Hubungan Intensitas Latihan Musik Gamelan Bali dan Kecerdasan Emosional
on
Jurnal Psikologi Udayana
2013, Vol. 1, No. 1, 151-159
Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Udayana
ISSN: 2354-5607
Hubungan Intensitas Latihan Musik Gamelan Bali dan Kecerdasan Emosional
Nyoman Wiraadi Tria Ariani dan Luh Made Karisma Sukmayanti S.
Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana tria_ariani@ymail.com
Abstrak
Kecenderungan remaja kini semakin banyak mengalami kesulitan emosional sehingga dibutuhkan suatu cara untuk mengatasinya, seperti mengembangkan kecerdasan emosional remaja. Pengembangan kecerdasan emosional remaja dapat dilakukan melalui musik, salah satunya dengan musik tradisional Indonesia yaitu gamelan Bali. Latihan gamelan Bali dimainkan oleh sekelompok individu secara bersama-sama dengan mengikuti aturan atau pakem tertentu. Pada saat berlatih gamelan, selain memiliki tugas untuk memukul alat gamelannya sendiri, individu juga harus memperhatikan alat gamelan yang dimainkan oleh rekan dalam kelompok gamelan sehingga, dapat menghasilkan bunyi gamelan yang harmonis (Donder, 2005). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara intensitas latihan musik gamelan Bali dan kecerdasan emosional.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif korelasional dengan jumlah responden 135 orang mahasiswa ISI Denpasar. Metode pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dan alat pengumpul data menggunakanSkala Intensitas Latihan Musik Gamelan Bali (r = 0,848) dan Skala Kecerdasan Emosional (r = 0,772). Metode analisis data menggunakan korelasi product moment, yang kemudian diperoleh hasil sebesar 0,550. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan positif antara intensitas latihan musik gamelan Bali dan kecerdasan emosional yaitu semakin tinggi intensitas latihan musik gamelan Bali maka semakin tinggi pula kecerdasan emosional. Sumbangan yang dapat diberikan variabel intensitas latihan musik gamelan Bali terhadap variabel kecerdasan emosional sebesar 30,25%, sedangkan sebesar 69,75% dipengaruhi oleh faktor lain di luar variabel intensitas latihan musik gamelan Bali. Faktor lain di luar variabel intensitas latihan musik gamelan Bali menurut Goleman (1997) adalah lingkungan keluarga, lingkungan non keluarga, fisik, dan psikis.
Kata kunci : Intensitas latihan musik, gamelan Bali, kecerdasan emosional
Abstract
Nowdays, more teenagers have a tendency of experiencing emotional difficulties that needed a way to overcome them, such as by developing the adolescent's emotional intelligence. The development of adolescent's emotional intelligence can be done through music, one of them with the traditional Indonesian gamelan music of Bali. Exercise at Balinese gamelan is played by a group of individuals together with the rules or certain grip. At the time of practicing gamelan, besides having a duty to beat his own gamelan instrument, the individual must also consider the gamelan instruments played by colleagues in the ensemble, so can produce a harmonious sound of gamelan (Donder, 2005). This study aims to determine the relationship between exercise intensity Balinese gamelan music and emotional intelligence.
This study uses quantitative correlation with the number of subjects 135 students of ISI Denpasar. The sampling method used purposive sampling and data collection tool using Exercise Intensity Scale Gamelan Music of Bali (r = 0.848) and Emotional Intelligence Scale (r = 0.772). Methods of data analysis using Product-Moment correlation, which then obtained yield was 0,550. The results showed a positive relationship between exercise intensity of Balinese gamelan music and emotional intelligence are the higher intensity of exercise at Balinese gamelan music, the higher the emotional intelligence will be. Intensity exercise Balinese gamelan music's variable can contribute 30,25% to the variables of emotional intelligence, while 69.75% was influenced by other factors than the variable of intensity exercise Balinese gamelan music. Other factors beyond the intensity exercise Balinese gamelan music's variable by Goleman (1997) is a family environment, environmental non-family, physical, and psychological.
Keywords: Intensity of exercise to music, Balinese gamelan, emotional intelligence
LATAR BELAKANG
Masa remaja dikenal dengan masa storm and stress yaitu masa yang sering mengalami pergolakan emosi yang diiringi dengan kemampuan yang kurang dalam pengendalian emosi, mudah terpengaruh dengan lingkungan sekitar, dan keterikatan yang kuat dengan teman-teman sebaya. Pergolakan emosi yang terjadi pada masa remaja tak terlepas dari berbagai pengaruh seperti keluarga, sekolah, teman-teman sebaya, dan kegiatan atau aktivitas yang dilakukan remaja dalam sehari-hari (Hurlock, 2002). Pada masa ini, remaja mengalami transisi perkembangan dari masa kanak-kanak menjadi dewasa dengan melibatkan perkembangan biologis, kognitif, dan sosial. Perkembangan biologis pada remaja ditandai dengan perubahan hormonal, pertumbuhan tinggi badan, dan kematangan organ seksual yaitu pubertas, sedangkan perkembangan kognitif ditandai dengan adanya perubahan pola pikir dan intelegensi. Perkembangan sosial ditandai dengan tumbuhnya kematangan sosial berupa kemandirian, kemampuan dalam mengelola emosi, dan dapat membina hubungan yang baik dengan individu lain (Santrock, 2007).
Kecenderungan remaja saat ini mengalami kesulitan emosional yang ditandai dengan perilaku cenderung impulsif, agresif, kesepian, kurang menghargai sopan santun, dan mudah cemas. Kesulitan emosional tampak pada peningkatan kasus-kasus seperti kenakalan remaja, agresivitas, bersikap kasar, sering bertengkar, menuntut perhatian, melakukan tindakan kekerasan bahkan penyalahgunaan obat-obatan terlarang (Goleman, 2003).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah kejadian tindak kriminalitas seperti pencurian dengan kekerasan, pertikaian antarpemuda, penganiayaan, penyalahgunaan narkotika, dan lain-lainnya di Indonesia selama periode tahun 2007 hingga tahun 2009, walaupun berfluktuasi namun menunjukkan tren yang semakin meningkat. Jumlah kejadian tindak pidana dari sekitar 330.000 kasus pada tahun 2007 berkurang menjadi sekitar 327.000 kasus pada tahun 2008 dan meningkat menjadi sekitar 345.000 kasus pada tahun 2009 (Badan Pusat Statistik, 2011). Di Bali sendiri, selama periode tahun 2003 hingga tahun 2009 terjadi kejadian tindak pidana dari sekitar 8.458 kasus menurun menjadi 8.079 kasus pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 8.128 kasus pada tahun 2011 dengan pelaku didominasi oleh laki-laki kelompok umur 15 tahun ke atas (Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2011).
Penelitian yang dilakukan Santoso (2000) mengenai kenakalan remaja di Bali yang meliputi perilaku remaja dalam mengendarai kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi, keterlibatan perkelahian antar pelajar, perilaku tidak mengikuti pelajaran di sekolah (membolos), meninggalkan rumah tanpa seizin orang tua, melakukan mencorat-coret di dinding, pemerasan, pencurian serta perusakan gedung dengan jumlah responden sebesar 877 remaja di provinsi Bali yaitu di
Denpasar dan Gianyar yang berusia 13 hingga 19 tahun menunjukkan bahwa remaja yang pernah mengendarai kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi di Denpasar sebesar 18,4%, sedangkan di Gianyar sebesar 22,4%. Remaja yang tidak mengikuti pelajaran di sekolah tanpa izin guru (membolos) di Denpasar sebesar 30,1% dan di Gianyar sebesar 37,1%. Remaja yang pernah meninggalkan rumah tanpa izin orang tua di Denpasar sebesar 58,4% dan di Gianyar sebesar 52,7%. Kenakalan remaja berupa mencorat-coret dinding di Denpasar sebesar 31,7% dan di Gianyar sebesar 19,6%. Bentuk kenakalan remaja yang lain yang mengarah kriminalitas, meliputi pemerasan dan pencurian di Denpasar sekitar 7,2% dan di Gianyar sebesar 5,8%. Pencurian yang dilakukan oleh remaja di Denpasar sebesar 8,9% dan di Gianyar sebesar 17,7%. Selanjutnya, perusakan gedung yang dilakukan remaja di Denpasar sebesar 36,9% dan di Gianyar sebesar 2,2%.
Perkembangan kematangan emosional pada remaja hakikatnya berdampak positif pada pengelolaan emosi, pengendalian diri, dan dapat mengatasi kesulitan emosional yang dialami remaja. Remaja yang memiliki kematangan emosional yang baik erat kaitannya dengan kemampuannya dalam mengembangkan kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional atau Emotional Intelligence (EI) merupakan hal yang relatif baru dibandingkan Intelligence Quotient (IQ). Saat ini semakin banyak penelitian yang menunjukkan bahwa manfaat kecerdasan emosional tak kalah penting dengan IQ. Penelitian yang dilakukan Goleman (2003) menyatakan bahwa peranan IQ bagi keberhasilan individu hanya sekitar 20% dan sebesar 80% ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut kecerdasan emosional. Berbagai penelitian dalam bidang psikologi membuktikan bahwa individu dengan kecerdasan emosional tinggi mampu mengelola emosi, menjalin hubungan yang baik dengan individu lain, mampu mengelola stres dan memiliki kesehatan mental yang baik (Pertiwi, Tagor, & Sawitri, 1997).
Individu dengan kecerdasan emosional yang baik akan berkembang apabila sering mendengarkan musik yang memiliki irama dan nada teratur yang mana anak yang sejak kecil terbiasa mendengarkan musik akan cenderung lebih berkembang kecerdasan emosional dan intelegensinya dibandingkan dengan anak yang jarang mendengarkan musik (Sibarani, 2010). Manfaat belajar musik yang akan dirasakan oleh individu antara lain dapat membangun kecerdasan emosional, meningkatkan intelegensi dan kemampuan bersosialisasi, melatih empati, serta menumbuhkan kemampuan musikalitas pada individu (Wijaksono, 2013).
Hal ini didukung oleh beberapa penelitian yang mengkaji peran musik dalam kehidupan sehari-hari antara lain dilakukan oleh DeNora terhadap sekelompok perempuan Amerika dan Inggris, untuk melihat bagaimana musik dapat difungsikan dalam mengolah, mempertahankan, dan
meningkatkan kualitas emosi. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara nyata musik diakui memiliki sarana untuk menata dan meningkatkan kualitas diri, baik pada aspek kognitif, emosi maupun fisik. Demikian pula dengan hasil penelitian Sloboda yang mengungkapkan bahwa musik memiliki fungsi untuk meningkatkan, mengubah emosi, dan aspek spiritual, atau membawa individu pada kondisi transenden (dalam Djohan, 2010).
Musik tradisional adalah musik yang hidup di masyarakat secara turun-temurun, dipertahankan bukan sebagai sarana hiburan saja, melainkan ada juga dipakai untuk pengobatan, dan sebagai suatu sarana komunikasi antara individu dengan Sang Pencipta. Musik tradisional merupakan perbendaharaan seni lokal di masyarakat. Saat ini, menurut data kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif, musik nusantara atau tradisional menyumbangkan 3,48% dari perekonomian negara (Pratama, 2012). Salah satu musik tradisional Indonesia adalah musik gamelan. Gamelan diartikan sebagai sekelompok instrumen musik yang dimainkan secara terpadu dalam sebuah kelompok (Rukzzolangan, 2009).
Gamelan berasal dari kata gamel atau gambel, dalam konteks ini berkaitan dengan cara atau teknik (technique of playing) bermain seni gamelan dan musical practice yaitu sikap bermain (manner of playing) (Asnawa, 2007). Gamelan Bali bentuknya berupa bilah-bilah dalam berbagai ukuran. Terdapat juga kendang, sebuah alat gesek yaitu rebab, kemudian gambang yaitu sejenis xylophone dengan bilah-bilahnya dari kayu, gong, ceng-ceng, dan seruling. Gamelan dikelompokkan berdasarkan fungsi yang dimainkan oleh masing-masing instrumen atau alat musik (Donder, 2005) dan dimainkan oleh sekelompok individu secara bersama-sama dengan mengikuti aturan atau pakem tertentu sehingga terdengar alunan musik yang indah (Wulan, 2009). Pada saat berlatih gamelan, selain memiliki tugas untuk memukul alat gamelannya sendiri, individu juga harus memperhatikan alat gamelan yang dimainkan oleh rekan dalam kelompok gamelan sehingga, dapat menghasilkan bunyi gamelan yang harmonis. Oleh karena itu, melalui latihan gamelan, individu belajar mengendalikan diri, menghormati rekan sekelompok gamelan, dan secara bersama-sama mengikuti aturan gamelan agar tercipta bunyi yang harmonis. Fishbein dan Ajzen (1975) mengartikan intensitas adalah besarnya usaha individu dalam melakukan suatu tindakan yang membentuk perilaku yang diulang-ulang dengan mengetahuiapa yang dilakukan, batasan waktu, dan adanya subjek atau pelaku kegiatan. Individu mengetahui (knowing) apa yang dilakukan secara berulang-ulang dengan penggunaansarana prasarana (application) dalam suatu kegiatan yang sering dilakukan (frequency) sehingga membentuk suatu pola perilaku yang menetap. Semakin sering individu berlatih gamelan, maka semakin sering individu mendengar musik gamelan serta berinteraksi
dengan rekan sekelompok gamelan. Hal ini akan semakin mengasah kecerdasan emosional individu (Donder, 2005).
Kecerdasan emosional dikelompokkan menjadi lima aspek kemampuan utama yaitu kecerdasan diri, pengaturan diri, memotivasi diri sendiri, empati, dan keterampilan sosial. Kecerdasan diri merupakan kemampuan individu untuk mengenali emosi diri sendiri, pengaturan diri merupakan kemampuan individu untuk mengelola emosinya sendiri, dan individu diharapkan memiliki kemampuan berkomitmen, optimis, berinisiatif untuk meraih prestasi sehingga individu dapat memotivasi diri sendirinya sendiri. Selanjutnya, individu diharapkan memiliki empati yaitu kemampuan mengenali dan memahami perasaan individu lain serta individu memiliki keterampilan sosial dalam membina hubungan baik dengan individu lain (Goleman, 2003).
Berdasarkan pertimbangan tersebut, peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara intensitas latihan musik gamelan Bali dan kecerdasan emosional. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam ilmu psikologi, khususnya psikologi pendidikan dan psikologi klinis terkait dengan intensitas latihan musik gamelan Bali dan kecerdasan emosional. Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu diharapkan remaja dapat memanfaatkan latihan musik gamelan Bali sebagai sarana untuk mengasah kecerdasan emosionalnya. Selanjutnya, membantu pemerintah dalam upaya pelestarian musik gamelan Bali dengan memberikan informasi baru mengenai manfaat positif latihan musik gamelan Bali untuk mengembangkan kecerdasan emosional, serta menjadi acuan bagi orang tua sebagai salah satu cara dalam mengembangkan kecerdasan emosional anaknya.
METODE
Variabel dan definisi operasional
Variabel bebas yaitu variabel yang menjadi penyebab perubahan atas variabel tergantung, sedangkan Variabel tergantung adalah variabel yang menjadi akibat dari adanya variabel bebas (Azwar, 2010). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah intensitas latihan musik gamelan Bali dan variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosional.
Definisi operasional dari variabel intensitas latihan musik gamelan Bali dalam penelitian ini merupakan usaha berulang-ulang yang dilakukan individu yang mencakup aspek-aspek yaitu individu mengetahui perihal alat musik gamelan Bali (knowing), penggunaan fasilitas gamelan Bali yang meliputi cara memainkan alat musik gamelan Bali (application), dan tingkatan keseringan atau frekuensi individu dalam berlatih musik gamelan Bali (frequency).
Definisi operasional dari variabel kecerdasan emosional adalah kemampuan individu untuk menghargai perasaan diri sendiri dan individu lain serta untuk menanggapi perasaan diri sendiri dan individu lain dengan tepat melalui keterampilan
kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
Respoanden
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas responden yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik suatu kesimpulan (Hadi, 2000). Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh pemain musik gamelan Bali yang telah mendapatkan teori dan pratikum gamelan Bali secara formal melalui sekolah jurusan karawitan. Sementara populasi yang terakses dalam penelitian ini adalah seluruh pemain musik gamelan Bali yang bersekolah di jurusan karawitan, kota Denpasar yang berjumlah 252 orang. Karakteristik responden penelitian ini adalah remaja berusia 15 hingga 22 tahun serta telah mendapatkan teori dan pratikum secara formal melalui sekolah jurusan karawitan mengenai musik gamelan Bali minimal selama 6 bulan.
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang digunakan untuk tujuan tertentu berdasarkan pertimbangan yang diperlukan seperti karakteristik sampel yang representatif untuk tujuan penelitian (Hadi, 2000). Oleh karena itu, alasan peneliti menggunakan teknik purposive sampling adalah teknik ini sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara intensitas latihan musik gamelan Bali dengan kecerdasan emosional, sesuai dengan karakteristik definisi operasional intensitas latihan musik gamelan Bali, dan efisiensi waktu penelitian.
Tempat penelitian
Responden dalam penelitian ini merupakan seluruh seluruh pemain musik gamelan Bali yang bersekolah di jurusan karawitan di Denpasar. Sampel merupakan sebagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang relatif sama dan dianggap dapat mewakili populasi (Hadi, 2000). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa jurusan seni karawitan di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar yang berjumlah 156 orang, namun pada saat dilakukan penelitian yang mengisi skala sebanyak 140 orang, dengan 5 eksemplar skala dinyatakan gugur, sehingga jumlah responden penelitian ini menjadi 135 orang.
Alat ukur
Pengukuran intensitas latihan gamelan Bali menggunakan skala yaitu Skala Intensitas Latihan Musik Gamelan Bali yang mencakup aspek-aspek yaitu pengetahuan perihal memainkan alat musik gamelan Bali (knowing), penggunaan fasilitas gamelan Bali yang meliputi cara memainkan alat musik gamelan Bali (application), dan tingkatan keseringan atau frekuensi individu dalam berlatih musik gamelan Bali (frequency). Kecerdasan emosional akan
diukur menggunakan skala dengan bentuk pernyataan tertutup yang dimodifikasi dari Skala Kecerdasan Emosional Simarmata (2005) dan telah diuji validitas dan reliabilitas sebesar 0,9480. Jenis data penelitian ini adalah data interval yaitu data yang menunjukkan jarak dan mempunyai bobot yang sama (Riduwan & Akdon, 2010). Masing-masing skala penelitian ini memiliki empat alternatif jawaban, yaitu ‘sangat tidak setuju’, ‘tidak setuju’, ‘setuju’, dan ‘sangat setuju’, yang nantinya diberi skor berdasarkan tipe pernyataan favorabel dan unfavorabel. Pernyataan favorabel dengan skor jawaban ‘sangat tidak setuju = 1’, ‘tidak setuju = 2’, ‘setuju = 3’, dan ‘sangat setuju = 4’. Selanjutnya pernyataan unfavorabel dengan skor jawaban ‘sangat tidak setuju = 4’, ‘tidak setuju = 3’, ‘setuju = 2’, dan ‘sangat setuju = 1’.
Metode pengumpulan data
Pada penelitian ini data diambil secara crosssectional yaitu penelitian yang dilakukan pada satu waktu dan satu kali untuk mencari hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung (Azwar, 2010). Alat pengumpul data dalam penelitian ini menggunakan dua jenis skala, yaitu Skala Intensitas Latihan Musik Gamelan Bali dan Skala Kecerdasan Emosional, yang tersedia dengan empat pilihan jawaban, yakni ‘sangat tidak setuju’, ‘tidak setuju’, ‘setuju’, dan ‘sangat setuju’, dalam skala tersebut terdapat arahan mengenai cara menjawab, yang mana responden diwajibkan untuk memilih salah satu dari alternatif jawaban dan juga mengisi lembaran identitas responden.
Teknik Analisis Data
Validitas berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya dan mempunyai validitas tinggi apabila alat ukur dapat memberikan hasil ukur yang sesuai dengan tujuan dilakukan pengukuran (Azwar, 2010). Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan pengujian validitas konstruk, validitas isi, dan validitas tampak.Pengujian validitas konstruk dilakukan dengan mencari koefisien korelasi item total (rix) secara komputerisasi dengan bantuan program SPSS versi 20. Pengujian validitas isi menggunakan teknik professional judgement yaitu dengan bantuan ahli yang memberikan masukan mengenai item-item skala pengukuran terkait penggunaan tata bahasa yang kurang efektif, kemudian itemitem yang kurang efektif tersebut diperbaiki, sehingga skala dapat dinyatakan valid dalam hal validitas isi.Suatu alat ukur dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila hasil yang diperoleh sesuai dengan kriteria yaitu memiliki kesejajaran antara tes dan kriteria (Arikunto, 2006).
Pada penelitian inidigunakan pula validitas tampak yang dinilai berdasarkan penampilan yang meyakinkan dari alat pengumpul data yaitu skala. Aitem-aitem yang terdapat dalam skala dinyatakan memiliki validitas yang baik dilihat
dengan menggunakan tabel korelasi product moment, untuk mengetahui skor r hitung kemudian dibandingkan dengan r tabel atau nilai kritis korelasi. Menurut Azwar (1999) semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya pembedanya dianggap memuaskan, namun apabila jumlah aitem belum mencukupi, maka dilakukan penurunan sedikit batas kriteria 0,30 menjadi 0,25.
Reliabilitas merujuk pada konsistensi stabilitas yang menunjukkan sejauh mana pengukuran dapat memberikan hasil yang relatif tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali terhadap responden yang sama. Pada penelitian ini uji reliabilitas menggunakan alpha Cronbach secara komputerisasi dengan menggunakan program SPSS versi 20. Suatu alat ukur dinyatakan memiliki reliabilitas yang baik apabila skor alphanya lebih besar dari 0,5(Azwar, 2010).
Metode analisis data menggunakan korelasi product moment dari Karl Pearson pada program SPSS versi 20. Analisis data ini digunakan untuk mengetahui hubungan dan kontribusi variabel (Hadi, 2000). Dalam melakukan analisis data, terdapat dua syarat yang harus dipenuhi, yaitu dilakukannya uji asumsi berupa uji normalitas dan uji linearitas dengan alat bantu perangkat lunak SPSS versi 20. Uji normalitas merupakan uji yang dilakukan untuk membuktikan data dari sampel yang dimiliki berasal dari yang populasi berdistribusi normal, pengujian dilakukan dengan kolmogorov-smirnov, data dinyatakan berdistribusi normal jika signifikansi lebih besar dari 0,05 (Arikunto, 2006). Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah variabel bebas dengan variabel tergantung mempunyai hubungan yang linier atau tidak secara signifikan. Menurut Priyatno (2008), dua buah variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linier apabila tingkat signifikansi kurang dari 0,05 dengan bantuan program SPSS versi 20.
HASIL PENELITIAN
Uji coba alat ukur dalam penelitian ini dilakukan terhadap responden penelitian, yaitu siswa SMK Negeri 5 Denpasar yang dilaksanakan pada tanggal 15 Desember 2012 dengan menyebar 36 eksemplar yaitu Skala Intensitas Latihan Musik Gamelan Bali dan Skala Kecerdasan Emosional, yang dibagikan kepada 36 responden yang keseluruhan berjenis kelamin laki-laki. Namun jumlah skala yang kembali sebanyak 34 eksemplar. Data yang telah diperoleh pada saat melakukan uji coba alat ukur penelitian akan dianalisis untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya.
Skala Intensitas Latihan Musik Gamelan Bali memperoleh koefisien korelasi yang bergerak dari 0,041 hingga 0,719 melalui uji kesahihan aitem. Terdapat 14 aitem yang gugur dari 60 aitem yang diuji, sehingga aitem yang sahih menjadi 46 aitem dan reliabilitas pada Skala Intensitas Latihan Musik Gamelan Bali adalah 0,848 berarti lebih besar dari taraf signifikansi 0,05 sehingga skala ini dapat dikatakan
mempunyai daya keterandalan yang cukup tinggi untuk mengukur intensitas latihan musik gamelan Bali.
Skala Kecerdasan Emosional memperoleh koefisien korelasi yang bergerak dari 0,057 hingga 0,605 melalui uji kesahihan aitem. Terdapat 17 aitem yang gugur dari 60 aitem yang diuji, sehingga aitem yang sahih menjadi 43 aitem dan reliabilitas pada Skala Kecerdasan Emosional adalah 0,772 yang lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa skala ini mempunyai daya keterandalan yang cukup tinggi untuk mengukur kecerdasan emosional. Dari hasil uji normalitas pada variabel bebas intensitas latihan musik gamelan Bali mempunyai nilai signifikansi dengan probabilitas (p) 0,525 dan pada variabel tergantung kecerdasan emosional mempunyai nilai signifikansi dengan probabilitas (p) 0,823. Hasil pengujian ini memiliki nilai signifikansi dengan probalilitas di atas 0,05 (p > 0,05) sehingga hal ini menunjukkan bahwa sebaran data pada variabel bebas dan tergantung bersifat normal. Dari hasil uji linearitas, diketahui bahwa hasil pengujian menunjukkan probabilitas (p) sebesar 0,000 atau memiliki taraf signifikansi untuk linearitas kurang dari dari 0,05 (p < 0,05) sehingga hubungan antara skor variabel intensitas latihan musik gamelan Bali dan kecerdasan emosional menunjukkan adanya garis yang sejajar atau bersifat linear. Setelah kedua syarat untuk melakukan analisis data telah dipenuhi, dilanjutkan dengan menggunakan metode analisis product moment dengan alat bantu perangkat lunak SPSS versi 20.
TabeLl
HasiI uji korelasi
Total kecerdasan Total intensitas emosi
Total |
Pearson Conelation |
1 |
O.55O** |
kecerdasan |
Sig. (1-tailed) |
OrOO | |
emosi |
N |
135 |
135 |
Total intensitas |
Pearson CoiTelation |
0,550** |
1 |
Sig. (1-tailed) |
0.00 | ||
N |
135 |
135 |
Berdasarkan hasil analisis data, menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,550. Angka korelasi yang diperoleh sebesar (+) 0,550 lebih besar dari nilai taraf signifikansi 0,05 menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara variabel intensitas latihan musik gamelan Bali dan variabel kecerdasan emosional. Sedangkan tanda positif (+) menunjukkan hubungan yang searah yaitu semakin tinggi intensitas latihan musik gamelan Bali maka semakin tinggi pula kecerdasan emosional. Selanjutnya, dari korelasi variabel intensitas latihan musik gamelan Bali dan variabel kecerdasan emosional, diperoleh angka probabilitas (p) 0,00 yang menunjukkan p < 0,05. Hal ini berarti hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima, yang menyatakan bahwaada hubungan positif antara intensitas latihan musik gamelan Bali dan kecerdasan emosional yaitu semakin tinggi intensitas latihan musik gamelan Bali maka semakin tinggi pula kecerdasan emosional. Kemudian, mencari nilai koefisien
determinasi untuk melihat seberapa besar sumbangan yang dapat diberikan oleh variabel bebas terhadap variabel tergantung. Koefisien determinasi (r2) diperoleh dengan mengkuadratkan nilai r (0,550) sehingga diperoleh hasil r2 sebesar 0,3025. Jadi, sumbangan yang dapat diberikan variabel intensitas latihan musik gamelan Bali terhadap variabel kecerdasan emosional sebesar 30,25%, sedangkan sebesar 69,75% diperoleh dari faktor-faktor lain.
Terkait dengan adanya pengkategorian kelompok yang menggunakan rumus pengkategorian skor dari Azwar (2010) maka diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel.2
Kategori skor skala intensitas latihan musik gamelan Bali
Variabel |
I Rentang Nilai |
I Kategori | |
Subvek |
I Persentase |
Intensitas |
X< 121,25 |
Sangat Rendah |
11 orang |
8.1 % |
Latihan |
121,25<X≤ 134,75 |
Rendah |
30 orang |
22.2 % |
Musik |
134.75<X< 148.25 |
Sedang |
55 orang |
40.7 % |
Gamelan Bali |
148.25 <X< 161,75 |
Tinggi |
27 orang |
20% |
161,75 <X |
Sangat Tinggi |
12 orang |
8.9 % | |
Jumlah |
135 orang |
100% | ||
TabeLS | ||||
Kategori skorskala kecerdasan emosional | ||||
Variabel |
I Rentang Nilai |
I Kategori |
I Subvek |
I Persentase |
Kecerdasan |
X < 109,37 |
Sangat Rendah |
9 orang |
6,7 % |
Emosional |
109.37<X< 119.69 |
Rendah |
34 orang |
25.2 % |
119.69≤X≤ 130.01 |
Sedang |
55 orang |
40.7 % | |
130.01 <X< 140.33 |
Tinggi |
27 orang |
20% | |
140.33 < X |
Sangat Tinggi |
10 orang |
7.4 % | |
Jumlah |
135 orang |
100% |
Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa analisis kategorisasi pada Skala Intensitas Latihan Musik Gamelan Bali menunjukkan bahwa 55 responden (40,7%) berada dalam kategori sedang, terdapat 27 responden (20%) yang berada dalam kategori tinggi serta 12 responden (12%) yang berada dalam kategori sangat tinggi. Analisis kategorisasi pada Skala Kecerdasan Emosional menunjukkan bahwa 10 responden berada dalam kategori sangat tinggi, 27 responden berada dalam kategori tinggi dan 55 respondenberada dalam kategori sedang. Dari tabel tersebut diketahui bahwa responden yang termasuk dalam kategori sangat tinggi sebesar 7,4 %, kategori tinggi sebesar 20 % dan kategori sedang sebesar 40,7 %. Berdasarkan pemaparan di atas, maka ditarik kesimpulan bahwa semakin tinggi intensitas latihan musik gamelan Bali maka semakin tinggi pula kecerdasan emosional.
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Hasil penelitian setelah melalui uji hipotesis, diperoleh bahwa hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Hal ini dapat dilihat dari hasil komputerisasi program SPSS versi 20 yang menggunakan teknik korelasi product moment dari Karl Pearson yang menghasilkan koefisien korelasi (r) antara variabel intensitas latihan musik gamelan Bali dan variabel kecerdasan emosional sebesar 0,550 dan angka probabilitas yang didapat sebesar 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan
yang searah antara variabel intensitas latihan musik gamelan Bali dan variabel kecerdasan emosional sehingga kedua variabel saling berkorelasi positif secara signifikan.
Hasil uji hipotesis yang menunjukkan korelasi positif berarti apabila terjadi peningkatan pada variabel intensitas latihan musik gamelan Bali maka akan terjadi peningkatan juga pada variabel kecerdasan emosional. Semakin tinggi intensitas latihan musik gamelan Bali maka semakin sering individu mengasah kecerdasan emosional dengan mengikuti aturan-aturan menabuh (memainkan, memukul) gamelan Bali yaitu setiap individu harus memainkan alat gamelan. Latihan musik gamelan Bali, diikuti oleh beberapa individu yang tergabung dalam satu kelompok gamelan dimana setiap individu memainkan satu alat musik gamelan.Walaupun konsentrasi setiap individu terfokus pada alat musik gamelan sendiri, namun setiap individu juga harus memperhatikan pukulan alat musik yang dimainkan oleh individu lain dalam satu kelompok gamelan. Apabila individu hanya memperhatikan permainan gamelan sendiri tanpa memperhatikan permainan alat musik gamelan individu lain dalam satu kelompok gamelan, maka dapat menimbulkan bunyi yang tidak harmonis. Oleh karena itu, dengan latihan gamelan akan tumbuh proses kedewasaan. Hal ini sekaligus berguna bagi setiap individu untuk melatih menurunkan ego pribadi masing-masing dan sebaliknya,berusaha untuk memperhatikan serta menghormati individu lain (Donder, 2005). Hal tersebut merupakan penerapan aspek kecerdasan emosional yaitu pengaturan diri dan keterampilan sosial. Pengaturan diri ditunjukkan melalui pengelolaan emosi secara efektif dengan menurunkan ego pribadi sehingga bertanggungjawab terhadap kewajiban dalam hal ini memainkan gamelan Bali. Keterampilan sosial ditandai dengan kemampuan individu dalam membina hubungan dengan individu lain, dimana dalam hal ini rekan satu kelompok gamelan Bali dengan memperhatikan dan menghormati permainan gamelannnya (Goleman, 2003).
Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian Hallam (2010) yang menyatakan bahwa keterampilan dalam musik (musical skills) yang dalam hal ini responden ikut bergabung dalam aktivitas kelompok musik, berdampak positif terhadap perkembangan pribadi dan sosial individu yaitu meningkatkan harga diri, komunikasi, motivasi, efikasi diri, konsep diri, dan membentuk sikap diri (self-attitudes) yang positif. Hasil penelitian Broh (2002) juga menunjukkan bahwa individu yang berpartisipasi dalam kelompok musik, memiliki harga diri dan manfaat sosial (social benefits) yang lebih tinggi dibandingkan individu yang tidak mengikuti kegiatan dalam kelompok musik, hal ini ditandai dengan individu yang berpartisipasi dalam kelompok musik, lebih sering bersosialisasi dengan orangtua dan teman-teman. Hal ini menunjukkan responden yang sering (frequency) terlibat dalam aktivitas musik dapat mengasah kecerdasan emosional
yang meliputi aspek-aspek kecerdasan diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial.
Selain itu, penelitian Harland,dkk.(2000) menunjukkan bahwa pengetahuan musik yang disertakan dalam kurikulum sekolah, dapat meningkatkan percaya diri individu, dan apabila individu dapat memainkan alat musik, terjadi peningkatan pada harga diri, jati diri (sense of identity), dan motivasi berprestasi (sense of achievement) individu. Pengetahuan (knowing) musik dan keterampilan individu dalam memainkan musik (application) berguna mengasah aspek kecerdasan emosional yaitu berdampak positif dalam kecerdasan diri individu, dimana percaya diri, harga diri, jati diri (sense of identity) individu meningkat. Selain itu, aspek kecerdasan emosional yaitu motivasi, dalam hal ini motivasi berprestasi (sense of achievement) individu juga turut meningkat.
Hasil penelitian Hallam dan Prince (2000) menyatakan bahwa belajar memainkan alat musik bermanfaat dalam pengembangan keterampilan sosial (social skills), menumbuhkan rasa senang, mengembangkan kerja sama dalam kelompok (team-work), motivasi berprestasi (a sense of achievement), percaya diri, disiplin diri (self-discipline), dan mengembangkan koordinasi fisik (physical co-ordination). Hal ini menunjukkan bahwa memainkan alat musik (application) dapat mengasah aspek-aspek kecerdasan emosional yaitu kecerdasan diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial.
Hal ini diperkuat oleh penelitian Sarkar (1997) dan Campbell (2002) yang menyatakan bunyi musik atau bunyi gamelan memiliki efek psikologis terhadap individu. Demikian pula dengan gamelan Bali yang mempunyai efek psikologis baik bagi pemain maupun bagi pendengar musik gamelan Bali. Bunyi gamelan memiliki implikasi yang nyata dalam menuntun suasana hati dan pikiran untuk mencapai kebahagiaan. Dengan demikian, latihan musik gamelan Bali dapat dikatakan memberi kepekaan dalam mengenali emosi, dapat membina hubungan dengan orang lain, dan memberikan kesempatan untuk menjadi individu yang sejahtera dimana hal ini merupakan aspek-aspek kecerdasan emosional.
Penelitian ini memiliki nilai koefisien determinasi (r2) adalah 0,3025. Nilai ini menunjukkan sumbangan yang dapat diberikan variabel intensitas latihan musik gamelan Bali terhadap variabel kecerdasan emosional sebesar 30,25%, sedangkan sebesar 69,75% dipengaruhi oleh faktor lain di luar variabel intensitas latihan musik gamelan Bali. Faktor lain di luar variabel intensitas latihan musik gamelan Bali menurut Goleman (1997) adalah lingkungan keluarga, lingkungan non keluarga, fisik, dan psikis.
Lingkungan keluarga yang merupakan landasan dasar individu dalam mengenal emosi yang akan berpengaruh sampai masa dewasa yaitu setiap keluarga menerapkan pola asuh yang berbeda sehingga berperan pada pengembangan
kecerdasan emosional individu dan kelekatan emosi individu dengan anggota keluarga. Lingkungan non keluarga seperti lingkungan masyarakat dan pendidikan yang turut memberikan pembelajaran atau pengalaman yang akan mengasah kecerdasan emosional individu. Faktor fisik yang mencakup bagian otak yaitu konteks dan sistem limbik (hippocampus dan amygdala) yang berfungsi sebagai pengendalian emosi, dalam hal ini setiap individu memiliki faktor fisik yang berbeda-beda. Selain itu, terdapat faktor psikis meliputi kepribadian individu yang akan membentuk tipe kepribadian yang berbeda antarindividu satu dengan yang lain dalam pengembangan kecerdasan emosional individu itu sendiri (Goleman, 1997).
Berdasarkan hasil kategorisasi skor yang diperoleh responden pada Skala Kecerdasan Emosional diketahui terdapat 55 responden (40,7 %) yang berada dalam kategori sedang, 27 responden (20 %) yang berada dalam kategori tinggi dan 10 responden (7,4 %) yang berada dalam kategori sangat tinggi. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa responden memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Selanjutnya, kategorisasi skor responden pada Skala Intensitas Latihan Musik Gamelan Bali diketahui terdapat 55 responden (40,7 %) yang berada dalam kategori sedang, 27 responden (20 %) yang berada dalam kategori tinggi dan 12 responden(8,9 %) yang berada dalam kategori sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas latihan musik gamelan Bali responden tergolong tinggi. Hal ini mendukung hasil uji hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa bila terjadi peningkatan pada variabel intensitas latihan musik gamelan Bali maka akan terjadi pula peningkatan pada variabel kecerdasan emosional. Setelah melalui prosedur penelitian dan analisis data yang sesuai, dengan demikian tujuan penelitian ini tercapai dan hipotesis penelitian terbukti yang menunjukkan ada hubungan positif yang signifikan antara intensitas latihan musik gamelan Bali dan kecerdasan emosional yaitu semakin tinggi intensitas latihan musik gamelan Bali maka semakin tinggi pula kecerdasan emosional.
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ini terbukti bahwa ada hubungan positif antara intensitas latihan musik gamelan Bali dan kecerdasan emosional yaitu semakin tinggi intensitas latihan musik gamelan Bali maka semakin tinggi pula kecerdasan emosional. Sumbangan yang dapat diberikan variabel intensitas latihan musik gamelan Bali terhadap variabel kecerdasan emosional sebesar 30,25%, sedangkan sebesar 69,75% dipengaruhi oleh faktor lain di luar variabel intensitas latihan musik gamelan Bali, seperti menurut Goleman (1997) adalah faktor lingkungan keluarga, lingkungan non keluarga, fisik, dan psikis. Hasil kategorisasi skor yang diperoleh secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa responden memiliki kecerdasan emosional yang tinggi yaitu pada Skala Kecerdasan Emosional diketahui terdapat 55
responden (40,7 %) yang berada dalam kategori sedang, 27 responden (20 %) yang berada dalam kategori tinggi dan 10 responden (7,4 %) yang berada dalam kategori sangat tinggi. Untuk kategorisasi skor pada Skala Intensitas Latihan Musik Gamelan Bali diketahui ada 55 responden (40,7 %) yang berada dalam kategori sedang, 27 responden (20 %) yang berada dalam kategori tinggi dan 12 responden (8,9 %) yang berada dalam kategori sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas latihan musik gamelan Bali responden tergolong tinggi. Dengan demikian, hal ini mendukung hasil uji hipotesis penelitian ini yaitu ada hubungan positif antara intensitas latihan musik gamelan Bali dan kecerdasan emosional yaitu semakin tinggi intensitas latihan musik gamelan Bali maka semakin tinggi pula kecerdasan emosional. Namun, penelitian ini masih perlu pengembangan lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang lebih mendalam dan menyeluruh dengan menambahkan metode wawancara dan observasi pada penelitian selanjutnya. Metode wawancara dapat dilakukan pada seniman, ahli, maupun praktisi gamelan Bali, yang mana hasil wawancara ini dapat digunakan sebagai landasan teori. Wawancara dengan responden dapat pula dilakukan sebagai deskripsi untuk melengkapi data yang ada. Selain dengan wawancara, melakukan observasi pada saat responden berlatih gamelan juga dapat digunakan sebagai deskripsi pendukung data penelitian serta diperlukan meluaskan responden penelitian yang tak hanya di daerah Denpasar, tetapi juga di daerah Bali lainnya untuk kepentingan generalisasi.
Saran praktis yang ditujukan bagi pihak institut, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dalam membina dan mengarahkan mahasiswa dalam mengasah kecerdasan emosionalnya. Pihak institut, dapat mengijinkan mahasiswa menggunakan fasilitas gamelan Bali diluar jam pratikum untuk berlatih gamelan Bali dan bekerja sama dengan pembimbing akademik, pelatih, dan dosen untuk memantau perkembangan kecerdasan emosional mahasiswa sehingga semakin sering mahasiswa berlatih gamelan Bali, maka semakin terasah kecerdasan emosionalnya. Dengan demikian, kebijakan untuk memberikan ijin penggunaan fasilitas gamelan Bali diluar jam pratikum dapat memberikan kontribusi positif terhadap pemanfaatan waktu luang dan perkembangan pribadi mahasiswa.
Saran bagi peneliti selanjutnya yaitu disarankan menggali fenomena secara lebih mendalam dan komprehensif mengenai intensitas latihan musik gamelan Bali dengan melakukan wawancara dengan para seniman, ahli, dan praktisi gamelan Bali yang dapat dijadikan sebagai sumber untuk landasan teori. Sumbangan yang dapat diberikan variabel intensitas latihan musik gamelan Bali terhadap variabel kecerdasan emosional sebesar 30,25%, sedangkan sebesar 69,75% dipengaruhi oleh faktor lain di luar variabel intensitas latihan musik gamelan Bali. Oleh karena itu, peneliti
selanjutnya diharapkan mempertimbangkan faktor lain di luar variabel intensitas latihan musik gamelan Bali seperti faktor lingkungan keluarga, lingkungan non keluarga, fisik, dan psikis yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosional individu (Goleman, 1997). Pada penelitian selanjutnya, disarankan menambahkan metode observasi, wawancara, dan meminta daftar hadir atau absensi mahasiswa sebagai teknik pengumpulan data, sehingga dapat menggali informasi dan data penelitian yang lebih mendalam. Peneliti selanjutnya diharapkan agar meluaskan cakupan responden penelitian yang tak hanya di Denpasar, akan tetapi di daerah Bali lainnya sehingga hasil penelitian dapat digeneralisasikan lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto.(2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Asnawa, G. I.K. (2007). Kebhinekaan dan kompleksitas gamelan bali. Bheri:Jurnal Ilmiah Musik Nusantara, 6(1), 26-51.
Azwar, S. (1999).Dasar-dasar psikometri. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Azwar, S. (2010).Penyusunan skala psikologi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Badan Pusat Statistik. (2011). Statistik kriminal 2007-2009. Diakses 2 Januari 2013, dari
http://www.bps.go.id/hasil_publikasi/flip_2011/4401002/files/search/ searchtext.xml
Badan Pusat Statistik.(2011).Statistik kriminal provinsi bali 2011.Diakses 2 Januari 2013,
http://bali.bps.go.id/flipbook/Statistik%20Kriminal%20Provinsi %20Bali%202011/index.php
Broh, B.A. (2002). Linking extracurricular programming to academic achievement: who benefits and why?.Sociology of education.75, 69-95. Diakses 17 April 2013, dari
http://www.jstor.org/discover/10.2307/3090254?uid=3738224& uid=2&uid=4&sid=21101968358943
Campbell, D. (2002). Efek Mozart memanfaatkan kekuatan musik untuk mempertajam pikiran, meningkatkan kreativitas dan menyehatkan tubuh. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Djohan. (2010). Respons emosi musikal. Bandung: Lubuk Agung.
Donder, I. K. (2005).Esensi bunyi gamelan dalam prosesi ritual hindu. Surabaya: Paramita.
Fishbein & Ajzen. (1975). Belief, attitude, intention, and behaviour: an introduction to theory and research. Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company.
Goleman.(1997). Kecerdasan emosional (Hermaya, Ed). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
. (2003). Emotional intelligence (Hermaya, Ed). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hadi, S. (2000). Statistik 2. Yogyakarta : Andi Offset.
Hallam, S. (2010). The power of music: its impact on the intellectual, social, and personal development of children and young people. International journal of music education, (3) 28. 269-289,
diakses dari http://ijm.sagepub.com/content/28/3/269
Hallam, S., & Prince, V. (2000).Research into instrumental music services. Diakses 17 April 2013, dari
http://dera.ioe.ac.uk/4458/1/RR229.pdf
Harland, Kinder, K., Lord, P., Stott, A., Schagen, L. & Haynes, J. (2000).Arts education in secondary schools: effects and effectiveness. Diakses 17 April 2013, dari
http://www.nfer.ac.uk/nfer/publications/EAJ01/EAJ01.pdf
Hurlock, E. B. (2002). Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Pertiwi, Baswardono, Tagor, & Sawitri, K. (1997).Mengembangkan kecerdasan emosional anak. Jakarta: Yayasan Aspirasi Pemuda.
Pratama, A. F. (2012). Pemerintah berharap festival kesenian musik nusantara sukses. Diakses 17 April 2013, dari http://www.tribunnews.com/2012/10/04/pemerintah-berharap-festival-kesenian-musik-nusantara-sukses
Priyatno, D. (2008). Mandiri belajar SPSS. Yogyakarta: Mediakom.
Riduwan & Akdon.(2010). Rumus dan data dalam analisis statistika. Bandung: Alfabeta.
Rukzzolangan.(2009). Mengenal alat musik gamelan. Diakses 19
April 2013, dari
http://umum.kompasiana.com/2009/10/07/mengenal-alat-musik-tradisonal-gamelan-12739.html
Santrock, J. W. (2007). Perkembangan anak. Jakarta: Erlangga.
Santoso, S. S. (2000). Kenakalan remaja di propinsi jawa barat dan bali. Diakses 17 April 2013, dari
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view/ 990
Sarkar, S.P.R. (1997). Psikologi yoga. Jakarta: Persatuan Ananda Marga Indonesia.
Sibarani, I. D. (2010). Musik sangat mempengaruhi kecerdasan manusia. Diakses 17 April 2013, dari
http://health.liputan6.com/read/258671/musik-sangat-mempengaruhi-kecerdasan-manusia
Simartama, N. (2005). Hubungan antara kecerdasan emosional dan kepuasan kerja pada karyawan. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi. Universitas Sanata Dharma.Yogyakarta.
Wijaksono, H. (2013). Pengaruh musik terhadap perkembangan otak anak.Diakses 17 April 2013, dari
http://hiburan.kompasiana.com/musik/2013/03/05/pengaruh-musik-terhadap-perkembangan-otak-anak-540258.html
Wulan, M. K. (2009). Digelar, yogyakarta gamelan festival. Diakses 17 April 2013, dari
http://regional.kompas.com/read/2010/07/15/19054216/Digelar.
159
Discussion and feedback