PIRAMIDA Vol. XI No. 1 : 29 - 34

ISSN : 1907-3275

SUMBER DAYA MANUSIA, GOOD CORPORATE GOVERNANCE, DAN KINERJA PERUSAHAAN

I G A M Asri Dwija Putri FEB Universitas Udayana

ABSTRACTS

Artikel ini bertujuan membahas mengenai sumber daya manusia, good corporate governance dan kinerja perusahaan. Sumber daya manusia dalam dunia akuntansi sering diistilahkan dengan Human capital. Human capital bagi perusahaan dapat dikatakan sebagai aset yang tak berwujud atau intangible asset. Lima prinsif dari GCG yaitu transparency, accountability, responsibility, independency, dan fairness menjadi pedoman dalam menjalankan perusahaan untuk dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Human capital dan good corporate governance merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada peningkatan kinerja perusahaan.

Kata kunci: human capital, good corporate governance, dan kinerja

ABSTRACTS

This article aims to discuss the human resources, good corporate governance and corporate performance. Human resources in the accounting world often termed Human capital. Human capital for the company can be regarded as an intangible asset. Five principles of good corporate governance, namely transparency, accountability, responsibility, independence and fairness guide the running of the company to be able to improve the performance of the company. Human capital and good corporate governance is a factor that can affect the performance improvement company.

Keywords: human capital, good corporate governance, performance

PENDAHULUAN

Setiap perusahaan bertujuan untuk mendapatkan laba yang tinggi karena kinerja perusahaan sering diukur dari perolehan laba. Untuk dapat mencapai target laba yang tinggi ada beberapa hal yang harus mendapat perhatian dari perusahaan. Cara pencapaian tujuan perusahaan tersebut dapat dicapai dari dua aspek, yaitu aspek keuangan dan non keuangan. Penilaian kinerja perusahaan yang menggunakan aspek keuangan dan non keuangan yang terdiri atas penilaian kinerja dari aspek konsumen, proses bisnis internal, serta pertumbuhan dan pembelajaran sering disebut dengan penilaian kinerja dari perspektif balanced scorecard. Peningkatan kinerja perusahaan sangat tergantung pada sumber daya manusia sebagai penggerak semua aspek yang ada di perusahaan. Dewasa ini sumber daya manusia menjadi hal sangat penting dalam keberlangsungan hidup perusahaan. Mengukur kinerja perusahaan dari perspektif keuangan sangatlah akurat namun yang menjadi dasar penggerak nilai dari keuangan tersebut adalah sumber daya manusia (human capital) dengan segala pengetahuan, ide, dan inovasi yang dimilikinya.

Untuk dapat menghasilkan produk perusahaan tidak cukup hanya mempunyai modal fisik saja, namun

individu atau sumberdaya manusia (human capital) merupakan hal yang penting. Banyak para pemimpin perusahaan kurang menyadari bahwa keuntungan yang diperoleh perusahaan sebenarnya berasal dari human capital, hal ini disebabkan aktivitas perusahaan hanya dilihat dari perspektif bisnis semata. Namun, dewasa ini telah terjadi pergeseran yaitu dari dominasi sumber daya yang bersifat fisik (tangible asset) ke arah dominasi aktiva tidak terwujud (intangible asset).

Setiap perusahaan menginginkan kinerja yang semakin meningkat. Berbagai hal dilaksanakan seperti mengimplementasikan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Pada masa krisis ekonomi yang melanda Indonesia di tahun 1998 banyak perusahan mengalami kebangkrutan, yang disebabkan karena praktik good corporate governance/GCG belum sepenuhnya di Indonesia (Khairandy dan Malik, 2007). Salah satu upaya pemulihan perekonomian Indonesia adalah dengan dikeluarkannya surat keputusan menteri koordinator bidang EKUIN NO: KEP-10/M.EKUIN/1999 tanggal 19 Agustus 1999, yang telah menerbitkan Code of Good Corporate Governance. Kondisi ini sebagai tonggak dibentuknya Komite Nasional tentang Kebijakan Corporate Governance (KNKCG).

Kinerja perusahaan merupakan hasil yang diperoleh

suatu perusahaan pada periode tertentu. Hasil kinerja dapat diukur dan menggambarkan kondisi perusahaan pada saat itu. Kinerja perusahaan (business performance) yang baik merupakan salah satu tujuan perusahaan. Indikator kinerja perusahaan yang baik dapat berupa meningkatnya produktivitas, pertumbuhan penjualan, peningkatan laba, dan unggul dalam persaingan. Kinerja perusahaan yang baik tersebut membutuhkan suatu inovasi yang dapat menjadi keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Human capital yang menjadi aset perusahaan dapat menghasilkan inovasi yang dapat berkontribusi dalam meningkatkan kinerja bagi perusahaan.

Persaingan dunia bisnis yang semakin ketat dan dengan adanya kebijakan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang disepakati akan berlaku pada akhir tahun 2015. Maka akan ada kebebasan masuknya baik barang-barang maupun tenaga kerja dari luar ke Indonesia yang ikut dalam persaingan pasar bebas. MEA membangkitkan para pengusaha maupun sumberdaya manusia yang ada di Indonesia untuk meningkatkan kinerja perusahaan maupun kinerja individu untuk berperan dapat unggul dalam persaingan. Dengan demikian, sumber daya manusia (human capital), good corporate governance, dan kinerja perusahaan semestinya menjadi perhatian terpenting.

SUMBERDAYA MANUSIA

Sumber daya manusia atau human capital dapat diartikan sebagai nilai ekonomi dari sumber daya manusia yang terkait dengan kemampuan, pengetahuan, ide-ide, inovasi, tenaga dan komitmen (Schermerhon, 2005). Sumber daya manusia adalah kemampuan potensial yang dimiliki oleh manusia yang terdiri atas kemampuan berfikir, berkomunikasi, bertindak dan bermoral untuk melaksanakan suatu kegiatan baik bersifat teknis maupun manajerial (Ardana dkk, 2012:5). Selanjutnya, Kemampuan yang dimiliki oleh manusia dapat digunakan untuk mencapai tujuan pribadi maupun organisasi dimana orang tersebut bekerja atau menjadi bagian dari organisasi tersebut. Sumber daya manusia merupakan bagian penting dari suatu organisasi atau perusahaan. Perusahaan manufaktur yang menghasilkan produk tidak cukup dengan adanya bahan baku, mesin-mesin, dan modal saja, namun sangat diperlukan adanya sumber daya manusia yang andal dalam menggerakan kegiatan operasional perusahaan. Demikian juga bagi perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan maupun jasa.

Sumber daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan dapat dibagi menjadi sumber daya manusia internal dan eksternal. Sumber daya manusia internal adalah seluruh karyawan yang ada diperusahaan mulai dari tenaga kerja tingkat bawah sampai manajer tingkat atas. Sementara itu, sumber daya manusia ekternal seperti konsumen dan supplier bahan baku perusahaan. Sumber daya internal

maupun eksternal merupakan modal manusia (human capital) bagi perusahaan yang mempunyai nilai dalam meningkatkan kinerja perusahaan.

Human capital diartikan sebagai manusia itu sendiri yang secara personal dipinjamkan kepada perusahaan dengan kapabilitas individunya, komitmen, pengetahuan, dan pengalaman pribadi. Human capital dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan melalui motivasi, komitmen, kompetensi serta efektivitas tim (Ongkoraharjo dkk., 2008). Human capital merupakan kombinasi dari pengetahuan, ketrampilan, inovasi dan kemampuan seseorang untuk menjalankan tugasnya sehingga dapat menciptakan suatu nilai untuk mencapai tujuan perusahaan. Human Capital (modal manusia), merupakan komponen yang sulit untuk diukur. Human capital juga merupakan tempat bersumbernya pengetahuan yang sangat berguna, keterampilan, dan kompetensi dalam suatu organisasi atau perusahaan (Devianto, 2010). Human capital mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang yang ada dalam perusahaan tersebut. Kinerja perusahaan akan meningkat jika potensi human capital meningkat karena perusahaan mampu menggunakan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawannya. (Brinker, 2000) memberikan beberapa karakteristik dasar yang dapat diukur dari modal ini, yaitu training programs, credential, experience, competence, recruitment, mentoring, learning programs, individual potential and personality.

Untuk mendapatkan sumberdaya manusia yang baik dalam suatu perusahaan maka manajemen sumberdaya manusia menjadi hal penting. Managemen sumber daya manusia merupakan suatu proses untuk menangani berbagai masalah yang berkaitan dengan buruh, karyawan, maupun manajer. Manajemen sumber daya manusia juga dapat dikatakan sebagai suatu perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, evaluasi kinerja, dan kompensasi karyawan. Untuk menjaga agar perusahaan tidak kehilangan karyawan yang telah berpengalaman berbagai upaya dilakukan. Seperti: memberikan kompensasi yang wajar, asuransi ketenaga kerjaan, asuransi kesehatan, tunjangan hari tua, dan menumbuhkan rasa memiliki perusahaan bagi karyawan, yaitu dengan memberikan imbalan berupa saham perusahaan.

Menurut Ardana dkk (2012:7) ada lima faktor yang mempengaruhi berkembangnya perhatian terhadap manajemen sumber daya manusia, yaitu (1) perkembangan scientific management yang dipelopori oleh F.W Taylor; (2) kekurangan tenaga kerja pada waktu perang dunia pertama dan perang dunia kedua; (3) organisasi buruh atau pekerja makin berkembang baik jumlah maupun mutunya sebagai wadah yang bertujuan melindungi dan memperjuangkan nasib anggotanya; (4) turut campur

pemerintah dalamnya hubungan perburuhan melalui berbagagai regulasi; dan (5) kemajuan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi yang diikuti oleh globalisasi dan perdagangan bebas serta revolusi komunikasi yang menentukan tersedianya tenaga kerja yang berkualitas.

GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Good Corporate Governance, yaitu seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta pihak intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan (FCGI,2003). GCG sebagai proses dan struktur yang ditetapkan dalam menjalankan perusahaan, dengan tujuan utama untuk meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang, dengan tetap memerhatikan kepentingan stakeholders (IICG, 2004). Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa GCG pada prinsipnya mengandung makna sistem tata kelola perusahaan yang baik dengan memerhatikan kepentingan stakeholders dan meningkatkan nilai pemegang saham.

Organization for Economic Co-operation and Development/OECD (1999) telah memublikasikan OECD Principles of Corporate Governance, yang terdiri atas empat prinsip, yaitu: (1) keadilan/fairness (berkaitan dengan perlindungan terhadap seluruh kepentingan pemegang saham secara merata, termasuk kepentingan pemegang saham minoritas), (2) transparansi/ transparency (merupakan pengungkapan informasi kinerja korporasi secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten, dan dapat dibandingkan), (3) akuntabilitas/ accountability (akuntabilitas manajemen dilakukan melalui pengendalian efektif berdasarkan kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab antara pemegang saham, pengurus, pengawas, dan auditor), dan (4) pertanggungjawaban/responsibility (berkenaan dengan korporasi sebagai agen ekonomi yang harus selalu patuh terhadap hukum dan peraturan yang berlaku dalam bidang perpajakan, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan, keselamatan kerja, standar pengajian, dan persaingan yang sehat) (Suta, 2005). Selanjutnya, GCG secara ringkas dijelaskan oleh (Khairandy dan Malik, 2007: 60) bahwa GCG merupakan suatu konsep tentang tata kelola perusahaan yang sehat, konsep ini diharapkan dapat melindungi pemegang saham (stockholders) dan kreditur agar dapat memperoleh kembali investasinya, yang terdiri atas lima prinsip (yang disingkat TARIF), yaitu transparency, accountability, responsibility, independency, dan fairness. Dengan demikian, tujuan dari GCG adalah untuk memaksimumkan nilai perusahaan dan pemegang saham dengan mengembangkan transparansi, kepercayaan, dan pertanggungjawaban, serta menetapkan sistem

pengelolaan yang mendorong dan mempromosikan kreativitas dan kewirausahaan yang progresif.

GCG dapat diterima sebagai konsep yang wajib diterapkan oleh setiap organisasi karena mampu memberikan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat dan didukung oleh philosofi lahirnya konsep GCG. Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami good corporate governance. Konflik kepentingan antara pemilik dan agen terjadi karena kemungkinan agen tidak selalu berbuat sesuai dengan kepentingan principal sehingga memicu biaya agensi (agency cost).

Penerapan GCG di Indonesia

Lahirnya istilah ”good corporate governance” (GCG) pertama kali pada tahun 1970 di Amerika Serikat, muncul setelah terjadinya skandal korporasi dan praktik korupsi yang dilakukan dalam perusahaan. Lahirnya GCG ini karena tuntutan pihak eksternal agar perusahaan tidak melakukan penipuan terhadap publik, yaitu informasi berupa laporan keuangan yang disajikan perusahaan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Di Indonesia isu GCG mulai diwacanakan 1999 pasca krisis moneter melanda Indonesia oleh pemerintah Indonesia dan International Monetery Fund (IMF) dalam rangka economy recovery. Krisis moneter merupakan sejarah yang menyedihkan bagi perekonomian bangsa Indonesia. Banyak perusahaan dan bank mengalami keruntuhan, sampai akhirnya harus dilikuidasi. Kondisi ini sebagai tonggak dibentuknya Komite Nasional tentang Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) melalui surat keputusan menteri koordinator bidang EKUIN NO: KEP-10/M. EKUIN/1999 tanggal 19 Agustus 1999, yang telah menerbitkan Code of Good Corporate Governance.

Secara resmi pemerintah mengeluarkan peraturan berkaitan dengan GCG, yaitu Keputusan Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP.23/M-PM.PBUMN/2000 tentang penerapan praktik GCG pada BUMN selanjutnya disempurnakan dengan KEP.117/M-PM.PBUMN/2002. Good Corporate Governance (GCG) adalah prinsip korporasi yang sehat yang perlu diterapkan dalam pengelolaan perusahaan, yang dilaksanakan semata-mata demi menjaga kepentingan perusahaan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan perusahaan (Khairandy dan Malik, 2007: 72). Undang-undang Perseroan Terbatas No. 8 tahun 2007 juga mendukung penerapan GCG untuk perseroan terbatas.

Pedoman GCG yang disusun oleh Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance menjadi acuan dalam penerapan GCG di Indonesia yang memuat mengenai prinsip dan aturan sebagai berikut: (1) hak pemegang saham dan prosedur RUPS, (2) tanggung jawab dan komposisi dewan komisaris, (3) tugas dan komposisi direksi, (4) pengaturan sistem audit eksternal maupun

komite audit, (5) fungsi sekretaris perusahaan sebagai mediator dengan investor, (6) pengaturan pihak-pihak yang berkepentingan, (7) adanya keterbukaan, (8) kewajiban menjaga kerahasiaan informasi oleh komisaris dan direksi, (9) pengaturan tentang informasi dari orang dalam, (10) prinsip mengatur etika berusaha dan anti korupsi, (11) prinsip mengatur donasi, (12) prinsip yang mengatur tentang kepatuhan pada peraturan perundang-undangan tentang proteksi kesehatan, keselamatan kerja, dan pelestarian lingkungan, dan (13) prinsip pengaturan kesempatan kerja sama mengenai hubungan kerja antara perusahaan dengan karyawan, bukan berdasarkan faktor lainnya.

KINERJA PERUSAHAAN

Pengertian kinerja dapat diartikan sebagai gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program atau kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Kinerja perusahaan dapat dilihat dari aspek keuangan dan juga non keuangan. Dari aspek keuangan dapat dilihat dari laporan keuangan yang menggambarkan bagaimana kinerja keuangan dalam suatu perusahaan dan sering menjadi perhatian utama bagi para pemakai informasi laporan keuangan, sedangkan dari aspek non-keuangan bisa dilihat dari aspek bisnis internal, serta aspek pembelajaran dan pertumbuhan.

Mulyadi (2007:419) menyatakan penilaian kinerja sebagai penentu efektivitas operasional suatu organisasi secara periodik berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Penilaian kinerja menjadi landasan untuk mendesain sistem penghargaan agar karyawan menghasilkan kinerja yang sejalan dengan harapan organisasi. Anthony et al dalam Bayu Waspodo (2009) mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai suatu kegiatan pengukuran kerja dari suatu aktivitas atau seluruh rantai nilai yang memberikan umpan balik terhadap manajemen dalam menyediakan informasi tentang seberapa baik suatu aksi dapat mewakili rencana, juga mengidentifikasi ketika manajer membutuhkan suatu perbaikan atau keputusan dalam perencanaan masa depan dan kegiatan pengendalian. Tujuan pokok penilaian kinerja adalah untuk memotivasi para karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi segala standar perilaku yang telah ditetapkan dalam perusahaan serta dapat juga meminimalkan perilaku yang bertentangan dengan perusahaan.

Kinerja berbasis balanced scorecard

Dewasa ini penilaian kinerja suatu organisasi ataupun perusahan telah berkembang tidak hanya terfokus pada penilaian kinerja keuangan namun juga di lihat kinerja non keuangannya. Penilaian kinerja yang demikian dikenal dengan penilaian kinerja organisasi

dari perspektif balanced scorecard. Balanced scorecard adalah perencanaan strategis dan sistem manajemen yang digunakan untuk menyelaraskan kegiatan usaha dengan pernyatan visi suatu organisasi (Ali Khozein, 2012). Menurut Chen et al. (2011) pendekatan balanced scorecard adalah teknik yang efektif untuk evaluasi kinerja.

Balanced scorecard terdiri dari dua kata, yaitu balanced dan scorecard. Scorecard atau kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk melihat atau mencatat skor hasil kinerja perusahaan. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh perusahaan di masa depan. Melalui kartu skor, perencanaan yang hendak diwujudkan dapat dibandingkan dengan hasil kerja yang sesungguhnya. Hasil perbandingan akan digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja personel yang bersangkutan. Sedangkan kata balanced atau berimbang ditujukan untuk menunjukkan bahwa kinerja perusahaan diukur secara berimbang dari dua aspek yaitu aspek finansial dan non finansial, aspek jangka pendek dan jangka panjang, aspek proses dan personal, serta aspek internal dan eksternal (Mulyadi, 2007 : 423). Balanced scorecard merupakan alat manajemen strategis yang sangat penting untuk membantu organisasi bukan hanya dalam mengukur kinerja, tetapi juga untuk menentukan strategi mana yang akan dipakai demi mencapai tujuan jangka panjang (Sinha, 2006).

Pengukuran kinerja dengan balanced scorecard yang dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (1996) dalam Hansen dan Mowen (2007) memandang unit bisnis dari empat perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

  • 1)    Perspektif Keuangan (financial)

Menurut Kaplan dan Norton, pengukuran kinerja keuangan menunjukkan apakah perencanaan dan pelaksanaan strategi memberikan perbaikan mendasar bagi keuntungan perusahaan. Bagi sebagian perusahaan tema finansial berupa peningkatan pendapatan, penurunan biaya dan peningkatan produktivitas, serta peningkatan pemanfaatan aktiva dan penurunan resiko dapat menghasilkan keterkaitan yang diperlukan di antara keempat perspektif balanced scorecard.

  • 2)    Perspektif Pelanggan (costumer)

Pelanggan adalah siapa saja yang menggunakan produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. Perspektif pelanggan memberikan kemungkinan bagi para manajer untuk mengartikulasikan strategi yang berorientasi kepada pelanggan dan pasar yang akan memberikan keuntungan finansial masa depan yang lebih besar serta melakukan identifikasi dan pengukuran proporsi nilai yang akan diberikan oleh perusahaan kepada pelanggan dan pasar sasaran.

  • 3)    Perspektif Proses Bisnis Internal (process)

Proses merupakan rangkaian aktivitas untuk menghasilkan nilai tambah bagi pelanggan. Penetapan tujuan dan ukuran perspektif untuk proses bisnis internal dilakukan setelah perumusan tujuan dan ukuran untuk perspektif keuangan dan pelanggan. Hal ini bertujuan agar terciptanya langkah sistematis dan pola pengukuran bisnis internal yang mampu mendorong tercapainya tujuan yang ditetapkan bagi pelanggan dan pemegang saham. Proses bisnis internal dibagi ke dalam tiga proses yaitu inovasi, operasi, dan layanan purna jual.

  • 4)    Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (learning and growth)

Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menjelaskan mengenai infrastruktur yang diperlukan untuk mencapai target dari ketiga perspektif yang lain, seperti kualifikasi, motivasi dan orientasi tujuan dari karyawan, serta sistem. Proses pembelajaran dan pertumbuhan bersumber dari faktor sumber daya manusia, sistem, dan prosedur organisasi.

Pada perspektif pembelajaran ini perhatian manajemen berfokus pada karyawan. Karyawan serupakan sumber daya manusia yang bernilai bagi perusahaan. Karyawan yang mempunyai skill yang kompeten akan mejadi modal dasar untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Untuk mendapatkan karyawan yang andal, efektif, dan efisien dalam menjalankan tugas-tugasnya diperusahaan maka diperlukan pelatian atau workshop yang meningkatkan kinernya karyawan sesuai fungsi dan tugasnya. Pengukuran utama untuk menilai keberhasilan pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yaitu:

  • 1)    kepuasan karyawan adalah penting untuk memperbaiki produktifitas, mutu, kepuasan pelanggan dan ketanggapan terhadap situasi. kepuasan karyawan dapat diukur melalui survey, wawancara karyawan, dan mengamati karyawan pada saat bekerja.

  • 2)    Retensi karyawan adalah bertujuan untuk mempertahankan selama mungkin karyawan yang berkualitas sedangkan tingkat perputaran karyawan merupakan tolak ukur umum untuk menentukan tingkat loyalitas karyawan yang dikur dengan prosentase karyawan yang keluar setiap tahunya.

  • 3)    produktifitas karyawan adalah bertujuan untuk membandingkan keluaran yang dihasilkan oleh karyawan dengan jumlah karyawan yang digunakan untuk menghasilakn keluaran tersebut.

SUMBER DAYA MANUSIA DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DALAM MENINGKATAN KINERJA PERUSAHAAN

Sumber daya manusia dan implementasi good corporate governance/ GCG secara teori dijelaskan bahwa akan mampu meningkatkan kinerja perusahaan.

Perusahaan yang memiliki sumber daya manusia dengan skill yang kompeten dengan tugasnya merupakan human capital yang sangat bernilai bagi perusahaan. Human capital ini sulit diukur secara materi untuk disajikan dilaporan keuangan. Namun, Human capital ini merupakan asset yang tidak berwujud bagi perusahaan yang mesti mendapat perhatian sehingga Human capital dapat dipertahankan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Perusahaan yang kurang memperhatikan karyawannya sering didemo yang pada akhirnya menimbulkan kerugian pada perusahaan sebagai akibat terhentinya produksi.

Prinsip-prinsip GCG merupakan panduan yang perlu diimplementasikan sehingga semua kepentingan stakeholders terpenuhi, yaitu pemilik/pemegang saham, manajer, karyawan, supplier, dan pemerintah. Lima prinsip dari GCG yaitu transparency, accountability, responsibility, independency, dan fairness menjadi panduan dalam menjalankan perusahaan untuk dapat meningkatkan kinerja perusahaan.

Beberapa hasil penelitian tentang pengaruh human capital terhadap kinerja telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Seperti Devianto (2010) melakukan survey terhadap 68 pemilik perusahaan swasta di Palembang. Penelitian tersebut menemukan bahwa human capital berpengaruh signifikan terhadap kinerja bisnis. Selanjutnya, penelitian Ongkorahardjo (2008) yang meneliti pengaruh human capital terhadap kinerja perusahaan. Penelitian ini merupakan studi empiris pada kantor akuntan di Indonesia. Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa human capital berpengaruh signifikan pada kinerja. Temuan penelitian tersebut dapat memberikan bukti empiris bahwa keberadaan human capital dalam perusahaan merupakan hal yang penting mendapat perhatian. Sememntara itu, penelitian mengenai pengaruh GCG pada kinerja telah dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti penelitian, Darmawati dkk. (2005), Wati (2012), Miranty Herly dan Sisnuhadi (2011), dan Ujiyantho (2007) menyebutkan bahwa penelitian tersebut dapat membuktikan secara empiris GCG dapat meningkatkan kinerja perusahaan.

PENUTUP

Kinerja suatu perusahaan dapat dipengaruhi oleh sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan. Sumber daya manusia yang bisa disebut sebagai human capital bagi perusahaan dapat dikatakan sebagai aset yang tak berwujud atau intangible asset. Walaupun ada beberapa pekerjaan yang diambil alih oleh robot, namun masih ada pekerjaan tertentu yang tetap membutuhkan tenaga dan keahlian dari karyawan. Perusahaan yang memiliki human capital yang andal serta dengan mengimplementasikan prinsif-prinsif good corporate governance merupakan modal dasar untuk meningkatkan kinerja perusahaan

secara keseluruhan, baik kinerja keuangan maupun non keuangan yang dikenal dengan kinerja dari perspektif balanced scorecard. Penilaian kinerja perusahaan yang berbasis balanced scorecard karyawan/sumber daya manusia menjadi salah satu fokus utama dari empat fokus balanced scorecard, yaitu keuangan, pelanggan, bisnis internal, serta pertumbuhan dan pembelajaran, dalam upaya mencapai visi dan misi perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA

Adrian Sutedi. 2011. Good Corporate Governance. Jakarta: Sinar Grafika.

Ardana, I Komang, Mujiati, Ni Wayan, dan Mudiartha Utama I Wayan, 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia, Graha Ilmu.

Cahyani Nuswandari. 2009. Pengaruh Corporate Governance Perception Index Terhadap Kinerja Perusahaan Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Dalam Jurnal Bisnis dan Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Stikubank Semarang Vol.16, No.2.

Bayu Waspodo. 2008. Balanced Scorecard for Information System Department Performance Measurement Framework. Dalam Jurnal Sistem Akuntansi ISSN 19790767.

Brinker, Barry (2000), “Intellectual Capital: Tomorrows Asset, Today’s Challenge”, http://www.cpavision.org/vision/ wpaper05b.cfm.

Divianto. 2010. pengaruh faktor-faktor intelectual capital (human capital, structural capital dan customer capital) terhadap business performance Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis – ISSN: 2085-1375 Edisi Ke-IV, Nopember 2010

Dian Prasinta. 2012. Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan. Dalam Accounting Analysis Journal Vol.1, No.2.

Hansen, Don R. dan Mowen, Maryanne M.. 2009. Managerial Accounting. edisi terjemahan. Penerbit Salemba Empat.

Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. Jakarta.

Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). 2012. Prinsip Dasar Pedoman Good Corporate Governance Perbankan Indonesia. Jakarta.

Darmawati, Khomsiyah dan Rika Gelar R. 2005. Hubungan Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan. Dalam Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Vol.8, No.1.

Khozein, Ali. 2012. Balanced Scorecard Should be Attention More in Organization. Dalam International Journal of Research in Management Vol.1, Iss.2, ISSN 2249-5908.

Wati, Like Monisa. 2012. Pengaruh Praktek Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan di Bursa Efek Indonesia. Dalam Jurnal Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang Vol.1, No.1.

Miranty Herly dan Sisnuhadi. 2011. Corporate Governance and Firm Performance in Indonesia. Dalam International Journal of Governance Vol.1, No.2.

Ujiyantho, Muhamad Arief dan Bambang Agus Pramuka. 2007. Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan. Dalam Makalah Simposium Nasional Akuntansi X.

Mulyadi. 2007. Akuntansi Manajemen. Edisi ke-3. Jakarta: Salemba Empat.

Ongkorahardjo, Martina Dwi Puji Astri, Antonius Susanto, dan Dyna Rachmawati. 2008. Analisis Pengaruh Human Capital Terhadap Kinerja Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 10, No. 1, Mei 2008: 11-21

Schermerhon. 2005. Management, 8th edition. John Wiley & Sons, Inc, USA.

Sinha, A. 2006. Balanced Scorecard: A Strategic Management Tool. Dalam Vidyasagar University Journal of Commerce Vol.11, p. 71-81.

34

PIRAMIDA Jurnal Kependudukan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia