Karakteristik Pertumbuhan Generatif Asystasia gangetica pada Berbagai Dosis dan Waktu Dekomposisi Pupuk Organik Kotoran Kambing
on
p-ISSN 2088-818X e-ISSN 2549-8444
https://ojs.unud.ac.id/index.php/pastura
DOI:https://doi.org/10.24843/Pastura.2022.v12.i01.p12
pastura Vol. 12 No. 1 : 63 - 67
Karakteristik Pertumbuhan Generatif Asystasia gangetica pada Berbagai Dosis dan Waktu Dekomposisi Pupuk Organik Kotoran Kambing
Magna Anuraga Putra Duarsa, Ni Nyoman Suryani, dan I Wayan Suarna
Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar-Bali e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan generatif Asystasia pada berbagai dosis dan waktu dekomposisi pupuk kotoran kambing. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), pola faktorial. Faktor pertama adalah waktu dekomposisi yang terdiri dari 3 taraf, yaitu waktu dekomposisi 4 minggu, 2 minggu dan tanpa dekomposisi. Faktor kedua adalah dosis pupuk kotoran kambing dengan 4 taraf, yaitu tanpa pupuk 0 ton ha-1, 10 ton ha-1, 20 ton ha-1, dan 30 ton ha-1. Setiap kombinasi perlakuan diulang empat kali, sehingga pot yang digunakan keseluruhan adalah 48. Variabel yang diukur adalah waktu berbunga pertama kali, total produksi biji, berat biji per 100 biji, jumlah kelopak biji, dan dimensi ukuran biji (panjang, lebar dan tebal). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi diantara kedua faktor pada semua variabel yang diukur. Penambahan dosis pupuk kotoran kambing sebanyak 10 ton ha-1 secara nyata memperpanjang waktu berbunga Asystasia pertama kali dibandingkan kontrol, namun demikian pengaruh waktu dekomposisi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Penambahan dosis pupuk 10 to ha-1 secara nyata dapat meningkatkan jumlah produksi biji per pot, tetapi juga secara nyata menurunkan berat biji per 100 biji dibandingkan kontrol. Dimensi biji (panjang, lebar dan tebal biji) tidak dipengaruhi baik oleh dosis pupuk maupun waktu dekomposisi. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penambahan dosis pupuk kotoran kambing 10 ton ha-1 dapat menunda waktu berbunga, meningkatkan jumlah biji, tetapi menurunkan berat biji Asystasia.
Kata kunci: Asystasia gangetica, dekomposisi, pupuk kotoran kambing, pertumbuhan generatif
Characteristic of Generative Growth of Asystasia gangetica at Various Dosages and Time of Decomposition of Organic Goat Manure Fertilizer
ABSTRACT
The objective of this experiment was to study the generative growth of Asystasia gangetica at various dosages and time of decomposition of goat manure. Completely randomized design was applied in this experiment, with two factors. The first factor was time of decomposition, with consisted of three levels, namely 4 weeks of decomposition, 2 weeks and without decomposition. The second factor was goat manure fertilizer with four dosages, namely 0 ton ha-1, 10 ton ha-1, 20 ton ha-1, and 30 ton ha-1. Every treatment combination was repeated four times, therefore total 48 pots were used. First time flowering, total seed production, seed weight per 100 seeds, total seed petals, seed dimension (length, width and thickness) were measured as variables. The results of this experiment showed that there were no interactions between factors at all variabels. Aplication 10 ton ha-1 of goat manure, significantly lengthen flowering for the first time of Asystasia, however time of decomposition gave no effect to this variable. Increasing the level of goat manure fertilizer to 10 ton ha-1 also significantly increase seed production per pot, however significantly decreased seed weight per 100 seeds. Seed dimension (length, width and thickness) were not significantly affected by both dosages of goat manure fertilizer and time of decomposition. It can be concluded that application of 10 ton ha-1 of goat manure lengthen flowering for the first time, increase seed production per pot and decrease seed weight per 100 seeds of Asystasia.
Key words: Asystasia gangetica, decomposition, goat manure fertilizer, generative growth
PENDAHULUAN
Perkembangan Iptek tumbuhan pakan ternak semakin menggeliat karena keberadaannya saat ini semakin strategis dengan munculnya berbagai program pengembangan peternakan pemerintah yang pada akhirnya akan menuntut ketersediaan hijauan pakan yang mencukupi dan berkualitas. Penelitian tentang budidaya tanaman Asystasia gangetica belum banyak dilakukan baik terhadap pertumbuhan, hasil, dan aspek potensi generatifnya.
Tanaman A. gangetica belum banyak diketahui sebagai tanaman pakan. Tanaman ini tumbuh menyerupai belukar yang tumbuh menjalar dan berkelompok. Tumbuhan ini sering digunakan sebagai tanaman hias karena bunganya yang indah, tanaman ini juga banyak tumbuh di lahan bera, yaitu lahan yang tidak dipakai oleh peternak maupun petani.
Untuk menunjang pertumbuhan tanaman ini, maka diperlukan berbagai unsur-unsur tumbuh yang dapat ditambahkan dari luar yakni dengan pemberian pupuk. Pemberian pupuk organik kepada tanaman selain dapat memasok unsur hara, pupuk organik juga dapat memperbaiki struktur tanah sehingga akan mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Pada saat ini pemakaian pupuk organik sudah menjadi perhatian dari pemerhati lingkungan dan pertanian yang ingin meniadakan atau mengurangi akibat negatif yang ditimbulkan oleh penggunaan bahan-bahan kimiawi seperti penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang dapat menyebabkan degradasi lahan dan merusak kesehatan (Sutanto, 2002).
Salah satu pupuk organik yang sudah sering dimanfaatkan adalah pupuk organik kotoran kambing. Kotoran kambing memiliki struktur yang keras dan lama untuk diuraikan oleh organisme pengurai di dalam tanah, dengan demikian ketersediaan unsur hara dari kotoran kambing agak lama sehingga diperlukan upaya untuk mempercepat ketersediaan unsur haranya bagi tanaman. Berdasarkan kondisi di atas maka diperlukan teknologi budidaya untuk mempercepat ketersediaan unsur hara dan menyediakan unsur hara dalam jumlah yang memadai untuk pertumbuhan dan hasil tanaman. Ketersediaan unsur hara selain dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman juga akan mempengaruhi sifat-sifat generative tanaman seperti awal munculnya bunga, jumlah biji, kualitas biji dan sebagainya. Sampai saat ini elum ada penelitian yang mengkaji pengaruh ketersediaan unsur hara tanaman terhadap karakteristik generatifnya terutama pada tanaman A. gangetica.
MATERI DAN METODE
Penelitian akan dilaksanakan di Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana di Sesetan Denpasar dan berlangsung selama 14 minggu (3 bulan, 2 minggu).
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan sebagai pupuk adalah kotoran kambing yang kita campur sendiri dengan dosis 15, 20, dan 25 ton ha-1. Pot yang akan digunakan kapasitas 5 kg dengan diameter 20,5 cm. setiap pot diisi dengan tanah sebanyak 4 kg.
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
-
1. Ayakan kawat dengan ukuran lubang 2 mm x 2 mm
-
2. Penggaris untuk mengukur tinggi tanaman
-
3. Pisau dan gunting untuk memotong tanaman pada saat panen dan untuk memisahkan bagian-bagian tanaman sebelum ditimbang dan dioven,
-
4. Kantong kertas untuk tempat bagian-bagian tanaman yang akan dioven
-
5. Oven Civilab Australia GC-2 Graving Convection Oven) untuk mengeringkan bagian tanaman,
-
6. Timbangan kue kapasitas 5 kg dengan kepekaan 10 g untuk menimbang tanah yang akan digunakan untuk penelitian.
-
7. Timbangan elektrik Nagata dengan kapasitas 1200 g dan kepekaan 0,1 g untuk menimbang berat segar dan berat kering bagian tanaman berupa batang, daun dan bunga.
Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan dengan dua faktor. Faktor pertama adalah waktu dekomposisi 4 minggu (R1), 2 minggu (R2) dan 0 minggu (R3) dan faktor kedua adalah dosis pupuk organik kotoran kambing yaitu: dosis pupuk 15 t ha-1 (B1), dosis pupuk 20 t ha-1 (B2), dosis pupuk 25 t ha-1 (B3). Percobaan diulang sebanyak empat (4) kali sehingga terdapat 36 Unit percobaan.
Sebelum penelitian dimulai, dilakukan beberapa persiapan antara lain tanah yang dipergunakan dalam penelitian terlebih dahulu dikering udarakan, kemudian diayak dengan ayakan kawat dengan ukuran lubang 2 mm x 2 mm, sehingga tanah menjadi lebih homogen. Tanah ditimbang seberat 4 kg dan dimasukkan ke dalam masing-masing pot.
Pelaksanaan Percobaan
Pupuk organik kotoran kambing diberikan pertama kali pada minggu pertama (R1) dengan dosis
masing-masing 15, 20, dan 25 ton ha-1. Pemberian kedua yaitu pada 2 minggu berikutnya (R2) dengan dosis yang sama. Dan pemberian yang ketiga adalah pada 4 minggu sejak pemberian pertama (R3) dengan dosis yang masih sama. Pemberian pupuk organik limbah per pot adalah untuk dosis 15 ton ha-1 diberikan sebanyak 30 g pot-1, dosis 20 ton ha-1 diberikan sebanyak 40 g pot-1 dan untuk dosis 25 ton ha-1diberikan sebanyak 50 g pot-1.
Penanaman bibit dilakukan pada minggu ke-6 waktu dekomposisi. Bibit yang ditanam adalah bibit yang ukurannya hampir sama. Tiap pot ditanami dengan dua buah bibit dan setelah berumur satu minggu, salah satu bibit dicabut sehingga setiap pot hanya terdiri dari satu bibit saja. Variabel yang akan diamati antara lain adalah: awal pembungaan, jumlah bunga per tandan, jumlah bunga per tanaman, jumlah biji, ukuran biji (panjang, lebar, dan tebal), berat biji per tanaman, dan berat 100 biji.
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan sidik ragam (Steel dan Torrie, 1991). Apabila diantara nilau rata-rata perlakuan pada sidik ragam menunjukkan perbedaan yang nyata maka analisis akan dilanjutkan dengan mempergunakan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 5% (Steel dan Torrie, 1991).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa tidak terjadi interaksi antara waktu dekomposisi dengan penambahan dosis pupuk organik kotoran kambing pada semua variabel yang diamati. Ini menunjukkan bahwa kedua faktor ini memberikan pengaruh masing-masing pada variabel-variabel generatif yang diukur. Dua faktor dikatakan saling berinteraksi apabila salah satu faktor tersebut gagal mengekspresikan pengaruhnya karena pengaruh faktor lain.
Perlakuan dosis pupuk organik kotoran kambing memberikan pengaruh nyata (P<0,05) pada variabel waktu berbunga pertama kali (Tabel 1). Pada penelitian ini belum diketahui dengan pasti faktor-faktor yang lebih spesifik yang menyebabkan penundaan waktu berbunga pertama kali A. gangetica. Tetapi secara umum, faktor yang mendorong pertumbuhan vegetatif akan cenderung menunda pertumbuhan generatif (Kumalasari et al., 2020). Pratama et al. (2022) dan Sembiring et al. (2022) melaporkan bahwa penggunaan dosis pupuk organik kotoran sapi dan ayam dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan hasil dari A. gangetica. Pemberian pupuk dari sumber N yang berbeda, dengan menggunakan limbah rumah potong hewan (RPH) terfermentasi EM4 juga dilaporkan dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif
dan hasil Asystasia gangetica (Bachtiar et al., 2021). Kandungan nitrogen dari kedua pupuk-pupuk organik tersebut diduga sebagai elemen yang bertanggungja-wab atas meningkatnya pertumbuhan dan kenaikan hasil A. gangetica tersebut. Dari perspektif penyediaan hijauan pakan hasil ini sangat menjanjikan. Humphreys (1997) menyatakan bahwa kandungan nutrisi tertinggi dari hijauan pakan adalah ketika mendekati fase pertumbuhan generatif. Implikasi dari penundaan fase pertumbuhan generatif, akan memberikan ternak untuk dapat mengkonsumsi tumbuhan Asystasia gangetica dengan kandungan nutrisi yang tinggi dengan waktu yang lebih lama, sesuai dengan penundaan waktu berbunga tumbuhan ini.
Jumlah bunga per pot juga meningkat secara nyata (P<0,05) dengan penambahan dosis pupuk organik kotoran kambing (Tabel 2). Hasil ini menunjukkan bahwa penundaan waktu bunga pertama kali tidak berarti menurunkan pertumbuhan generatif A. ga-ngetica. Hasil pada variabel jumlah biji juga menunjukkan kecenderungan serupa (Tabel 3). Kedua variabel pertumbuhan generatif ini menunjukkan bawa karakteristik pertumbuhan tidak terpengaruh dengan penundaan waktu berbunga A. gangetica pertama kali. Dengan demikian dari perspektif tanaman, penundaan waktu berbungan pertama kali tidak menurunkan kemampuan atau kualitas pertumbuhan generatif A. gangetica.
Pemberian waktu dekomposisi sampai dengan 4 minggu, tidak memberikan hasil yang berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan dengan perlakuan tanpa dekomposisi (W0) pada variabel waktu berbunga pertama kali, jumlah bunga per pot dan jumlah biji per tanaman. Hal ini mungkin disebabkan karena kotoran kambing yang mempunyai tekstur kasar/ keras belum sepenuhnya terdekomposisi selama waktu 4 minggu tersebut. Sehingga kandungan hara yang terdapat di dalam kotoran kambing tersebut belum tersedia atau belum dapat dimanfaatkan oleh A. gangetica.
Tabel 1. Waktu Berbunga Pertama Kali (hari) Asystasia gangetica pada Berbagai Dosis dan Waktu Dekomposisi Pupuk Organik Kotoran Kambing
Waktu Dekomposisi |
Dosis Pupuk Kotoran Kambing |
Rataan | |||
0 ton ha-(D0) |
1 10 ton ha-1 D10) |
20 ton ha-1 (D20) |
30 ton ha-1 (D30) | ||
4 minggu (W4) |
34.00 |
38.25 |
36.75 |
35.50 |
36.13 A |
2 minggu (W2) |
34.00 |
37.25 |
37.25 |
39.50 |
37.00 A |
0 minggu (W0) |
34.00 |
41.75 |
40.50 |
35.25 |
37.88 A |
Rataan |
34.00 a |
39.08 b |
38.17 b |
36.75 b |
Keterangan:
Nilai dengan huruf kapital yang sama pada satu kolom dan huruf kecil yang sama pada satu baris menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)
Tabel 2. Jumlah Bunga Per Pot Asystasia gangetica pada Berbagai Dosis dan Waktu Dekomposisi Pupuk Organik Kotoran Kambing
Dosis Pupuk Kotoran Kambing | ||||
Waktu Dekomposisi |
0 ton ha-1 10 ton (D0) ha-1 D10) |
20 ton ha-1 (D20) |
30 ton ha-1 (D30) |
Rataan |
4 minggu (W4) |
26.00 58.25 |
45.75 |
44.25 |
43.56 A |
2 minggu (W2) |
26.00 37.25 |
31.25 |
42.50 |
34.25 A |
0 Minggu (W0) |
26.00 47.75 |
24.50 |
53.00 |
37.81 A |
Rataan |
26.00 a 47.75 b |
33.83 a |
46.58 b | |
Keterangan: Nilai dengan huruf kapital yang sama pada satu kolom dan huruf kecil yang sama pada satu baris menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) | ||||
Tabel 3. Jumlah Biji Per Pot Asystasia gangetica pada Berbagai Dosis dan Waktu Dekomposisi Pupuk Organik Kotoran Kambing | ||||
Dosis Pupuk Kotoran Kambing | ||||
Waktu Dekomposisi |
0 ton ha-1 10 ton (D0) ha-1 D10) |
20 ton ha-1 (D20) |
30 ton ha-1 (D30) |
Rataan |
4 minggu (W4) |
104.00 233.00 |
183.00 |
177.00 |
174.25 A |
2 minggu (W2) |
104.00 149.00 |
125.00 |
170.00 |
137.00 A |
0 Minggu (W0) |
104.00 191.00 |
98.00 |
212.00 |
151.25 A |
Rataan |
104.00 a 191.00 b |
135.33 a |
186.33 b | |
Keterangan: Nilai dengan huruf kapital yang sama pada satu kolom dan huruf kecil yang sama pada satu baris menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) | ||||
Tabel 4. Berat Biji per 100 Biji (g) Asystasia gangetica pada Berbagai Dosis dan Waktu Dekomposisi Pupuk Organik Kotoran Kambing | ||||
Dosis Pupuk Kotoran Kambing | ||||
Waktu Dekomposisi |
0 ton ha-1 10 t-o1n (D0) (Dha10) |
20 ton ha-1 (D20) |
30 ton ha-1 (D30) |
Rataan |
4 minggu (W4) |
1.15 1.15 |
1.10 |
1.20 |
1.15 B |
2 minggu (W2) |
1.15 0.95 |
1.15 |
1.10 |
1.09 AB |
0 Minggu (W0) |
1.15 1.05 |
1.00 |
1.10 |
1.08 A |
Rataan |
1.15 b 1.05 a |
1.08 ab |
1.13 ab |
Keterangan:
Nilai dengan huruf capital yang sama pada satu kolom dan huruf kecil yang sama pada satu baris menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)
Pada variabel berat biji per 100 biji, perlakuan tanpa pupuk (D0) menunjukkan hasil yang lebih tinggi daripada perlakuan D(10). Namun demikian pemberian waktu dekomposisi 4 minggu (W4) memberikan hasil yang nyata lebih tinggi (P<0.05) daripada perlakuan tanpa dekomposisi (W0). Hasil ini menunjukkan kecenderungan bahwa ketersediaan Nitrogen yang minimal akan dapat meningkatkan berat biji A. gangetica. Kecenderungan ini sejalan dengan pendapat Kumalasari et al. (2020) bahwa Nitrogen cenderung memacu pertumbuhan vegetatif dan menekan pertumbuhan generatif.
Pada variabel dimensi biji yaitu panjang biji, lebar biji dan tebal biji, baik faktor dekomposisi dan dosis
pupuk organik cair cenderung memberikan hasil yang tidak konsisten (Tabel 5, Tabel 6, dan Tabel 7). Hal ini mungkin dikarenakan ukuran biji A. gangetica relative kecil, sehingga pengaruh perlakuan yang diberikan tidak cukup besar untuk dapat diamati dengan instrument yang ada. Kecenderungan hasil yang diharapkan pada variabel ini adalah bahwa pemberian tanpa pupuk organik kotoran kambing dan tanpa waktu dekomposisi akan memberikan hasil panjang, lebar dan tebal biji yang lebih baik.
Tabel 5. Panjang Biji (mm) Asystasia gangetica pada Berbagai Dosis dan Waktu Dekomposisi Pupuk Organik Kotoran Kambing.
Waktu Dekomposisi |
Dosis Pupuk Kotoran Kambing |
Rataan | |||
0 ton ha-(D0) |
1 10 ton ha-1 D10) |
20 ton ha-1 (D20) |
30 ton ha-1 (D30) | ||
4 minggu (W4) |
4.24 |
4.28 |
4.18 |
4.24 |
4.23 B |
2 minggu (W2) |
4.24 |
4.20 |
4.28 |
4.32 |
4.26 B |
0 Minggu (W0) |
4.24 |
4.07 |
4.13 |
4.14 |
4.14 A |
Rataan |
4.24 a |
4.18 a |
4.19 a |
4.23 a |
Keterangan:
Nilai dengan huruf capital yang sama pada satu kolom dan huruf kecil yang sama pada satu baris menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)
Tabel 6. Lebar Biji (mm) Asystasia gangetica pada Berbagai Dosis dan Waktu DekomposisiPupuk Organik Kotoran Kambing
Waktu Dekomposisi |
Dosis Pupuk Kotoran Kambing |
Rataan | |||
0 ton ha-1 10 ton |
20 ton ha-1 (D20) |
30 ton ha-1 (D30) | |||
(D0) |
ha-1 D10) | ||||
4 minggu (W4) |
3.32 |
3.32 |
3.32 |
3.39 |
3.34 A |
2 minggu (W2) |
3.32 |
3.25 |
3.32 |
3.37 |
3.31 A |
0 Minggu (W0) |
3.32 |
3.24 |
3.26 |
3.35 |
3.30 A |
Rataan |
3.32 ab |
3.27 a |
3.30 a |
3.37 b |
Keterangan:
Nilai dengan huruf capital yang sama pada satu kolom dan huruf kecil yang sama pada satu baris menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05)
Tabel 7. Tebal Biji (mm) Asystasia gangetica pada Berbagai Dosis dan Waktu Dekomposisi Pupuk Organik Kotoran Kambing
Waktu Dekomposisi |
Dosis Pupuk Kotoran Kambing |
Rataan | |||
0 ton ha-(D0) |
1 10 ton ha-1 D10) |
20 ton ha-1 (D20) |
30 ton ha-1 (D30) | ||
4 minggu (W4) |
0.87 |
0.78 |
0.82 |
0.85 |
0.83 A |
2 minggu (W2) |
0.87 |
0.77 |
0.86 |
0.86 |
0.84 A |
0 Minggu (W0) |
0.87 |
0.85 |
0.82 |
0.79 |
0.83 A |
Rataan |
0.87 b |
0.81 a |
0.83 ab |
0.83 ab |
Keterangan:
Nilai dengan huruf capital yang sama pada satu kolom dan huruf kecil yang sama pada satu baris menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05)
Dimensi biji, panjang, lebar dan tebal, pada suatu species dapat memberikan indikasi akan cadangan karbohidrat (carbohydrate reserve) yang terkandung di dalam biji tersebut. Semakin besar dimensi biji,
semakin besar cadangan karbohidrat pada biji tersebut. Biji dengan dimensi yang besar dengan demikian mempunyai potensi germinasi yang lebih baik dari biji yang kecil (Humphreys, 1977). Namun demikian, biji dengan ketebalan kulit biji yang lebih tebal seringkali harus dilakukan skarifikasi untuk memastikan proses germinasi tersebut (Agustina, et al., 2013). Dalam penelitian ini pemberian perlakuan belum menunjukkan pengaruh terhadap dimensi biji A. gangetica.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
-
1. Penambahan dosis pupuk organik kotoran kambing dapat menunda masa berbunga pertama dan menambah jumlah bunga A. gangetica, tetapi waktu dekomposisi tidak memberikan pengaruh nyata
-
2. Jumlah biji meningkat dengan pemberian pupuk organic kotoran kambing, tetapi sekaligus menurunkan berat biji. Waktu dekomposisi 4 minggu dapat meningkatkan berat biji.
-
3. Untuk variabel dimensi biji (panjang, lebar dan tebal) baik waktu dekomposisi dan dosis pupuk organik kotoran kambing tidak memberikan hasil yang konsisten.
Saran
-
1. Penelitian pertumbuhan generatif pada A. ga-ngetica perlu terus dilakukan dengan fokus mempelajari pertumbuhan generatif, khususnya waktu berbunga pertama kali. Penambahan unsur nitrogen dengan berbagai sumber yang memiliki kandungan yang lebih tinggi, atau unsur dan faktor lingkungan lainnya (kandungan air, jenis tanah, pemotongan) yang bisa merangsang pertumbuhan vegetatif baik untuk dicoba agar dapat memberikan informasi yang berhubungan dengan penundaan waktu berbunga pertama kali A. gangetica.
-
2. Penelitian lanjutan di bidang rekayasa genertika juga mungkin bisa dilakukan untuk mencapai tujuan yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, N., S. Waluyo, Warji dan Tamrin. 2013. Pengaruh suhu perendaman terhadap koefisien difusi dan sifat fisik kacang merah (Phaseolus vulgaris L.). Jurnal Teknik Pertanian Lampung, Vol. 2, No. 1, 37-44
Bachtiar, M. W., N. N. Suryani, dan M. A. P. Duarsa. 2022. Pengaruh pemberian pupuk limbah rumah potong hewan (RPH) terfermentasi EM4, terhadap pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica pada kadar air tanah yang berbeda. Journal Peternakan Tropika, Vol 10, No. 3: 714-728
CRC. 2003. Weed management guide: Asystasia ga-ngetica ssp. micrantha. In: Alert List For Environ-tmental Weeds (ed.). CRC for Australian Weed Management.
Grubben, G. J. H. dan O. A. Denton. 2004. Vegetables. Wageningen : PROTA (Plant Resources of Tropical Africa) Foundation.
Humphreys, L. R. 1997. Tropical pasture and Fodder Crops. Intermediate Tropical Agriculture Series. Longman Scientitific & Technical.
Kumalasari, N. R., L. Abdullah, L. Khodijah, L. Wahyuni, I. Indriyani, N. Ilman, dan F. Janoto. 2020. Evaluation of Asystasia gangetica as potential forage in terms of growth, yield and nutrient concentration at different harvest ages. Tropical Grasslands, V. 18, No. 2, pp. 153-157
Pratama, I G. A. B., M. A. P. Duarsa, I W. Wirawan. 2022. Pengaruh waktu dekomposisi dan dosis pupuk kotoran sapi terhadap pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica (L). subsp. Micrantha. Journal Pastura, V.11, No. 2, 122-127
Sembiring, E. C., M. A. P. Duarsa, dan N. N. C. Kusuma-wati. 2022. Pengaruh waktu dekomposisi dan dosis pupuk kotoran ayam terhadap pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. Journal Peternakan Tropika, Vol. 10, No. 2, 468-477.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
67
Discussion and feedback