KERAGAMAN FUNGSI TANAMAN PAKAN DALAM SISTEM PERKEBUNAN
on
pastura Vol. 2 No. 2 : 66 - 69
ISSN : 2088-818X
KERAGAMAN FUNGSI TANAMAN PAKAN DALAM SISTEM PERKEBUNAN
Rahmi Dianita
Fakultas Peternakan Universitas Jambi
Telp/HP: 0741-582907 / 081385047600
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Hijauan herba dalam sistem perkebunan dapat dikelompokkan ke dalam spesies introduksi dan spesies natif. Kedua kelompok spesies ini merupakan spesies yang mempunyai kemampuan adaptasi terhadap kondisi ekofisiologi seiring dengan pertumbuhan tanaman perkebunan. Kebanyakan spesies natif mempunyai fungsi ganda. Selain berfungsi sebagai sumber pakan dengan kandungan gizi yang baik dan sebagai pembenah tanah, juga mempunyai fungsi nutraceuticals (fitokimia); mempunyai senyawa aktif yang berfungsi sebagai pengobatan atau pencegahan penyakit dan sebagai insektisida. Senyawa aktif yang terdapat dalam spesies natif dapat berasal dari alkaloid, flavonoid, saponin dan tannin. Hal serupa juga ditemukan pada spesies introduksi seperti Arachis pintoi yang diketahui mempunyai zat aktif dari golongan flavonoid dan alkaloid yang mempunyai fungsi sebagai anti mikroba/insektisida yang berasal dari akar dan berperan sebagai antioksidan yang terdapat pada bagian daunnya. Penelitian terakhir membuktikan bahwa senyawa aktif ini semakin meningkat kandungannya dengan adanya inokulasi fungi mikoriza arbuskula. Fungi ini diketahui juga memiliki fungsi yang menguntungkan bagi sistem perakaran dan penyerapan hara bagi tanaman dalam sistem integrasi.
Kata kunci: cover crops, nutraceuticals (fitokimia), spesies native, spesies introduksi, sistem perkebunan
MULTI BENEFITS OF FORAGES IN PLANTATION SYSTEM
ABSTRACT
Herbaceous forages in plantation system could be categorized into two groups that are native and introduction species. These groups are species which have adaptability to ecophysiological condition as the growth of plantation trees. Some of these native species have multi functions/benefits. Inspite of as forage with good quality properties and used as amandement, these forage have nutraceuticals (phytochemical) function; it has active compound which roles as curing and preventing disease and also as pesticide. These active compounds may be formed as alkaloids, flavonoids, saponin and tannin. These active compound also found in introduction species such as Arachis pintoi which known have active compound from alkaloids and flavonoids that roles as antimicrobial/ natural pesticide which come from root and as antioxidant which found in leaves. The latest research found that there is an increase of these active compounds by arbuscular mycorrhizal fungi inoculation. This fungi known has benefits for enhancement root system and nutrient absorbtion for plant in integration system.
Keywords: cover crops, nutraceuticals (phytochemical), native species, introduction species, plantation system
PENDAHULUAN
Perkebunan kelapa sawit merupakan perkebunan yang paling luas dibandingkan dengan karet dan komoditi perkebunan lainnya, di Indonesia. Pembukaan lahan yang diperuntukan sebagai perkebunan kelapa sawit biasanya dilakukan dengan pembukaan lahan hutan dengan menggunakan alat-alat berat, sehingga mengakibatkan terkikisnya lapisan tanah bagian atas. Oleh karena itu, kebanyakan perusahaan besar yang yang mengusahakan kelapa sawit juga melakukan penanaman cover crops (LCCs). Hal ini ditujukan sebagai pencegah erosi dan menjaga kelembaban tanah perkebunan untuk pertumbuhan kelapa sawit pada fase awal. Beberapa jenis tanaman legum yang juga merupakan tanaman pakan yang diintroduksi dalam sistem perkebunan adalah Pueraria javanica, Centrosema pubescens, dan (Dianita et al., 2004). Sedangkan spesies native
yang sering ditemukan dalam sistem perkebunan kelapa sawit, kelapa dan karet antara lain Axonopus compressus, Ottochloa nodosa, Ageratum conyzoides (Babadotan), Mimosa pudica, Mikania michrantha, dan Asystasia gigantica (Dianita & Alwi, 2000; Dianita et al., 2003; 2010). Spesies hijauan gulma berdaun lebar banyak yang berpotensi sebagai pakan ternak seperti Ageratum conyzoides (Babadotan), Mimosa pudica Mikania michrantha, Asystasia gigantica, Synedrella nodiflora (Dianita et al., 2010), dan Chromolaena odorata (Zachariades et al., 2009). Selain berfungsi sebagai sumber pakan karena mempunyai kandungan gizi yang baik, beberapa jenis hijauan herba juga sudah diteliti kegunaannya sebagai pembenah tanah, seperti C. odorata dan M. michrantha. Selain itu, spesies gulma berdaun lebar ini juga mempunyai fungsi nutraceuticals (fitokimia); mempunyai senyawa aktif yang berfungsi sebagai pengobatan atau pencegahan penyakit seperti
babandotan yang sudah dikenal sejak lama sebagai obat demam, sakit mata, sakit dada, obat luka, dan juga dapat digunakan sebagai insektisida alami. Senyawa aktif ini dapat berasal dari golongan alkaloid, flavonoid, sponin dan tannin. Hal yang serupa juga ditemukan pada tanaman hijauan yang diintroduksi seperti pada Arachis pintoi.
Beberapa penelitian tentang senyawa aktif dari tanaman hijauan ini telah dilakukan. Penelitian terakhir menemukan bahwa kandungan senyawa aktif ini meningkat dengan adanya inokulasi fungi mikoriza arbuskula. Penemuan ini memberikan peluang dan sekaligus tantangan untuk mengeksplor lebih jauh potensi hijauan yang terdapat di dalam sistem perkebunan yang belum diketahui. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat lebih komprehensif dan memberikan peluang bisnis yang kompetitif.
DASAR PEMIKIRAN
Spesies hijauan herba yang banyak tumbuh/terdapat dalam sistem perkebunan, baik yang diintroduksi maupun yang terdapat secara alami (native) menyimpan banyak potensi yang belum sepenuhnya tergali. Selama ini, potensi yang lebih sering dimanfaatkan adalah sebagai sumber pakan bagi ternak baik yang diintegrasikan maupun yang tidak diintegrasikan ke dalam sistem perkebunan. Bila di tinjau lebih jauh dari satu penelitian dengan penelitian lainnya dari kelompok studi yang terpisah, ditemukan bahwa spesies hijauan herba yang terdapat dalam sistem perkebunan mempunyai banyak fungsi seperti sebagai pembenah tanah dan nutraceutical (fitokimia). Oleh karena itu, makalah ini disusun berdasarkan review dari beberapa hasil penelitian terkait dengan topik tulisan. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih komprehensif dari keragaman fungsi tanaman hijauan yang terdapat dalam sistem perkebunan.
PEMBAHASAN
Potensi hijauan dalam sistem perkebunan sebagai pakan ternak
Hijauan herba yang terdapat dalam sistem perkebunan lebih sering dimanfaatkan sebagai sumber pakan bagi ternak ruminansia, baik yang terintegrasi (biasanya digembalakan) maupun yang tidak terintegrasi (biasanya dengan sistem cut and carry) dengan sistem perkebunan. Hijauan yang tumbuh ini berpotensi sebagai pakan ternak bila ditinjau dari segi kualitas nutrisinya. Berikut menunjukkan komposisi kimia hijauan yang sengaja ditanam maupun yang tumbuh spontan/alami yang terdapat dalam sistem perkebunan. Hijauan yang ditanam sebagai penutup tanah dalam sistem perkebunan, mempunyai kandungan protein kasar, serat kasar dan abu yang lebih tinggi dibandingkan yang tumbuh secara alami. Namun demikian, hijauan yang ditanam maupun yang tumbuh secara alami mempunyai potensi yang baik sebagai pakan ternak.
Ditinjau dari sisi kecernaan dan nilai VFA dan NH3
dari hijauan herba yang tumbuh alami dalam sistem perkebunan, terdapat beberapa jenis yang cukup baik untuk diberikan pada ternak domba seperti P. repens, O. nodosa, C. pubescens dan S. nodiflora.
Tabel 1. Komposisi kimia hijauan sebagai pakan ternak dalam sistem perkebunan
Komposisi kimia Kandungan* (%) Kandungan ** (%)
Protein kasar |
21,20 |
19,54 |
Total N |
3,04 |
- |
Serat Kasar |
24,60 |
36,49 |
Abu |
11,80 |
9,89 |
Ca - 1,17
P- |
0,20 |
Keterangan: |
*) merupakan kandungan nutrisi hijauan (didominasi oleh cover crops yang sengaja ditanam) pada umur 30 hari, nilai rataan dari fraksi rumput, legum dan gulma pada tempat teduh dan terbuka dari perkebunan kelapa sawit (Dianita et al., 2004)
**) merupakan kandungan nutrisi hijauan alami, nilai rataan dari fraksi rumput, legum dan gulma dari kebun Sengon (Paraserianthes falcataria) (Dianita et al., 2010)
Tabel 2. Analisis VFA, NH3, KCBO dan KCBK hijauan alami di bawah perkebunan
Analisis In |
Panicum |
AxonopusCentrose- Mikania |
Syne- |
Ottochloa |
Vitro |
repens |
compres- ma pube- micran-sus scens tha |
drella nodiflora |
nodosa |
Cairan Rumen Ternak Domba
VFA (mM) |
145.194 |
41.475 |
111.939 |
50.743 |
93.319 |
129.720 |
NH3 (mM) |
3.763 |
6.145 |
6.754 |
10.433 |
8.904 |
7.362 |
KCBO (%) |
30.229 |
14.475 |
32.317 |
34.712 |
30.957 |
31.330 |
KCBK (%) |
26.14 |
15.52 |
32.92 |
40.73 |
33.53 |
32.49 |
Cairan Rumen Ternak Sapi | ||||||
VFA (mM) |
51.855 |
41.598 |
40.624 |
10.098 |
72.581 |
10.038 |
NH3 (mM) |
5.770 |
4.025 |
4.333 |
2.687 |
5.016 |
4.856 |
KCBO (%) |
19.328 |
17.104 |
38.744 |
27.451 |
29.905 |
24.544 |
KCBK (%) |
19.48 |
17.39 |
39.34 |
33.99 |
32.42 |
25.52 |
Sumber: Dianita et al. (2010)
Potensi hijauan pakan dalam sistem perkebunan sebagai pembenah tanah
Hijauan herba berdaun lebar yang terdapat dalam sistem perkebunan juga dapat mempunyai fungsi sebagai pembenah tanah, sebagai contoh adalah C. odorata dan M. micrantha. Beberapa penelitian penggunaan herba berdaun lebar ini sebagai pembenah tanah telah dilakukan. C. odorata memengaruhi pertanian subsisten dan komersil, termasuk tanaman pangan dan perkebunan (seperti perkebunan kelapa sawit, karet, kopi, coklat, kelapa, kacang mete , singkong, yam, dan pisang), lahan penggembalaan dan silvikultur (seperti jati, pinus, dan kayu putih) (Zachariades et al., 2009). Dari hasil penelitian Abdullah et al. (2000) penggunaan amandemen C. odorata dalam tanah meningkatkan level P tersedia dalam tanah. Lebih jauh, Abdullah (2009) menemukan bahwa aplikasi sumber nutrien organik yang berasal dari C. odorata dan kombinasi C. odorata dan feses sapi menghasilkan rumput Signal dengan pertumbuhan lebih baik dari kontrol dan lebih persisten dari pada rumput dengan perlakuan pupuk anorganik. Rahmawati (2004) melaporkan bahwa penggunaan Chromolaena yang diaplikasikan dengan cara dibenamkan memberikan pertumbuhan yang terbaik bagi tanaman legum Desmodium rensonii
dibandingkan yang diaplikasikan sebagai mulsa.
Disamping C. odorata, hijauan sembung rambat (M. micrantha) juga dapat dipergunakan sebagai pembenah tanah. Dianita (2004) mendapatkan bahwa aplikasi M. micrantha yang dibenamkan ke dalam tanah memberikan pertumbuhan yang terbaik dibandingkan aplikasi sebagai mulsa utuh, abu, dan material yang difermentasi dengan EM4 dan kontrol.
Fungsi Nutraceuticals (fitokimia) tanaman pakan dalam sistem perkebunan
Tabel 3. Ragam fungsi dan kandungan senyawa aktif beberapa hijauan herba dalam sistem perkebunan
Jenis Hijauan |
Ragam Fungsi |
Senyawa aktif |
Spesies native | ||
Ageratum conyzoi- |
demam, sakit teng- |
alkaloid, flavonoid, saponin, |
des |
gorokan, luka berdarah, disentri, anti inflamasi, pesti-sida1 |
minyak atsiri1, asam phenolat (gallic acid, coumalic acid dan protocatechuic acid) |
Mikania micrantha |
anti mikroba, anti in-flamasi2, |
terpene, Linalool and a-pi-nene2, fllavonoid, coumarine, phenol |
Mimosa pudica |
antimikroba 3, antiasma, afrodisiak, analgesik, |
flavonoid, alkaloid, phenol, glycoside, tannin 3,4, saponin 3, terpenoid, quinine, and coumarin 3 |
Spesies introduksi | ||
Arachis pintoi |
anti mikroba - pestisida dan antiok-sidan5 |
Alkaloid, flavonoid, saponin dan tannin5 |
Pueraria sp |
hipertensi, migren, pendengaran6 selera makan, pertumbuhan rambut, leukemia, |
isoflavon daidzin, puerarin and daidzein-4’,7-diglucoside6, isoflavon,phytoestrogen, |
Keterangan: 1)Sari (2010) 2) Amador et al. (2010) 3) Rohela et al. (2011), 4) Jethinlalkhosh & Lathika (2012), 5) Rumambi (2012), 6) Liu & Xiao (2002)
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk melihat kandungan fitokimia dari beberapa hijauan herba yang terdapat dalam sistem perkebunan. Tujuan utamanya adalah untuk melihat fungsi nutraceuticals dari tanaman tersebut. Beberapa spesies hijauan yang tumbuh alami/native dan spesies introduksi pada Tabel 3 mempunyai fungsi nutraceuticals yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi peluang bisnis yang kompetitif.
Mikoriza dan kandungan metabolit sekunder tanaman
Fungi mikoriza (arbuskula) merupakan kelompok fungi yang mampu menyediakan unsur hara bagi tanaman dengan mensekuestrasi/menangkap unsur hara dari tanah dan mentranslokasikannya ke tanaman dan kemudian mikroorganisme ini mendapatkan energi dari tanaman inangnya (Uppal et al., 2008). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa fungi mikoriza arbuskula dapat secara langsung atau tidak langsung memengaruhi proses metabolit sekunder tanaman (Zhao & Yan, 2006). Peningkatan akumulasi metabolit sekunder tanaman dan pertumbuhan terjadi pada C. borivilianum sebagai akibat dari inolulasi mikoriza. Fungi mikoriza secara subtansial meningkatkan kandungan saponin pada C. borivilianum, bergantung pada tipe mikoriza yang digunakan (Dave et al., 2011). Hasil analisa senyawa
metabolit sekunder tanaman jahe yang diinduksi dengan fungi mikoriza arbuskula (FMA) menghasilkan jenis dan jumlah senyawa metabolit sekunder yang bervariasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman tanpa bermikoriza (Syahriandi, 2011). Penelitian pada tanaman pakan A. pintoi, menunjukkan kandungan flavonoid dan alkaloid pada A. pintoi yang diinokulasi dengan mikoriza lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak diinokulasi. Fungsi senyawa fitokimia pada akar sebagai anti mikroba, sementara itu yang terdapat pada daun berfungsi sebagai anti oksidan (Rumambi, 2012)
SIMPULAN DAN SARAN
Hijauan herba yang terdapat dalam sistem perkebunan mempunyai keragaman fungsi seperti sebagai pakan ternak, pembenah tanah, fungsi nutraceuticals (fitokimia) sebagai obat-obatan, herbisida, dan antioksidan.
Penelitian hijauan ke depan diharapkan menganalis lebih komprehensif potensi spesies hijauan yang terdapat dalam sistem perkebunan, sehingga menciptakan ide-ide baru yang menjadikan hijauan pakan sebagai peluang bisnis yang kompetitif.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah L., Kühne R. F., Vlek L. G. P. 2000. Effect of plant residue quality of secondary forest vegetation on phosphate mineralization and immobilization in soil. Poster. Deutscher Tropentag 2000 in Hohenheim.
Abdullah L. 2009. Pola pertumbuhan rumput Signal (Brachiaria humidicola (Rendle) Schweick) pada padang penggembalaan dengan aplikasi sumber nutrien berbeda. Media Peternakan, hlm. 71-80.
Dave S, Das J, Tarafdar J. C. 2011. Effect of vesicular arbuscu-lar mycorrhizae on growth and saponin accumulation in Chlorophytum borivilianum. Science Asia 37: 165–169
Dianita R dan Alwi Y. 2000. Potensi hijauan dan produktivitas ternak domba bantuan dana APBD di bawah perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan, Universitas Jambi.
Dianita R. 2003. Dianita R, Kuehne R. F., Hardjosoewignjo S. 2003. Effect of cutting interval on dry matter yield and botanical composition of cover crops under the oilpalm plantation. In Proceeding of an InternationalSymposium cum Workshop. The Role of Dialogue and Networking: From Transition to an Industrial Country, p 104-110.
Dianita R & Hadjosoewignjo S. 2004. Dry matter yield and quality properties of cover crops under the oil palm plantation as effect of cutting intervals. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan VII:4, p 234 – 243.
Dianita R. 2004. Pemanfaatan biomassa sembung rambat (Mikania micrantha) dalam berbagai bentuk untuk meningkatkan pertumbuhan rumput Kolonjono (Brachiaria mutica (Forssk) Stapf). Majalah Ilmiah Angsana 08:03, hlm 1 – 6.
Dianita, R., Abdullah, L., Hardjosoewignjo, S., Mansur, I., Sumarno, H. 2010. Potential of native species for silvo-pastoral system in un-managed Paraserianthes falcataria plantation. In Proceedings the German-DAAD Alumni Workshop: Promoting biodiversity, rainforesst protection and economic development in Indonesia, p 75 - 82.
Jethinlalkhosh J. P. & Lathika V. 2012. Screening of phyto-
chemical constituent and microbial activity of traditional medicinal plant. J. Res. Pharm 3 (3),p 461 – 465.
Liu CX dan Xiao PG. 2002. Recalling the research and development of new drugs originating from Chinese traditional and herbal drugs. Asian Journal of Drug Metabolism and Pharmacokinetics 2 (2), pp133-156 .
Perez-Amador M. C. P., Ocotero M. V., Balcazar I. R, Jiménez G. F. 2010. Phytochemical and pharmacological studies on Mikania micrantha H.B.K. (Asteraceae). International Journal of Experimental Botany, 79: pp 77-80
Rahmawati A. 2004. Respon pemberian Chromolaena odorata (L.) King dan Robinson dengan pemulsaan dan pem-benaman terhadap produksi dan pertumbuhanlegum Desmodium rensonii. Skripsi. Fakultas Peternakan, IPN, BogorRohela G K., Saini K., Surekha M., Christopher T. 2011. Screening of secondary metabolites and antimicrobial activity of Mimosa pudica. Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences, 2: 3 p 474-479.
Rumambi A. 2012. Penyediaan pakan berkelanjutan melalui inokulasi fungi mikoriza arbuskula dan aplikasi fosfat alam pada Arachis pintoi cv Amarillo dalam tumpang sari dengan jagung (Zea mays. L) atau sorgum (Sorghum bicolor L, Moench). Disertasi. Fakultas Peternakan, IPB, Bogor.
Sari W, D. S. 2010. Efektivitas ekstrak daun babandotan (Ageratum conyzoides L) terhadap mortalitas nyamuk Aedes aegyp. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.
Sharma M. C. and Sharma S. 2010. Phytochemical and pharmacological screening of combined Mimosa pudica Linn and Tridax procumbens for In vitro antimicrobial activity . International Journal of Microbiological Research 1 (3): 171-174.
Syahriandi A. 2011. Analisa kandungan minyak atsiri pada rimpang tanaman jahe (Zingiber Officinale Rosc ) yang diinduksi dengan fungi mikoriza arbuskula (FMA ). Skripsi. Fakultas Farmasi, Universitas Andalas, Padang.
Uppal HS, Singh R, Adholeya A. 2008. Impact assessment of my-chorriza application on Oriza sativa l. centre for mychor-riza culture collection. Mychorriza News 20 (1): 21 – 23.
Zhao Xin, yan Xiu_Feng . Effects of arbuscular mycorrhizal fungi on plant secondary metabolism. Chinese Journal of Plant Ecology, 30 (3): 514-521.
Zachariades C., Day M., Muniappan R., Reddy G. V. P. 2009. Chromolaena odorata (L.) King and Robinson (Astera-ceae). In: Biological Control of Tropical Weeds using Arthropods, ed. R. Muniappan, G. V. P. Reddy, and A. Raman. Cambridge University Press, pp 130 - 162.
69
Discussion and feedback