang jelas (Azwar, 1996).
Self-Efficacy adalah suatu keyakinan individu terhadap segala aspek kelebihan yang dimiliki individu yang bertujuan menghasilkan suatu pencapaian (Bandura, 1997). Warsito (2009) mengatakan bahwa mahasiswa dengan keyakinan akan kemampuan yang dimiliki mampu dalam memahami materi kuliah dengan baik. Memahami materi kuliah merupakan salah satu tujuan yang ingin diraih ketika seorang mahasiswa telah memasuki proses belajar-mengajar sehingga semakin tinggi self-efficacy yang dimiliki, semakin besar kesempatan yang dimiliki untuk memenuhi segala tuntutan akademik.
Bandura (1993) menyatakan bahwa self-efficacy merupakan keyakinan individu terhadap kemampuan dalam menggerakkan motivasi, sumber-sumber kognitif, dan serangkaian tindakan lain yang diperlukan untuk menghadapi tuntutan situasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa individu dengan self-efficacy yang tinggi akan siap menerima tugas dengan beban yang berat ataupun bersedia melakukan tindakan yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Hal ini diasumsikan pada mahasiswa yang memiliki keberanian untuk melakukan presentasi di depan kelas ketika teman-teman yang lain tidak dapat atau tidak memiliki keberanian untuk melakukannya. Perbedaan pada pada tingkat self-efficacy itulah yang menjadi pembeda pada setiap mahasiswa dalam menghadapi berbagai tuntutan situasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anwar (2009) diketahui bahwa self-efficacy memberikan sumbangan sebesar 44,9% terhadap kecemasan berbicara di depan umum. Hasil yang serupa juga ditunjukkan pada penelitian Prayitno (2010) yang mengatakan bahwa self-efficacy memberikan sumbangan sebesar 22,6% terhadap kecemasan dalam berkomunikasi.
Melihat besarnya sumbangan self-efficacy terhadap kecemasan dalam berkomunikasi, hal ini akan menuntut praktisi-praktisi tertentu agar mampu berhadapan secara langsung di hadapan orang banyak dan dapat menyampaikan informasi secara jelas dan tepat. Kasus hilangnya pesawat Air Asia QZ8501 setahun silam menjadi contoh dibutuhkannya kemampuan komunikasi yang baik dan self-efficacy yang tinggi dari lulusan psikologi untuk mampu memberikan penanganan secara psikologis kepada para keluarga korban
(Wahyudiyanta, 2014). Pentingnya pemberian konseling maupun terapi kepada keluarga korban ditujukan untuk memberikan kenyamanan dan meminimalisir terjadinya shock. Contoh kecil yang dapat dilihat adalah bagaimana selfefficacy mahasiswa psikologi dalam mempresentasikan tugas didepan kelas. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti pada beberapa mahasiswa psikologi Universitas Udayana pada mata kuliah psikologi kesehatan dan kesehatan mental, diketahui bahwa pada saat kuliah terdapat mahasiswa yang terlihat bertanya dengan mahasiswa disebelah. Ketika peneliti melakukan wawancara lebih lanjut terkait perilaku yang tampak ketika observasi kepada salah satu mahasiswa, mahasiswa tersebut mengatakan bahwa merasa enggan dan malu menanyakan pertanyaan saat berada di dalam kelas karena hal tersebut dapat menyebabkan mahasiswatersebut menjadi pusat perhatian dan menimbulkan perasaan gugup ketika bertanya di depan orang banyak sehingga mahasiswa tersebut cenderung mengurungkan niat untuk bertanya dan lebih memilih untuk bertanya pada mahasiswa disebelah (Deviyanthi, 2015). Hal ini sesuai dengan pendapat McCroskey (1984) yang menjabarkan karakteristik kecemasan komunikasi salah satunya adalah ketidaknyamanan internal yang ditunjukkan melalui perilaku panik, malu, tegang, atau gugup.
Selain itu pula, ketika dosen menunjuk salah seorang mahasiswa untuk menjawab pertanyaan, mahasiswa tersebut menjawab dengan terbata-bata atau dengan kata-kata yang kurang jelas. Peneliti melakukan wawancara terkait perilaku tersebut dan diketahui bahwa mahasiswa tersebut tidak merasa yakin dengan jawaban yang diberikan sehingga mahasiswa tersebut terbata-bata ketika menjawab pertanyaan dari dosen (Deviyanthi, 2015). Observasi selanjutnya adalah ketika mahasiswa akan melakukan presentasi didepan kelas. Hasil observasi menunjukkan bahwa masih terdapat mahasiswa saling menunjuk teman untuk maju mempresentasikan tugasdan mahasiswa yang melakukan presentasi terlihat mempresentasikan tugas dengan terbata-bata dan tangan yang terlihat gemetar sembari memegang tugas (Deviyanthi, 2015). Peneliti kemudian mengkonfirmasi ulang, diketahui bahwa mahasiswa tersebut tidak yakin dengan hasil yang telah dikerjakan dan takut apabila hasil dari tugas tersebutakan disalahkan oleh dosen. Selain itu, individu juga mengakui bahwa individu memiliki pikiran negatif seperti, takut tugas yang dikerjakan salah, tidak percaya dengan hasil yang dikerjakan, dan merasa belum siap dengan materi yang akan dibawakan sehingga individu mengalami gejala perilaku seperti gemetar, berkeringat, dan jantung berdebar dengan cepat (Deviyanthi, 2015).
METODE PENELITIAN
Variabel dan Definisi Operasional
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah self-efficacysedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas. Adapun definisi operasional dari masing-masing variabel penelitian ialah sebagai berikut:
-
1. Self-Efficacy adalah keyakinan dan kemampuan yang dimiliki individu untuk melakukan tugas sehingga dapat membentuk suatu pencapaian yang diinginkan.Dalam mengukur self-efficaydapat menggunakandimensi selfefficacy menurut Bandura (1997) yang meliputi level, generality, dan strength.Variabel ini akan diukur dengan skala self-efficacy (Rustika, 2014). Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi self-efficacysubjek penelitian.
-
2. Kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas adalah ketakutan atau kekhawatiran yang dialami oleh individu yang berhubungan dengan komunikasi secara langsung ketika individu dihadapkan pada suatu situasi yang menuntut individu untuk mendapat perhatian yang tidak biasa dari orang lain, yaitu ketika mempresentasikan tugas di depan kelas. Dalam mengukur kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas dengan menggunakan karakteristik kecemasan komunikasimenurut McCroskey (1984) yaitu:internal discomfort, avoidance of communication, communication disruption, dan overcommunication. Variabel ini akan diukur dengan skala kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas pada subjek penelitian.
Responden
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mahasiswa dan mahasiswi Psikologi di Bali. Subjek dalam penelitian ini adalah sebagian Mahasiswa Psikologi Universitas Udayana dan Universitas Dhyana Pura yang masih berstatus mahasiswa aktif pendidikan dan yang pernah melakukan presentasi tugas di depan kelas secara individual selama mengikuti perkuliahan. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik random sampling yaitu simple random sampling dengan prosedur pemilihan sampel menggunakan tabel randomisasi. Simple random sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan cara melakukan randomisasi terhadap subjek dengan memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut(Sugiyono, 2013).
Tempat Penelitian
Proses pengambilan sampel dilakukan pada 2 Universitas di Bali yang terdapat Program Studi Psikologi, yakni Universitas Udayana dan Universitas Dhyana Pura. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2015.
Alat Ukur
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 (dua) skala yaitu skala self-efficacy dan skala kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas. Skala self-efficacymenggunakan skala efikasi diri dari Rustika (2014) berdasarkan dimensi self-efficacydari Bandura (1997) dengan menggunakan model skala likert. Skala kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas disusun berdasarkan empat karakteristik kecemasan komunikasidari McCroskey (1985) dengan menggunakan skala likert.Skala self-efficacy terdiri dari 20aitem pernyataan dan skala kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas terdiri dari 52aitem pernyataan. Skala self-efficacydan skala kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas disusun dalam bentuk pernyataan favorable dan unfavorable yang diberi skor mulai dari 1 sampai 4. Pada skala self-efficacydan skala kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas terdapat 4 respon jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Pada pernyataan dalam aitem favorable jawaban sangat setuju (SS) diberi skor 4, setuju (S) diberi skor 3, tidak setuju (TS) diberi skor 2, dan sangat tidak setuju (STS) diberi skor 1. Sedangkan dalam pernyataan dalam aitem unfavorable jawaban sangat setuju (SS) diberi skor 1, setuju (S) diberi skor 2, tidak setuju (TS) diberi skor 3, dan sangat tidak setuju (STS) diberi skor 4. Pada pengujian validitas skala self-efficacy oleh Rustika (2014)koefisien korelasi item total diatas 0,30. Hasil
reliabilitas skala self-efficacy dengan menggunakan Cronbach Alpha (α) adalah sebesar 0,840. Alpha (α) sebesar 0,840 menunujukkan bahwa skala ini mampu mencerminkan 84% variasi skor subjek adalah skor murni. Hasil tersebut menggambarkan skala self-efficacy dapat digunakan untuk mengukur self-efficacy.
Pada pengujian validitas skala kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas koefisien korelasi item total bergerak dari 0,305 sampai dengan 0,713. Hasil reliabilitas skala kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelasdengan menggunakan Cronbach Alpha (α) adalah sebesar 0,907. Alpha (α) sebesar 0,907 menunujukkan bahwa skala ini mampu mencerminkan 90,7% variasi skor subjek adalah skor murni. Hasil tersebut menggambarkan skala kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelasdapat digunakan untuk mengukur kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan untuk dapat menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah analisis product moment dan regresi linier sederhana. Analisis ini digunakan untuk menguji hipotesis hubungan antara satu variabel independen dengan satu atau lebih variabel dependen (Sugiyono, 2013). Analisis dilakukan dengan bantuan perangkat lunak SPSS versi 15.00. Sebelum melakukan analisis dengan teknikproduct moment dan regresi linier sederhana, peneliti melakukan uji normalitas dan linieritas terlebih dahulu. Uji normalitas sebaran data penelitian akan menggunakan teknik Kolmogorov–Smirnov Goodnessof Fit Test, dan uji linieritas dengan menggunakan teknik Test for Linearity.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Subjek
Berdasarkan hasil data karakteristik subjek penelitian, diketahui bahwa subjek penelitian berjumlah 175 orang dengan laki-laki berjumlah 33 orang dan perempuan berjumlah 142 orang, rentang usia dari 18 tahun sampai 25 tahun, angkatan yang berpartisipasi dari angkatan 2009 sampai 2014, dan pengalaman presentasi tugas secara individual subjek dari rentang satu kali sampai lebih dari enam kali.
Deskripsi Data Penelitian
Tabel 1.
Deskripsi Dara Penelitian______________________________________________________________________
Variabel N Mean Mean Std Std Sebaran Sebaran Teoretis Empiris Deviasi Deviasi teoritis Empiris __________________________________ Teoritis Empiris _______________________________
Self-Efficacy- 175 50 60,3314 10 6.06894 20-80 44-79
Kecemasan 175 130 122,4229 26 16,3128 52-208 75-169
Koiximukasi
Sebaran empiris dari data self-efficacy adalah sebesar 44 sampai 79 dan sebaran teoritis sebesar 20 sampai 80. Rentang skor subjek penelitian antara 44 sampai 79. Nilai mean empiris variabel self-efficacysebesar 60,3314 dan mean teoritis variabel sebesar 50. Berdasarkan penyebaran frekuensi, 54,6% subjek berada diatas mean teoritis. Nilai mean empiris lebih besar dari mean teoretis, hal ini menunjukan bahwa self-efficacydalam penelitian tinggi.
Rentang sebaran empiris dari data kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas adalah sekitar 75 sampai 169 dan rentangan sebaran teoretis sebesar 52 sampai 216. Rentang skor subjek penelitian antara 75 sampai 169. Nilai mean empiris sebesar 122,4229 dan mean teoretis sebesar 130. Penyebaran frekuensi, dapat diketahui bahwa persentase penyebaran frekuensi adalah 29,6% subjek berada diatas mean teoretis. Nilai mean empiris lebih kecil dari mean teoritik, hal ini menunjukan bahwa
kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas dalam penelitian dikatakan rendah.
Uji Asumsi
Uji asumsi data penelitian menggunakan kolmogorof-smirnov (K-S) dan test for linierity.
Tabel 2.
JJji NoiinaliTas Vanabel Penelitian_______________________________________________________________
Vaiiabel |
Kohiiogorof-Sinirnov (K-S) Z |
Asymp. Sig. (2 tailed) |
Self-Efficacy |
1.309 |
0.065 |
Kecemasan Konuiiiikasi |
0.871 |
0.435 |
Berdasarkan tabel 2, Dari hasil uji normalitas yang dilakukan dengan menggunakan Sample Kolmogorof-Smirnov (K-S) diatas menunjukan bahwa variabel self-efficacy memiliki nilai sebesar 1,309 dengan signifikansi sebesar 0.065 dan sebaran skor data penelitian pada variabel kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas, memiliki nilai sebesar 0,871 dengan signifikansi sebesar 0,435. Apabila nilai probabilitas diatas 0,05 (p>0,05), maka dapat dikatakan bahwa distribusi data penelitian adalah normal. Berdasarkan ketentuan, maka diperoleh hasil bahwa distribusi data pada kedua variabel adalah normal.
Tabel 3.
Uji Linieritas Vanabcl Penelitian___________________________________________________________
F Signifikansi
KK* SE Berween (Combined) 8.9520.000
Linfarity
Hasil analisis uji linieritas dengan menggunakan Test for linierity diatas, menunjukan bahwa nilai signifikansi linierity pada kedua variabel lebih kecil dari 0.05 yaitu sebesar 0.000. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang linier antara variabel self-efficacydengan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas. Berdasarkan hasil uji normalitas dan linieritas yang telah peneliti lakukan, maka dapat disimpulkan bahwa data penelitian ini berdistribusi normal dan berhubungan linier, sehingga analisis dapat dilakukan dengan product moment dan regresi linier sederhana.
Uji Hipotesis
Pada penelitian ini akan dilakukan uji hipotesis dengan menggunakanproduct moment dan uji regresi linier sederhana.
Uji Product Moment
Tabel 4.
Uji KoielasiPfuryon Prodiicr Momenr PΛ<,h Regiesi Sederlxana______________________________
Pearson correlation Kecemasan SeIf-Efficacy Sig.t2-tailed)N
________________________Komunikasi_______________________________________________
Self-Efficacy_____________1_______________√735_________________0.000
KecemasanKomunikasi -.735 1 0.000175
Hasil analisis korelasi Pearson Product Moment menunjukan koefisien korelasi sebesar -0.735 dan signifikansi sebesar 0.000 (p<0.05). Hal tersebut menunujukkan bahwa self-efficacy memiliki korelasi yang signifikan dan negatifdengan kecemasan komunikasi dalam
mempresentasikan tugas di depan kelas.
Tabel 5.
Hasil Uji Koefisiep Determinasi __________________________________________________________ R R Square Eta Eta Squared
-0.735 0.540 0.795 0.632
Hasil uji regresi linier sederhana pada tabel 5 menghasilkan nilai R square 0.540 yang dapat diartikan bahwa sebesar 54% variabel kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelasdapat dijelaskan oleh variabel self-efficacy. Sebesar 46% dapat dijelaskan oleh faktor lain yang tidak menjadi fokus dalam penelitian ini.
Analisis regresi digunakan dengan tujuan untuk memprediksi perubahan nilai variabel kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelasapabila variabel self-efficacydimanipulasi. Sebelum persamaan regresi digunakan untuk meramal, terlebih dahulu dilakukan uji signifikansi model regresi. Hasil uji model regresi dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6.
Hasil Analisis Model Regresi Linear Sederhana____________________________________________ ______________Shdi of Squares Df______Mean Square______F________Sig.__________
Regression 25010.842_________1_________25010.842_________203.217 0.000
Residual ^ 21291.867________'173 _ 12T074_____________________^________________
Jorcf 46302 509 Γ4
Hasil analisis dengan uji F pada tabel 6 menunjukan nilai probabilitas 0.000. Dasar untuk melakukan pengambilan keputusan adalah apabila p<0.05 maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi variabel tergantung. Berdasarkan hasil uji, diperoleh nilai probabilitas 0.000<0.05 sehingga model regresi diatas dapat digunakan untuk memprediksi nilai kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas.
Hubungan antara self-efficacydengan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelasdapat digambarkan dalam persamaan garis regresi yang dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7.
Hasil Uji Persamaan Garis Regresi___________________________________________________________ Uastatidardized Standardized __________Coejfficients_________ Coejfficients
______Model______ ^ Std. Error ______Beta______ T Sig
1 (Constant) 241.607 8.403 28.754 0.000
Self-Ejfficaci- -1.975 0.139 -0.735 -14.255 0.000
Berdasarkan hasil uji persamaan garis regresi, diperoleh nilai konstanta pada variabel kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas yang dapat digunakan untuk memprediksi varians yang terjadi pada variabel self-efficacy. Persamaan regresi yang digunakan adalah Y= 241,607+(-1,975)X. Koefisien regresi bernilai negatif yaitu sebesar -1,975, yang berarti setiap penambahan 1 poin nilai self-efficacy, maka akan menurunkan nilai kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas sebesar 1,975 poin.
Persamaan garis regresi kemudian diuji pada aspek validitas dalam memprediksi variabel kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas. Dasar pengambilan keputusan menggunakan nilai signifikansi probabilitas yaitu apabila nilai p<0,05 maka koefisien regresi adalah signifikan atau valid. Berdasarkan nilai pada tabel 19 yang menunjukkan nilai t hitung sebesar -14,255dengan probabilitas 0,000<0,05 maka dapat dikatakan bahwa koefisien regresi yang diperoleh valid atau signifikan sehingga ini berarti bahwa antara variabel self-efficacy dan variabel kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas memiliki hubungan fungsional.
Pengujian validitas juga dilakukan pada konstanta yang diperoleh. Hasil analisis regresi menunjukkan nilai konstanta sebesar 241,607. Nilai t hitung yang diperoleh sebesar 28,754 dengan signifikansi probabilitas 0,000. Apabila nilai probabilitas <0,05 maka konstanta regresi dinyatakan valid atau signifikan. Berdasarkan nilai probabilitas yang diperoleh pada penghitungan diatas yakni nilai probabilitas sebesar 0,000<0,05 maka dapat dikatakan bahwa konstanta regresi yang diperoleh adalah valid atau signifikan.
Berdasarkan persamaan garis regresi dan hasil uji validitas konstanta, maka dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi dalam penelitian ini adalah signifikan dan dapat digunakan untuk memprediksi perubahan nilai yang terjadi pada variabel kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas apabila nilai variabel self-efficacy dimanipulasi, serta diantara kedua variabel ditengarai memiliki hubungan fungsional.
Uji Data Tambahan
Peneliti melakukan analisis pada data tambahan dengan menggunakan uji one way ANOVA dan independent sample t-test. Peneliti ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan pada nilai kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas apabila dilihat dari jenis kelamin dan pengalaman presentasi secara individual.
Peneliti melakukan uji beda terhadap kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas berdasarkan jenis kelamin dengan menggunakan independent sample t-test. Sebelum melakukan uji, perlu melihat sebaran data normal atau tidak. Hasil uji normalitas dan hasil uji independent sample t-test dapat dilihat pada tabel 8 dan 9.
Tabel 8.
Hasil Uji Homogenitas Varians Populasi Berdasarkan Jenis Kelamin
Levene Statistic |
dfl |
Df2 |
big |
0.239 |
1 |
173 |
0.626 |
Hasil uji Homogenitas dengan Levene’s test for equality of variance pada tabel 8 menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0.626 (p>0.05) maka dapat dikatakan sebaran data bersifat homogen.
Tabel 9.
Hasil Uji T Berdasarkan Jenis Kelaimn_____________________________________________________ ____________________________________________________T_______Sig. (2-tailed) Afean difference
Kecemasan EqitalVariaiices 1.389 0.167 4.368
Koiiiiniikasi Assumed
Berdasarkan analisis yang dilakukan, diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,167. Apabila nilai probabilitas >0,05 maka mean populasi adalah identik. Nilai probabilitas yang diperoleh sebesar 0,167>0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa mean skor kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas tidak berbeda secara signifikan berdasarkan jenis kelamin subjek.
Peneliti melakukan uji beda terhadap kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas berdasarkan pengalaman presentasi tugas secara individual dengan menggunakan One Way ANOVA. Sebelum melakukan uji One Way ANOVAperlu melihat sebaran data normal atau tidak. Hasil uji normalitas dan hasil uji independent sample t-test dapat dilihat pada lampiran tabel 10dan 11.
label 10
Hasil Uji Homogenitas Varians Populasi Berdasarkan Pengalaman Piesentasi Tugas Secara Individual__________________________________________________________________________________ Levene Statistic Sig
0.648 0.524 ~
Hasil uji Homogenitas dengan Levene’s test for equality of variance pada tabel 10 terlihat nilaisebesar 0.648 dengan nilai probabilitas sebesar 0.540 (p>0.05) maka dapat dikatakan sebaran data bersifat homogen.
Tabelll.
Hasil Uji F Berdasarkan Pengalaman Presentasi Tugas Secara Individual
_______________________Squares;___________________Square__________________________________
Between Groups 7204.833 2________3602.417 15.848
WifJmi 39097.875 172 227.313
Hasil uji One Way ANOVApada tabel 11 menunjukan nilai signifikansi sebesar 0.000 (P<0.05), maka dapat dikatakan bahwa mean skor kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas berbeda secara signifikan berdasarkan pengalaman presentasi tugas secara individual.
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Pearson Product Moment, didapat bahwa nilai koefisien korelasi adalah sebesar -0,735. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara self-efficacy dengan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas. Semakin tinggi self-efficacy maka semakin rendah kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas. Begitu pula sebaliknya. Apabila self-efficacy rendah, maka semakin tinggi pula kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas. Sugiyono (2013) menyatakan bahwa nilai koefisien yang bergerak dalam rentang 0,600-0,799 dapat digolongkan sebagai korelasi yang kuat.
Pada hasil pengujian model regresi diperoleh hasil bahwa model regresi adalah signifikan (p=0,000), sehingga dapat digunakan untuk tujuan prediksi variabel tergantung melalui variabel bebas atau dengan kata lain, variabel kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas dapat diprediksi oleh variabel self-efficacy. Hal ini ditunjukkan dengan hasil analisis yang menyatakan bahwa setiap penambahan 1 poin nilai self-efficacy, maka akan menurunkan nilai kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas sebesar -1,975poin. Pengujian pada persamaan garis regresi diperoleh hasil bahwa koefisien regresi adalah signifikan (p=0,000) dan konstanta regresi juga signifikan (p=0,000). Oleh karena itu, antara variabel self-efficacy dan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas ditengarai memiliki hubungan fungsional atau memiliki hubungan sebab-akibat. Sugiyono (2013) menyatakan bahwa pada variabel yang memiliki hubungan fungsional tepat untuk dilakukan analisis korelasi kemudian dilanjutkan dengan regresi.
Burgoon and Ruffner (1979) menyatakan, terdapat empat aspek pada kecemasan komunikasi yaitu salah satu aspek adalah avoiding dimana individu akan cenderung menghindari situasi yang membutuhkan komunikasi yang disebabkan karena individu memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan. Hal ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Bandura (1997) menggunakan siswa sebagai subjek penelitian dan didapat hasil bahwa siswa yang memiliki atau pernah mengalami pengalaman buruk atau menakutkan ketika mengikuti kelas tertentu maka siswa tersebut akan merasa tidak memiliki kemampuan yang baik sehingga siswa tersebut mudah menyerah ketika dihadapkan dengan situasi yang dianggap sulit kemudian siswa juga mengalami perasaan tertekan yang pada akhirnya siswa mengalami kecemasan yang tinggi akibat pengalaman buruk tersebut dan menyebabkan self-efficacy yang dimiliki oleh siswa tersebut akan rendah.
Nilai koefisien korelasi sebesar -0,735 memiliki arti bahwa terdapat hubungan yang negatif antara self-efficacy dengan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas. Semakin tinggi self-efficacy mahasiswa maka kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas semakin rendah. Nilai mean skor kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas pada rentang >6 kali memiliki nilai paling kecil yang artinya semakin sering mahasiswa melakukan presentasi maka kecemasan yang dimiliki akan semakin rendah. Hasil data yang diperoleh tersebut membuktikan bahwa ketika mahasiswa memiliki pengalaman tidak menyenangkan yang berhubungan dengan mempresentasikan tugas di depan kelas, maka hal tersebut membuat individu mengalami perasaan tertekan dan mengakibatkan kecemasan yang dimiliki
mahasiswa akan tinggi sehingga self-efficacy mahasiswa tersebut menjadi rendah.
Hasil dari nilai koefisien determinasi (R square) adalah sebesar 0,540. Nilai tersebut memiliki arti bahwa variabel self-efficacy mampu menjelaskan variabel kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas sebanyak 54%, sedangkan sebanyak 46% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Faktor-faktor lain yang menyebabkan individu mengalami kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas adalah kepercayaan diri (Winarni, 2013), asertivitas, konsep diri (Kusumawati dkk, 2012), dan berpikir positif (Prakoso, 2012).
Mayoritas subjek penelitian berada pada kategorisasi selfefficacy tinggi. Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi memandang ancaman sebagai tantangan yang tidak perlu dihindari dan individu memiliki keyakinan pada diri bahwa individu tersebut mampu mengatasi tantangan (Feist & Feist, 2010). Menurut Liebert & Priegler (dalam Warsito, 2009) individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan mempengaruhi usaha yang akan dilakukan karena individu tersebut memiliki tingkat keuletan dan daya tahan yang tinggi.
Kecemasan dapat dialami oleh siapapun dan pada situasi apapun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa psikologi di Bali mengalami kecemasan pada tingkat sedang dengan jumlah persentase sebesar 51,8%. Cassady & Johnson (dalam Colbert-Getz, Fleishman, Jung, Shilkofski, 2013) menemukan bahwa mahasiswa yang mengalami kecemasan sedang mampu menampilkan performa yang baik.
Kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas dalam tingkat sedang memiliki arti bahwa kecemasan yang dialami masih tergolong normal dan merupakan hal yang wajar. Sadock & Sadock (2011) menjelaskan bahwa kecemasan pada tingkat sedang adalah respon yang ditampilkan oleh individu ketika dihadapkan pada situasi yang dianggap mengancam dan merupakan hal yang normal sehingga mahasiswa perlu memiliki kecemasan pada tingkat sedang untuk lebih berhati-hati dalam bertindak dan lebih mempersiapkan diri untuk melakukan presentasi tugas di depan kelas sehingga mahasiswa akan lebih siap dan menambah keyakinan akan kemampuan yang terdapat pada diri mahasiswa (self-efficacy).
Hasil analisis data tambahan diperoleh bahwa nilai probabilitas sebesar 0,167>0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa mean skor kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas tidak berbeda secara signifikan berdasarkan jenis kelamin subjek. Philips (dalam Anwar, 2009) mengungkapkan bahwa tidak ada perbedaan jenis kelamin pada hasil pengukuran self report mengenai kecemasan presentasi pada mahasiswa di Amerika. Hal serupa juga ditemukan oleh Keaten, Kelly, Pribyl (dalam Anwar,
2009) dimana tidak ditemukan adanya perbedaan jenis kelamin di antara mahasiswa Jepang yang menggunakan Personal Report of Public Speaking Anxiety.
Hasil uji data tambahan berdasarkan banyaknya pengalaman presentasi tugas secara individual di depan kelas diperoleh hasil bahwa nilai probabilitas 0,000 dengan mean skor lebih dari 6 kali sebesar 115,92 yang berarti bahwa mean skor kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas memiliki perbedaan secara signifikan berdasarkan pengalaman presentasi. Burgoon & Ruffner (dalam Anwar, 2009) menyebutkan bahwa pengalaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecemasan komunikasi pada individu. Hal ini memiliki arti bahwa mahasiswa yang memiliki pengalaman presentasi yang lebih banyak, memiliki tingkat kecemasan komunikasi yang rendah. Begitu pula sebaliknya. Apabila mahasiswa memiliki pengalaman presentasi lebih sedikit, maka tingkat kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas akan tinggi.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan hasil analisis data yang telah dipaparkan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu terdapat hubungan yang signifikan dengan arah negatif antara variabel self-efficacydengan variabel kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas. Semakin tinggi self-efficacy maka kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelasakan semakin rendah. Self-efficacy memberi kontribusi sebesar 54% pada varians yang terjadi pada variabel kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas. Sebesar 54% variabel kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas dapat dijelaskan oleh variabel self-efficacy, sedangkan sisanya dapat dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak menjadi fokus dalam penelitian ini. Self-Efficacy pada subjek penelitian tergolong tinggi, karena mayoritas subjek penelitian, yakni 64% memiliki self-efficacy yang tinggi. Selfefficacy yang tinggi menunjukkan bahwa subjek penelitian memiliki tingkat keuletan dan daya tahan yang tinggi sehingga ketika individu dihadapkan pada masalah, individu tidak mudah menyerah. Kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas pada subjek penelitian tergolong sedang berdasarkan kategorisasi mayoritas subjek yakni 51,8% memiliki kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas yang sedang. Kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas berada pada kategorisasi sedang menunjukkan bahwa tingkat kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas masih tergolong normal dan merupakan hal yang wajar. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada skor kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas apabila dikaji berdasarkan jenis kelamindan terdapat perbedaan pada mean skor kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di
depan kelas apabila dikaji berdasarkan pengalaman presentasi secara individual.
Berdasarkan kesimpulan tersebut peneliti memberikan beberapa saran kepada subjek penelitian yaitu diharapkanmahasiswa semakin sering untuk melakukan presentasi di depan kelas karena hal tersebut dapat membantu mahasiswa memiliki self-efficacy yang tinggi sehingga mahasiswa mampu memiliki kecemasan komunikasi pada tingkat yang sedang ketika melakukan presentasi tugas di depan kelas dan diharapkan mahasiswa belajar dari pengalaman keberhasilan yang pernah dialami oleh diri sendiri sehingga mahasiswa dapat mempertahankan kecemasan komunikasi pada tingkat yang sedang karena kecemasan komunikasi pada tingkat sedang mampu menampilkan performa yang baik ketika melakukan presentasi tugas di depan kelas. Selain itu, mahasiswa diharapkan mampu memiliki teknik relaksasi sebelum melakukan presentasi di depan kelas, seperti mengatur nafas sehingga mampu menampilkan performa yang baik. Pada tingkat universitas diharapkan mengadakan program-program intensif, seperti seminar, workshop, maupun pelatihan pengembangan diriserta menyusun Satuan Acara Perkuliahan (SAP) seperti memberikan tugas-tugas dalam perkuliahan yang memerlukan presentasi di dalamnya agar mahasiswa dapat mempertahankan self-efficacy yang dimiliki sehingga dapat menurunkan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas pada mahasiswa sedangkan orangtua mahasiswa diharapkan memiliki pola asuh yang tepat agar mahasiswa mampu memiliki keberanian dalam mengemukakan pendapat maupun ide-ide sehingga mahasiswa memiliki self-efficacy tinggi dan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas akan menurun.
Bagi penelitiselanjutnya diharapkan melakukan penelitian serupa tidak hanya pada mahasiswa psikologi, tetapi juga pada mahasiswa diluar program studi lain yang pernah melakukan presentasi secara individual dan meneliti variabel lain yang masih memiliki hubungan dengan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas.Selain itu peneliti selanjutnya diharapkan menggunakan jumlah sampel yang lebih proporsional dari segi usia, jenis kelamin, dan angkatan agar mendapat hasil data penelitian yang lebih komprehensif. Peneliti selanjutnya diharapkan melakukan pendekatan dengan responden penelitian ketika menyebarkan skala agar responden mengisi skala dengan lengkap..
DAFTAR PUSTAKA
Admin. (2014 Maret). Sejarah Singkat Universitas Dhyana Pura.
Diakses pada tanggal 2 Januari 2016 dari http://undhirabali.ac.id/profile/sejarah-singkat/
Afiatin, T. (2013). Belajar pengalaman untuk meningkatkan memori.
Anima, Indonesian Psychological Journal, 17(1), 26-35.
Agita, C. H. (2012). Kecemasan dalam menghadapi masa bebas pada narapidana anak di lembaga pemasyarakatan anak Kutoarjo. (Disertasi tidak dipublikasikan). Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta
Alberti, R., dan Emmons, R. (2002). YourPerfect Right: Panduan Praktis Hidup Lebih Ekspresif dan Jujur pada Diri Sendiri. Jakarta: Elex Media Komputindo
Amalia, R. I. (2008). Pengaruh Self Efficacy Beliefs terhadap Prestasi Akademik Siswa SMA Kelas XI Jurusan IPS. (Skripsitidak dipublikasikan). Universitas Gunadarma, Depok.
Anwar, A. I. D. (2009). Hubungan Self-Efficacy dengan Kecemasan Berbicara di depan Umum pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. (Skripsitidak dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, Medan.
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Ilmiah Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Ariyanto, I. (2009). Hubungan antara Efikasi Diri dan Dukungan Sosial dengan Kecemasan Terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) (Disertasi tidak dipublikasikan) Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Ayu, L. L. A. (2014). Hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal pada siswa kelas VII di SMP negeri 15 Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014. (Disertasi tidak dipublikasikan) Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Yogyakarta, Yogyakarta.
Azwar, R. Z., Rakhmad, W. N., & Widowati, S. (2014). Hubungan Tingkat Ketidakpastian dan Konsep Diri terhadap Tingkat Kecemasan Komunikasi Pria pada Tahap Perkenalan dengan Wanita. Interaksi Online, 3(4).
Azwar, S. (1996). Efikasi-diri dan prestasi belajar statistika pada mahasiswa. Jurnal Psikologi, 23(1996).
Azwar, S. (2005). Tes Prestasi: Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Azwar, S. (2010). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Azwar, S. (2013). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Bandura, A. (1986). Self Efficacy: To Ward A Uniflying Theory of Behavioral Change, Psychological Preview, 84, 191-215.
Bandura, A., (1993). Perceived Self-Efficacy in Cognitive
Development and Functioning. American Psychologist, 28(2), 117-148.
Bandura, A. (1997). Self-Efficacy the Exercise of Control. New York: W. H Freeman and Company.
Baron, R. A. & Byrney, D., (1994). Social Psychology:
Understanding Human Interaction. Boston: Allyn & Bacon Inc.
Beebe, S. A., Beebe, S. J. & Redmond, M. V. (2005). Interpersonal Communication: Relating to Others. 4th Edition, Needham Heights, MA: Allyn and Bacon.
Brehm, S. S, & Kassin, S. M., (1993). Social Psychology. Boston: Houghton Mifflin Company.
Burgoon, M. & Ruffner, M., (1979). An integrative approach for the accretion of mass communication theory. Journal of Applied Communication Research, 7(1), 1-7.
Chung, B. G., Ehrhart, M. G., Ehrhart, K. H., Hattrup, K., & Solamon, J. (2010). Stereotype threat, state anxiety, and specific self-efficacy as predictors of promotion exam performance. Group & organization management, 35(1), 77-107.
Colbert-Getz, J. M., Fleishman, C., Jung, J., & Shilkofski, N. (2013). How Do Gender and Anxiety Affect Students’ SelfAssessment and Actual Performance on a High-Stakes Clinical Skills Examination?.Academic Medicine, 88(1), 44-48.
Comer, J. P., & Poussaint, A. F. (1992). Raising Black Children:Two Leading Psychiatrists Confront the Educational, Social, and Emotional Problems Facing Black Children. Penguin Books, USA Inc., 375 Hudson Street, New York, NY 10014.
Davison, G.C, Neale, J.M., & Kring, A.M. (2012). Psikologi
Abnormal edisi ke 9. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Deviyanthi, F. S. (2015). Kecemasan Komunikasi dalam Mempresentasikan Tugas di Depan Kelas pada Mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. (Studi Pendahuluan tidak dipublikasikan) Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar
Effendy, O. U. (2003). Ilmu Komunikasi ; Teori dan Praktek. Bandung : Rosda.
Farooqi, Y. N., Ghani, R., & Spielberger, C. D. (2012). Gender Differences in Test Anxiety and Academic Performance of Medical Students. International Journal of Psychology and Behavioral Sciences, 2(2), 38-43.
Feist, J. & Feist, G. J. (2010). Teori Kepribadian (edisi 7).Jakarta: Salemba.
Hadi, S. (1990). Statistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hidayatin, A. & Darmawanti, I. (2013). Hubungan antara religiusitas dan self-efficacy dengan kecemasan menghadapi ujian nasional pada siswa kelas XII MAN 1 Model Bojonegoro. Jurnal. 2(1), 2013
Humas. (2015 Agustus). Daya Tampung SBMPTN Unud 2015 Kelompok Saintek dan Soshum. Diakses pada tanggal 2 Januari 2016 dari
https://sbmptn.or.id/index.php?mid=14&ptn=63&prodi=63 2186&jenis=1
Hurlock, E. B. (1997). Psikologi Perkembangan: Suaru Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta:Erlangga.
Kaplan, R. M., & Saccuzzo, D. P. (2012). Pengukuran psikologi: Prinsip, Penerapan, dan Isu (ed. 7) (E.P. Widodo,
Penerjemah). Jakarta: Salemba Humanika.
Keaten, J., Kelly, L., & Pribyl, C. B. (1997). Communication
apprehension in Japan: Grade school through secondary school. International journal of intercultural relations, 21(3), 319-343.
Kerlinger, F. N. (2006). Asas-Asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Kusumawati, N., Lilik, S., & Agustin, R. W. (2012). Hubungan antara konsep diri dan asertivitas dengan kecemasan komunikasi interpersonal pada siswa kelas X SMA Al Islam 1 Surakarta. Wacana, 4(8).
Lauster, P. (2006). Tes kepribadian. Jakarta: Bumi Aksara.
Lallo, D. A., Kandou, L. F., & Munayang, H. (2013). Hubungan kecemasan dan hasil UAS-1 Mahasiswa Baru Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado Tahun Ajaran 2012/2013.e-CliniC, 1(2).
Malhotra, N. K. (2012). Basic Marketing Research: Integration of Social Media. Jakarta: PT Index Kelompok Gramedia.
McCroskey, J. C. (1984). The communication apprehension perspective In JA Daly, & JC McCroskey,(Eds.), Avoiding Communication: 13–38. Beverly Hills.
McCroskey, J. C., Richmond, V. P., Gorham, J. S. (1987). The Relationship Between Selected Immediacy Behaviors and Cognite Learning. Communication Yearbook. 10, 574-59.
Muslimin, K. (2013). Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kecemasan Berrkomunikasi di Depan Umum (Kasus Mahasiswa Fakultas Dakwah INISNU Jepara). Interaksi, 2(2).
Nursilawati. (2010). Hubungan self-efficacy matematika dengan kecemasan menghadapi pelajaran matematika. (Skripsi tidak dipublikasikan). Universitas Islam Negeri Jakarta, Jakarta
Oktavia, M. L. (2010). Kecemasan Berbicara di Depan Kelas pada Mahasiswa Ditinjau Dari Berpikir Positif. (Skripsi tidak dipublikasikan).
Penyusun, T. (2014). Buku Panduan Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Psikologi Udayana: Denpasar.
Prakoso, B. (2014). Hubungan antara Berpikir Positif dengan Kecemasan Berbicara di Depan Umum. (Disertasi tidak dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang
Prayitno, J. (2010). Kecemasan Komunikasi pada Mahasiswa dalam Mempresentasikan Tugas di Kelas Ditinjau dari Self -Efficacy. (Skripsitidak dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul, Jakarta.
Purwanto. (2010). Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan Pendidikan..Yogyakarta: Pustaka Belajar
Rahardjo, S. (2007). Biarkan Hukum Mengalir: Catatan Kritis tentang Pergulatan Manusia dan Hukum. Jakarta:Buku Kompas.
Rakhmat, J. (2008). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya
Riani, W. S., & Rozali, Y. A. (2014). Hubungan Antara Self Efficacy dan Kecemasan Saat Presentasi pada Mahasiswa
Univeristas Esa Unggul. Jurnal Psikologi, 12(1).
Ririn, Asmidir, Marjohan. (2013). Hubungan antara keterampilan
komunikasi dengan kecemasan berbicara di depan umum. jurnal ilmiah konseling. vol. 2(1), Januari 2013
Rickheit, G. & Strohner, H. (2008). Handbook of Communication Competence. Berlin: Mouton de Gruyter.
Rogers, N. (2004). Berani Bicara di Depan Publik Cara Cepat Berpidato. Alih Bahasa Lala Herawati. Bandung: Nuansa
Rustika, I. M. (2014). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Akademik pada Remaja. (Disertasi tidak dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada,Yogyakarta.
Sadock, B. J., & Sadock, V. A. (2011). Kaplan and Sadock's synopsis of psychiatry: Behavioral sciences/clinical psychiatry. Lippincott Williams & Wilkins.
Santoso, S. (2005). MengatasiBerbagai Masalah Statistik dengan SPSS Versi 11.5. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Santrock, J. W. (2007). Remajaedisi 11 jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Sarafino, E. (1994) Health Psychology (Second Edition). New York: John Willey & Sons.
Siregar, S. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana
Spence, P. R., Westerman, D., Skalski, P. D., Seeger, M., Ulmer, R. R., Venette, S., & Sellnow, T. L. (2005). Proxemic effects on information seeking after the September 11 attacks. Communication Research Reports, 22(1), 39-46.
Stuart, G. W., & Sundeen, S. J. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Sugiyono (2013). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta, cv.
Sugiyono. (2013). Statistika untuk penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.
Sukmawati, N. L. G., Herawati, N. T., AK, S., & Sinarwati, N. K. (2014). Pengaruh Etika Profesi, Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosional, Dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Opini Auditor (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Wilayah Bali). JIMAT (Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi S1), 2(1).
Tilton, J. E. (2002) Adventure in Public Speaking: A Guide for the Beginning Instructor or Public Speaker. FBI Law Enforcement Bulletin, 71, 15-19.
Trihastuti, P. (2010). Hubungan antara Kepercayaan Diri dengan Kecemasan Berbicara di Depan Kelas. (Skripsi tidak dipublikasikan). Universitas Katolik Soegijapranata Fakultas Psikologi, Semarang.
Triyono, L. (2013). Tingkat Kecemasan Komunikasi Mahasiswa dalam Lingkup Akademis. Jurnal Ilmu Sosial.
Turner, R. N., & West, K. (2011). Behavioural consequences of imagining intergroup contact with stigmatized outgroups. Journal Group Processes & Intergroup Relations.
Unpad, H. (2014). Psikologi. Diakses pada tanggal 2 Januari 2016
dari
http://www.unpad.ac.id/fakultas/psikologi/prodi-
psikologi/
Wahyudiyanta, I. (2014). Air Asia Hilang Kontak 50 Personel Siap
Beri Pendampingan Psikologi Bagi Keluarga Air Asia QZ8501. [Diakses pada tanggal 3 Juni 2015] http://www.ns3.kompas.web.id/en/news/read/2014/12/28/2 02840/2788512/10/50-personel-siap-beri-pendampingan-
psikologi-bagi-keluarga-airasia-qz8501.
Warsito, H. (2009). Hubungan antara self-efficacy dengan
penyesuaian akademik dan prestasi akademik (Studi Pada Mahasiswa FIP Universitas Negeri Surabaya). Pedagogi, 9(1), 29-47.
Weiten, W., Dunn, D., & Hammer, E. (2011). Psychology applied to
modern life: Adjustment in the 21st century. Cengage Learning.
Yusuf, P. M. (1990). Komunikasi Pendidikan dan Komunikasi Intruksional. Bandung: Remaja Rosadakarya
353
Discussion and feedback