pastura Vol. 3 No. 1 : 48 - 51

ISSN : 2088-818X

PUPUK PHOSPHO-KOMPOS ORGANIK YANG DIPERKAYA DENGAN MIKROORGANISME PELARUT P DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN RUMPUT Setaria splendida

Rahmi Dianita, A. Rahman, Sy., Ubaidillah

Fakultas Peternakan, Universitas Jambi

Jl. Jambi-Ma. Bulian KM.15 Mendalo Darat Jambi 36361 e-mail: rahmi_dianita@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk phospho-kompos organik yang diperkaya dengan mikroorganisme yang mampu melarutkan P terhadap pertumbuhan Setaria splendida. Penelitian ini didesain dalam suatu rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 4 perlakuan yaitu: R0 = Rock Fosfat, R1 = Rock Fosfat + Jerami padi + Kotoran ternak ayam, R2 = Rock Fosfat + Jerami padi + Kotoran ternak ayam + Trichoderma harzianum. R3 = Rock Fosfat + Jerami padi + Kotoran ternak ayam + Aspergillus niger. Cara pembuatan phospho-kompos organik merupakan modifikasi dari Bangar et al. (1989); Biswas (2008) dengan dosis pemberian mengikuti Apniyarni (2003) dan Dewi (2002). Karakteristik fisik dan kimia dari kompos dan pertumbuhan tanaman S. splendida diamati dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa phospho-kompos organik dengan dan tanpa mikroorganisme yang mampu melarutkan P menghasilkan karakteristik fisik dan kimia yang baik. Perlakuan phospho-kompos tanpa mikroorganisme menghasilkan pertumbuhan yang tidak nyata berbeda dengan phospho-kompos yang diperkaya dengan mikroorganisme yang mampu melarutkan P. Aplikasi pupuk phospho-kompos organik dengan dan tanpa tambahan mikroorganisme yang mampu melarutkan P menghasilkan pertumbuhan S. splendida yang nyata meningkat dibandingkan dengan kontrol (rock fosfat).

Kata kunci: Aspergillus niger, phospho-kompos organik, S. splendida, Trichoderma harzianum

PHOSPHORUS-ENRICHED COMPOST WITH P SOLUBILIZING MICROORGANISMS AND ITS EFFECT ON THE GROWTH OF Setaria splendida

ABSTRACT

The aimed of this experiment was to investigate the effect phosphorus-enriched compost fertilizer with P solubilizing microorganisms on the growth of Setaria splendida. The experiment was designed in completely randomized designed with 4 treatments, consisted of R0 = Rock phosphate, R1 = Rock phosphate + rice straw + chicken manure, R2 = Rock phosphate + rice straw + chicken manure + Trichoderma harzianum. R3 = Rock phosphate + rice straw+ chicken manure + Aspergillus niger. Preparation of phosphorus-enriched compost was modified from Bangar et al. (1989); Biswas (2008) with the dosage of aplication based on Apniyarni, (2003) and Dewi (2002). Physical and chemical characteristics of phosphorus-enriched compost fertilizer and the growth of S. splendida were observed in this experiments. The results showed that phosphorus- enriched compost fertilizer with and without P solubilizing microorganisms resulted good physical and chemical characteristics. The growth of S. splendida did not significantly different for phosphorus-enriched compost with and without P solubilizing microorganism treatments. Application of enriched phospho-compost fertilizer with and without P solubilizing microorganisms significantly increased the growth of S. splendida compared to control (rock phosphate).

Keywords: Aspergillus niger, enriched phospho-compost organic, S. splendida, Trichoderma harzianum

PENDAHULUAN

Ketersediaan pakan yang berkelanjutan khususnya pakan hijauan perlu dipertimbangkan dalam pengembangan dan peningkatan populasi ternak ruminansia. Pertumbuhan dan produksi tanaman pakan salah satunya dipengaruhi oleh unsur hara yang ada di dalam tanah. Pemupukan baik dengan menggunakan pupuk organik maupun anorganik merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kandungan hara tanah. Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya

terdiri atas bahan organik yang berasal dari sisa tanaman dan atau hewan yang mengalami rekayasa berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memasok bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Peraturan Mentan, No.2/Pert/HK060/2/2006). Pupuk organik seperti kompos yang berasal dari sisa limbah pertanian seperti jerami padi maupun kotoran ternak sering digunakan petani/peternak untuk meningkatkan produksi usahatani. Namun, pembuatan kompos secara tradisional dari bahan organik sisa hasil pertanian membutuhkan waktu sekitar 6 bulan untuk menjadi

kompos yang siap pakai. Selain itu, kandungan hara seperti N, P dan K dalam pupuk organik relatif lebih rendah dibandingkan dengan pupuk anorganik.

Pupuk kompos dapat diperbaiki kandungan haranya melalui penambahan unsur hara tertentu seperti P maupun dengan penambahan mikroorganisme yang dapat membantu memperbaiki kualitas kompos dari limbah usahatani. Sumber P seperti rock fosfat (fosfat alam) dapat digunakan untuk memperbaiki kandungan hara kompos. Fosfat alam merupakan pupuk organik yang murah, namun sangat lambat tersedia bagi tanaman. Oleh karena itu, penggunaan bakteri pelarut P diperlukan untuk membantu pelarutan ion P2O5 yang berasal dari fosfat alam, sehingga menjadi tersedia bagi tanaman. Beberapa jenis fungi telah diketahui mampu meningkatkan ketersediaan fosfat terlarut yang bisa diserap langsung oleh tanaman, seperti fungi mikoriza (Dupponois et al. 2005; Dianita, 2012). Jenis fungi lain yang mempunyai kemampuan sama dengan fungi mikoriza yang juga diketahui mampu membantu pelarutan fosfat seperti Actynomyces, Bacillus sp (Hamdali et al., 2010; Banik & Ninawe, 1988), Trichoderma spp (Kapri & Tewari, 2010; Rudresh et al., 2005), dan A. niger (Sastro et al., 2005). Penggunaan T. harzianum dan A. niger dalam proses pengomposan akan mempercepat proses penguraian bahan organik dan sekaligus membantu pelarutan fosfat sehingga menjadi tersedia bagi tanaman. Pengomposan dengan menggunakan rock fosfat sebagai sumber P organik dan ditambah dengan kotoran ayam dan jerami padi sebagai sumber N dan K yang diperkaya dengan fungi tersebut akan menjadikan produk phospho-kompos organik sebagai pupuk yang lengkap.

Pupuk kompos lengkap yang kaya akan unsur P ini dapat diaplikasikan pada tanaman pakan seperti pada Setaria splendida yang mempunyai produktivitas tinggi, sangat responsif terhadap pemupukan, dan palatabel untuk ternak. Selain itu, S. splendida juga mempunyai protein kasar yang cukup tinggi yaitu 11,4%, dan 27,8% serat kasar dengan kecernaan protein kasar dan serat kasar masing-masing 65,2% dan 75,2% pada ternak domba (FAO, 1991). Penerapan pupuk phospho kompos organik ini diharapkan akan meghasilkan pertumbuhan S. splendida yang lebih tinggi.

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini telah dilaksanakan di laboratorium rumah kaca Fakultas Peternakan, Universitas Jambi dari bulan September sampai dengan November 2012.

Bahan dan Alat

Penelitian ini menggunakan rumput S. splendida yang diperoleh dari kebun Farm Fakultas Peternakan, Universitas Jambi sebagai objek pengamatan dari perlakuan pupuk phospho-kompos organik. Bahan yang digunakan antara lain rumput S. splendida berasal dari sobekan rumpun (pols) sepanjang 20 cm, dengan sedikit akar ikutannya, rock fosfat (fosfat alam), jerami padi,

dan pupuk kotoran ayam yang diperoleh dari Farm Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Kapang T. harzianum diperoleh dari Balai Penelitian Pertanian Jambi dan A. niger diperoleh dari Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor.

Rancangan Penelitian

Penelitian aplikasi pupuk phospho-kompos organik pada rumput S. splendida didesain dalam suatu rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 4 perlakuan yaitu:

R0 = Rock Fosfat,

R1 = Rock Fosfat + Jerami padi + Kotoran ternak ayam,

R2 = Rock Fosfat + Jerami padi + Kotoran ternak ayam + T. harzianum,

R3 = Rock Fosfat + Jerami padi + Kotoran ternak ayam + A. niger.

Setiap perlakuan diulang 5 kali dan setiap unit percobaan terdapat 2 polibag sehingga jumlah keseluruhan unit percobaan sebanyak 40 unit percobaan.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini diawali dengan persiapan pembuatan pupuk phospho-kompos organik. Bahan-bahan utama dicampurkan dengan perbandingan 1 : 1 (jerami padi: kototan ayam). Fosfat alam yang digunakan sebesar 25% dari total bahan utama (jerami padi dan kotoran ayam). Mikroorganisme pelarut P diberikan sebesar 2,5% dari total bahan utama. Kemudian seluruh bahan diaduk merata dan campuran pupuk dibiarkan selama 45 hari (modifikasi dari Bangar et al. 1989; Biswas, 2008). Kandungan kimia pupuk setelah menjadi kompos matang dianalisis sebelum penelitian aplikasi ke tanaman S. splendida dimulai (Tabel 1).

Tabel 1. Analisis kandungan kimia pupuk phospho kompos organik*)

C-org (%)

N (%)

Ratio C/N

P-terse-dia (%)

P2O5 (%)

K2O (%)

KTK (me/ 100g)

Kadar

Air (%)

R1

27,65

1,29

21,43

5,97

15,30

2,24

40,76

22,42

R2

25,24

1,43

17,65

6,02

17,21

2,40

36,46

15,82

R3

23,49

1,49

15,76

6,72

18,16

2,84

36,85

18,46

Keterangan: *

) Hasil analisis Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian IPB (2012)

Polibag kapasitas 5 kg diisi dengan tanah yang telah dikeringanginkan dan disaring. Kandungan kimia tanah dianalisis sebelum penelitian dimulai (Tabel 2). Pemupukan dilakukan pada saat tanam dengan meletakan pupuk di sekeliling bahan tanam dengan cara membuat larikan dan membenamkannya. Setiap polibag terdiri atas 2 sobekan rumpun. Pupuk phospho-kompos organik diterapkan sebanyak 7,5 ton per hektar sesuai dengan Apniyarni (2003) dan Dewi (2002).

Tabel 2. Analisis kandungan tanah*) sebelum penelitian

PH 1:1 (H2O)

P-ters (ppm)

P-HCl 25% (ppm)

Ca

Mg     K

KTK

N (%)

(me/100g)

4,80

3,5

34,6

0,08

0,39

0,24    0,10

4,90

Keterangan: *) Hasil analisis Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian IPB (2012)

Pengamatan terhadap karakteristik fisik pupuk phospho-kompos organik yang digunakan dalam penelitian meliputi warna, pH, dan kadar air serta kandungan haranya meliputi N, P, K, KTK, dan rasio C/N. Pengamatan pertumbuhan tanaman meliputi: tinggi tanaman (cm/mgg/tanaman); jumlah anakan (anakan/tanaman) dan bobot kering tanaman (g/ tanaman).

Data yang diperoleh dari pembuatan pupuk phospho kompos yang meliputi karakteristik fisik dan kimia pupuk dianalisis secara deskriptif sebagai informasi umum kondisi perlakuan, sedangkan data pengamatan terhadap tanaman S. splendida dianalisis sidik ragam berdasarkan RAL. Perbedaan antar perlakuan dianalisis dengan Uji Duncan (Steel dan Torrie, 1989).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Fisik dan Kimia Pupuk Phospho-Kompos Organik

Dari ketiga perlakuan pupuk kompos R1, R2,dan R3, terlihat bahwa pupuk R2 lebih halus teskturnya dan warna lebih coklat gelap dibandingkan dengan R1 dan R3 (Gambar 1). pH, kadar air, C-organik dan C/N rasio dari pupuk phospho-kompos organik (Tabel 3) yang dihasilkan masih dalam standar yang ditetapkan oleh Balit Tanah dalam Suriadikarta et al (2004), yaitu berkisar ≥ 4 - ≤ 8 untuk pH dan maks 35% untuk kandungan air, min 15 C-organik, dan 12 - 25% C/N rasionya. Temperatur pada akhir proses dekomposisi kompos (hari ke 25-30) berkisar antara 25-32°C dan pH berkisar antara 6-8 (Karagiannidis et al., 2010).

Gambar 1 Penampilan fisik pupuk Phospho-Kompos Organik

Tabel 3. pH, temperatur dan kandungan kimia pupuk phospho-kompos organik setelah 45 hari pengomposan

Pengamatan

Perlakuan

R1

R2

R3

pH

7

7

7,1

Temperatur

29

28

28

Kadar air (%)

22,42

15,82

18,46

C-org (%)

27,65

25,24

23,49

N (%)

1,29

1,43

1,49

C/N

21,43

17,65

15,76

P-tersedia (%)

5,97

6,02

6,72

P2O5 (%)

15,30

17,21

18,16

K2O (%)

2,24

2,40

2,84

KTK (me/100g)

40,76

36,46

36,85

Dari Tabel 3 menunjukkan kandungan hara pupuk phospho-kompos organik mempunyai kecenderungan meningkat dari R1, R2 dan R3. Hal yang sama juga terjadi untuk kandungan N pupuk yang cenderung meningkat. Penggunaan mikrorganisme pelarut P

mampu meningkatkan P-tersedia dan P total (P2O5) dari pupuk. A. niger mampu melarutkan P lebih banyak dibandingkan dengan T. harzianum. A. niger merupakan organisme penghasil asam organik dalam kondisi aerobik. Jumlah P yang dilepaskan setelah diinokulasi dengan A. niger dan T. viride adalah 47, 60, 330 dan 810 ppm setelah pengomposan bagasse selama masing-masing 30, 45, 60 dan 75 hari. Hal ini berhubungan dengan penuruan pH dari awalnya 8 menjadi 7.26, 6.11, 5.88 dan 4.8 (Zayed & Motaal, 2005). Hal ini mengakibatkan kandungan P dari perlakuan A. niger lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan dengan menggunakan T. harzianum dan kontrol.

Rasio C/N kompos menunjukkan kecenderungan yang menurun dari R1, R2 dan R3. Pada perlakuan R1, kotoran ayam merupakan sumber karbon dan mikroorganisme yang baik untuk proses dekomposisi, sehingga mampu mencapai C/N rasio 21:1. Proses dekomposisi kompos yang terbaik terjadi pada pengomposan dengan menggunakan A. niger. Rasio C/N nya mencapai nilai terendah (15:1) dibandingkan yang lainnya, yang menunjukkan bahwa proses dekomposisi selesai pada 45 hari. Penambahan A. niger mengakibatkan proses aktif dari pelarutan P (Zayed & Motaal, 2004).

Pertumbuhan S. splendida yang diberi Pupuk Phospho-Kompos Organik

Pupuk phospho-kompos organik yang dihasilkan kemudian diaplikasikan dalam penanaman rumput S. splendida dengan kontrol (R0) adalah rock fosfat. Tabel 4 menunjukkan pengaruh pupuk phospho-kompos terhadap peubah pertumbuhan yang diamati selama penelitian.

Tabel 4. Rataan tinggi tanaman, jumlah anakan, dan bobot kering S. splendida selama penelitian

Peubah

Perlakuan

R0

R1

R2

R3

Tinggi tanaman

53,69+2,69ab

(cm/mgg/

47,76+8,13a

56,49+3,25b 56,72+2,69b

tanaman)

Jumlah anakan (anakan/tanaman)

2,60+0,88a

3,80+1,9bab

4,65+0,95b

4,50+1,33b

Bobot kering tanaman (g/ tanaman)

2,36+1,11a

5,45+1,55b

4,35+0,36b

4,15+0,87b

Keterangan: tanda superskrip (a, b) pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P< 0,05)

Dalam penelitian ini, pupuk phospho-kompos organik mampu memperbaiki kandungan hara tanah menjadi lebih baik (dari kandungan tanah awal–Tabel 1) bagi pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan S. splendida dalam hal ini tinggi tanaman, jumlah anakan dan bobot kering tanaman meningkat nyata pada perlakuan R1, R2 dan R3 dibandingkan dengan kontrol (R0). Kompos tanpa dan dengan mikroorganisme yang mampu melarutkan P mengandung unsur hara yang tersedia bagi tanaman, sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman. Selain itu, seluruh kompos memperoleh proporsi kotoran ayam yang sama. Kotoran ayam merupakan sumber berbagai mikroorganisme. Hal ini mengakibatkan

pertumbuhan S. splendida pada perlakuan phospho-kompos tanpa mikroorganisme berbeda tidak nyata dengan phospho-kompos yang diperkaya dengan mikroorganisme yang mampu melarutkan P. Zayed & Abdel-Motaal (2005) dalam penelitiannya menemukan bahwa kompos yang dihasilkan dari inokulasi dengan A. niger + T. viride dengan atau tanpa farm manure jauh lebih baik sebagai sumber P terlarut dibandingkan dengan yang diinokulasi dengan farm manure saja. P tidak terlarut menjadi terlarut dengan jumlah yang nyata dari kedua sumber rock fosfat (Mussoorie rock phosphate (MP) dan Hyper rock phosphate (HP)) dan dikonversi menjadi terlarut dalam air, organik dan fraksi P terlarut asam format selama pengomposan (Singh & Amberger, 1995). Roy et al. (2001) menyatakan bahwa mineralisasi bentuk P tidak terlarut oleh asam organik merupakan keuntungan utama dari pengomposan rock fosfat. Sementara, input organik seperti feses sapi memberikan keuntungan sendiri termasuk P tambahan yang mampu menghasilkan produksi selevel dengan pupuk anorganik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan:

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa phospho-kompos organik dengan dan tanpa mikroorganisme yang mampu melarutkan P menghasilkan karakteristik fisik dan kimia yang baik. Perlakuan phospho-kompos tanpa mikroorganisme menghasilkan pertumbuhan S. splendida yang tidak nyata berbeda dengan phospho-kompos yang diperkaya dengan mikroorganisme yang mampu melarutkan P. Aplikasi pupuk phospho-kompos organik dengan dan tanpa tambahan mikroorganisme yang mampu melarutkan P menghasilkan pertumbuhan S. splendida yang nyata meningkat dibandingkan dengan kontrol (rock fosfat).

Saran

Penelitian terhadap kesehatan tanah sangat perlu dilakukan untuk melihat keberlanjutan dari aplikasi teknologi ini terhadap lingkungan dan kesehatan tanaman.

DAFTAR PUSTAKA

Apniyarni. 2003. Pengaruh pemberian kotoran ayam dan EM-4 terhadap pertumbuhan dan bobot bahan kering rumput Kolonjono (Brachiaria mutica Stapf) di tanah Ultisol. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Jambi, Jambi.

Bangar, K. C., S. Shanker,S., Kapoor, K. K., Kukreja, K., Mishra, M. M. 1989. Preparation of nitrogen and phosphorus-enriched paddy straw compost and its effect on yield and nutrient uptake by wheat ( Triticum aestivum L.). Biol Fertil Soils, 8:339-342

Banik, S., Ninawe, A., 1988. Phosphate solubilising microorganism in water and sediments of a tropical estuary and the adjacent coastal Arabian Sea, in relation to there physicochemical properties. J. Indian Soc. Coast. Agric. Res. 6, 75–83.

Biswas. 2008. Production of enriched compost. ICAR, A Science and Technology Newsletter 14:3, 1-2.

Dewi, M., 2003. Pengaruh pemberian kotoran ayam dan EM-4 terhadap produksi kumulatif bahan keringhijauan, berat bahan kering akar dan bahan organik rumput Kolonjono (Brachiaria mutica Stapf) di tanah Ultisol. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Jambi, Jambi.

Dianita, R., 2012. Kajian penggunaan unsur nitrogen dan fosfor pada tanaman legum dan non legum dalam sistem integrasi. Disertasi. Fakultas Peternakan, IPB, Bogor.

Duponnoisa, R., Colombet, A., Hien, V., Thioulouse, J., 2005. The mycorrhizal fungus Glomus intraradices and rock fosfat amendment influence plant growth and microbial activity in the rhizosphere of Acacia holosericea, Soil Biology & Biochemistry 37, 1460–1468.

FAO. 1991. Setaria splendida. http://www.fao.org/ag/aGa/ agap/FRG/afris/Data/ 151.htm. Diunduh 19 Juli 2012

Hamdali, H., Smirnov, A., Esnault, C., Ouhdouch, Y., Virolle, M. J. .I., 2010. Physiological studies and comparative analysis of rock phosphate solubilization abilities of Actinomycetales originating from Moroccan phosphate mines and of Streptomyces lividans. Applied Soil Ecology 44. P 24–31

Kapri, A., & Tewari, L., 2010. Phosphate solubilization potential and phosphatase activity of rhizospheric Trichoderma spp. Braz. J. Microbiol. vol.41 no.3

Karagiannidis, A., Theodoseli, M., Malamakis, A., Bilitewski, B., Reichenbach, J., Nguyen, T., Galang, A., Parayno, P., 2010. Decentralized aerobic composting of urban solid wastes: some lessons learned from asian-eu cooperative research.Global NEST Journal, Vol 12, No 4, pp 343-351

Roy, S. K, Sharma, R. C., Trehan, S. P ., 2001. Integrated nutrient management by using farmyard manure and fertilizers in potato-sunflower-paddy rice rotation in the Punjab. Journal of Agricultural Science 137: 271-278.

Rudresh D.L., Shivaprakash M.K., Prasad R.D. 2005. Tricalcium phosphate solubilizing abilities of Trichoderma spp. in relation to P uptake and growth and yield parameters of chickpea (Cicer arietinum L.). Can J Microbiol. 51(3), p 217-22.

Sastro, Y., Widianto, D., dan Prijambada, I. D.. 2005. Pengaruh batuan fosfat dan kerapatan inokulum terhadap ketahanan hidup Aspergillus niger dan kemampuannya melarutkan fosfat setelah dipeletkan dengan batuan fosfat. Jurnal Tanah dan Lingkungan, Vol. 7 No.2, Oktober 2005: 77-80

Singh, C. P., & Amberger, A., 1995. The effect of rock phosphate-enriched compost on the yield and phosphorus nutrition of rye grass. American ournal of Alternative Agriculture 10: 02, pp 82-87

Steel R. G. D., Torrie, J. H., 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika: suatu pendekatan biometrik. Sumantri B. penterjemah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Principles and Procedures of Satistics.

Suriadikarta, D. A., Setyorini, D., Hartatik, W., 2004. Petunjuk Teknis Uji Mutu Dan Efektivitas Pupuk Alternatif Anorganik. Balai Penelitian Tanah, Puslitbangtanak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

Zayed, G., & Abdel-Motaal, H., 2005. Bio-production of compost with low pH and high soluble phosphorus from sugar cane bagasse enriched with rock phosphate. World Journal of Microbiology & Biotechnology. 21:747–752

Zayed, G., & Abdel Motaal, H., 2004. Bio-active composts from rice straw enriched with rock phosphate and their effect on the phosphorus nutrition and microbial community in rhizosphere of cowpea. Bioresource Technology (in press).

51