Hubungan antara Penerimaan Kelompok Teman Sebaya dengan Konsep Diri pada Remaja Panti Asuhan di Kabupaten Badung, Bali
on
Jurnal Psikologi Udayana 2016, Vol. 3 No. 1, 1-9
Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Udayana
ISSN: 2354 5607
Hubungan antara Penerimaan Kelompok Teman Sebaya dengan Konsep Diri pada Remaja Panti Asuhan di Kabupaten Badung, Bali
I Gusti Agung Tri Santiari dan David Hizkia Tobing Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana [email protected]
Abstrak
Konsep diri merupakan refleksi dari penilaian orang lain terhadap diri seseorang (Charles Cooley, dalam Watson, Borlall-Tregerthan, & Frank, 1984). Pembentukan konsep diri individu dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah teman sebaya yang pada masa remaja merupakan sosok yang sangat penting bagi individu. Tidak semua remaja bisa melewati masa remajanya bersama dengan kedua orangtuanya. Ada beberapa situasi yang menyebabkan remaja harus tinggal terpisah dari orangtuanya, salah satunya dengan tinggal di panti asuhan. Kondisi yang berbeda tersebut tentunya akan memengaruhi proses pertemanan yang terjadi dengan kelompok teman sebaya remaja tersebut yang tentunya akan berpengaruh pada pembentukan konsep diri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara penerimaan kelompok teman sebaya dengan konsep diri pada remaja panti asuhan di Kabupaten Badung, Bali.
Subjek dari penelitian ini adalah 170 remaja (p=101, l=69) yang tinggal di panti asuhan yang berada di wilayah Kabupaten Badung, Bali. Instrumen penelitian ini adalah skala konsep diri dan skala penerimaan kelompok teman sebaya. Skala Konsep diri terdiri dari 30 aitem dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,875. Skala penerimaan kelompok teman sebaya terdiri dari 21 aitem dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,873.
Hasil analisis korelasi product momment menunjukkan angka korelasi sebesar 0,719 dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 (p<0,005) yang berarti bahwa ada hubungan yang signifikan dan positif antara penerimaan kelompok teman sebaya dengan konsep diri remaja panti asuhan di Kabupaten Badung, Bali. Semakin tinggi intensitas penerimaan kelompok teman sebaya maka akan semakin positif konsep diri remaja panti asuhan di Kabupaten Badung, Bali, begitu juga sebaliknya.
Kata Kunci : Konsep Diri, Penerimaan Kelompok Teman Sebaya, Remaja, Panti Asuhan
Abstract
Self concept is a reflection of the judgement of others (Charles Cooley, in Watson, Borlall-Tregerthan, & Frank, 1984). The formation of individual self concept is influenced by several factors, one of which is peers in adolescence is a very important figure for indiciduals. Not all teens get through phase of adolescence his parents. There are some situations that cause adolescent should live apart from their parents, by staying at the orphanage institution for example. This different conditions will certainly affect the processes occurring friendship with the adolescent peer groups which will certainly affect the formation of self concept. The purpose of this study was to determine the relationship between peer group acceptance of the self concept in adolescents orphanage in the District Badung, Bali.
Subjects in this study were 170 adolescents (girls=101, boys=69) who lived in the orphanage which is in the District Badung-Bali. The instrument of this research are self concept and peer group acceptance scale. Self concept scale consisted of 30 item with a reliability coefficient of 0,875. Peer group acceptance scale consisted of 21 item with a reliability coefficient of 0,873.
Product moment correlation analysis result showed the correlation of 0,719 with a significance level of 0,000 (p<0,05), which means that there is a significant and positive relationship between peer group acceptance and self concept in adolescents orphanage in the District Badung, Bali. The higher the intensity of the peer group acceptance, the more positive self concept in adolescents orphanage in the District Badung, Bali.
Keywords : Self Concept, Peer Group Acceptance, Adolescenct, Orphanage.
LATAR BELAKANG
Masa remaja adalah masa peralihan seseorang dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang berlangsung dari usia 10 atau 11 tahun. Pada masa ini seseorang mengalami perubahan yang sangat signifikan pada seluruh aspek kehidupannya, mulai dari perubahan fisik yang ditandai dengan pubertas dan perkembangan aspek kognitif dimana menurut Piaget, pada masa remaja seseorang dapat berpikir tentang kemungkinan, menyelesaikan masalah secara fleksibel, serta menguji hipotesis (Feldman, Papalia, & Olds, 2009). Selain kedua aspek tersebut, aspek psikososial pada masa remaja juga mengalami perubahan dimana pada masa remaja ini seseorang sedang dalam proses pencarian jati diri remaja. Remaja bertemu dengan pengalaman baru yang nanti akan membentuk jati diri remaja secara utuh (Feldman, Papalia, & Olds, 2009).
Proses pembentukan jati diri remaja merupakan hal yang penting bagi perkembangan psikologis remaja ke depannya. Tentunya dalam proses ini orangtua merupakan sosok yang penting bagi remaja, karena orangtua membantu anak dalam proses pencarian jati diri remaja dengan mengarahkan remaja ke arah perkembangan yang baik. Tidak semua remaja memiliki nasib beruntung layaknya remaja pada umumnya. Dalam keadaan krisis, kebanyakan anak yang telah kehilangan atau terpisah dari orangtuanya akan diasuh oleh anggota keluarganya atau oleh orang lain yang masih dari komunitas anak tersebut seperti tetangga, para guru, pemimpin agama, atau teman-teman keluarga (Chamsyah, 2005). Selain itu, anak-anak tersebut juga sering dititipkan di suatu lembaga yang disebut dengan panti asuhan.
Panti sosial atau panti asuhan adalah unit pelaksanaan teknis di lingkungan Departemen Sosial yang memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak terlantar dengan melaksanakan penyantunan dan pengentasan anak terlantar melalui pemberian pelayanan pengganti orangtua atau wali anak dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial pada anak asuh yang berada di dalamnya dan bertanggungjawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial (Baharsjah, 1998). Jika seseorang tinggal di panti asuhan maka masa remajanya akan dihabiskan juga di dalam panti asuhan. Keadaan yang seperti itu, tentu saja menyebabkan semua proses pembentukan jati diri remaja tersebut terjadi di dalam panti asuhan serta lingkungan tempat remaja tersebut bersekolah dan melakukan kegiatan lainnya.
Selain membentuk jati diri, remaja juga mengembangkan kepribadiannya. Pengembangan kepribadian terjadi secara berkesinambungan sejak masa kanak-kanak. Salah satunya yang masih terus dilakukan remaja adalah mengembangkan dan membentuk konsep diri. Konsep diri dibagi menjadi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Individu dengan konsep diri positif cenderung menyenangi dan menghargai dirinya sendiri, memiliki rasa
aman dan percaya diri yang tinggi, mampu lebih menerima dan memberi pada orang lain, memiliki sensitivitas terhadap orang lain serta dapat menerima dirinya sendiri dan memandang dunia ini sebagai sebuah tempat yang menyenangkan dibandingkan orang yang menolak dirinya. Individu dengan konsep diri negatif hanya memperhatikan dirinya sendiri sepanjang waktu, tidak pernah merasa puas, selalu takut kehilangan sesuatu, takut tidak diakui, iri terhadap individu lain yang mempunyai kelebihan serta cenderung tidak dapat mengarahkan kasih sayangnya kepada orang lain (Burns dalam Hutagalung, 2007).
Faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri antara lain adalah kelompok acuan, dimana didalam kehidupannya individu tentunya menjadi anggota dari berbagai kelompok. Di antara kelompok tersebut, ada yang disebut dengan kelompok acuan yang membuat individu mengarahkan perilakunya sesuai dengan norma nilai yang dianut kelompok tersebut. Faktor selanjutnya yang memengaruhi konsep diri adalah orang lain. Individu membentuk konsep diri berdasarkan bagaimana orang lain menilai dirinya. Orang yang paling berpengaruh dalam pembentukan konsep diri individu adalah significant others. Significant others ini adalah semua orang yang sangat penting bagi diri individu. Ketika individu kecil, significant others bagi individu tersebut adalah orangtua dan saudara. Seiring dengan berkembangnya individu tersebut, significant others merupakan semua orang yang memengaruhi perilaku, pikiran dan perasaan individu (Hutagalung, 2007). Teman sebaya merupakan salah satu yang memberikan pengaruh pada perilaku, pikiran dan perasaan individu, terutama pada masa remaja.
Pada masa remaja, teman mempunyai peranan penting dalam kehidupan remaja dimana remaja mulai untuk berteman secara berkelompok dan remaja cenderung memilih untuk berteman dengan orang yang memiliki karakteristik perilaku dan kepribadian yang sama dengan dirinya (Brown & Klute, 2003 dalam Feldman, Papalia, & Olds, 2009). Pada masa remaja, banyak individu yang berusaha untuk membangun kedekatan dengan teman-temannya. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang penting pada masa remaja. Remaja yang berhasil membangun kedekatan dengan teman sebaya akan memiliki pandangan yang positif mengenai dirinya, menjalani pendidikan sekolah dengan baik, mampu bergaul dan memiliki risiko yang kecil untuk menjadi kasar, cemas atau depresi (Berndt & Perry; Buhrmester; Hartup & Stevens dalam Feldman, Papalia, & Olds, 2009).
Kedekatan dengan teman sebaya tentunya didasari dengan adanya penerimaan dari teman sebaya tersebut. Jika remaja diterima oleh teman sebayanya maka tentunya remaja juga mampu menjalin kedekatan dengan teman sebayanya. Teman sebaya merupakan wadah untuk belajar kecakapan-kecakapan sosial, karena melalui teman sebaya remaja dapat mengambil peran (Marheni dalam Soetjiningsih, 2004).
Menurut peneliti, remaja yang tinggal di panti asuhan sering mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan dengan teman sebaya karena label negatif yang diberikan masyarakat kepada remaja yang tinggal di panti asuhan membuat teman sebaya remaja tersebut memperlakukan remaja yang tinggal di panti asuhan secara berbeda. Kondisi seperti ini juga terjadi di Bali. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti kepada kepala panti sebuah panti asuhan di Bali diketahui bahwa masyarakat yang tidak pernah berkunjung ke panti asuhan menganggap panti asuhan merupakan tempat yang kumuh. Tentu saja dengan anggapan yang seperti itu membuat masyarakat tersebut juga beranggapan bahwa anak yang tinggal di panti asuhan juga adalah anak yang kumuh.
Selain hal tersebut, kepala panti asuhan juga mengatakan bahwa beliau sering dipanggil oleh pihak sekolah anak panti karena anak tersebut terlambat membayar uang sekolah. Keadaan seperti itu tentu membuat anak panti tersebut menjadi malu terhadap teman-temannya di sekolah, walaupun keterlambatan pembayaran tidak disebabkan oleh anak itu sendiri, melainkan karena belum tersedianya uang di panti asuhan tersebut untuk membayar uang sekolah. Di samping masalah pembayaran uang sekolah, kepala panti juga sering dipanggil pihak sekolah karena anak panti tersebut nakal di sekolah dan prestasinya kurang baik. Pelabelan nakal tersebut merupakan suatu contoh bahwa teman sebaya dari anak panti asuhan telah memberikan penilaian yang kurang baik yang membuat anak yang tinggal di panti asuhan mengalami hambatan dalam menjalin pertemanan di lingkungan sekolahnya dan tentunya akan memengaruhi proses pembentukan jati diri dan kepribadian anak panti asuhan tersebut terkait dengan penerimaan kelompok teman sebayanya.
Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang banyak dikenal hingga ke manca negara. Terkenalnya Bali hingga ke manca negara membuat banyak turis datang berwisata ke Bali dan hal itu mendatangkan keuntungan bagi Bali, salah satunya di bidang ekonomi. Meskipun banyak mendapatkan pemasukan ekonomi dari pariwisatanya, Bali masih memiliki pekerjaan rumah yang sangat berat terkait anak panti asuhan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah panti asuhan yang terdapat di Bali. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Sosial Provinsi Bali, hingga tahun 2012 sudah tercatat terdapat 62 panti asuhan yang tersebar di 8 kabupaten dan Kota Denpasar. Jumlah ini sudah menjadi bukti bahwa tidak sedikit jumlah anak panti asuhan yang ada di Bali dimana rata-rata jumlah anak asuh pada setiap panti sekitar 50 anak, jika jumlah ini dikalikan dengan jumlah panti asuhan maka di Bali ada sekitar 3000 anak yang tinggal di panti asuhan.
Berdasarkan berita yang dilansir dari Bisnis.com, Rabu, 12 November 2014, dikatakan bahwa diantara ke delapan kabupaten yang ada di Bali, Kabupaten Badung
merupakan kabupaten terkaya di Bali dan juga merupakan kabupaten dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) tertinggi di Bali. Kabupaten Badung masih memiliki banyak anak terlantar meskipun memiliki predikat sebagai kabupaten terkaya di Bali, hal tersebut terlihat dari jumlah panti asuhan yang berada di Kabupaten Badung yaitu sebanyak 6 panti asuhan. Data ini didapat dari rekapitulasi data Dinas Sosial Provinsi Bali pada tahun 2012.
Hasil berbeda ditemukan pada peneltian yang dilakukan oleh Prabadewi dan Widiasavitri (2014) menyebutkan bahwa remaja awal yang tinggal di panti asuhan di Denpasar mayoritas memiliki konsep diri akademik yang positif. Hasil tersebut tentunya tidak sejalan dengan hasil studi pendahuluan yang peneliti jabarkan sebelumnya yang menyebutkan bahwa teman sebaya remaja yang tinggal di panti asuhan di Kabupaten Badung memberikan penilaian yang kurang baik.
Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti ingin menguji apakah terdapat hubungan mengenai penerimaan kelompok teman sebaya dengan konsep diri pada remaja panti asuhan di Kabupaten Badung, Bali.
METODE PENELITIAN
Variabel dan Definisi Operasional
Variabel bebas dari penelitian ini adalah penerimaan kelompok teman sebaya dan variabel tergantung dari penelitian ini adalah konsepp diri. Definisi operasional dari masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
-
1. Konsep Diri
Konsep diri merupakan cara bagaimana individu menilai dirinya sendiri di mata orang lain dan bagaimana orang lain menilai dirinya yang akan dijadikan acuan seorang individu dalam berelasi dengan lingkungannya.Variabel konsep diri akan diukur dengan menggunakan skala konsep diri yang dimodifikasi dari skala konsep diri milik Putra (2014) dengan reliabilitas skala sebesar 0,937, dimana skala ini disusun berdasarkan dimensi-dimensi kosep diri yang terdiri dari dimensi internal dan eksternal.
Dimensi internal terdiri dari diri identitas (identity self), diri pelaku (behavioral self) dan diri penerimaan atau penilai (judging self). Dimensi eskternal terdiri dari diri fisik (physical self), diri etik-moral (moral-etical self), diri pribadi (personal self), diri keluarga (family self) dan diri sosial (social slef). Dimensi milik Udayana tersebut sesuai dengan dimensi konsep diri yang dipaparkan oleh Fitss (dalam Burns, 1993).
-
2. Penerimaan Kelompok Teman Sebaya
Penerimaan kelompok teman sebaya merupakan intensitas dimana remaja dapat diterima secara sosial oleh kelompok teman sebayanya, yang tercermin dari adanya
pandangan yang positif yang diterima remaja dari seseorang yang menjadi tempat remaja belajar mengenai; keterampilan sosial dan mengorganisasi kegiatan sosial.Variabel penerimaan kelompok teman sebaya akan diukur menggunakan skala penerimaan kelompok teman sebaya yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek penerimaan kelompok teman sebaya dari Parker dan Asher (1993) yang terdiri dari validation and caring, conflict and betrayal, companionship and recreation, help and guidance, intimate change dan conflict resolution.
Responden
Populasi pada penelitian ini adalah remaja yang tinggal di panti asuhan di Kabupaten Badung, Bali . Krtiteria subjek pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
-
1. Remaja berusia 10-22 tahun, usia ini sesuai dengan rentang usia remaja menurut Santrock (2007)
-
2. Tinggal di panti asuhan yang berada di Kabupaten Badung, Bali, karena penelitian ini populasinya adalah remaja yang tinggal di panti asuhan di Kabupaten Badung, Bali dan masih memiliki orangtua
-
3. Remaja berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik cluster samping yaitu pengambilan sampel secara random pada rumpun-rumpun. Beberapa cluster dipilih dulu sebagai sampel, kemudian dipilih lagi anggota unit dari sample cluster. Dalam memilih anggota unit, bisa saja digunakan seluruh elementari unit dari cluster atau hanya sebagian unit elementari dari cluster (Nazir, 1988). Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 170 orang.
Tempat Penelitian
Pengambilan sampel dilakukan di Kabupaten Badung, pada remaja di panti asuhan yang berada di daerah Kabupaten Badung, Bali. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2015.
Alat Ukur
Skala yang digunakan pada kuisioner adalah skala konsep diri yang dimodifikasi oleh peneliti dari Putra (2014) dan skala Penerimaan kelompok teman sebaya yang disusun oleh peneliti. Skala konsep diri terdiri dari 43 aitem dan skala penerimaan kelompok teman sebaya terdiri dari 35 aitem dengan menggunakan model skala likert dengan empat kategori pilihan jawaban. Skala likert ini digunakan karena dengan menggunakan skala ini dapat terlihat berbedaan yang menunjukkan intensitas pada setiap pilihan jawaban. Selain itu kuesioner ini juga terdiri dari aitem favorable dan aitem nonfavorable
Hasil pengujian validitas skala konsep diri didapatkan hasil koefisien korelasi item total bergerak dari 0,270-0,640. Hasil pengujian reliabilitas skala konsep diri pada saat uji coba adalah 0,875 yang menunjukkan bahwa skala ini mampu mencerminkan 87,50% variasi yang terjadi pada skor murni subjek. Dapat dikatakan juga bahwa 12,5% dari perbedaan skor yang tampak adalah akibat variasi eror atau kesalahan pengukuran sehingga skala konsep diri tersebut sudah mampu mengukur atribut yang dimaksud.
Pada hasil pengujian validitas penerimaan kelompok teman sebaya didapatkan hasil koefisien korelasi item total bergerak dari 0,303-0,679. Hasil pengujian reliabilitas skala penerimaan kelompok teman sebaya pada saat uji coba adalah 0,873 yang menunjukkan bahwa skala ini mampu mencerminkan 87,30% variasi yang terjadi pada skor murni subjek yang bersangkutan. Dapat dikatakan juga bahwa 12,7% dari perbedaan skor yang tampak adalah akibat variasi eror atau kesalahan pengukuran sehingga skala penerimaan kelompok teman sebaya tersebut sudah mampu mengukur atribut yang dimaksud.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis korelasi Pearson Product Moment. Teknik analisis korelasi Pearson Product Moment digunakan untuk mengentahui hubungan antara 2 variabel. Pada analisis ini juga mensyaratkan bahwa populasi asal sampel mempunyai dua varian yang berdistribusi normal (Santoso, 2003). Analisis data dilakukan dengan menggunakan bentuan perangkat lunak SPSS versi 17.0. Sebelum melakukan analisis korelasi Pearson Product Moment, peneliti melakukan uji normalitas dan uji linearitas. Pada penelitian ini, uji normalitas dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov dan uji linearitas dilakukan dengan menggunakan Compare Means.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Subjek
Subjek dalam penelitian ini berjumlah 170 orang. 101 orang berjenis kelamin perempuan dan 69 orang berjenis kelamin laki-laki. Subjek terdiri dari 3 remaja berusia 10 tahun. 9 remaja berusia 11 tahun, 7 remaja berusia 12 tahun, 21 remaja berusia 13 tahun, 20 remaja berusia 14 tahun, 20 remaja berusia 15 tahun, 21 remaja berusia 16 tahun, 24 remaja berusia 17 tahun, 11 remaja berusia 18 tahun, 15 remaja berusia 19 tahun, 13 remaja berusia 20 tahun, 5 remaja berusia 21 tahun dan 1 remaja berusia 22 tahun.
Deskripsi Data Penelitian
Tabel I.
Deskripsi Statistik Data Penelitian
Variabel |
N |
Mcan Teoretis |
Mean Empiris |
Std Deviasi Teoretis |
Std Deviasi Empiris |
Sebaran Teoretis |
Sebaran Empiris |
NdaiT |
Konsep Diri |
170 |
83.5 |
91.44 |
9.5 |
8.080 |
30-120 |
55-112 |
147.543 (p=0Λ00) |
Penerimaan Kelompok Tcman Sebaya |
170 |
58.5 |
65.65 |
8.5 |
7,319 |
21-84 |
33-84 |
116,960 (p=0,000∣ |
Berdasarkan tabel 1 yang disajikan diatas, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan sebesar 7,94 antara mean teoretis dengan mean empiris pada skala konsep diri di mana mean empiris lebih tinggi dibandingkan dengan mean teoretik dan memiliki T sebesar 147,543 (p=0,000). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara mean teoretis dan mean empiris pada skala konsep diri. Skor subjek penelitian berada di rentang 55-112, sebanyak 85,8% skor subjek yang berada diatas mean teoretis.
Berdasarkan tabel 1 yang diatas, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan sebesar 7,15 antara mean teoretis dengan mean empiris pada skala penerimaan kelompok teman sebaya di mana mean empiris lebih tinggi dibandingkan dengan mean teoretik dan memiliki T sebesar 116,960 (p=0,000). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara mean teoretis dan mean empiris pada skala penerimaan kelompok teman sebaya. Skor subjek penelitian berada di rentang 33-84. Sebanyak 85,3% skor subjek yang berada diatas mean teoretis.
Uji Asumsi
Tabel 2.
Hasil Uji Nornialitas
Variabel |
Kolmogorof-Smimov |
Asymp. Sig. (2-tailed) (P) |
Konsep Diri |
1,270 |
0,079 |
Penerimaan Kelompok Teman Sebaya |
0,882 |
0,418 |
Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan teknik Kolmogorof Smirnov pada SPSS. Jika hasil p>0.05 maka data dapat dikatakan normal. Berdasarkan tabel 2, diketahui bahwa data dari variabel konsep diri memiliki nilai kolmogorof-smirnov sebesar 1,270 serta nilai signifikansi sebesar 0,079 (p>0,05) yang berarti bahwa terdapat distribusi yang normal pada variabel konsep diri. Variabel penerimaan kelompok teman sebaya memiliki nilai kolmogorof-smirnov sebesar 0,882 serta nilai signifikansi sebesar 0,418 (p>0,05) yang berarti bahwa terdapat distribusi yang normal pada variabel penerimaan kelompok teman sebaya.
Tabel 3.
Hasil Uji Linearitas
F |
Signifikansi | |||
Konsep Diri* Penerimaan Kelompok Teman Sebaya |
Between Groups |
Combined |
6.865 |
0.000 |
Linearity Deviation from linearity |
187,362 1,224 |
0,000 0,212 |
Data dikatakan tidak linear jika probabilitasnya > 0,05 (Nurgiyatoro, Gunawan & Marzuki, 2009). Berdasarkan table 3 diatas dapat dilihat bahwa antara variabel konsep diri dengan penerimaan kelompok teman sebaya terdapat hubungan yang linear. Hubungan yang linear ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar 0,000, di mana nilai ini lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan hasil dari uji normalitas dan uji linearitas dapat dilihat bahwa data dalam penelitian ini memiliki distribusi data yang normal dan antara kedua variabel memiliki hubungan yang linear, oleh karena itu analisis dari data bisa dilanjutkan ke tahap uji hipotesis yaitu analisis product moment.
Uji Hipotesis
Uji Korelasi Pearson Product Momment
Berikut ini adalah hasil dari analisis uji korelasi pearson product moment antara penerimaan kelompok teman sebaya dengan konsep diri:
label 4.
Hasil Uji korelasi Pe∙ιrson Product Moment
Konscp Diri |
Konscp Diri |
Pcncrimaan Kelompok Teman Sebaya | |
Pearson Corelation |
I |
0.719 | |
Sig. (2-tailed) | |||
N |
0,000 | ||
170 |
170 |
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa konsep diri dan penerimaan kelompok teman sebaya memiliki angka korelasi atau R sebesar 0,719 dengan taraf signifikansi 0,000 (p<0,005). Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara penerimaan kelompok teman sebaya dengan konsep diri yang signifikan dan berarah positif. Arah positif ini menunjukkan bahwa semakin tinggi intensitas penerimaan kelompok teman sebaya, maka semakin positif pula konsep diri. Koefisien korelasi atau nilai R kemudian dikuadratkan dan didapatkan hasilnya adalah sebesar 0,5169. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel penerimaan kelompok teman sebaya dapat menjelaskan variabel konsep diri sebesar 51,69%.
Tabel dibawah ini merupakan rangkuman dari hasil pengujian hipotesis pada penelitian ini
Tabel 5.
Rangkuman Hasil Uji Hipotesis Pcnelilian
No |
Hipotesis |
Hasil |
I 2 |
Penerimaan kelompok teman sebaya memiliki korelasi yang positif dengan konsep diri Penerimaan kelompok teman sebaya tidak memiliki korelasi yang positif dengan konsep diri |
Diterima Ditolak |
Uji Data Tambahan
Pada penelitian ini dilakukan uji data tambahan yaitu uji independent sample t test yang bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan rata-rata antara subjek laki-laki dan subjek perempuan.
Tabel 6.
Hasil Uji Independent Sample I Test
Levene's Test for Equality OfVariances |
t-test for Equality of Means | ||||
Konsep Diri |
Equal variances assumed Equal variances not assumed |
F 0,216 |
Sig. 0.643 |
t 0.830 0,842 |
Sig. (2 tailed) 0.408 0.401 |
Penerimaan Kelompok Teman Sebaya |
Equal variances assumed Equal variances not assumed |
F 0,682 |
Sig. 0.410 |
t 0,852 0,881 |
Sig. (2 tailed) 0,396 0,379 |
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat pada variabel konsep diri, pada kolom levene tes dapat dilihat F hitung sebesar 0,216 dengan nilai signifikansi sebesar 0,643 yang berarti data tersebut memiliki varians populasi yang sama. Kemudian pada kolom equal variances assumed dapat dilihat bahwa nilai t hitung sebesar 0,830 dan signifikansi sebesar 0,408. Nilai signifikansi ini lebih besar dari 0,05 yang berarti bahwa rata-rata populasi konsep diri pada laki-laki dan perempuan adalah sama.
Variabel penerimaan kelompok teman sebaya pada kolom levene tes dapat dilihat F hitung sebesar 0,682 dengan nilai signifikansi sebesar 0,410 yang berarti varians populasi adalah sama. Pada kolom equal variances assumed dapat dilihat bahwa nilai t hitung sebesar 0,852 dan signifikansi sebesar 0,396. Nilai signifikansi ini lebih besar dari 0,05 yang berarti bahwa rata-rata populasi penerimaan kelompok teman sebaya pada laki-laki dan perempuan adalah sama.
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Berdasarkan hasil uji korelasi pearson product moment yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa hipotesis alternatif dari penelitian ini diterima, yaitu terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara penerimaan kelompok teman sebaya dengan konsep diri pada remaja panti asuhan di Kabupaten Badung, Bali. Hubungan yang positif dan signifikan ini dapat dilihat dari besarnya koefisien korelasi
yaitu sebesar 0,719 dan taraf signifikansi sebesar 0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara penerimaan kelompok teman sebaya dengan kosep diri karena koefisien korelasi lebih dari 0,5 dan taraf signifikansinya kurang dari 0,05. Variabel penerimaan kelompok teman sebaya dapat menjelaskan variabel konsep diri sebesar 51,69%.
Masa remaja merupakan peralihan masa perkembangan antara masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan besar pada aspek fisik, kognitif dan psikososial. (Feldman, Papalia, & Olds, 2009). Masa remaja juga merupakan masa dimana individu melakukan proses pembentukan jati diri yang dalam prosesnya dapat dipengaruhi oleh lingkungan sosial individu tersebut (Marheni, dalam Soetjiningsih, 2004). Ada sebuah konsesus umum bahwa konsep diri dipengaruhi oleh perilaku yang ditunjukkan oleh significant others, khususnya pada penampilan fisik, penerimaan teman sebaya serta kompetensi akademik dan atletik (Nurmi, dalam Lerner & Richard, 2004). Teman sebaya merupakan salah satu dari lingkungan sosial yang penting saat masa remaja individu, karena individu yang memasuki masa remaja lebih banyak menghabiskan waktunya bersama teman sebayanya dibandingkan orangtuanya.
Bersama teman sebaya juga seorang remaja menjalin pertemanan, namun tidak semua remaja yang menjalin pertemana dengan teman sebayanya mengalami penerimaan dari teman sebayanya. Penolakan dari teman sebaya juga akan terjadi, di mana seorang individu akan memilih teman yang memiliki karakteristik yang sama dengan dirinya. Penerimaan dan penolakan ini tentunya juga akan memberikan dampak yang berbeda pada masing-masing individu. Individu yang mengalami penolakan dari teman sebayanya akan merasa bahwa dirinya tidak diterima di lingkungan sosialnya. Remaja yang merasa bahwa dirinya diterima oleh teman sebayanya akan merasa bahwa dirinya diterima di lingkungan sosialnya. Perasaan diterima atau ditolak ini akan menimbulkan perasaan positif atau negatif yang akan berpengaruh pada pembentukan kepribadian yang salah satunya adalah pembentukan konsep diri.
Konsep diri merupakan cara individu menilai dirinya sendiri di mata orang lain dan bagaimana orang lain menilain individu itu sendiri yang nantinya akan dijadikan acuan seseorang dalam berperilaku didalam lingkungannya. Berdasarkan dari hasil uji korelasi pearson product moment dikatehui bahwa korelasi antara penerimaan kelompok teman sebaya dengan konsep diri adalah sebesar 0,719 dengan taraf signifikansi sebesar 0,000, ini menunjukkan bahwa korelasi antara penerimaan kelompok teman sebaya dengan konsep diri adalah signifikan dan hubungan tersebut berarah positif.
Arah positif tersebut berarti bahwa semakin tinggi intensitas penerimaan kelompok teman sebaya maka akan semakin positif konsep diri, sebaliknya jika semakin rendah
intensitas penerimaan kelompok teman sebaya maka akan semakin negatif pula konsep diri pada remaja yang tinggal di panti asuhan di kabupaten Badung, Bali. Hubungan yang positif antara penerimaan kelompok teman sebaya dengan konsep diri ini juga sejalan dengan yang dikemukakan oleh Rice (2002) bahwa individu yang memiliki konsep diri yang buruk sering mengalami penolakan dari orang lain.
Penerimaan atau penolakan teman sebaya terjadi karena adanya proses pertemanan. Proses pertemanan tersebut diawali dengan adanya proses kategorisasi untuk memilih teman yang memiliki karakteristik yang sama. Individu dengan karakteristik sama akan berkumpul membentuk sebuah kelompok pertemanan dan kelompok tersebut akan memandang anggota kelompoknya lebih positif dibandingkan anggota kelompok lain. Keadaan ini disebut ingroup favoritism effect. Anggota suatu kelompok akan menerima anggota kelompok lain jika anggota kelompok tersebut memiliki informasi yang cukup mengenai anggota kelompok lain, sedangkan jika informasi yang dimiliki anggota kelompok sedikit mengenai anggota kelompok lain, anggota kelompok cenderung akan berperilaku sesuai stereotip yang ada (Taylor, Peplau, & Sears 2009). Penerimaan dan penolakan ini kemudian akan menyebabkan individu merasa bahwa dirinya diterima atau ditolak oleh teman sebayanya yang merupakan sosok yang penting pada masa remaja. Perasaan diterima atau ditolak tersebut nantinya akan memengaruhi pembentukan konsep diri individu.
Pada karakteristik subjek berdasarkan usia dapat dilihat bahwa jumlah subjek terbanyak berada pada usia 17 tahun, yaitu sebanyak 24 orang atau 14,1%. Pada data karakteristik subjek dapat dilihat jika subjek berjenis kelamin laki-laki berjumlah 69 orang atau 40,6% dan perempuan berjumlah 101 atau 59,6%. Berdasarkan hasil uji independent sample t test dapat dilihat jika tidak ada perbedaan konsep diri pada subjek laki-laki dan perempuan. Temuan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sageeta dan Sumitra (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan pada konsep diri keseluruhan pada remaja.
Hasil yang sama ditunjukkan juga pada penerimaan kelompok teman sebaya di mana antara laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan tingkat penerimaan kelompok teman sebaya. Remaja memiliki nilai baru dalam menerima atau tidak menerima anggota-anggota berbagai kelompok sebaya seperti klik, kelompok besar atau geng. Tidak ada satu sifat atau pola perilaku khas yang akan menjamin penerimaan sosial selama remaja (Hurlock, 1980). Remaja tidak menerima atau menolak teman sebayanya berdasarkan jenis kelamin, melainkan berdasarkan kesamaan karakteristik kepribadian yang dimiliki remaja lainnya.
Berdasarkan data deskripsi penelitian, pada variabel konsep diri mean empirisnya adalah sebesar 91,44 dan mean teoretisnya adalah sebesar 83,5. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa remaja di panti asuhan di Kabupaten Badung memiliki konsep diri yang positif, hal ini terlihat dari lebih tingginya nilai mean empiris daripada mean teoretisnya. Hasil kategorisasi data konsep diri menunjukkan bahwa sebanyak 3 orang atau sekitar 1,8% subjek memiliki konsep diri yang sangat negatif, 7 orang atau sekitar 4,1% subjek memiliki konsep diri yang negatif, 43 orang atau sekitar 25,3% subjek memiliki konsep diri yang menengah, 81 orang atau sekitar 47,6% subjek memiliki konsep diri yang positif dan 36 orang atau sekitar 21,2% subjek memiliki konsep diri yang sangat positif. Hasil tersebut menunjukkan bahwa konsep diri pada remaja panti asuhan di Kabupaten Badung tergolong positif. Konsep diri yang positif ini terlihat dari keterbukaan dan kesediaan remaja panti asuhan untuk berbincang-bincang dengan peneliti saat peneliti melakukan penyebaran kuesioner di panti asuhan meskipun peneliti merupakan orang yang asing bagi remaja tersebut. Perilaku tersebut sesuai dengan salah satu ciri bahwa individu memiliki konsep diri yang positif yang dikemukakan oleh Burns (dalam Hutagalung, 2007), bahwa individu yang memiliki konsep diri positif akan terbuka dan tidak mengalami hambatan untuk berbicara dengan orang lain meskipun dalam situasi yang masih asing sekalipun.
Horrocks dan Benimoff (dalam Hurlock, 1980) menyebutkan bahwa kelompok sebaya merupakan tempat remaja merumuskan dan memperbaiki konsep dirinya. Kelompok remaja terdiri dari anggota-anggota tertentu dari teman-temannya yang dapat menerimanya dan dapat menjadi tempat bergantung dari remaja tersebut. Dalam memilih teman, remaja cenderung meginginkan teman yang mempunyai minat dan nilai yang sama, yang dapat mengerti dan membuatnya merasa aman (Hurlock, 1980). Pada saat individu memilih teman yang memiliki minat yang sama dengan dirinya dan saling memberikan rasa nyaman satu sama lain, maka individu tersebut akan merasakan penerimaan dari temannya tersebut, dimana rasa penerimaan tersebut dapat membentuk konsep diri yang baik pada individu. Pada remaja yang tinggal di panti asuhan, orang tua asuh dan teman-teman di panti asuhan juga merupakan keluarga bagi remaja tersebut. Kasih sayang dan dukungan sosial dari orang tua asuh dan teman-teman di panti asuhan dapat memberikan perasaan diterima oleh lingkungan keluarga bagi remaja yang tinggal di panti asuhan sehingga hal tersebut juga dapat membentuk konsep diri yang baik.
Pada deskripsi data penelitian, variabel penerimaan kelompok teman sebaya memiliki mean empiris sebesar 65,65 dan mean teoretis sebesar 58,5. Hasil tersebut menunjukkan bahwa intensitas penerimaan kelompok teman sebaya pada remaja di panti asuhan di Kabupaten Badung terbilang tinggi, hal ini terlihat dari lebih tingginya nilai mean empiris daripada mean teoretisnya. Hasil kategorisasi data penerimaan kelompok teman sebaya menunjukkan bahwa sebanyak 3
orang atau sekitar 1,8% subjek memiliki intensitas penerimaan kelompok teman sebaya yang sangat buruk, 4 orang atau sekitar 2,4% subjek memiliki intensitas penerimaan kelompok teman sebaya yang rendah, 46 orang atau sekitar 27,1 subjek memiliki intensitas penerimaan kelompok teman sebaya yang sedang, 81 orang atau sekitar 47,6% subjek memiliki intensitas penerimaan kelompok teman sebaya yang tinggi dan 36 orang atau sekitar 21,2% subjek memiliki intensitas penerimaan kelompok teman sebaya yang sangat tinggi. Hasil temuan ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Mar‘ati (2014) yang mengatakan bahwa dukungan sosial mayoritas siswa panti asuhan se-Kecamatan Gombong termasuk dalam kategori tinggi. Dukungan sosial yang tinggi dari orang terdekat merupakan salah satu bentuk penerimaan kepada seorang individu.
Laing, Phillipson dan Lee (dalam Burns, 1993) telah menghasilkan sebuah analisis mengenai bagaimana cara seseorang untuk memperlakukan orang lain yang nantinya dapat berpengaruh pada konsep diri seseorang. Analisis tersebut mengatakan bahwa jangan memperlakukan individu-individu dengan dasar kategori-kategori yang stereotipe ataupun yang disusun sebelumnya, dengan perkataan lain perlakukan masing-masing orang sebagai seorang individu dan bukan sebagai seorang yang termasuk ke dalam suatu kategori tertentu. Berdasarkan pemaparan tersebut dan dikaitkan dengan intensitas penerimaan kelompok teman sebaya pada remaja panti asuhan yang tinggi, dapat dilihat bahwa teman sebaya dari remaja yang tinggal di panti asuhan tidak memperlakukan remaja yang tinggal di panti asuhan sebagai individu yang termasuk ke dalam kategori tertentu. Remaja yang tinggal di panti asuhan tidak dianggap berbeda dengan remaja pada umumnya yang tidak tinggal di panti asuhan sehingga remaja tersebut diterima oleh teman sebayanya. penerimaan tersebut kemudian akan membentuk konsep diri yang baik.
Pada akhirnya, setelah melalui uji analisi, penelitian ini telah mampu menjawab pertanyaan dari rumusan masalah dan mencapai tujuan penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya yaitu untuk mengetahui apakah ada hubungan yang positif antara penerimaan kelompok teman sebaya dengan konsep diri pada remaja yang tinggal di panti asuhan di Kabupaten Badung, Bali.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu variabel penerimaan teman sebaya memiliki hubungan yang positif dengan konsep diri. Semakin tinggi intensitas penerimaan teman sebaya, maka konsep diri juga akan semakin positif. Kesimpulan berdasarkan kategorisasi adalah konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan di Kabupaten Badung tergolong positif, karena berdasarkan data kategorisasi sebagian besar subjek berada di kategorisasi positif, 3 subjek berada di kategorisasi sangat negatif dan 7 subjek berada di kategorisasi negatif.
Berdasarkan data deskripsi penelitian juga dapat dilihat bahwa mean empiris lebih tinggi daripada mean teoretisnya. Variabel konsep diri mean empirisnya adalah sebesar 91,44 dan mean teoretisnya adalah sebesar 83,5. Intensitas penerimaan kelompok teman sebaya remaja yang tinggal di panti asuhan di Kabupaten Badung tergolong tinggi, karena berdasarkan data kategorisasi sebagian besar subjek berada di kategorisasi tinggi, 3 subjek berada di kategorisasi sangat rendah dan 4 subjek berada di kategorisasi rendah. Berdasarkan data deskripsi penelitian juga dapat dilihat bahwa mean empiris lebih tinggi daripada mean teoretisnya. Variabel penerimaan kelompok teman sebaya memiliki mean empiris sebesar 65,65 dan mean teoretis sebesar 58,5.
Berdasarkan kesimpulan diatas, peneliti memberikan saran kepada remaja yaitu Remaja yang tinggal di panti asuhan diharapkan mampu untuk membentuk kepribadian secara lebih baik, karena konsep diri yang dimiliki sudah positif dan kelompok teman sebaya sudah menerima remaja tersebut. Remaja yang memiliki teman sebaya yang tinggal di panti asuhan sebaiknya terus mempertahankan sikap menerima teman sebayanya yang tinggal di panti asuhan, karena penerimaan ini nantinya akan memengaruhi pembentukan konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan.
Saran kepada pihak panti asuhan adalah pihak panti asuhan sebaiknya mampu untuk mempertahankan agar konsep diri remaja yang tinggal di panti asuhan bisa selalu positif, karena konsep diri yang positif merupakan dasar untuk membentuk kepribadian yang kuat, mencapai prestasi yang baik dan juga dasar untuk membina hubungan dengan jaringan yang lebih luas di masyarakat.
Saran bagi masyarakat, khususnya orangtua diharapkan mampu memberikan informasi kepada anaknya untuk memperlakukan remaja yang tinggal di panti asuhan sama dengan remaja lainnya yang tidak tinggal di panti asuhan, karena perlakuan tersebut akan memengaruhi pembentukan konsep diri remaja tersebut. Saran bagi peneliti selanjutnya adalah peneliti selanjutnya diharapkan mampu melakukan penelitian di kabupaten lain selain Kabupaten Badung untuk melihat hubungan antara penerimaan kelopok teman sebaya dengan konsep diri di kabupaten lain, melakukan penelitian yang sama pada anak-anak guna melihat apakah terdapat hubungan antara penerimaan kelompok teman sebaya dengan konsep diri pada anak-anak yang tinggal di panti asuhan dan mampu melakukan penelitian untuk melihat perbedaan konsep diri dan penerimaan kelompok teman sebaya pada anak-anak dan remaja yang tinggal di panti asuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Taylor, S. E., Peplau, L. A., & Sears, D. O. (2009). Psikologi sosial edisi kedua belas. Jakarta: Kencana Perdana Media Group.
Watson, D. L., Tregerthan, d. B., & Frank, J. (1984). Social
psychology , science and application. United States of America: Scott, Foresman, and Company.
Baharsjah, J. (1998). Uraian tugas pejabat struktural di lingkungan panti sosial asuhan anak (PSAA). Jakarta: Pustaka. Menteri Sosial Republik Indonesia.
Burns, R. (1993). Konsep diri: Teori, pengukuran, perkembangan dan perilaku. Jakarta: Arcan.
Chamsyah, B. (2005). Kebijakan pemerintah ri tentang anak terpisah, anak tidak terdampingi dan anak dengan orang tua tunggal dalam keadaan darurat. Jakarta: Menteri Sosial Republik Indonesia.
Feldman, R. D., Papalia, & Olds. (2009). Human developmen. Jakarta: Salemba Humanika.
Hurlock, E. B. (1980). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Hutagalung, I. (2007). Perkembangan kepribadian. Jakarta: PT INDEKS.
Kristianto, F. (2014, November 12). UMK Badung 2015 Tertinggi di Provinsi
Bali.http://m.bisnis.com/kabar24/read/20141112/78/272413 /umk-badung-2015-tertinggi-di-provinsi-bali Diunduh
Desember 16, 2014
Marheni, A. (2004). Perkembangan psikososial dan kepribadian remaja. Dalam Soetjiningsih, Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya (hal. 45-52). Jakarta: CV Sagung Seto.
Nazir, M. (1988). Metode penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nurmi, J.-E. (2004). Sozialitation and self-development: Channeling, selection, adjustment and reflection. Dalam Lerner, & R. M, Handbook of adolescent psychology (hal. 85-124). Canada: John Wiley & Sons Inc., Hoboken, New Jersey.
Parker, J. G., & Asher, S. R. (1993). Friendship and friendship quality in middle childhood: Links with peer group acceptance and feelings of loneliness and social dissatisfaction. Developmental Psychology, Vol 29, No 4 , 611-621. Doi: 0012-1649/93/$3.00 diunduh tanggal 11 Mei 2014.
Prabadewi, K. D., & Widiasavitri, N. P. (2014). Hubungan konsep diri akademik dengan motivasi berprestasi pada remaja awal yang tinggal di panti asuhan di denpasar. Jurnal Psikologi Udayana Vol. 1 No. 2 , 261-270. ISSN: 23545607 diunduh tanggal 2 Maret 2015.
Putra, I. D. (2014). Hubungan antara perilaku menolong dengan konsep diri pada remaja akhir yang menjadi anggota tim bantuan medis jannar duta fakultas kedokteran universitas udayana. Skirpsi (tidak dipublikasikan) . Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali.
Rice, F. P. (2002). The adolescent: Development, relationship, and culture. Boston: A Person Education Company.
Sangeeta, R., & Sumitra, N. (2012). Adolescent's self-concept:
Understanding the role of gender and academic competence. International Journal of Research Studies in Psychology Volume 1 No 2 , 63-71. ISSN: 2243-7681 diunduh tanggal 5 Maret 2015.
Santoso, S. (2003). Mengatasi berbagai masalah statistik dengan spss versi 11.5. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Susrama, K. (1012). Rekapitulasi usulan lembaga kesejahteraan sosial (lksa) kabupaten/kota di provinsi bali tahun 2012. Pemerintah Dinas Sosial Provinsi Bali .
9
Discussion and feedback