ANALISIS SKALA PRODUKSI TANAMAN KOPI DI DESA PELAGA KECAMATAN PETANG KABUPATEN BADUNG
on
ANALISIS SKALA PRODUKSI TANAMAN KOPI DI DESA PELAGA KECAMATAN PETANG KABUPATEN BADUNG
I Putu Teguh Suryadinatha Putra1 I Ketut Sudiana2
-
1Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia e-mail: teguhsuryadinatha@gmail.com telp: +62 81239570213
-
2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia
ABSTRAK
Sektor pertanian di Provinsi Bali merupakan sektor prioritas kedua dalam pembangunan setelah pariwisata dan posisinya sangat strategis dalam pemberdayaan ekonomi rakyat di pedesaan. Upaya untuk mengembangkan kemampuan melalui pelatihan, adanya luas lahan yang memadai, tenaga kerja yang cukup, dan terampil, serta biaya yang relatif rendah sangat penting dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat pedesaan. Salah satu jenis perkebunan yang termasuk perkebunan rakyat adalah perkebunan kopi. Kopi merupakan salah satu komoditi non migas, yang belakangan ini memiliki pasaran yang cukup menjanjikan di pasaran dunia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis seberapa besar pengaruh luas lahan, tenaga kerja, dan upah baik secara simultan dan parsial terhadap jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Penelitian ini dilakukan pada petani kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 74 petani kopi. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terstruktur, wawancara mendalam dan observasi. Teknik anaslisis yang digunakan yaitu regresi linier berganda serta skala produksi dengan fungsi Cobb-Douglas. Hasil penelitian menyatakan bahwa luas lahan, tenaga kerja, dan upah berpengaruh positif dan signifikan baik secara simultan dan parsial terhadap jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Skala produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung saat ini berada dalam kondisi increasing return to scale. Sedangkan secara parsial untuk keempat variabel bebasnya dalam kondisi decreasing return to scale.
Kata Kunci: jumlah produksi, luas lahan, tenaga kerja, upah
ABSTRACT
The agricultural sector in Bali Province is the second priority sector in development after tourism and its position is very strategic in empowering people's economy in rural areas. Efforts to develop skills through training, adequate land area, adequate and skilled labor, and relatively low cost are essential in order to improve the welfare of the community, especially rural communities. One type of plantation that includes a smallholder plantation is a coffee plantation. Coffee is one of non-oil and gas commodities, which recently has a market that is promising in the world market. The purpose of this study is to analyze how large the influence of land area, labor, and wages both simultaneously and partially to the amount of coffee plant production in Pelaga Village Petang District Badung regency. This research was conducted on coffee farmers in Pelaga Village, Petang District, Badung Regency. The number of samples taken is 74 coffee farmers. Data collection is done through structured interviews, indepth interviews and observation. The anaslisis technique used is multiple linear regression and production scale with Cobb-Douglas function. The result of this research stated that the area of land, labor, and wage have positive and significant influence both simultaneously and partially to the amount of coffee plant production in Pelaga Village, Petang District, Badung Regency. Scale production of coffee plants in Pelaga Village, Petang District Badung Regency is currently in a condition of increasing return to scale. While partially for all four independent variables in condition decreasing return to scale.
Keywords: amount of production, land area, labor, wages
PENDAHULUAN
Kondisi krisis moneter yang diikuti oleh krisis ekonomi sebagaimana yang terjadi sejak awal tahun 1997 mengakibatkan sektor pertanian tumbuh positif sehingga menjadi penyelamat perekonomian nasional. Fakta ini membuktikan bahwa pembangunan pertanian perlu didorong untuk mendukung keberlanjutan pembangunan ekonomi. Secara umum, keberhasilan pembangunan pertanian ditentukan oleh lingkungan tumbuh komoditas pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan dan pertenakan, serta perikanan dan agroekosistem atau faktor biofisik seperti jenis tanah dan iklim (intensitas cahaya, curah hujan, kelembaban, dan suhu) dapat menjadi peluang atau masalah dalam pembangunan pertanian, tergantung dari kemampuan petani atau pelaku agribisnis lainnya dalam menggunakan teknologi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam (Menteri Pertanian, 2006).
Perkembangan pertumbuhan sektor pertanian perlu di perhatikan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sebelum diterapkannya REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun), masyarakat pedesaan yang bergerak dalam sektor ini berada dalam kondisi keterbelakangan dan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan agar mampu bertahan hidup. Menurut Wibowo (2004:106), struktur ekonomi Indonesia yang masih sangat bersandar pada sektor pertanian, minyak dan gas-alam. Demi mencapai struktur perekonomian yang seimbang, beberapa perubahan pokok perlu untuk dilakukan. Peningkatan produksi agrikultur yang berlanjut diperlukan untuk memenuhi pertumbuhan kebutuhan
konsumsi, kebutuhan untuk bahan baku untuk agro – industri, dan permintaan untuk mengekspor.
Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 1999 :11). Indonesia merupakan negara agraris yang pembangunan ekonominya sangat di tentukan oleh pembangunan sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia merupakan penyangga perekonomian sehingga sektor ini mampu memberikan kontribusi besar bagi perkembangan perekonomian nasional. Hasil-hasil pertanian di Indonesia mampu dijadikan komoditas unggulan dalam persaingan global. Sektor pertanian mempunyai peran penyumbang terbesar terhadap Produksi Domestik Bruto (PDB), sumbangan terhadap penyerapan tenaga kerja dan juga sumbangan terhadap ekspor (Prabowo, 2013). Salah satu jenis perkebunan yang termasuk perkebunan rakyat adalah perkebunan kopi. Kopi merupakan salah satu komoditi non migas, yang belakangan ini memiliki pasaran yang cukup menjanjikan di pasaran dunia. Perkebunan merupakan salah satu subsektor dari sektor pertanian. Hasil kebun yang banyak dihasilkan di Indonesia adalah kopi (AAK ; 1980 : 19). Tabel 1. Luas Areal dan Jumlah Produksi Komoditi Kopi di Provinsi Bali
Tahun 2010-2013
Kopi Arabika |
Kopi Robusta | ||||
No |
Tahun |
Luas Areal (ha) |
Jumlah Produksi (ton) |
Luas Areal (ha) |
Jumlah Produksi (ton) |
1 |
2010 |
9.454 |
3.255,06 |
23.629 |
11.109,91 |
2 |
2011 |
10.484 |
3.123,17 |
23.628 |
7.256,25 |
3 |
2012 |
11.934 |
4.199,76 |
23.628 |
14.680,70 |
4 |
2013 |
13.112 |
4.214,65 |
23.628 |
13.102,92 |
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2014
Ada dua jenis kopi yang dihasilkan di Provinsi Bali yaitu Kopi Arabika dan Kopi Robusta. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistika Provinsi Bali tahun 2014, Kopi Robusta memiliki luas areal tanam yang tetap dalam dua tahun terakhir yaitu 23.638 ha. Jumlah produksi Kopi Robusta menurun sebesar 10,75% dari 14.680,70 ton menjadi 13.102,92 ton, sedangkan luas areal tanam Kopi Arabika secara keseluruhan selama tahun 2013 mencapai 13.112 ha atau meningkat 8,98% dari tahun sebelumnya sebesar 11.934 ha. Peningkatan luas areal tanam juga diikuti oleh peningkatan volume produksi, yaitu meningkat sebesar 2,25% dari 4.199,76 ton di tahun 2012 menjadi 4.214,65 ton di tahun 2013. Peningkatan volume produksi tersebut berkontribusi terhadap perdagangan Kopi Arabika baik pada pasar nasional maupun pasar kopi dunia.
Sektor pertanian memiliki kontribusi langsung dalam pembentukan Product Domestic Regional Bruto (PDRB), penyediaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan bagi masyarakat. Sekor pertanian juga berperan dalam penyediaan bahan pangan dan perolehan devisa melalui ekspor hasil pertanian. Sistem pertanian di Indonesia masih memerlukan upaya perbaikan serta revitalisasi agar terjadi percepatan atau akselerasi peningkatan produktivitas dan daya saing pelaku usaha pertanian. Berikut data tentang PDRB Provinsi Bali atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha tahun 2011 – 2015 disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Bali Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (miliar rupiah), 2011-2015
No. |
Lapangan Usaha |
2011 |
2013 |
2014 |
2015 |
1 |
Pertanian, Kehutanan, & Perikanan |
16.981 |
20.452 |
22.901 |
26.439 |
2 |
Pertambangan dan Penggalian |
1.311 |
1.758 |
1.956 |
1.952 |
3 |
Industri Pengolahan |
7.003 |
8.656 |
9.984 |
11.545 |
4 |
Pengadaan Listrik dan Gas |
184 |
175 |
228 |
301 |
5 |
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah & Daur Ulang |
240 |
263 |
287 |
326 |
6 |
Konstruksi |
9.398 |
13.259 |
14.114 |
15.835 |
7 |
Perdagangan Besar & Eceran; Reparasi Mobil & Sepeda Motor |
9.285 |
11.173 |
12.938 |
14.700 |
8 |
Transportasi dan Pergudangan |
8.111 |
11.311 |
14.203 |
16.441 |
9 |
Penyediaan Akomodasi & Makan Minum |
20.265 |
28.936 |
36.131 |
40.429 |
10 |
Informasi dan Komunikasi |
6.415 |
7.312 |
8.035 |
9.141 |
11 |
Jasa Keuangan dan Asuransi |
4.072 |
5.781 |
6.558 |
7.275 |
12 |
Real Estat |
4.921 |
5.967 |
6.813 |
7.398 |
13 |
Jasa Perusahaan |
1.110 |
1.344 |
1.534 |
1.800 |
14 |
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib |
6.646 |
6.846 |
7.828 |
8.738 |
15 |
Jasa Pendidikan |
5.000 |
6.484 |
7.465 |
8.592 |
16 |
Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial |
2.054 |
2.674 |
3.090 |
3.623 |
17 |
Jasa Lainnya P D R B |
1.617 104.612 |
2.017 134.408 |
2.315 156.382 |
2.638 177.173 |
Sumber: Badan Pusat Statistik Bali, 2016
Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki kontribusi yang besar setelah sektor penyediaan akomodasi dan makan minum terhadap pembentukan PDRB Provinsi Bali. Sektor pertanian di Provinsi Bali pada tahun 2011 mencapai angka 16.981 miliar rupiah, pada tahun 2013 telah mencapai 20.452 miliar rupiah, pada tahun 2014 telah mencapai 22.901 miliar rupiah, dan pada tahun 2015 telah mencapai 26.439 miliar rupiah. Data tersebut menunjukkan bahwa sumbangan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Hal ini sejalan dengan dinamika pembangunan yang tengah berjalan menghendaki pertumbuhan ekonomi dengan diikuti perubahan struktur ekonomi dari pertanian menuju industri atau jasa-jasa. Sektor pertanian di Provinsi Bali merupakan sektor prioritas kedua dalam
pembangunan setelah pariwisata dan posisinya sangat strategis dalam pemberdayaan ekonomi rakyat di pedesaan (Propeda Provinsi Bali, 2005). Besarnya peranan pertanian dalam PDRB seharusnya menunjukan besarnya tingkat kesejahteraan petani. Provinsi Bali masih memiliki penduduk miskin dimana sebagian besar bekerja di sektor pertanian. Sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, bahkan tercatat hingga tahun 2011 41% tenaga kerja Indonesia bergerak dalam sektor ini (Aggita, 2013).
Tabel 3. Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku Seri 2011 Menurut Lapangan Usaha (Persentase), 2011-2015
No. |
Lapangan Usaha |
2011 |
2012 |
2013 |
2014 |
2015 |
1 |
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan |
8.06 |
7.72 |
7.40 |
6.79 |
6.70 |
2 |
Pertambangan dan Penggalian |
0.37 |
0.39 |
0.38 |
0.35 |
0.31 |
3 |
Industri Pengolahan |
4.58 |
4.36 |
4.21 |
4.01 |
4.08 |
4 |
Pengadaan Listrik dan Gas |
0.17 |
0.15 |
0.12 |
0.13 |
0.16 |
5 |
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang |
0.31 |
0.27 |
0.25 |
0.23 |
0.23 |
6 |
Konstruksi |
9.30 |
10.30 |
9.82 |
8.68 |
8.36 |
7 |
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor |
7.54 |
7.08 |
6.77 |
6.51 |
6.44 |
8 |
Transportasi dan Pergudangan |
20.29 |
20.63 |
21.75 |
23.83 |
24.86 |
9 |
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum |
25.30 |
26.42 |
27.71 |
29.18 |
28.55 |
10 |
Informasi dan Komunikasi |
7.16 |
6.74 |
6.11 |
5.57 |
5.57 |
11 |
Jasa Keuangan dan Asuransi |
2.67 |
2.77 |
2.82 |
2.69 |
2.66 |
12 |
Jasa lainnya |
0.84 |
0.81 |
0.77 |
0.75 |
0.72 |
Distribusi PDRB |
100.00 |
100.00 |
100.00 |
100.00 |
100.00 |
Sumber: Badan Pusat Statistik Badung, 2016
Tabel 3 menunjukan bahwa distribusi PDRB Kabupaten Badung berdasarkan atas dasar harga berlaku pada tahun 2011-2015. Sektor pertanian,
kehutanan, dan perikanan Kabupaten Badung merupakan sektor yang dominan dalam hal sentra produksi seperti komiditi kopi, kelapa, panili dan lain - lain (BPS, 2016). Kontribusi industri pengolahan di Kabupaten Badung masih bersifat berfluktuatif dari tahun 2011-2015. Kontribusi pada tahun 2011 sebesar 8.06 persen lebih tinggi dibandingkan kontribusi pada tahun 2014 sebesar 6.79 persen. Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum kontribusinya terhadap PDRB lebih besar apabila dibandingkan dengan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dimana tahun 2012 sebesar 7.72 persen kemudian menurun pada tahun 2013 sebesar 7.40 persen dan untuk tahun 2014 mengalami penurunan sebesar 6.79 persen dan kontribusi terendah pada tahun 2015 yaitu sebesar 6.70 persen. Penurunan dari tahun sebelumnya menunjukan bahwa pengembangan pertanian di Badung belum mampu memberikan kontribusi terhadap PDRB melalui sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan.
Pertanian di Kabupaten Badung merupakan salah satu dari ketiga sektor unggulan di samping sektor pariwisata budaya dan sektor industri kecil serta kerajinan. Sektor ini dikembangkan selain untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Badung, juga diarahkan untuk menunjang kepariwisataan. Demi meningkatkan daya saing petani dan pelaku usaha pertanian lainnya perlu lebih ditingkatkan upaya mengembangkan kemampuan melalui pelatihan, adanya luas lahan yang memadai, tenaga kerja yang cukup, dan terampil, serta biaya yang relatif rendah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat pedesaan. Ekonomi pedesaan identik dengan pembangunan pertanian,
hal ini karena sebagian besar pendapatan rumah tangga di pedesaan berasal dari sektor pertanian (Astari, 2015).
Kabupaten Badung adalah salah satu kabupaten yang menyumbang PDRB Bali dari sektor pertanian dengan produk unggulnya adalah kopi. Kabupaten Badung di Kecamatan Petang merupakan komoditas kopi di Provinsi Bali karena keadaan topografinya yang sangat mendukung untuk di budidayakan tanaman kopi. Berikut grafik mengenai skala produksi tanaman kopi di Kabupaten Badung disajikan di Gambar 1.
Gambar 1. Grafik Skala Produksi Tanaman Kopi di Kabupaten Badung pada Tahun 2011 – 2015 (Ton)
■ kopi robusta
■ kopi arabika
Sumber : Badan Pusat Statistik Badung, 2016
Grafik tersebut menunjukkan produksi tanaman kopi di Kabupaten Badung mengalami fluktuasi tiap tahunnya. Tingkat produksi tertinggi pada jenis kopi robusta yaitu tahun 2014 sebesar 187,145 ton. Tingkat produksi terendah pada jenis kopi robusta yaitu tahun 2011 yakni sebesar 121,995 ton karena pada tahun tersebut cuaca sangat tidak bagus menyebabkan produksi kopi robusta menurun. Tingkat produksi tertinggi pada jenis kopi arabika yaitu tahun 2015
sebesar 577,000 ton. Tingkat produksi terendah pada jenis kopi arabika yaitu tahun 2011 yakni sebesar 230,034 ton karena sama halnya dengan jenis kopi robusta disebabkan oleh adanya cuaca yang tidak bagus. Tahun 2012 dan tahun berikutnya tingkat produksi kedua jenis kopi tersebut kembali meningkat. Tahun 2012 jenis kopi robusta mengalami peningkatan sebesar 151,720 ton dan jenis kopi arabika mengalami peningkatan sebesar 230,034 ton. Tahun 2014 jenis kopi arabika sempat mengalami penurunan kembali dikarenakan sebagian besar petani tersebut gagal panen dan beralih fungsi lahan, namun di tahun 2015 jenis kopi arabika tingkat produksi nya kembali stabil.
Kecamatan Petang juga sebagai daerah dengan luas kebun kopi yang terbesar di Kabupaten Badung terbagi menjadi 7 desa yang sama-sama memproduksi biji kopi. Data mengenai luas lahan dan produksi tanaman perkebunan kopi di Kecamatan Petang akhir tahun 2015 disajikan di Tabel 4.
Tabel 4. Luas Lahan dan Produksi Kopi di Kecamatan Petang Kabupaten Badung Tahun 2015
Desa |
Luas Lahan (Ha) |
Produksi (Ton) |
Carangsari |
6,00 |
3,75 |
Getasan |
3,00 |
1,25 |
Pangsan |
12,00 |
5,25 |
Petang |
61,00 |
4,18 |
Sulangai |
25,00 |
8,25 |
Pelaga |
857,84 |
204,60 |
Belok Sidan |
793,24 |
189,40 |
Jumlah |
1.758,08 |
416,68 |
Sumber : Badan Pusat Statistik Badung, 2016
Berdasarkan Tabel 4 Desa Pelaga memiliki luas lahan dan jumlah produksi kopi terbesar di antara desa lainnya di Kecamatan Petang yakni luas lahannya sebesar 857,84 ha dan produksinya sebesar 204,60 ton. Hal ini membuktikan Desa
Pelaga sebagai desa unggulan penghasil kopi di daerah tersebut. Berikut tentang Luas Lahan perkebunan serta jumlah produksi kopi di Desa Pelaga disajikan di Tabel 5.
Tabel 5. Luas Lahan dan Produksi Kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung Tahun 2011-2015
Tahun |
Luas Lahan (Ha) |
Produksi (Ton) |
2011 |
618,55 |
219,70 |
2012 |
664,53 |
200,16 |
2013 |
680,27 |
269,50 |
2014 |
749,68 |
185,42 |
2015 |
857,84 |
204,60 |
Sumber: Data Monografi Desa dan Kelurahan Desa Pelaga
Kegiatan produksi para petani dihadapi pada permasalahan dalam menentukan berapa banyak input yang harus digunakan atau berapa banyak output yang harus dihasilkan untuk memaksimalkan keuntungan atau laba bersih untuk pertaniannya dimana umumnya input yang diperlukan pada sektor pertanian yaitu luas lahan, tenaga kerja dan tingkat upah. Masing-masing input yang digunakan akan menghasilkan output yang maksimum. (Debertin, 2012:82). Produksi diperoleh melalui suatu proses yang cukup panjang dan penuh resiko. Panjangnya waktu yang dibutuhkan tidak sama tergantung pada jenis komoditas yang diusahakan. Tidak hanya waktu, kecukupan faktor produksi pun ikut sebagai penentu pencapaian produksi. Dilihat dari segi waktu, usaha perkebunan membutuhkan periode yang lebih panjang dibandingkan dengan tanaman lainnya di bidang tanaman pangan dan sebagian tanaman holtikultura (Daniel, 2001:49). Harga suatu barang selalu dipandang sebagai faktor yang sangat penting dalam menentukan penawaran barang tersebut. Oleh sebab itu, teori penawaran terutama menumpukan perhatiannya kepada hubungan diantara tingkat harga dengan
jumlah yang ditawarkan. Hukum penawaran adalah suatu pernyataan yang menjelaskan tentang hubungan antara harga suatu barang dengan jumlah barang tersebut yang ditawarkan oleh penjual. Hukum penawaran pada dasarnya menyatakan bahwa makin tinggi harga suatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut akan ditawarkan oleh penjual (Sukirno, 2002: 87).
Merujuk pada wawancara dengan petani kopi di Desa Pelaga, untuk meningkatkan produksi, pendapatan dan kesejahteraan, petani sering dihadapkan pada permasalahan pengetahuan petani yang masih relatif rendah, keterbatasan modal, lahan garapan yang sempit serta kurangnya keterampilan dalam mengkemas kopi untuk menarik perhatian kepada konsumen yang nantinya akan berpengaruh pada penerimaan petani. Petani disana tidak hanya menanam kopi dikarenakan banyak usaha tani lain yang menguntungkan pendapatan petani tersebut, maka dari itu skala produksi tanaman kopi menjadi naik dan menurun. Proses produksi tenaga kerja juga perlu diperhitungkan jumlahnya bukan hanya dari segi ketersediaan tenaga kerja saja tetapi dari segi kualitas tenaga kerja dan macam tenaga kerja juga perlu diperhatikan. Jika kualitas tenaga kerja diabaikan, maka proses produksi tidak dapat berjalan atau dengan kata lain terjadi kemacetan proses produksi (Soekartawi, 1990). Segi pendapatannya menurut ilmu ekonomi adalah pendapatan merupakan nilai maksimum yang dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan keadaan yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula. (John J. Wild 2003;311). Berdasarkan pada permasalahan yang diuraikan pada latar belakang masalah di atas bahwa terdapat penurunan jumlah produksi kopi dan pendapatan petani kopi di Desa Pelaga
Kecamatan Petang, maka penulis mengangkat judul “Analisis Skala Produksi
Tanaman Kopi Di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung”.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut: 1) Apakah luas lahan, tenaga kerja, dan upah berpengaruh secara simultan terhadap jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang, Kabupaten Badung ? 2) Bagaimanakah pengaruh luas lahan, tenaga kerja, dan upah secara parsial terhadap jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang, Kabupaten Badung ? 3) Bagaimanakah skala produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung ?
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh luas lahan, tenaga kerja, dan upah secara simultan terhadap jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang, Kabupaten Badung; 2) Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh luas lahan, tenaga kerja, dan upah secara parsial terhadap jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang, Kabupaten Badung; 3) Untuk mengetahui skala produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang, Kabupaten Badung.
Berdasarkan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut : 1) Kegunaan Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca,baik itu untuk menambah dan memperkaya bahan pustaka yang sudah ada, baik sebagai pelengkap maupun bahan perbandingan dalam mengembangkan produktivitas dan mampu
meningkatkan taraf hidup petani kopi tersebut. 2) Kegunaan Praktis, hasil dari
penelitian diharapkan dapat memberikan masukan kepada petani kopi untuk lebih bisa mengembangkan dan bisa lebih mingkatkan kualitas produksinya yang terkait pembangunan struktur ekonomi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali.
Menurut Soekartawi (1993:47) produksi pertanian dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya macam komoditi, luas lahan, tenaga kerja, modal manajemen, iklim dan faktor sosial ekonomi produsen. Lebih jelasnya Soekartawi (1993:4) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dibedakan atas dua kelompok yaitu: 1) Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan bermacam tingkat kesubu rannya, bibit, varietas, pupuk, obat-obatan dan lain-lain. 2) Faktor sosial ekonomi seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat pendidikan, pendapatan dan lain-lain.
Suratiyah (2006:61) menyatakan jika permintaan akan produksi tinggi maka harga di tingkat petani akan tinggi pula, sehingga dengan biaya yang sama petani akan memperoleh penda patan yang lebih tinggi. Sebaliknya, jika petani telah berhasil meningkatkan produksi, tetapi harga turun maka pendapatan petani akan turun pula.
Tanah merupakan faktor produksi terpenting dalam pertanian karena tanah merupakan tempat dimana usaha tani dapat dilakukan dan tempat hasil produksi dikeluarkan karena tanah tempat tumbuh tanaman. Tanah memiliki sifat tidak sama dengan faktor produksi lain yaitu luas relatif tetap dan permintaan akan lahan semakin meningkat sehingga sifatnya langka (Mubyarto, 1989:89). Lahan
pertanian merupakan penentu dari pengaruh komoditas pertanian. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan ditanami maka semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut. Ukuran lahan pertanian dapat dinyatakan dengan hektare (ha). Petani di daerah pedesaan masih menggunakan ukuran tradisional, misalnya patok dan jengkal (Rahim, 2007:36).
Penelitian yang dilakukan oleh Winda Pamoriana (2012) dengan judul Analisis Produktifitas Tanaman Kopi di Kecamatan Gemawang Kabupaten Temanggung, faktor produksi lahan merupakan faktor produksi yang paling besar pengaruhnya dalam menetukan tingkat produksi. Penelitian yang juga dilakukan oleh Pradnyani dan Indrajaya (2014) yang berjudul Analisis Skala Ekonomi dan Efisiensi pada Usaha Perkebunan Kakao di Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung menyatakan bahwa luas lahan berpengaruh signifikan terhadap jumlah produksi pada usaha perkebunan kakao. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa luas lahan merupakan faktor yang penting dalam sebuah sektor pertanian. Penilaian tanah dalam konteks pertanian yang subur merupakan mempunyai nilai yang tertinggi karena dari tanah yang subur menentukan hasil panen yang maksimal. Dengan demikian hubungan antara luas lahan dengan produksi pertanian berpengaruh positif dan signifikan, karena luas lahan juga salah satu faktor yang mempengaruhi suatu produksi pertanian tersebut meningkat.
Kebutuhan tenaga kerja yang diperlukan dalam usaha tani meliputi hampir seluruh proses produksi berlangsung. Mengelola tenaga kerja sehingga produktif adalah kunci keberhasilan dari bagian produksi (Schroeder, 1999). Tenaga kerja
perlu diperhitungkan jumlahnya dalam proses produksi bukan hanya dari segi
ketersediaan tenaga kerja saja tetapi dari segi kualitas tenaga kerja dan macam tenaga kerja juga perlu diperhatikan. Jika kualitas tenaga kerja diabaikan, maka proses produksi tidak dapat berjalan atau dengan kata lain terjadi kemacetan proses produksi (Soekartawi, 1990).
Jerry Paska Ambarita (2015) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Luas Lahan, Penggunaan Pestisida, Tenaga Kerja, Pupuk terhadap Produksi Kopi di Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana, menunjukkan hasil bahwa faktor produksi tenaga kerja berpengaruh nyata dan positif serta mengalami kenaikan terhadap produksi.
Perubahan tingkat upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi perusahaan (Zamrowi, 2007:14). Upah seseorang mempunyai pengaruh terhadap kemampuan dalam membiayai produksi, harga jual pun akan meningkat sehingga ada respon cepat dari konsumen untuk tidak mengkonsumsi kembali barang tersebut. Kondisi ini memaksa produsen untuk mengurangi permintaan tenaga kerja karena adanya pengurangan jumlah produksi yang dihasilkan. Penurunan jumah tenaga kerja karena berubahnya kemampuan produksi disebut efek skala produksi (Ningsih dan Indrajaya, 2015:162).
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, ialah:
-
1) Luas lahan, tenaga kerja, dan upah berpengaruh positif dan signifikan secara simultan terhadap jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung.
-
2) Luas lahan, tenaga kerja, dan upah berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung.
-
3) Skala produksi signifikan dan increasing return to scale terhadap jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif karena didasarkan pada temuan-temuan yang dicapai dengan menggunakan prosedurprosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (Sugiono, 2013:12). Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Pelaga yang terletak di Kecamatan Petang, Kabupaten Badung. Lokasi ini dipilih karena di Kabupaten Badung lebih berpotensi dalam sektor pertaniannya di samping itu berperan dalam menaikkan PDRB di Kabupaten Badung dan mayoritas penduduk di Desa Pelaga Kabupaten Badung adalah petani kopi.
Obyek pada penelitian ini adalah Skala Produksi Tanaman Kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Jumlah Produksi Tanaman Kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah luas lahan, tenaga kerja, dan upah.
Jenis data yang digunakan berdasarkan sifatnya dalam penelitin ini adalah sebagai berikut. 1) Data Kuantitatif, berupa data Luas lahan, Tenaga Kerja, Upah, dan Sisa Hasil Jumlah Produksi Tanaman Kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. 2) Data Kualitatif, berupa data kualitatif yang digunakan
adalah teori dan konsep mengenai Luas Lahan, Tenaga Kerja, Upah, dan Sisa Hasil Jumlah Produksi Tanaman Kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung.
Populasi dalam penelitian ini adalah Petani Kopi yang ada di Desa Pelaga
Kecamatan Petang. Dalam penelitian skala produksi tanaman kopi di Desa Pelaga
Kecamatan Petang Kabupaten Badung ini diketahui jumlah populasi sebanyak
284 yang tersebar pada 9 dusun. Teknik penentuan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan Slovin dengan derajat penyimpangan 10%
sebagai berikut :
..............................................................................................(1)
Keterangan :
-
n = jumlah sampel
N = jumlah anggota dalam populasi
e = derajat penyimpangan
Petani kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung berjumlah 284
orang, diambil sampel sejumlah :
n 1 + Ne2
204 204 _ _
n = y---— . ^. ■ = -≤- = 73,95833333 (di bulatkan menjadi 74)
Jadi untuk sampel petani kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung sebanyak 74 orang petani. Selanjutnya pengambilan jumlah sampel penelitian dimasing-masing dusun ditentukan dengan menggunakan metode proportionate random sampling dengan asumsi luas lahan petani dan
teknik yang digunakan adalah sama. Penarikan sampel pada masing-masing
kelompok dusun ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah Populasi dan Sampel Petani Kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung (orang)
No. |
Nama Dusun |
Jumlah Petani |
Jumlah Petani Sampel |
1 |
Dusun Pelaga |
35 |
9 |
2 |
Dusun Bukian |
20 |
5 |
3 |
Dusun Kiadan |
27 |
7 |
4 |
Dusun Nungnung |
29 |
7 |
5 |
Dusun Tiyingan |
37 |
10 |
6 |
Dusun Auman |
45 |
12 |
7 |
Dusun Semanik |
30 |
8 |
8 |
Dusun Tinggan |
39 |
10 |
9 |
Dusun Bukit Munduk Tiying |
22 |
6 |
Total |
284 |
74 | |
Sumber: Data diolah dari hasil penelitian, 2016 |
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai ialah wawancara, observasi, dan kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah analisis regresi linear berganda.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perhitungan terhadap skala produksi terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data dan selanjutnya dilakukan uji asumsi klasik dengan tujuan agar estimasi regresi yang dilakukan benar-benar bebas dari adanya gejala normalitas, multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Uji asumsi klasik yakni uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi dalam peneilitian, variabel bebas dan terikat terdapat distribusi normal atau tidak. Variabel jumlah produksi, luas lahan, tenaga kerja dan upah dalam penelitan ini memiliki nilai asymp. Sig (2-tailed) sebesar 0,418, yang berarti variabel dalam penelitian ini telah berdistribusi normal.
Uji multikolinieritas dilaksanakan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas atau dengan kata lain bebas dari gejala multikolinieritas, maka dari itu perlu dilakukan uji multikolinieritas terhadap variabel luas lahan, tenaga kerja, dan upah untuk mendeteksi ada atau tidaknya korelasi antara variabel bebas tersebut yang dapat dilihat dari nilai tolerance dan nilai variance inflation faktor (VIF). Berikut hasil uji multikolinieritas dengan menggunakan SPSS dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Uji Multikolinieritas
Coefficientsa
Model |
Collinearity Statistics | |
Tolerance VIF | ||
LnX1 |
.631 |
1.585 |
1 LnX2 |
.263 |
3.799 |
LnX3 |
.228 |
4.389 |
a. Dependent Variable: LnY Sumber : Hasil Output SPSS, 2017 |
Berdasarkan hasil olahan data yang dapat ditunjukkan di Tabel 7 masing-masing variabel yang diteliti memiliki nilai tolerance yang lebih besar dari 0,10 dan nilai VIF yang lebih kecil dari 10, hal ini berarti bahwa tidak terdapat gejala multikolinier dari model regresi yang dibuat, sehingga model tersebut layak digunakan untuk memprediksi.
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang mempunyai varians yang homogen sehingga tidak akan memberikan prediksi yang menyimpang. Dalam penelitian ini untuk menguji ada atau tidaknya gejala heteroskedastisitas
digunakan metode glejser dengan program SPSS. Berikut hasil uji
heteroskedastisitas disajikan dalam Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa
Model |
Unstandardized Coefficients |
Standardized Coefficients |
T |
Sig. | ||
B |
Std. Error |
Beta | ||||
(Constant) |
.919 |
1.025 |
.897 |
.373 | ||
1 |
LnX1 |
.027 |
.048 |
.083 |
.552 |
.582 |
LnX2 |
.044 |
.083 |
.124 |
.535 |
.594 | |
LnX3 |
-.063 |
.085 |
-.186 |
-.745 |
.459 |
a. Dependent Variable: Absolut Residual Sumber : Hasil Output SPSS, 2017
Berdasarkan olahan data SPSS, maka Tabel 8 menunjukkan bahwa tidak ada variabel bebas (luas lahan, tenaga kerja dan upah) yang berpengaruh secara signifikan terhadap absolute residual. Hal ini dapat dilihat dari nilai sig. masing – masing variabel yang lebih besar dari ɑ (0,05).
Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh luas lahan, tenaga kerja, dan upah terhadap jumlah produksi kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung secara serempak. Dengan hipotesis sebagai berikut.
Ho : ß1 = ß2 = ß3 = 0, artinya luas lahan, tenaga kerja, dan upah tidak berpengaruh secara simultan terhadap jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung.
H1 : Paling sedikit salah satu ß ≠ 0 (I = 1,2, dan 3) artinya luas lahan, tenaga kerja, dan upah berpengaruh signifikan secara simultan terhadap jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung.
Dengan taraf nyata (ɑ) = 0,05 dan derajat bebas (df) = (4-1) (74-4) = (3) (70), maka F tabel = 2,74, sedangkan F hitung ditunjukkan pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Uji Simultan (F-Test)
ANOVAa
Model |
Sum of Squares |
Df |
Mean Square |
F |
Sig. |
Regression |
23.852 |
3 |
7.951 |
80.553 |
.000b |
1 Residual |
6.909 |
70 |
.099 | ||
Total |
30.762 |
73 |
a. Dependent Variable: LnY
b. Predictors: (Constant), LnX3, LnX1, LnX2
Sumber : Hasil Output SPSS, 2017
Tabel 9 menunjukan bahwa F hitung sebesar 80.553, dengan demikan maka F hitung lebih besar dari F tabel (Fh > Ft) 80.553 > 2,74. Berdasarkan pada nilai sig F < ɑ (0,000 < 0,05) berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa luas lahan, tenaga kerja, dan upah berpengaruh signifikan secara simultan terhadap jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Hal ini juga ditujukan dengan besarnya R2 sebesar 0,766 yang berarti 76,6 persen variasi dari jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung dipengaruhi oleh variasi ketiga variabel bebas yang meliputi luas lahan, tenaga kerja dan upah, sedangkan sisanya sebesar 23,4 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diikutsertakan dalam model penelitian ini.
Uji t dilakukan untuk menguji pengaruh luas lahan, tenaga kerja, dan upah terhadap jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung secara parsial. Setelah dilakukan regresi dengan estimasi
Cobb – Douglas menggunakan program SPSS, maka diperoleh hasil seperti pada
Tabel 10.
Tabel 10. Hasil Uji Parsial (t-Test)
Coefficientsa
Model |
Unstandardized Coefficients |
Standardized Coefficients |
T |
Sig. | |
B |
Std. Error |
Beta | |||
(Constant) |
.730 |
1.500 |
.487 |
.628 | |
LnX1 1 LnX2 |
.486 |
.071 |
.488 |
6.848 |
.000 |
.287 |
.121 |
.262 |
2.375 |
.020 | |
LnX3 |
.269 |
.124 |
.257 |
2.168 |
.034 |
a. Dependent Variable: |
LnY |
Sumber : Hasil Output SPSS, 2017
Pengaruh luas lahan terhadap jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Dengan hipotesis sebagai berikut.
Ho : ß1 = 0, artinya luas lahan tidak berpengaruh secara parsial terhadap jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung.
H1 : ß1 > 0, artinya luas lahan berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung.
Taraf nyata (ɑ) = 0,05 dan derajat bebas (df) = n-k = 74-4 = 70, maka t tabel = 1,667 dan dengan T hitung berdasarkan Tabel 4.7 sebesar 6,848, maka T hitung lebih besar dari T tabel (Th > Tt) 6,848 > 1,667, dengan demikian H0 ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa dengan t hitung = 6,848 > t tabel = 1,667. Hal ini juga dapat dilihat dari nilai sig = 0,000 < ɑ = 0,05, maka H0 ditolak. Hal ini didukung pula oleh koefisien regresi luas lahan (ß1) sebesar 0,486 itu menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan secara parsial antara luas lahan dengan jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga
Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Hal ini juga berarti bahwa apabila luas
lahan di tambah sebesar 1 persen, maka jumlah produksi akan bertambah sebesar 0,486 persen dengan asumsi variabel lainnya konstan.
Pengaruh tenaga kerja terhadap jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Dengan hipotesis sebagai berikut.
Ho : ß2 = 0, artinya tenaga kerja tidak berpengaruh secara parsial
terhadap jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung.
H1 : ß2 > 0, artinya tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung.
Taraf nyata (ɑ) = 0,05 dan derajat bebas (df) = n-k = 74-4 = 70, maka t tabel = 1,667 dan dengan T hitung berdasarkan Tabel 4.7 sebesar 2,375, maka T hitung lebih besar dari T tabel (Th > Tt) 2,375 > 1,667, dengan demikian H0 ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa dengan t hitung = 2,375 > t tabel = 1,667 atau nilai sig < ɑ (0,020 < 0,05), maka H0 ditolak. Hal ini terbukti dengan koefisien regresi tenaga kerja (ß2) sebesar 0,287 itu menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan secara parsial antara tenaga kerja dengan jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Hal ini juga berarti bahwa apabila tenaga kerja di tambah sebesar 1 persen, maka jumlah produksi akan bertambah sebesar 0,287 persen dengan asumsi variabel lainnya konstan.
Pengaruh upah terhadap jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Dengan hipotesis sebagai berikut.
Ho : ß3 = 0, artinya upah tidak berpengaruh secara parsial terhadap
jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung.
H1 : ß3 > 0, artinya upah berpengaruh positif dan signifikan secara
parsial terhadap jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung.
Taraf nyata (ɑ) = 0,05 dan derajat bebas (df) = n-k = 74-4 = 70, maka t tabel = 1,667 dan dengan T hitung berdasarkan Tabel 4.7 sebesar 2,168, maka T hitung lebih besar dari T tabel (Th > Tt) 2,168 > 1,667, dengan demikian H0 ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa dengan t hitung = 2,168 > t tabel = 1,667, atau dengan nilai sig < ɑ (0,034 < 0,05), maka H0 ditolak. Hal ini terbukti dengan Koefisien regresi upah (ß3) sebesar 0,269 itu menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan secara parsial antara upah dengan jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Hal ini juga berarti bahwa apabila upah di tambah sebesar 1 persen, maka jumlah produksi akan bertambah sebesar 0,269 persen dengan asumsi variabel lainnya konstan.
Persamaan didapatkan setelah dilakukan regresi dengan model double log yang diestimasi dengan model Cobb-Douglas terhadap variabel luas lahan, tenaga kerja, upah dan jumlah produksi tanaman kopi yang telah dilaksanakan dengan menggunakan program SPSS. Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa
nilai ß1+ß2+ß3 = 0,486 + 0,287 + 0,269 = 1,042. Nilai 1,042 berarti menunjukkan skala lebih besar dari 1, ini berarti bahwa skala produksi dari jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung berada dalam kondisi increasing return to scale. Hal ini berarti, jika semua faktor – faktor produksi (input) baik berupa luas lahan, tenaga kerja, dan upah yang digunakan dilipatgandakan secara proporsional, maka laju pertambahan output berupa produksi tanaman kopi lebih besar dari laju pertambahan input.
Secara parsial, variabel luas lahan, tenaga kerja, dan upah mengalami kondisi decreasing return to scale, dikarenakan koefisien regresi dari masing – masing faktor produksi (input) memiliki nilai kurang dari 1, dimana persamaannya diketahui bahwa 0,071 + 0,121 + 0,124 = 0,316. Nilai ini artinya apabila ketiga variabel bebas tersebut dilipatgandakan secara parsial, maka laju pertambahan produksi kopi (output) akan lebih kecil dari laju pertambahan pemakaian inputnya tersebut. Maka dari itu, setiap penambahan salah satu variabel bebas harus diikuti oleh penambahan variabel bebas yang lainnya agar menghasilkan output yang maksimal.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pada hasil pembahasan dalam bab sebelumnya, maka hal-hal yang dapat disimpulkan antara lain. 1) Hasil uji simultan menunjukkan bahwa variabel bebas yang meliputi luas lahan, tenaga kerja, dan upah berpengaruh signifikan secara simultan terhadap jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. 2) Hasil uji parsial menunjukkan bahwa variabel bebas yang meliputi luas lahan, tenaga kerja, dan upah berpengaruh
positif dan signifikan secara parsial terhadap jumlah produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. 3) Skala produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung berada dalam kondisi increasing return to scale.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keadaan skala produksi tanaman kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung berada dalam kondisi increasing to scale, maka di sarankan agar petani kopi di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung lebih meningkatkan produktivitas kopinya lagi dengan memanfaatkan faktor – faktor produksi yang lainnya secara maksimal dan juga dengan meningkatnya produktivitas kopi tersebut maka Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung salah satu Desa yang menjadi penyumbang besar PDRB Kabupaten Badung di sektor perkebunan dan pertanian. Diharapkan juga pada petani kopi untuk lebih memahami analisis yang digunakan dalam penggunaan faktor produksi agar produksi tersebut yang sedang berjalan mengalami keuntungan atau tidak.
REFERENSI
Adriyansyah, Danny. 2017. Analisis Skala Ekonomis Dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Usaha Perkebunan Kopi Arabika Di Desa Satra Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, 6(2): hal: 178-194.
Adyatma, I Wayan Chandra. 2013. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Pada Usahatani Cengkeh Di Desa Manggisari. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, 2(9): hal: 432-433.
Aldillah, Rizma. 2015. Proyeksi Produksi dan Konsumsi Kedelai Indonesia. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan, 8(1): hal : 9-23.
Alitawan, Anak Agung Irfan. 2017. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Jeruk Pada Desa Gunung Bau Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, 6(5): hal: 796-826.
Ambarita, Jerry Paska. 2015. Pengaruh Luas Lahan, Penggunaan Pestisida, Tenaga Kerja, Pupuk terhadap Produksi Kopi di Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, 4(7): hal: 776-793.
Anugrah, Setiaji Iwan dan Deddy Ma’mun. 2003. Reorientasi Pembangunan Pertanian Dalam Perspektif Pembangunan Wilayah dan Otonomi Daerah, Suatu Tinjauan Kritis Untuk mencari Bentuk Perencanaan ke Depan. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol. 2. hal: 29 – 99.
Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Yogyakarta : BPFE.
Astari, Tri. 2015. Pengaruh Luas Lahan, Tenaga Kerja, Dan Pelatihan Melalui Produksi Sebagai Variabel Intervening Terhadap Pendapatan Petani Asparagus Di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Tesis Sarjana S2 Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.
Ayuningsih, Ni Luh Sri Martha. 2014. Pengaruh Kurs Dollar Amerika Serikat, Jumlah Produksi Dan Luas Lahan Terhadap Volume Ekspor Kayu Manis Indonesia Periode 1992-2011 Serta Daya Saingnya. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, 3(8): hal: 366-375.
Badan Pusat Statistik Badung. 2016. Badung dalam angka 2016. Bali.
Biomantara, Rai. 2014. Analisis Skala Ekonomis Pada Industri Kain Batik Di Kota Denpasar. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, 3(11): hal: 485-491.
Cahya Ningsih, Ni Made. 2015. Pengaruh Modal Dan Tingkat Upah Terhadap Nilai Produksi Serta Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Perak. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan, 8(1): hal : 83-91.
Debertin David L. (2012) Agricultural Production Economics. Second Edition, Pearson Education, New Jersey.
Deviana, Made Linda. 2015. Pengaruh Beberapa Faktor Terhadap Produksi Industri Kerajinan Kayu Di Kecamatan Abiansemal. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, 4(7): hal: 811-827.
Dewi, Ida Ayu Nyoman Utami. 2017. Pengaruh Modal, Tenaga Kerja, Dan Luas Lahan Terhadap Jumlah Produksi Kopi Arabika Di Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, 6(6): hal: 1127-1156.
Ernawati, Indri. 2003. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Pemukiman Di Kabupaten Karanganyar Propinsi Jawa Tengah. Skripsi FIS UNNES Semarang
Herdhiansyah, Dhian. Sutiarso, Lilik. Purwadi, Didik, Taryono. 2012. Analisis Potensi Wilayah untuk Pengembangan PerkebunanKomoditas Unggulan di Kabupaten Kolaka- Sulawesi Tenggara. Jurnal Teknologi Industri Pertanian 22 (2):106-114 (2012)
International Coffee Organization. 2014. Historical data : Coffee Production and consumption. www.ico.go.id. Diakses pada 10 Oktober 2014.
John J. Wild. 2003. Financial Accounting: Information For Decision. Edisi Kedua. Diterjemahkan oleh Yanivi S. Bachtiar. Jakarta: Salemba Empat hal: 311.
Kuncoro, Haryo. 2001. Sistem Bagi Hasil dan Stabilitas Penyerapan Tenaga Kerja. Media Ekonomi. Volume 7( 2) hal 165-168.
Lestari, Dian Ayu. 2017. Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, Pengalaman Kerja Dan Kapasitas Produksi Terhadap Nilai Produksi Pengrajin Perak. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, 2(5): hal: 14-22.
Mankiw, N. Gregory. 2000. Teori Makroekonomi. Edisi Keempat. Terjemahan : Imam Nurmawan. Jakarta : Erlangga.
Manuwoto, 1991. Peranan Pertanian Lahan Kering di dalam Pembangunan Daerah. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Maryam. 2002. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Pemukiman Melalui Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis di Kota Semarang. Skripsi FIS UNNES Semarang.
Maryam. 2002. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Pemukiman Melalui Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis di Kota Semarang. Skripsi FIS UNNES Semarang.
Ningsih, Endah Ayu. 2016. Daya Saing Dinamis Produk Pertanian Indonesia di ASEAN. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan, 9(2): hal : 117-125.
Pamoriana, Winda. 2013. Analisis Produktifitas Tanaman Kopi Di Kecamatan Gemawang Kabupaten Temanggung. Economics Development Analysis Journal, 2 (1), hal: 1-9.
Pemerintah Provinsi Bali. 2005. Propeda Provinsi Bali, Denpasar.
Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor 33/Permentan/OT.140/7/2006 tanggal 26 Juli 2006 tentang Pengembangan Perkebunan melalui Program Revitalisasi Perkebunan.
Pertiwi, Dwiyanti Septi ., dan Fitrie Arianti. 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Tembakau Rakyat ( Studi Kasus Desa Tegalroso Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung). Diponegoro Journal of Economics, 2(1), hal: 1-6.
Phahlevi, Rico .2013. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Padi Sawah Di Kota Padang Panjang. Skripsi. Sarjana S1 Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang.
Pindyck, RS and Rubinfeld, DL. 1999. Mikro ekonomi. Pearson Education Asia Pte dan PT. Prehalindo. Jakarta.
Pradnyani, Cok Istri Andari Sukma dan I Gusti Bagus Indrajaya. 2014. Analisis Skala Ekonomi Dan Efisiensi Pada Usaha Perkebunan Kakao Di Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung. E-Jurnal EP Unud, 3 (9) hal: 403-412.
Rahim, Abdul dan Diah Retno Dwi Hastuti. 2007. Ekonomika Pertanian (Pengantar, teori dan kasus). Jakarta : Penebar Swadaya.
Sanjaya, Made Wika. 2017. Pengaruh Pendalaman Finansial Dan Keterbukaan Perdagangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bali. Jurnal Buletin Studi Ekonomi, 22(1): hal : 78-88.
Sari, Putri Meliza., Hasdi Aimon, dan Erizal Syofyan. 2012. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi, Konsumsi Dan Impor Kedelai Di Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi, 3(5).
Schroeder, Roger G. 1999. Manajemen Operasi: Pengambilan Keputusan dalam Fungsi Produksi. Jakarta: Alih Bahasa Team Penerjemah Penerbit Erlangga. Edisi Ketiga.: Penerbit Erlangga.
Setyari, Ni Putu Wiwin. 2017. Trend Produktifitas Industri Produk Ekspor Indonesia. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan, 10(1): hal : 47-57.
Simanjuntak, Payaman. 1990. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: LPFE-UI.
Soehardjo, A dan D. Patong. 1973. Sendi - Sendi Usaha Tani. Departemen Sosial Ekonomi. Bogor. IPB.
Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi, dengan pokok bahasan analisis fungsi Cobb-Douglass. Jakarta: Rajawali Pers.
Sugiarto, dkk. 2002. Ekonomi Mikro Sebuah Kajian Komprehensif. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suyana Utama, Made. 2013. Potensi Dan Peningkatan Investasi Di Sektor Pertanian Dalam Rangka Peningkatan Kontribusi Terhadap Perekonomian Di Provinsi Bali. Buletin Studi Ekonomi, 18(1): ISSN 1410-4628.
Suyana Utama, Made. 2014. Buku ajar Aplikasi Analisis Kuantitatif. Denpasar : Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.
Tarmizi, Hasan Basri dan Sumodiningrat, Gunawan. 1989. Pengaruh Penggunaan Faktor Produksi Terhadap Produksi, Pendapatan dan Distribusinya Pada Sawah Berpengairan dan Tanpa Pengairan. Berkala Penelitian Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada (BPPS~UGM), Jilid 2, No 2A, Edisi 1989. hal: 359 -375.
Todaro, P.Michael. 2000. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Tumoka, Nova. 2013. Analisis Pendapatan Usaha Tani Tomat Di Kecamatan Kawangkoan Barat Kabupaten Minahasa. Jurnal EMBA, 1(3), hal : 345354
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Jakarta.
Wenagama, I Wayan. 2013. Peranan Usaha Kecil Dan Menengah Dalam Penyerapan Tenaga Kerja Dan Tingkat Pendapatan Masyarakat Miskin Di Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung. Buletin Studi Ekonomi, 18(1): ISSN 1410-4628.
Wibowo, I., 2004. Globalisasi Kemiskinan dan Ketimpangan. Yogyakarta. Penerbit Cidelaras Pustaka Rakyat Cerdas.
Widnyana, I Dewa Gede Anom Widya. 2017. Penentu Kesejahteraan pengusaha “Pemindangan” di Kabupaten Tabanan. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan, 10(1): hal : 85-94.
Yudhi Astiti, I Gusti Agung Ayu Rai. 2016. Analisis Faktor Ketahanan Pedagang Warung Tradisional Menghadapi Pesaing Minimarket Di Kabupaten Badung. Jurnal Buletin Studi Ekonomi, 21(2): hal : 172-180.
Yuni Ashari, Anak Agung. 2012. Analisis Efisiensi Produksi Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging Di Kabupaten Tabanan. Jurnal Buletin Studi Ekonomi, 21(2): hal : 394-408.
Zamrowi, M Taufik. 2007. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil (Studi di Industri Kecil Mebel Kota Semarang). Tesis Sarjana S-2 Program Studi Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Diponegoro, Semarang.
Zastrow, Charles H. 2000. Introduction to Social Work and Social Welfare. Pacific Grove: Brooks/Cole.
120
Discussion and feedback