PENDUGAAN PRODUKSI BIOMASSA HIJAUAN RUMPUT Brachiaria decumbens BERDASARKAN METODE NON-DESTRUKTIF DENGAN MENGGUNAKAN PIRINGAN AKRILIK
on
pastura Vol. 3 No. 1 : 21 - 24
ISSN : 2088-818X
PENDUGAAN PRODUKSI BIOMASSA HIJAUAN RUMPUT Brachiaria decumbens BERDASARKAN METODE NON-DESTRUKTIF DENGAN MENGGUNAKAN PIRINGAN AKRILIK
Sari Suryanah, Dudi, dan Mansyur Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung – Sumedang Km. 21, Jawa Barat 40600 e-mail: mansyur_fapet@unpad.ac.id
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara tinggi rumput dengan produksi berat bahan keringnya dan juga bagaimana hubungan antara tinggi daya tolak rumput dengan produksi berat bahan keringnya. Metode penelitian yang dilakukanadalah berdasarkan metode non-destruktif dengan menggunakan piringan akrilik pada rumput Brachiaria decumbens umur 40 hari di lahan seluas 1500 m2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tinggi rumput mempunyai pengaruh yang lemah terhadap produksi berat bahan keringnya (R2=0,13-0,30) dan tinggi daya tolak rumput juga mempunyai pengaruh yang lemah terhadap produksi berat bahan kering rumput Brachiaria decumbens (R2=0,20-0,37).
Kata kunci: rumputBrachiaria decumbens, metode non-destruktif,piringan akrilik,persamaan regresi
ESTIMATION OF FORAGE BIOMASS IN A Brachiaria decumbens GRASS BASED ON NON-DESTRUCTIVE METHOD BY USING ACRYLIC PLATE
ABSTRACT
The aims of this research was to know the relation between forage height and its dry matter yield and also the relation between forage depressed height and its dry matter yield. The research method used was non-destructive method by using acrylic plate in a Brachiaria decumbens grass aged 40 days at area 1500 m2. The results of this research indicatedthat forage height has a low influence to its dry matter yield (R2=0,13-0,30)and forage depressed height also has a low influence to dry matter yield of Brachiaria decumbens (R2=0,20-0,37).
Keywords : Brachiaria decumbens grass, non-destructive method, acrylicplate, regression equation
PENDAHULUAN
Hijauan merupakan pakan utama ternak ruminansia yang ketersediaannya harus tetap ada sepanjang tahun. Tinggirendahnya produktivitas ternaktergantung pada kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan. Agar produktivitas ternak optimal, maka kuantitas dan kualitaspakan khususnya hijauan yang akan diberikan pada ternak harus diperhatikan. Menurut Briggs dan Courtney (1985), kebutuhan konsumsi sapi setiap hari adalah 10-30 kg bahan segar, dan kambing 1-2 kg bahan kering. Tillman dkk. (1998), menyatakan bahwa kebutuhan ternak akan bahan kering hijauan adalah 2,5-3% bobot badan. Bila dihitung maka setara dengan 7,5-9 kg bahan kering (BK). Bila BK hijauan adalah 20% dari berat segarnya maka kebutuhan pakan hijauan seekor sapi dengan bobot badan 300 kg adalah 37,5-45 kg hijauan segar.
Secara umum,pola pemberian hijauan kepada ternak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu melalui sistem penggembalaan (grazing) dan tebas angkut (cut and carry).Menurut Cullinson (1975) dalamReksohadiprojo (1994), padang penggembalaan adalah suatu daerah padangan dimana tumbuh tanaman makanan ternak yang tersedia bagi ternak yang merenggutnya menurut
kebutuhan dalam waktu singkat. Oleh karena itu, pengetahuan tentang jumlah hijauan yang tersedia di suatu padang penggembalaan ternak adalah penting untuk menentukan stocking rate (Cosgrove dan Undersander, 2001). Selain itu, pengetahuan akan jumlah hijauan yang tersedia di padang penggembalaan juga berguna dalam menentukan manajemen serta sistem penggembalaan yang tepat sesuai dengan kondisi dan kebutuhan ternak. Menurut Manske (2003), manajemen padang penggembalaan yang baik akan meningkatkan pertumbuhan dan produksi rumput yang tinggi, kualitas rumput lebih baik dan produksi ternak lebih tinggi. Sedangkan pengaturan penggembalaan dapat menjamin pelestarian kondisi padang rumput.
Pertumbuhan adalah proses dalam kehidupan tanaman yang mengakibatkan perubahan ukuran tanaman semakin besar dan juga yang menentukan hasil tanaman. Pengukuran biomassa total tanaman merupakan parameter yang digunakan sebagai indikator pertumbuhan tanaman. Alasan lain dalam penggunaan biomassa total tanaman adalah bahwa bahan kering tanaman dipandang sebagai manifestasi dari semua proses dan peristiwa yang terjadi dalam pertumbuhan tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995).
Ada beberapa metode yang digunakan untuk
menduga produksi biomassa rumput, yaitu metode destruktif dan metode non-destruktif. Metode destruktif memerlukan input yang tinggi berupa tenaga kerja dan peralatan. Metode ini juga membutuhkan biaya yang besar dan jumlah sampel yang tidak sedikit (Mannetje, 1978). Pemotongan dan penimbangan berat hijauan dari suatu area merupakan metode paling akurat tetapi membutuhkan waktu, pengeringan dan penimbangan berat dari hijauan yang dipotong (Cosgrovedan Undersander, 2001; Sanderson dkk., 2001). Kemudian telah dikembangkan metode non-destruktif yang terdiri atas tiga cara, yaitu 1) estimasi secara visual, 2) pengukuran ketinggian dan kepadatan rumput, dan 3) pengukuran faktor-faktor non-vegetatif yang berhubungan dengan jumlah produksi bahan kering (Mannetje,1978). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Assaeed (1997), jumlah bahan kering dari setiap spesies hijauan mempunyai korelasi dengantinggi tanaman, diameter basal dan diameter kanopi. Selain itu, hasil penelitian Rayburn dan Lozier (2003), menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara ketinggian dan daya tolak rumput dengan produksi bahan keringnya. Penelitian dilakukan dengan menggunakan piringan akrilik untuk mengestimasi hijauan di pastura pada musim dingin dan diperoleh suatu persamaan regresi linear dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,78 dan standar error 322 lb/a.
Metode non-destruktif masih jarang dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu, metode ini perlu dikembangkan di Indonesia dan penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut bagaimana hubungan antara tinggi rumput dengan produksi berat bahan keringnya dan juga bagaimana hubungan antara tinggi daya tolak rumput dengan produksi berat bahan keringnya.
MATERI DAN METODE
Penelitian ini dilakukan di Lahan Rumput Simmental Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Kabupaten Sumedang, dengan luas lahan 1500 m2, ketinggian tempat antara 725-800 m dpl dengan curah hujan rata-rata per tahun mencapai 492,64 mm. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2012-Desember 2012. Bahanpenelitian adalahrumput Brachiaria decumbensumur 40 hari.
Tahapan dalam pengambilan sampel, antara lain adalah rumput yang akan dijadikan sampel diukur tingginya dengan menggunakan tongkat ukur, yaitu dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi rumput. Kemudian rumput diukur tinggi daya tolaknya dengan menggunakan piringan akrilik (ukuran 46 × 46 cm), kemudian diukur berapa ketinggian tekanannya dari atas tanah.Rumput yang telah diukur tinggi dan daya tolaknya, dipotong seluas bidang alas tekan rumput, dengan tinggi pemotongan 5 cm dari permukaan tanah, kemudian ditimbang berat segar yang dihasilkan. Selanjutnya rumput dikeringkan di dalam oven pada suhu 60oC selama 48 jam, kemudian berat bahan keringnya ditimbang.
Gambar 1. Piringan akrilik
Sumber : Rayburn dan Lozier (2003)
Pengambilan sampel dilakukan dengan carastratified random sampling. Lahan dibagi menjadi 3 strata yaitu strata atas, tengah dan bawah. Jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 102. Data yangdiperolehdianalisis menggunakan prosedur analisis regresi. Persamaan regresi yang dipilih berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) tertinggi dengan standar error terkecil.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Tinggi Rumput terhadap Produksi Berat Bahan Kering
Berdasarkan model regresi yang diperoleh dari hasil analisis (Tabel 1), dapat dilihat bahwa tinggi rumput mempunyai pengaruh lemah terhadap produksi berat bahan kering yang dihasilkan dengan nilai koefisien determinasi (R2) sekitar 0,13-0,30. Kisaran nilai koefisien determinasi (R2) diambil berdasarkan persamaan regresi dengan R2 tertinggi pada tiap strata dengan nilai F hitung > F tabel dan P<0,05.
Model pendugaan dikatakan baik apabila nilaiR2mendekati 1. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tinggi rumput dengan produksi berat bahan kering yang dihasilkan. Namun semua model regresi yang diperoleh tidak dapat digunakan dalam pendugaan produksi berat bahan kering rumput Brachiaria decumbens, dikarenakan nilai R2 yang rendah yaitu sekitar 0,13-0,30 yang artinya bahwa tinggi rumput dapat menjelaskan pengaruh terhadap produksi berat bahan kering rumput sebesar 13-30%, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
Tabel 1. Regresi antara tinggi rumput dengan produksi berat bahan kering
Model Regresi R2
Strata Atas
1. Linear |
Y = 25,565 + 0,650X1 |
0,124 |
2. Kuadratik |
Y = 104,939 – 1,323X1 + 0,012X12 |
0,140 |
3. Eksponensial |
Y = 39,783e0,008X1 |
0,094 |
Strata Tengah | ||
1. Linear |
Y = -33,115 + 2,257X1 |
0,295 |
2. Kuadratik |
Y = -143,311 + 5,271X1 - 0,020X12 |
0,298 |
3. Eksponensial |
Y = 33,988e0,018X1 |
0,297 |
Strata Bawah | ||
1. Linear |
Y = 71,638 + 0,618X1 |
0,125 |
2. Kuadratik |
Y = 27,288 + 1,640X1 – 0,006X12 |
0,127 |
3. Eksponensial |
Y = 75,796e0,006X1 |
0,133 |
Semua Strata | ||
1. Linear |
Y = 80,330 + 0,392X1 |
0,018 |
2. Kuadratik |
Y = -17,172 + 2,812X1 – 0,015X12 |
0,025 |
3. Eksponensial |
Y = 76,326e0,004X1 |
0,019 |
Keterangan :
Y = Berat Bahan Kering
X1 = Tinggi Rumput
Hasil penelitianFranca dkk.(2003), yaitu menduga produksi berat bahan kering rumput berdasarkan tingginya dengan menggunakan alat grassmeter menunjukkan bahwa setiap spesies rumput memberikan hasil persamaan regresi yang berbeda.Hasil yang akurat dan signifikan diperoleh dari rumput Trifolium brachycalycinum “Osilo” (R2= 0,88), Trifolium squarrosum “Chilivani” (R2=0,81) dan Medicago polymorpha “Circle Valley” (R2=0,81), sedangkan untuk Medicago rugosa “Sapo” diperoleh hasil yang tidak signifikan dengan R2=0,22 dan “Paraponto” dengan R2=0,26. Hal ini disebabkan variasi error yang cukup tinggi. Oleh karena itu, spesies rumput akan mempengaruhi hasil dan bentuk persamaan yang diperoleh.
Menurut Kismono dan Susetyo (1977), rumput Bra-chiaria decumbens merupakan rumput yang membentuk hamparan lebat dan penyebarannya sangat cepat melalui stolon. Oleh karena itu penentuan tinggi rumput akan sulit karena tiap hamparan memiliki ketinggian yang tidak seragam dan jumlah anakan yang berbeda. Sitompul dan Guritno (1995), menyatakan bahwa bagian batang atau bagian lain tanaman sebagai batas teratas tanaman, tergantung pada jenis tanaman, relatif mudah ditetapkan. Sebaliknya batas terbawah relatif lebih sulit ditetapkan terutama apabila pengamatan dilakukan secara tidak merusak. Jika batas terbawah ditetapkan bagian batang yang tepat pada permukaan tanah, kesalahan pengamatan dapat terjadi karena batas ini dapat bervariasi dari satu ke lain individu tanaman tergantung pada kedalaman penanaman dan perkembangan tanaman yang dapat bervariasi diantara praktik budidaya tanaman.
Lahan penelitian diduga merupakan salah satu faktor yangmempengaruhi pertumbuhan rumput. Diduga setiap ketinggian lahan mempunyai tingkat kesuburan yang berbeda, maka pertumbuhan rumput pun akan berbeda. Selain itu, efek naungan pohon-pohon berkayu yang terdapat pada strata atas juga diduga mempengaruhi
rendahnya produksi berat bahan kering yang dihasilkan. Hasil penelitian Mappaonadkk. (1987),menunjukkan bahwa semakin tinggi intensitas naungan, maka akanmenyebabkan semakin rendah produksi berat kering, banyaknya batang tiap rumpun dan bobot kering akar pada rumput Brachiaria decumbens.
Pengaruh Tinggi Daya Tolak Rumput terhadap Produksi Berat Bahan Kering
Beberapa model regresiyang diperoleh (Tabel 2) menunjukkan adanya pengaruh yang lemah antara tinggi daya tolak rumput dengan produksi berat bahan keringnya. Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh, kisaran nilaiR2adalah sekitar0,20-0,37.Hal inimenunjukkan bahwa tinggi daya tolak rumput dapat menjelaskan pengaruh terhadap produksi berat bahan kering rumput sekitar 20-37%, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
Tabel 2. Regresi antara tinggi daya tolak rumput dengan produksi berat bahan keringrumput
Model Regresi |
R2 | |
Strata Atas | ||
1. Linear |
Y = 33,073 + 1,041X2 |
0,155 |
2. Kuadratik |
Y = 151,001 – 4,428X2 + 0,061X22 |
0,204 |
3. Eksponensial |
Y = 43,872e0,012X2 |
0,115 |
Strata Tengah | ||
1. Linear |
Y = 4,143 + 2,818X2 |
0,365 |
2. Kuadratik |
Y = -43,888 + 4,940X2 – 0,023X22 |
0,366 |
3. Eksponensial |
Y = 46,449e0,022X2 |
0,357 |
Strata Bawah | ||
1. Linear |
Y = 45,082 + 1,476X2 |
0,253 |
2. Kuadratik |
Y = -120,627 + 7,979X2 – 0,063X22 |
0,300 |
3. Eksponensial |
Y = 57,437e0,014X2 |
0,297 |
Semua Strata | ||
1. Linear |
Y = 21,743 + 1,883X2 |
0,218 |
2. Kuadratik |
Y = -31,126 + 4,202X2 – 0,025X22 |
0,222 |
3. Eksponensial |
Y = 42,788e0,019X2 |
0,217 |
Keterangan:
Y= Berat Bahan Kering
X2= Tinggi Daya Tolak Rumput
Diazdkk.(2003),mengemukakan bahwa persamaan regresi antara kepadatan hijauan dengan produksi berat bahan kering yang dihasilkan biasanya bervariasi, khususnya antara musim, karakteristik tanah, phenology tanaman, manajemen pastura, dan spesies. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi keakuratan data yang diperoleh antara lainkepadatan hijauan dan pertumbuhan tanaman (Mosquera dkk., 1991 dalam Franca dkk., 2003), komposisi spesies hijauan (Castle, 1976), dan lokasi penelitian (Rayburn dan Lozier, 2003).
Faktor musim akan mempengaruhi produksi bahan kering rumput yang dihasilkan. Pada musimhujan,pertumbuhan rumput akan sangat cepat namun produksi berat bahan keringnya rendah. Hal ini dikarenakan kandungan air rumput yang sangat tinggi. Sedangkan musim kemarau pertumbuhan rumput akan lambat, namun produksi berat bahan keringnya tinggi karena kandungan air rumput yang rendah. Oleh karena itu, pendugaan produksi berat bahan kering
rumput dengan menggunakan piringan akrilik ini akan menghasilkan nilai yang berbeda jika dilakukan pada musim yang berbeda.
Data hasil pengamatanmenunjukkan bahwa produksi rumput pada lahan di strata atas lebih rendah daripada produksi di strata tengah dan bawah. Jumlah rumpun yang terbentuk lebih sedikit sehingga produksi berat bahan keringnya rendah. Hal ini diduga karena pengaruh naungan pohon-pohon berkayu yang terdapat di strata atas. Mappaona dkk. (1987), menyatakan bahwa banyaknya batang (individu tanaman) tiap rumpun, merupakan pencerminan dari kemampuan rumput tersebut untuk membentuk anakan. Penurunan produksi bahan kering rumput Brachiaria decumbens dengan naiknya intensitas naungan merupakan akibat dari aktifitas fotosintesis pada tajuk tanaman semakin terbatas dengan naiknya intersitas naungan. Terbatasnya aktivitas fotosintesistersebutmenyebabkanperkembangan akar terganggu (tercermin dari penurunan bobot kering akar yang selanjutnya mengurangi jumlah anakan yang terbentuk)
Tabel 3. Regresi antara tinggi rumput dan tinggi daya tolak rumput terhadap produksi berat bahan kering
Model Regresi |
R2 | |
Strata Atas |
Y = -8,594 + 0,561X1 + 0,932X2 |
0,246 |
Strata Tengah |
Y = -12,283 + 0,537X1 + 2,315X2 |
0,370 |
Strata Bawah |
Y = 46,209 – 0,057X1 + 1,546X2 |
0,254 |
Semua Strata |
Y = 40,965 – 0,409X1 + 2,169X2 |
0,233 |
Keterangan :
Y = Berat Bahan Kering
X1 = Tinggi Rumput
X2 = Tinggi Daya Tolak Rumput
Rumput Brachiaria decumbensmerupakan rumput penutup tanah yang pertumbuhannyamenyebar melalui stolon (pertumbuhan horisontal). Setelah stolon saling bertemu baru akan terjadipertumbuhan vertikal (Mannetje dan Jones, 1992). Kesalahan pengambilan sampel bisa terjadi dikarenakan rumput yang ditekan dengan piringan tidak tepat pada bagian tempat tumbuh anakan utama, sehingga produksi yang diperoleh lebih rendah.
Beberapa hasil penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat korelasiantara ketinggian hijauan dengan produksi berat bahan kering yang dihasilkan.Korelasi ini ternyata meningkat ketika tinggihijauan ditekan dengan sebuah piringan pemberat (Rayburn dan Lozier, 2003). Ini terbukti dari hasil analisisyang telah diperoleh dari penelitian ini, bahwa penggunaan piringan dapat meningkatkan nilai pendugaan produksi berat bahan kering rumput, yaitu sebesar 7%. Namun demikian, semua persamaan regresi yang diperoleh tidak dapat digunakan untuk menduga produksi berat bahan kering rumput yang dihasilkan karena nilai R2rendah.
Pengaruh Tinggi Rumput dan Tinggi Daya Tolak Rumput terhadap Produksi Berat Bahan Kering
Beberapa model regresi berganda yang diperoleh (Tabel 3) menunjukkan adanya pengaruh yang lemah antara produksi berat bahan kering rumputdengan tinggi rumput dan tinggi daya tolak rumputyaitu
dengan R2 sekitar 0,23-0,37.Oleh karena itu, semua model regresi yang diperoleh tidak disarankan untuk digunakan dalam pendugaan produksi berat bahan kering rumput Brachiaria decumbens.
SIMPULAN
Tinggi rumput Brachiaria decumbens mempunyai pengaruh yang lemah terhadap produksi berat bahan kering rumput yang dihasilkan (sekitar 13-30%). Tinggi daya tolak rumput Brachiaria decumbens juga mempunyai pengaruh yang lemah terhadap produksi berat bahan keringnya (sekitar 20-37%).
DAFTAR PUSTAKA
Assaeed, A. M. 1997. Estimation of Biomass and Utilization of Three Perennial Range Grasses in Saudi Arabia. Journal of Arid Environments. 36 : 103-111.
Briggs, D. J. and F. M. Courtney. 1985. Agriculture and Environment. Longman Scientific and Technical, Singapore.
Castle, M. E. 1976. A Simple Disc Instrument for Estimating Herbage Yield. Journal of the British Grassland Society. 31 : 37-40.
Cosgrove, D. and Undersander. 2001. Evaluation of Simple Method for Measuring Pasture Yield. University of Wisconsin, Madison, US.
Diaz, L. and G. Rodriguez. 2003. Measuring Grass Yield by Non-Destructive Methods: A Review. CIAM, Apdo, Spain.
Franca, A., P. P. Roggero, C. Porqueddu and S. Caredda. 2003. The Use of the Grassmeter as a Simplified Method to Estimate Dry Matter Yield on Annual Self-Reseeding Medics and Clovers. Ital. J. Agron. 7 (2): 103-110.
Kismono, I dan S. Susetyo. 1977. Pengenalan Jenis Hijauan Tropika Penting. Produksi Hijauan Makanan Ternak untuk Sapi Perah. BPLPP Lembang. Bandung.
Mannetje, L. ‘t. 1978. Measuring Biomass of Grassland Vegetation. Department of Plant Science, Wageningen University, The Netherlands. 151-177.
Mannetje, L. ‘t. and R. M. Jones. 1992. Plant Resources of South East Asia. No 4. Forages. PORSEA Bogor. Indonesia.
Manske, L. L. 2003. Biologically Effective Grazing Management. Range Science, Dickinson Research Extension Center, North Dakota State University, Canada. [Serial Online] Available at: http://www.ag.ndsu.nodak.edu/ dickinso/ research/2003/range03a.htm (diakses 22 Oktober 2012).
Mappaona,S.Hardjosoewignjo, S.Baharsjah dan I. Kismono. 1987. Pengaruh Naungan dan Pemberian Nitrogen terhadap Produksi Bahan Kering Rumput Brachiaria decumbens, Stapf. Bul, Mater. IPB Bogor. 7 (2) : 36-45.
Rayburn, E. B. and J. Lozier. 2003. A Falling Plate Meter for Estimating Pasture Forage Mass. West Virginia University, US.
Reksohadiprojo, S. 1994. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. BPFE UGM. Yogyakarta.
Sanderson, M. A., C. A. Rotz, S. W. Fultz, and E. B. Rayburn. 2001. Estimating Forage Mass with a Commercial Capacitance Meter, Rising Plate Meter and Pasture Ruler. Agronomy Journal. 93: 1281-1286.
Sitompul, M. S. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawiroku-sumo dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
24
Discussion and feedback