TANGGAPAN MASYARAKAT DESA TERPENCIL TERHADAP WAJIB BELAJAR 9 TAHUN (Studi Kasus Masyarakat Munti Gunung Kabupaten Karangasem)
on
PIRAMIDA Vol. VIII No. 1 : 32 - 38
ISSN : 1907-3275
TANGGAPAN MASYARAKAT DESA TERPENCIL TERHADAP WAJIB BELAJAR 9 TAHUN (Studi Kasus Masyarakat Munti Gunung Kabupaten Karangasem)
Ni Luh Putu Suciptawati1), Made Asih1), Ni Nyoman Sri Artini2)
-
1) Dosen Jurusan Matematika Fakultas MIPA UNUD
-
2) PT Commonwealth Life
Email: putusuciptawati@yahoo.co.id
ABSTRACT
The 9 years compulsory education program purposes to give minimum education to the Indonesian citizen for developing their potency in order to live independently in their community or to continue their education to the higher education. This research aimed to know response of isolated Village Community towards 9 years compulsory education program and also the variables that influencing those responses. This research located at Munti Gunung Village The variables that identifies influencing the responses of Munti Gunung Village Community towards 9 years compulsory education program is analyzed through multinomial logistic regression method.
From 221 samples, 66,52 percent families support the program, 5,43 percent families are apathetic, and 28,05 percet families do not support the program of 9 years compulsory education program. The result that is analyzed by multinomial logistic regression method produces the best models:
-
• The apathetic statement that is compared with supported statement model.
g1(x)= -28,27236 + 22,45813x1 – 0,00000896x7 + 0,2349989x2 – 1,90424x3
-
• The unsupported statement that is compared with supporting statement model.
g2 (x) = -9.427904 + 3.773763x1 - 0.00000901x7 + 0.2554591x2 - 1.011138x3
Based on the best models that are formed, the independent variables that significantly influencing the responses of the Munti Gunung Village Community towards 9 years compulsory education program are children’s sex (x1) and the age of the head of family (x2), both of those variables are influencing positively, otherwise the head of family’s education (x3) and family’s income (x7) influencing negatively. The determination coefficient value that is formed based on the best model is 60, 57 percent.
Keywords: 9 years compulsory education program, the responses of community, multinomial logistic regression
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat yang berperan meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan juga akan bermakna strategis karena dapat digunakan sebagai sarana untuk menumbuhkan kesadaran berbangsa dan bernegara, menanamkan nilai-nilai luhur kemanusiaan serta mengembangkan kemampuan dan keterampilan berpikir. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan keluarga. Partisipasi masyarakat dan keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat untuk memajukan pendidikan sangat diperlukan. Masyarakat diharapkan tidak hanya menjadi pihak yang menuntut pendidikan yang bermutu, tetapi juga berperan serta memberikan masukan pikiran, tenaga dan biaya bagi kemampuan pendidikan.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia antara lain diberlakukannya wajib belajar pendidikan dasar (wajar
dikdas) sembilan tahun. Istilah yang digunakan adalah wajib belajar (compulsory education) bukan wajib sekolah, karena belajar itu wajib seumur hidup, sedangkan sekolah itu wajib sampai jenjang tertentu.Melalui penyelenggaraan pendidikan dasar tersebut, diharapkan berdampak pada kualitas sumber daya manusia sehingga nantinya mampu menghadapi persaingan global. Fenomena bahwa anak-anak cenderung tidak bersekolah dan justru membantu orang tuanya mencari nafkah tercermin pada para gelandangan dan pengemis. Gelandangan dan pengemis yang menyerbu sejumlah kota di Bali terutama di Kota Denpasar dan Badung sebagian besar berasal dari Dusun Munti Gunung. Dusun Munti Gunung adalah sebuah dusun yang terletak di Desa Tianyar, Kabupaten Karangasem yang masyarakatnya masih tergolong miskin di Provinsi Bali. Kemiskinan stuktural telah terjadi di dusun ini. Kemiskinan struktural yaitu kemiskinan yang timbul akibat adanya suatu kekuatan yang berada di luar seseorang atau sekelompok orang yang membelenggu seperti misalnya kondisi geografis wilayah tempat tinggal yang tidak memiliki sumber daya alam melimpah, yang
memaksa seseorang atau sekelompok orang tersebut agar tetap menjadi miskin (Arsyad, 1992 dalam Sembiring, 2009). Kurangnya pendidikan dan sikap mental yang lemah ikut serta mendukung perkembangan gelandangan dan pengemis pada saat ini.
Salah satu cara yang digunakan untuk memutus regenerasi kaum gelandangan dan pengemis yaitu dengan membenahi mental para gelandangan dan pengemis melalui pendidikan. Sasaran yang dituju bukan lagi para orang tua yang sudah terlanjur menganggap gelandangan dan pengemis sebagai satu-satunya jalan hidup, melainkan para anak-anak mulai dari usia dini. Agar mental gelandangan dan pengemis tidak tertular kepada anak-anak, sejak dini anak-anak harus mendapatkan pendidikan dasar, minimal menuntaskan program Wajib Belajar 9 Tahun (Simabur, 2009).
Penelitian ini dibatasi untuk mengetahui tanggapan masyarakat Dusun Munti Gunung terhadap program Wajib Belajar 9 Tahun yang digambarkan melalui pernyataan mendukung, apatis, atau tidak mendukung terhadap program tersebut. Variabel-variabel yang diidentifikasi memengaruhi tanggapan masyarakat Dusun Munti Gunung terhadap program Wajib Belajar 9 Tahun dianalisa dengan metode regresi logistik multinomial.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tanggapan masyarakat di desa terpencil khusussnya masyarakat Dusun Munti Gunung terhadap program Wajib Belajar 9 Tahun serta variabel-variabel apa sajakah yang memengaruhi tanggapan masyarakat di desa terpencil terhadap program Wajib Belajar 9 Tahun.
KAJIAN PUSTAKA
Wajib Belajar Sembilan Tahun
Wajib Belajar 9 Tahun merupakan salah satu program yang gencar digalakkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Program ini mewajibkan setiap warga negara untuk bersekolah selama 9 (sembilan) tahun pada jenjang pendidikan dasar, yaitu dari tingkat kelas 1 Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) hingga kelas 9 Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs).
Pada tahun 1984 dicanangkan wajib belajar pendidikan dasar enam tahun, dan setelah sepuluh tahun berjalan kembali dicanangkan oleh pemerintah melalui Inpres Nomor 1 Tahun 1994 ditetapkan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Hal ini berarti bahwa setiap anak Indonesia yang berumur 7 s.d. 15 tahun diwajibkan untuk mengikuti Pendidikan Dasar 9 Tahun sampai taPengertian wajib belajar menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Wajib belajar berfungsi mengupayakan perluasan dan
pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi setiap warga Negara Indonesia. Wajib belajar merupakan kewajiban bagi setiap warga Negara Indonesia yang berumur 7--15 tahun untuk mengikuti pendidikan dasar selama 9 tahun yaitu enam tahun di SD dan tiga tahun di SMP. Pelaksanaan program wajib belajar dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar.
Program Wajib Belajar 9 Tahun merupakan salah satu kebijakan yang mempresentasikan dukungan pemerintah terhadap pendidikan. Hannum dan Buchman (2005) dalam Ahmad (2009), berkeyakinan bahwa pendidikan memberikan kontribusi kepada perkembangan sosial, kesehatan, partisipasi dalam sektor ekonomi, dan demokrasi. Dengan demikian, wajib belajar tidak hanya menyangkut akses terhadap pendidikan dasar, tetapi pemerintah harus menjamin pendidikan yang disediakan adalah pendidikan yang berkualitas. Dampaknya, wajib belajar yang tidak disertai kualitas tidak menghasilkan outcome yang positif. Pendanaan merupakan salah satu persoalan dalam pemerataan akses pendidikan. Mengenai pendanaan program wajib belajar, Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 dengan tegas menyebutkan bahwa pendanaan pendidikan tingkat dasar sepenuhnya ditanggung pemerintah. Oleh karena itu, salah satu kebijakan strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk pemerataan akses pendidikan adalah melalui pemberian bantuan operasional sekolah (BOS) bagi semua siswa pada jenjang dikdas. Dengan adanya BOS diharapkan dapat memajukan usaha pemerataan akses pendidikan guna memutus mata rantai kemiskinan.
Indikator keberhasilan program Wajib Belajar 9 Tahun adalah angka partisipasi siswa menjadi peserta didik. Program Wajib Belajar 9 Tahun dikatakan berhasil jika telah mencapai standar pelayanan minimal yaitu angka partisipasi murni (APM) tingkat SD sebesar 90 persen dan tingkat SMP sebesar 80 persen (Diknas, 2003 dalam Maryama, 2005). Menurut Dinas Pndidikan Provinsi Bali pada tahun 2009 utuk provinsi Bali APM tingkat SD sebesar 94,82 persen, sedangkan APM tingkat SMP adalah 67,03 persen. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa APM tingkat SMP lebih rendah dari tingkat SD. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian anak/ penduduk pada kelompok ini sudah tidak bersekolah lagi atau memang belum mengikuti pendidikan formal. Kemungkinan besar sebagian anak-anak yang telah menamatkan pendidikan SD tidak lagi melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (belum menuntaskan program Wajib Belajar 9 Tahun).
Menurut Beeby (1975) dalam Erhanudin (2009), penyebab terbesar anak Indonesia tidak bersekolah adalah kemiskinan, budaya orang tua, dan sekolah yang tidak menyenangkan. Faktor kemiskinan merupakan kenyataan sosial yang sedang menjadi perhatian pemerintah dewasa ini, yang membuat banyak anak bangsa tidak dapat
bersekolah. Anak-anak cenderung membantu tanggungan hidup yang seharusnya dipenuhi oleh kedua orang tuanya. Seharusnya, di usia muda anak-anak menuntut ilmu setinggi-tingginya agar kelak dapat memperbaiki status sosial ekonominya.
Penelitian Empiris yang Berkaitan dengan Wajib Belajar 9 Tahun
Penelitian yang berkaitan dengan pendidikan terutama program Wajib Belajar 9 Tahun telah banyak dilakukan sebelumnya. Beberapa diantaranya yaitu penelitian Raharjo dan Suminam (1998) mengatakan bahwa kondisi sosial ekonomi dan demografi orang tua (pendidikan orang tua, pekerjaan, penghasilan, jumlah anak, dan akses media massa) sebagian besar sangat mendukung kelancaran kelanjutan anak untuk sekolah ke SMP. Selanjutnya, Maryama (2005) menyatakan bahwa variabel sosial ekonomi, yaitu jenis pekerjaan kepala keluarga dan variabel lain di luar variabel sosial ekonomi memengaruhi tingkat penerimaan kepala keluarga pada program Wajib Belajar 9 Tahun secara signifikan. Beberapa hasil penelitian memperjelas bahwa kondisi sosial ekonomi keluarga sangat mendominasi dalam kelanjutan pendidikan anak, di samping juga beberapa alasan lainnya yang turut mendukung.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Dusun Munti Gunung, Desa Tianyar Barat, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem. Pemilihan Dusun Munti Gunung sebagai tempat penelitian dilandasi pertimbangan karena banyak anak-anak yang berasal dari dusun tersebut menjadi pengemis, seperti banyak terlihat di tempat-tempat penyeberangan jalan di Kota Denpasar. Sesungguhnya mereka masih harus duduk di bangku sekolah mendapatkan pendidikan dasar. Kondisi ini sangat memprihatinkan dan mereka belum layak untuk bekerja.
Sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu mengidentifikasi tanggapan masyarakat Dusun Munti Gunung terhadap program Wajib Belajar 9 tahun, maka yang menjadi objek penelitian adalah kepala keluarga siswa kelas V dan VI SD di Dusun Munti Gunung. Waktu penelitian selama dua bulan, yaitu pada bulan Juni dan Juli tahun 2010.
Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel
Variabel yang akan dianalisis dalam penelitian ini dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu variabel bebas dan variabel respon.Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu jenis kelamin anak (X1), umur kepala keluarga (X2), pendidikan kepala keluarga (X3), jenis pekerjaan kepala keluarga (X4), jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan (X5), jumlah anak yang masih sekolah (X6), dan pendapatan keluarga (X7). Variabel respon dalam
penelitian ini adalah tanggapan masyarakat Dusun Munti Gunung terhadap program Wajib Belajar 9 Tahun (Y).
Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut.
-
(1) Tanggapan masyarakat di desa terpencil terhadap program Wajib Belajar 9 Tahun adalah bagaimana masyarakat Dusun Munti Gunung menanggapi program Wajib Belajar 9 Tahun yang dalam penelitian ini diwakili oleh kepala keluarga dari siswa kelas V dan VI SD dalam bentuk pernyataan terhadap pendidikan anak. Kepala keluarga adalah orang yang menjadi kepala atau pemimpin dalam suatu keluarga yang bertanggung jawab atas anggota keluarga termasuk diri siswa terutama dalam hal biaya pendidikan.
-
(2) Jenis kelamin anak, yaitu laki-laki dan perempuan. (3) Umur kepala keluarga dinyatakan dalam satuan tahun. (4) Pendidikan kepala keluarga adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang telah ditamatkan berdasarkan ijazah yang dimiliki oleh kepala keluarga.
-
(5) Jenis pekerjaan kepala keluarga adalah jenis pekerjaan utama yang dilakukan oleh kepala keluarga.
-
(6) Jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan adalah banyaknya anggota keluarga yang masih ditanggung oleh kepala keluarga.
-
(7) Jumlah anak masih sekolah adalah banyaknya anak yang masih sekolah dan menjadi tanggungan kepala keluarga.
-
(8) Pendapatan keluarga adalah rata-rata pendapatan keluarga per bulan.
Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Dusun Munti Gunung. Sedangkan sampel yang digunakan yaitu kepala keluarga dari siswa kelas V dan VI SD yang ada di Dusun Munti Gunung. Pemilihan sampel didasarkan pada metode non probability sampling, tepatnya metode purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan/kriteria tertentu. Pertimbangan yang digunakan untuk memilih sampel pada penelitian ini adalah karena siswa kelas V dan kelas VI SD berpotensi untuk melanjutkan pendidikan ke SMP (menuntaskan program Wajib Belajar 9 Tahun).
Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan mencakup data kuantitatif dan data kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara terstruktur, yaitu wawancara dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya.
Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui variabel-variabel yang memengaruhi tanggapan masyarakat Dusun Munti Gunung terhadap program Wajib Belajar 9 Tahun, teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi logistik multinomial

dengan bantuan software STATA version 9.0. Langkah-langkah dalam analisis regresi logistik multinomial secara umum sebagai berikut.
-
(1) Mengelompokkan data responden;
-
(2) Melakukan pengujian parameter secara simultan untuk mengetahui kecocokan model;
-
(3) Melakukan pengujian parameter secara parsial untuk mengetahui variabel bebas yang paling berpengaruh dalam model;
-
(4) Mencari model terbaik dengan metode Stepwise atau regresi logistik bertatar; dan
-
(5) Melakukan interpretasi terhadap nilai rasio kecenderungan yang terbentuk.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Geografis Dusun Munti Gunung
Dusun Munti Gunung merupakan sebuah dusun yang secara administratif terletak di Wilayah Desa Tianyar Barat, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem. Dusun Munti Gunung mencakup 1.193 KK (Kepala Keluarga) pada tahun 2009. Mata pencaharian warga dusun secara mayoritas sebagai petani di lahan pertanian tadah hujan. Pemilikan lahan untuk bercocok tanam di kalangan petani Munti Gunung rata-rata relatif sempit yaitu kurang lebih antara 2 are sampai 4 are. Di lahan tadah hujan tersebut, petani menanam jagung, jambu mente, ketela pohon, ketela rambat, dan kacang-kacangan. Selain itu, juga di tanah tegalan tampak melambai-lambai beberapa pohon kelapa, sedangkan pada tebing-tebing dan jurang tampak tumbuh banyak pohon lontar (ental).
Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 221 responden yang merupakan kepala keluarga dari siswa kelas V dan VI SD pada tahun ajaran 2009/2010 dan siswa kelas V pada tahun ajaran 2010/2011 di SDN 3 dan SDN 6 Tianyar Barat. Sebanyak 128 responden memiliki anak perempuan dan sebanyak 93 orang memiliki anak laki-laki. Berikut ini tabel tanggapan masyarakat Dusun Munti Gunung terhadap program Wajib Belajar 9 Tahun beserta alasan yang mendasari tanggapan tersebut.
Lampiran 1. Tanggapan Masyarakat Dusun Munti Gunung Terhadap Program Wajib Belajar 9 Tahun
Tanggapan Responden (orang) Persentase (%)
Mendukung |
147 |
66,52 |
Apatis |
12 |
5,43 |
Tidak Mendukung |
62 |
28,05 |
Total |
221 |
100,00 |
Sumber: Penelitian Data Primer
Lampiran 2. Alasan Kepala Keluarga Mendukung Program Wajib Belajar 9 Tahun
Alasan |
Responden (orang) |
Persentase (%) |
Pendidikan itu penting |
38 |
25,85 |
Bangga jika anak lulus SMP |
11 |
7,48 |
Demi masa depan yang lebih baik |
98 |
66,67 |
Total |
147 |
100 ,00 |
Sumber: Penelitian Data Primer
Lampiran 3. Alasan Kepala Keluarga Apatis Terhadap Program Wajib Belajar 9 Tahun
Alasan |
Responden (orang) |
Persentase (%) |
Banyak tanggungan |
3 |
25 |
Terserah kemauan anak |
9 |
75 |
Total |
12 |
100 |
Sumber: Penelitian Data Primer
Lampiran 4. Alasan Kepala Keluarga Tidak Mendukung Program Wajib Belajar 9 Tahun
Alasan |
Responden (orang) |
Persentase (%) |
Biaya sekolah yang mahal |
35 |
56,45 |
Tamat SD anak harus membantu orang tua bekerja |
19 |
30,65 |
Jarak rumah dengan sekolah jauh |
5 |
8,06 |
Lainnya (menikah) |
3 |
4,84 |
Total |
62 |
100,00 |
Sumber: Penelitian Data Primer
Dalam penelitian ini, tanggapan masyarakat Dusun Munti Gunung dikelompokkan menjadi tiga yaitu mendukung, apatis, dan tidak mendukung. Sebanyak 147 orang kepala keluarga atau 66,52 persen dari 221 sampel yang diambil mendukung program Wajib Belajar 9 Tahun (Lampiran 1). Sedangkan kepala keluarga yang menyatakan apatis terhadap program tersebut sebanyak 12 orang (5,43 persen) dan sisanya sebanyak 62 orang (28,05 persen) menyatakan tidak mendukung. Secara garis besar, dapat dikatakan bahwa sebagian besar masyarakat Dusun Munti Gunung telah mendukung program Wajib Belajar 9 Tahun.
Tanggapan masyarakat tentu saja didasari oleh beberapa alasan-alasan tertentu. Adapun alasan yang mendasari masyarakat mendukung program Wajib Belajar 9 Tahun yaitu karena pendidikan itu penting, bangga memiliki anak yang lulus SMP, dan demi masa depan yang lebih baik. Dari sejumlah sampel yang diambil, sebanyak 66,67 persen (98 responden) menyatakan mendukung program Wajib Belajar 9 Tahun demi masa depan yang lebih baik (Lampiran 2). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa melalui pendidikan diharapkan si anak nantinya memiliki masa depan yang lebih baik di kemudian hari.
Alasan yang mendasari kepala keluarga untuk apatis terhadap program Wajib Belajar 9 Tahun diantaranya karena kepala keluarga memiliki banyak tanggungan baik tanggungan anggota keluarga maupun tanggungan anak yang masih sekolah. Alasan lainnya yaitu keputusan diserahkan pada si anak (terserah kemauan si anak) mau melanjutkan ke jenjang SMP atau tidak. Sebanyak 3 responden menyatakan apatis terhadap program tersebut karena alasan memiliki banyak tanggungan dan sebanyak 9 responden dengan alasan bahwa keputusan disesuaikan dengan kemauan anak (Lampiran 3).
Untuk tanggapan tidak mendukung program Wajib Belajar 9 Tahun, alasan yang mendasari yaitu karena biaya sekolah yang mahal, tamat SD anak harus membantu orang tua bekerja, dan jarak rumah dengan sekolah
jauh. Alasan lainnya yaitu kepala keluarga menginginkan anaknya untuk menikah setelah tamat SD terutama untuk anak perempuan. Sebagian besar kepala keluarga tidak mendukung program Wajib Belajar 9 Tahun dengan alasan bahwa biaya sekolah yang mahal yaitu sebanyak 35 responden. 19 responden dengan alasan bahwa setelah tamat SD anak harus membantu orang tua bekerja, 5 responden dengan alasan bahwa jarak rumah dengan sekolah jauh, dan 3 responden dengan alasan lainnya yaitu setelah tamat SD, anak akan menikah seperti yang dituturkan oleh salah satu kepala keluarga yang sempat ditemui di lapangan (Lampiran 4). Di sini tampak bahwa bagi sebagian masyarakat pedesaan pendidikan itu merupakan suat hal yang mahal, sehingga mereka lebih memilih tidak menyekolahkan anak sampai tingkat SMP atau bahkan tidak sampai tamat SD.
Analisis Regresi Logistik Multinomial
Untuk mempertegas bahwa variabel-variabel seperti jenis kelamin anak, umur kepala keluarga, pendidikan kepala keluarga, dan pendapatan keluarga berpengaruh terhadap tanggapan kepala keluarga pada program Wajib Belajar 9 Tahun, dianalisis dengan menggunakan metode regresi logistik multinomial. Adapun yang menjadi dasar (baseline) dalam penelitian ini, yaitu tanggapan mendukung. Alasannya program Wajib Belajar 9 Tahun merupakan program pemerintah yang pelaksanaannya ditunjang oleh adanya Dana BOS serta kebijakan lainnya yang bersifat meringankan biaya pendidikan dasar bagi peserta didik. Dengan adanya kebijakan tersebut, diharapkan masyarakat akan mendukung kelanjutan pendidikan anak sampai dengan jenjang SMP atau yang lebih tinggi (menuntaskan program Wajib Belajar (Wajar) 9 Tahun), sehingga diperoleh model umum sebagai berikut.
Dengan bantuan software STATA 9.0, diperoleh model dugaan sebagai berikut.
Model dengan tanggapan apatis yang dibandingkan dengan tanggapan mendukung.
g1() +++
Model dengan tanggapan tidak mendukung yang dibandingkan dengan tanggapan mendukung.
g2()+++
Hal itu juga dapat dilihat hasil analisis untuk model penuh seperti dalam Tabel 1.
Pembentukan model penuh dengan melihat variabel-variabel yang memengaruhi tanggapan masyarakat Dusun Munti Gunung terhadap program Wajib Belajar 9 Tahun yang melibatkan tujuh variabel bebas menghasilkan nilai sebesar 0,6215 serta nilai p = 0,0000 . Hipotesis yang diberikan adalah sebagai berikut.
H0 : b11 = b12 =...= b1p = b21 = b22 =...= b2p =0 (tidak ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel respon)
H1 : minimal ada satu = 0 (minimal ada satu variabel
Tabel 1. Hasil Analisis Model Penuh dengan Tanggapan Mendukung sebagai Baseline
Tanggapan |
Koefisien |
P > |Z| |
Apatis | ||
Jenis kelamin anak (X1) |
22,34436 |
0,000 |
Umur kepala keluarga (X2) |
0,2521302 |
0,002 |
Pendidikan kepala keluarga (X3) |
-2,140666 |
0,004 |
Jenis pekerjaan kepala keluarga (X4) |
0,2788693 |
0,222 |
Jumlah anggota keluarga tanggungan (X5) |
-0,084125 |
0,803 |
Jumlah anak yang masih sekolah (X6) |
0,6887974 |
0,180 |
Pendapatan keluarga (X7) |
-0,00001 |
0,000 |
Konstanta |
-29,85635 | |
Tidak mendukung | ||
Jenis kelamin anak (X1) |
4,080497 |
0,000 |
Umur kepala keluarga (X2) |
0,2615164 |
0,000 |
Pendidikan kepala keluarga (X3) |
-1,141253 |
0,010 |
Jenis pekerjaan kepala keluarga (X4) |
0,0691224 |
0,711 |
Jumlah anggota keluarga tanggungan (X5) |
-0,2351526 |
0,349 |
Jumlah anak yang masih sekolah (X6) |
0,5896057 |
0,145 |
Pendapatan keluarga (X7) |
-9,82 |
0,000 |
Konstanta |
-9,57589 |
Sumber : Hasil Analisis Data Primer
bebas yang memengaruhi variabel respon)
H0 ditolak apabila nilai p < . Dengan mengambil nilai sebesar 0,05 maka dalam penelitian ini, keputusan yang diambil yaitu tolak H0 karena nilai p < . Hal ini menunjukkan bahwa minimal ada satu variabel bebas yang memengaruhi variabel respon. Artinya, bahwa model tanggapan masyarakat Dusun Munti Gunung terhadap program Wajib Belajar 9 Tahun yang diperngaruhi oleh salah satu dari variabel bebas jenis kelamin anak (x1), umur kepala keluarga (x2), pendidikan kepala keluarga (x3), jenis pekerjaan kepala keluarga (x4), jumlah anggota keluarga tanggungan (x5), jumlah anak yang masih sekolah (x6), dan pendapatan keluarga (X7) dapat diterima.
Tabel 1 juga dapat dilihat variabel-variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap tanggapan masyarakat Dusun Munti Gunung terhadap program Wajib Belajar 9 Tahun. Untuk model pertama yaitu model yang membandingkan antara tanggapan apatis dengan tanggapan mendukung, maupun model kedua yaitu model yang membandingkan antara tanggapan tidak mendukung dengan tanggapan mendukung, variabel-variabel bebas yang berpengaruh secara signifikan yaitu jenis kelamin anak (x1), umur kepala keluarga (x2), pendidikan kepala keluarga (x3), dan pendapatan keluarga (x7). Sebaliknya, variabel lain, seperti jenis pekerjaan kepala keluarga (x4), jumlah anggota keluarga tanggungan (x5), dan jumlah anak yang masih sekolah (x6) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap model penuh,
Pemilihan Model Terbaik Dengan Metode Stepwise
Metode Stepwise merupakan sebuah metode yang digunakan untuk mencari model terbaik. Metode ini diawali dengan seleksi langkah maju dengan terlebih dahulu menentukan nilai p untuk menentukan variabel bebas mana yang masuk ke dalam model dan variabel
bebas mana yang keluar dari model. Dalam penelitian ini, nilai p untuk variabel bebas yang masuk diambil sebesar 0,15 dan untuk variabel bebas yang keluar sebesar 0,20 (Hosmer dan Lemeshow, 2000). Pemilihan variabel bebas untuk dimasukkan ke dalam model dengan melihat nilai p terkecil variabel bebas dalam model penuh Dengan melihat nilai p untuk setiap variabel bebas, maka variabel bebas yang pertama diambil dengan nilai p terkecil yaitu variabel jenis kelamin anak (x1). Adapun model terbaik yang diperoleh dengan menggunakan metode Stepwise dimana tanggapan mendukung sebagai dasar (baseline) ditunjukkan dalam Tabel 6.
Tabel 6. Pembentukan Model Terbaik dengan Tanggapan Mendukung sebagai Baseline Menggunakan Metode Stepwise
Langkah |
Model |
Konstanta |
Jenis kelamin anak (x1) |
Pendapatan keluarga (x7) |
Umur kepala keluarga (x2) |
Pendidikan kepala keluarga (x3) |
R2 |
0 |
1 |
-2.5055 | |||||
2 |
-0.8633 | ||||||
1 |
1 |
-23.0315 |
21.4388 |
0.1958 | |||
2 |
-2.8679 |
2.83341 | |||||
2 |
1 |
-20.0191 |
23.2281 |
-8.44e-06 |
0.4645 | ||
2 |
0.7344 |
4.0946 |
-8.60e-06 | ||||
3 |
1 |
-30.2825 |
23.0551 |
-9.12e-06 |
0.23883 |
0.5642 | |
2 |
-10.5862 |
3.9834 |
-9.36e-06 |
0.2597 | |||
4 |
1 |
-28.2723 |
22.4581 |
-8.96e-06 |
0.2349 |
-1.9042 |
0.6057 |
2 |
-9.4279 |
3.7737 |
-9.01e-06 |
0.2554 |
-1.0111 |
Sumber : Hasil Analisis Data Primer
Secara keseluruhan model terbaik yang terbentuk adalah sebagai berikut.
Model dengan tanggapan apatis yang dibandingkan dengan tanggapan mendukung.
g1(x)= -28,27236 + 22,45813x1 – 0,00000896x7 + 0,2349989x2 – 1,90424x3
Model dengan tanggapan tidak mendukung yang dibandingkan dengan tanggapan mendukung.
g2(x)= -9,427904 + 3,773763x1 – 0,00000901x7 + 0,2554591x2 – 1,011138x3
Model 1 dengan koefisien sebesar -28,27236 dengan nilai e b = 0,0816 artinya, rasio antara tanggapan apatis dengan tanggapan mendukung adalah sebesar 0,0816.
Model 2 dengan koefisien sebesar -9,427904 dengan nilai e b = 0,4218 artinya, rasio antara tanggapan tidak mendukung dengan tanggapan mendukung adalah sebesar 0,4218.
Model terbaik seperti dalam Tabel 26 memberikan gambaran bahwa variabel bebas yang masuk ke dalam model yaitu jenis kelamin anak (x1), pendapatan keluarga (x7), umur kepala keluarga (x2), dan pendidikan kepala keluarga (x3) dengan nilai R2 sebesar 0,6057. Artinya, model yang diperoleh mampu menjelaskan tanggapan masyarakat Dusun Munti Gunung terhadap program Wajib Belajar 9 Tahun sebesar 60,57 persen. Variabel jenis kelamin anak merupakan variabel bebas yang paling berpengaruh terhadap tanggapan masyarakat Dusun
Munti Gunung pada program Wajib Belajar 9 Tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian masyarakat di Bali, khususnya di desa-desa terpencil masih mengutamakan pendidikan bagi anak laki-laki, tidak terlepas dari sosial budaya masyarakat Bali yang patrilinial menganggap anak laki-laki adalah purusa/penerus generasi keluarga.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan uraian dalam pembahasan, maka simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
-
1. Tanggapan masyarakat Dusun Munti Gunung terhadap program Wajib Belajar 9 Tahun dikelompokkan menjadi tiga yaitu tanggapan mendukung, apatis, dan tidak mendukung terhadap program tersebut. Dari 221 sampel yang diambil, sebanyak 66,52 persen menyatakan mendukung, 5,43 persen apatis, dan 28,05 persen tidak mendukung program Wajib Belajar 9 Tahun.
-
2. Berdasarkan model terbaik yang terbentuk, variabel bebas yang berpengaruh secara nyata pada tanggapan masyarakat Dusun Munti Gunung terhadap Program Wajib Belajar 9 Tahun yaitu variabel jenis kelamin anak (x1) dan umur kepala keluarga (x2) berpengaruh secara positif, serta variabel pendidikan kepala keluarga (x3) dan pendapatan keluarga (x7) berpengaruh secara negatif.
-
3. Nilai koefisien determinasi yang terbentuk dari model terbaik sebesar 60,57 persen. Nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel-variabel yang diidentifikasi memengaruhi tanggapan masyarakat Dusun Munti Gunung terhadap Program Wajib Belajar 9 Tahun belum cukup menjelaskan tanggapan masyarakat. Kemungkinan, terdapat variabel lain di luar variabel-variabel tersebut yang memengaruhi tanggapan masyarakat Dusun Munti Gunung terhadap Program Wajib Belajar 9 Tahun, atau variabel bebas yang pengaruhnya terhadap respon tidaklah linier.
-
4. Dari odds ratio (nilai kecenderungan) yang terbentuk, memberikan gambaran bahwa seorang kepala keluarga yang memiliki anak dengan jenis kelamin laki-laki cenderung mendukung anaknya untuk menuntaskan program Wajib Belajar 9 Tahun. Selain itu, jika dilihat dari sisi umur, semakin tua umur seorang kepala keluarga, maka cenderung dia tidak mendukung anaknya untuk menuntaskan program Wajib Belajar 9 Tahun. Hal tersebut tentu tidak terlepas dari tingkat pendidikan yang telah ditamatkannya, sehingga dilihat dari sisi pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan seorang kepala keluarga, cenderung untuk mendukung anaknya dalam menuntaskan program Wajib Belajar 9 Tahun. Di samping dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, tanggapan masyarakat juga dipengaruhi
oleh besarnya pendapatan keluarga, sehingga jika dilihat dari besarnya pendapatan keluarga, semakin besar pendapatan keluarga, seorang kepala keluarga cenderung mendukung anaknya untuk menuntaskan program Wajib Belajar 9 Tahun.
Saran
Saran yang dapat disampaikan untuk tanggapan masyarakat Dusun Munti Gunung terhadap program Wajib Belajar 9 Tahun adalah sebagai berikut.
-
1. Berdasarkan nilai koefisien determinasi sebesar 60,75 persen menunjukkan bahwa model hanya mampu menjelaskan tanggapan masyarakat Dusun Munti Gunung terhadap program Wajib belajar 9 Tahun sebesar 60,75 persen . Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya kajian atau penelitian berikutnya dengan memasukkan variabel bebas lainnya, seperti akses terhadap media masa atau ada kemungkinan variabel-variabel bebas yang diamati dalam penelitian ini pengaruhnya terhadap variabel respon tidaklah linier.
-
2. Variabel bebas yang paling berpengaruh dalam model tanggapan masyarakat Dusun Munti Gunung terhadap program Wajib belajar 9 Tahun, yaitu jenis kelamin anak, sehingga perlu adanya penyuluhan kepada masyarakat dari pihak terkait mengenai peran gender. Dengan demikian, diharapkan masyarakat mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat adanya kesenjangan gender.
-
3. Berdasarkan alasan yang dikemukakan dalam menanggapi program Wajib Belajar 9 Tahun dalam tanggapan tidak mendukung terhadap program tersebut, terlihat jelas alasan yang mendominasi tanggapan untuk tidak mendukung, yaitu karena biaya pendidikan yang mahal. Melalui penelitian ini diharapkan pihak-pihak terkait dengan pendidikan terutama yang berkaitan dengan Wajib Belajar 9 Tahun dapat mengefektifkan penggunaan dana BOS guna memperingan biaya pendidikan dasar terutama untuk masyarakat miskin. Dengan demikian, nantinya diharapkan seluruh masyarakat khususnya masyarakat Dusun Munti Gunung mendukung program Wajib Belajar 9 Tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Agresti, A. 1990. Categorical Data Analysis. New Jersey :John Wiley & Sons, Inc.
Ali, M. 2010. Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun. Online. ( http://m-ali-net/?p=73. Diakses tanggal 21 Juli 2011).
Anonim. 2004. Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional.
Online. (http://www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas. pdf. diakses tanggal 2 Februari 2010).
Badan Pusat Statistik Bali. 2007. Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Gini Ratio, dan Distribusi Pendapatan Bali 2007. Denpasar : BPS
Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional. 2001. Penilaian Pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar. Jakarta : BPPN.
Erhanudin. 2009. Pendidikan Gratis : Amanat yang Terlupakan. Online ( www.erhan-math.page.tl. diakses tanggal 30 Juni 2010)
Hosmer, D.W and Lemeshow, S. 2000. Applied Logistic Regression .Second Edition. New York: John Wiley and Sons, Inc.
Juhaidi. A. (2009). Wajib Belajar dan Investasi Pendidikan.On-line (http://ahmad-juhaidi.blogspot.com/2009/05/wajib-belajar-dan-investasi-pendidikan.html.diakses tanggal 26 Juni 2010)
Maryama, A. 2005. Pengaruh Variabel Sosial Ekonomi Terhadap Tingkat Penerimaan Kepala Keluarga Pada Program Wajib Belajar 9 Tahun (Studi Kasus Pada Kepala Keluarga Siswa Kelas V dan VI SD Negeri di Desa Sambirejo, Kecamatan Tlogowungu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah). Skripsi tidak diterbitkan. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik.
Neter, J., Wasserman W. and M. H. Kutner. 1997. Model Linear Terapan Buku II. Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri. Jurusan Statistika FMIPA IPB.
Sembiring, K. 2009. Hubungan Tingkat Pendapatan orang Tua Terhadap Pendidikan Anak di Kecamatan Berasta-gi. Skripsi Online. Universitas Sumatera Utara. Medan. (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14107/ 1/09E02114.pdf. diakses tanggal 29 April 2010)
Simabur, C.A. 2009. Memutus Regenerasi Baru Melalui Pendidikan. Online (http://www.jawapos.co.id/radar/index. php?act=detail&rid=131679.diakses tanggal 2 Februari 2010)
38
PIRAMIDA Jurnal Kependudukan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Discussion and feedback