p-ISSN 2088-818X e-ISSN 2549-8444

https://ojs.unud.ac.id/index.php/pastura

DOI:https://doi.org/10.24843/Pastura.2022.v11.i02.p04

pastura Vol. 11 No. 2 : 91 - 95

PENGARUH LAMA FERMENTASI DAN DOSIS INOKULUM Bacillus amyloliquefaciens TERHADAP KANDUNGAN NUTRISI DAUN PAITAN (Tithonia diversifolia)

Montesqrit, Mirzah dan Shafira Pratiwi

Fakultas Peternakan Universitas Andalas-Padang email: montesqrit@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi antara lama fermentasi dengan dosis inokulum Bacillus amyloliquefaciens terhadap kandungan nutrisi daun paitan (Tithonia diversifolia). Metode yang digunakan adalah metode eksperimen dengan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial 3 × 3 dengan 3 ulangan. Faktor A (dosis inokulum) terdiri dari A1 = 1%, A2 = 2% dan A3 = 3%. Faktor B (lama fermentasi) terdiri dari B1 = 1 hari, B2 = hari dan B3 = 3 hari. Peubah yang diamati adalah kandungan bahan kering (%), serat kasar (%), dan protein kasar (%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara dosis inokulum dan lama fermentasi terhadap semua parameter yang diamati akan tetapi dosis inokulum dan lama fermentasi berpengaruh terhadap kandungan protein kasar dan serat kasar daun paitan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah lama fermentasi 1 hari dengan dosis inokulum 3% menghasilkan kandungan bahan kering 46,73%, protein kasar 26,40%, dan serat kasar 7,88%.

Kata kunci: Bacillus amyloliquefaciens, daun paitan, dosis inokulum, kandungan nutrisi, lama fermentasi

THE EFFECT OF FERMENTATION TIME INOCULUM LEVELS OF Bacillus amyloliquefaciens ON NUTRITIONAL LEVELS OF PAITAN ( TITHONIA DIVERSIFOLIA )

ABSTRACT

This study aims to determine the interaction between the duration of fermentation with the level of Bacillus amyloliquefaciens inoculum on the nutritional content of Mexico sunflowers (Tithonia diversifolia) leaves. The method used is an experimental method with a 3 × 3 factorial completely randomized design (CRD) with three replications. Factor A (inoculum level) consisted of A1 = 1%, A2 = 2% and A3 = 3%. Factor B (fermentation time) consisted of B1 = 1 day, B2 = 2 days and B3 = 3 days. The variables observed were dry matter (%), crude fibre (%), and crude protein content (%). The results showed no interaction between inoculum levels and fermentation time on all experimental parameters. Still, inoculum levels and fermentation time affected the crude protein and crude fibre content of Mexico sunflowers leaves. This study concluded that one-day fermentation with a level of 3% inoculum resulted in dry matter content of 46.73%, crude protein content of 26.40%, and crude fibre content of 7.88%.

Keywords: Bacillus amyloliquefaciens, fermentation time, inoculum dose, nutritional content, Tithonia diversifolia leaf

PENDAHULUAN

Tanaman daun paitan (Tithonia diversifolia) merupakan tanaman perdu famili Asteraceae berasal dari Mexico yang tumbuh di daerah tropis lembab dan semi lembab di Amerika Tengah dan Selatan, Asia, dan Afrika. Tanaman paitan (Tithonia diversifolia) memiliki potensi sebagai pakan ternak karena jumlah yang berlimpah, mudah didapatkan, pertumbuhannya cepat serta kandungan gizinya cukup tinggi. Bagian tanaman paitan yang baik untuk dijadikan sebagai

bahan pakan unggas adalah pada bagian daun, hal ini disebabkan karena kandungan protein kasar lebih tinggi dan kandungan serat kasar rendah dibandingkan kandungan paitan utuh (daun dan batang). Hasil analisis Adrizal dan Montesqrit, (2013) menunjukkan bahwa tanaman paitan utuh (daun dan batang) mengandung zat gizi berupa bahan kering 18,4%, protein kasar 19,4%, lemak kasar 5,8%, serat kasar 19,4%. Bagian daun mengandung protein kasar yang lebih tinggi dan serat kasar lebih rendah yaitu protein kasar 21,4% dan serat kasar 14,5%.

Keterbatasan pemanfaatan daun paitan sebagai ransum unggas disebabkan karena tingginya kandungan serat kasar yang menyebabkan sulit untuk dicerna oleh sistem pencernaan unggas, sehingga nutrisi lain seperti protein dari daun paitan tidak dapat diserap secara maksimal. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan pengolahan dengan cara fermentasi. Fermentasi dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas nutrisi dari daun paitan khususnya protein kasar dan menurunkan kandungan serat kasar sehingga dapat maksimal pemanfaatannya.

Fermentasi daun paitan (Tithonia diversifolia) ini menggunakan bakteri Bacillus amyloliqualifaciens. Bacillus merupakan salah satu bakteri yang dapat menghasilkan berbagai jenis enzim yang mampu merombak zat makanan seperti karbohidrat, lemak, dan protein menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga mudah diserap oleh ayam (Buckle et al., 1987). Bacillus amyloliquefaciens menghasilkan enzim seperti alfa amylase yang digunakan meng-hidrolisis pati dan dapat mensintesis subtilisin yaitu suatu enzim yang mengkatalis protein sebagaimana halnya enzim tripsin. Dengan adanya sel tubuh dan beberapa enzim yang dihasilkan oleh Bacillus am-yloliquefaciens saat fermentasi daun paitan dapat meningkatkan protein substrat, karena sel tubuh dan enzim-enzim tersebut merupakan protein serta adanya enzim sellulase dan hemisellulase yang dapat mendegradasi serat kasar pada daun paitan.

Dalam proses fermentasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan, di antaranya dosis inokulum dan lama fermentasi. Dosis inokulum yang tepat akan memberikan kesempatan pada mikroba agar tumbuh dan berkembang dengan cepat, dimana semakin banyak dosis inokulum yang dipakai maka semakin cepat proses fermentasi berlangsung, sehingga semakin banyak pula bahan yang dirombak. Semakin lama waktu fermentasi berlangsung maka zat-zat yang dirombak juga semakin banyak, seperti bahan kering dan bahan organik.

Pertumbuhan mikroorganisme ditandai dengan lamanya waktu yang digunakan, sehingga konsentrasi metabolik semakin meningkat sampai akhirnya menjadi terbatas yang kemudian dapat menyebabkan laju pertumbuhan menurun (Fardiaz, 1992). Oleh karena itu, perlu diketahui tingkat dosis dan lama fermentasi yang optimum untuk menghasilkan kandungan nut-rien terbaik. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Okdalia (2015) tentang fermentasi kulit ubi kayu dengan bakteri Bacillus amyloliquefa-ciens dosis inokulum 3% dan lama fermentasi 4 hari dapat menurunkan bahan kering 12,32% (dari 67,44% sebelum fermentasi menjadi 58,71%) peningkatan

protein kasar 45,34% (dari 6,91% sebelum fermentasi menjadi 10,20% setelah fermentasi) dan nilai retensi nitrogen 66,64% (Okdalia, 2015). Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama fermentasi dan dosis inokulum bakteri Bacillus amyloliquefaciens terhadap kandungan nutrisi daun paitan.

MATERI DAN METODE

Materi Penelitian

Bahan baku yang digunakan adalah daun paitan (Tithonia diversifolia) yang diperoleh di sekitar kota Padang. Bakteri yang digunakan adalah produk WA-RETA yang di dalamnya terdapat bakteri Bacillus amyloliquefaciens. Peralatan yang digunakan adalah timbangan analitik dengan merek Ohause kapasitas 2610 gram, autoclave, oven, plastik untuk fermentasi, seperangkat peralatan untuk analisis proksimat pengukuran kadar air, bahan kering, protein kasar dan serat kasar.

Metode Penelitian

Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan pola faktorial 3 × 3 dengan 3 ulangan. Faktor A terdiri dari dosis inokulum yaitu A1 = 1%, A2 = 2%, A3 = 3%. Faktor B terdiri dari lama fermentasi yaitu B1 = 1 hari, B2 = 2 hari, B3 = 3 hari. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sesuai dengan rancangan acak lengkap fakto-rial (Steel dan Torrie, 1991). Jika terdapat perbedaan antar perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan.

Peubah yang diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah kandungan bahan kering, protein kasar, dan serat kasar.

Pelaksanaan Penelitian

Daun paitan yang diperoleh dicincang, setelah itu dimasukkan ke dalam kulkas agar tidak membusuk. Setelah itu daun paitan diblender menggunakan blender kecil dan dimasukkan ke dalam plastik, kemudian disterilisasi dengan autoclave, lalu dibiarkan sampai suhu turun (suhu kamar). Setelah itu, daun paitan yang telah steril diinokulasi dengan Bacillus amylo-liquefaciens (sesuai perlakuan) dari jumlah substrat, diaduk secara merata dan diratakan, kemudian diinkubasi dengan lama fermentasi sesuai perlakuan.

Produk fermentasi kemudian ditimbang dan dikeringkan pada suhu 60°C. Setelah itu diaduk merata,

digiling, dan diambil sampelnya lalu dikeringkan dan dilakukan analisa kandungan bahan kering, protein kasar menurut metoda AOAC (1990).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh perlakuan terhadap kandungan bahan kering

Data kandungan bahan kering daun paitan fermentasi dengan bakteri Bacillus amyloliquefaciens untuk masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan Kandungan Bahan Kering Daun Paitan Fermentasi dengan Bacillus amyloliquefaciens pada Masing-Masing Perlakuan

Faktor A (Dosis Inokulum )

Faktor B ( Lama Fermentasi )

Rataan

B1( 1 hari)

B2 (2 hari)

B3 ( 3 hari)

A1 (1 %)

46,83

47,09

47,86

47,26

A2 (2 %)

46,66

47,47

47,40

47,18

A3 (3 %)

46,73

47,50

46,92

47,05

Rataan

46,74

47,35

47,39

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa kandungan bahan kering daun paitan setelah difermentasi berkisar 46,66% - 47,86% dan hasil ini lebih rendah dari bahan kering kontrol/daun paitan tanpa fermentasi yaitu 88,86%. Terjadi penurunan kandungan bahan kering daun paitan sebesar 46,14% - 47,70% setelah difer-mentasi. Hasil analisis keragaman memperlihatkan bahwa penggunaan Bacillus amyloliquefaciens tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap kandungan bahan kering daun paitan (Tithonia diversifolia) dan juga tidak adanya interaksi antara dosis inokulum dan lama fermentasi terhadap kandungan bahan kering daun paitan fermentasi. Hal ini disebabkan oleh kisaran level yang diberikan masih terlalu dekat dan waktu yang dipakai pada fermentasi juga terlalu pendek sehingga tidak berinteraksi dan tidak berpengaruh nyata. Hal ini sesuai dengan pendapat Pasaribu (2007) yang menyatakan bahwa lama inkubasi fermentasi pada umumnya tergantung pada jenis mikroorganisme dan substrat yang digunakan. Cepat lambatnya fermentasi sangat menentukan jumlah enzim yang dihasilkan, semakin lama waktu fermentasi yang digunakan akan semakin banyak bahan yang dirombak oleh enzim (Rahayu, 1990).

Hal ini menunjukkan bahwa bakteri Bacillus am-yloliquefaciens mencerna daun paitan dalam jumlah yang relatif sama, sehingga terjadi pengurangan bahan kering karena bertambahnya kandungan air pada daun paitan selama proses fermentasi yang mengindikasikan terjadinya proses fermentasi oleh mikro-

organisme. Hal ini sesuai pernyataan dari Sulaiman (1998) bahwa semakin banyak dosis inokulum yang digunakan maka semakin cepat proses fermentasi berlangsung, akibatnya jumlah air yang dikeluarkan sebagai hasil metabolisme akan lebih banyak pula sehingga bahan kering menjadi rendah.

Pada penelitian ini diperoleh rataan kandungan bahan kering terendah pada faktor dosis inokulum 3% sebesar 47,05% selanjutnya berurutan pada dosis inokulum 2% sebesar 47,18% dan dosis inokulum 3% sebesar 47,26%. Sedangkan faktor lama fermentasi menghasilkan rataan kandungan bahan kering terendah pada lama fermentasi 1 hari sebesar 46,74% dan selanjutnya berurutan pada lama fermentasi 2 hari sebesar 47,35% dan lama fermentasi 3 hari sebesar 47,39%.

Pengaruh perlakuan terhadap kandungan protein kasar

Data kandungan protein kasar daun paitan fermentasi dengan bakteri Bacillus amyloliquefaciens untuk masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan Kandungan Protein Kasar Daun Paitan Fermentasi dengan Bacillus amyloliquefaciens pada Masing-masing Perlakuan

Faktor A (Dosis Inokulum )

Faktor B ( Lama Fermentasi )

Rataan

B1(1 hari)

B2 (2 hari)

B3 ( 3 hari)

A1 (1 %)

21,84

21,19

20,87

21,30A

A2 (2 %)

22,96

22,11

21,81

22,29A

A3 (3 %)

26,40

23,55

22,39

24,11B

Rataan

23,74 a

22,29 b

21,69 b

Keterangan: Superskrip pada baris yang berbeda menunjukan perbedaan sangat nyata (P<0,01) dan pada kolom yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa kandungan protein kasar daun paitan setelah difermentasi berkisar 20,87% - 26,40% dan hasil ini lebih tinggi dari kandungan protein kasar kontrol yaitu 21,4% dan terjadi peningkatan protein kasar daun paitan sebesar 2,01% - 18,93% setelah difermentasi akan tetapi terjadi penurunan protein kasar pada perlakuan dosis inokulum 1% dan lama fermentasi 2 dan 3 hari masing masing sebesar 0,98 dan 2,47%. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi (P>0,05) antara dosis inokulum dan lama fermentasi terhadap kandungan protein kasar daun paitan, namun dosis inokulum memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) dan lama fermentasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap kandungan protein kasar.

Level inokulum 3% menghasilkan rataan kandungan protein kasar sebesar 24,11%. Level ini lebih tinggi dibandingkan dengan level inokulum 2% dan 1%.

Tingginya kandungan protein kasar pada perlakuan A3 disebabkan karena level inokulum yang diberikan juga tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Jamarun dan Nur (1999) besarnya dosis inokulum mempengaruhi biomassa dan sintesa protein. Semakin banyak dosis inokulum yang dipakai maka semakin banyak pula bahan yang dirombak, sehingga kombinasi dosis inokulum dan substrat fermentasi akan meningkatkan nilai zat makanan produk (Sulaiman, 1998; Nurhaita et al., 2012).

Sedangkan faktor lama fermentasi 1 hari menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) dengan lama fermentasi 2 hari dan 3 hari serta lama fermentasi 2 hari tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan lama fermentasi 3 hari terhadap kandungan protein kasar daun paitan yang dihasilkan setelah fermentasi. Perbedaan rataan kandungan protein kasar pada produk fermentasi disebabkan oleh aktivitas Bacillus amyloliquefaciens yang memanfaatkan kandungan zat makanan yang ada dalam daun paitan sebagai sumber energi untuk tumbuh dan berkembang biak serta membentuk protein tubuhnya sehingga protein daun paitan menjadi meningkat yang berasal dari protein tubuh Bacillus amyloliquefaciens. Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa Bacillus merupakan salah satu bakteri sebagai penghasil protein sel tunggal (PST) juga dapat menghasilkan berbagai jenis enzim yang terhitung sebagai protein serta mampu merombak zat makanan seperti karbohidrat, lemak, dan protein menjadi senyawa yang lebih sederhana (Buckle et al., 1987).

Halid (1991) menyatakan bahwa penambahan protein kasar terjadi akibat biomasa sel bakteri yang menempel pada substrat. Bakteri mempunyai kandungan protein cukup tinggi yaitu antara 60-80%. Serta pada proses teknologi fermentasi, mikroorganisme dibutuhkan sebagai penghasil enzim untuk memecah serat kasar (Purwadaria et al., 1998) dan untuk meningkatkan kadar protein (Pasaribu et al., 1998). Pada penelitian ini diperoleh dosis inokulum dan lama fermentasi yang optimal dalam peningkatan protein kasar daun paitan yaitu dosis inokulum 3% dan lama fermentasi 1 hari.

Pengaruh perlakuan terhadap kandungan serat kasar

Data kandungan serat kasar daun paitan fermentasi dengan bakteri Bacillus amyloliquefaciens untuk masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa kandungan serat kasar daun paitan setelah difermentasi berkisar 7,88% - 11,17% dan hasil ini lebih rendah dari kandungan serat kasar kontrol yaitu sebesar 15,6% dan terjadi

Tabel 3. Rataan Kandungan Serat Kasar Daun Paitan Fermentasi dengan Bacillus amyloliquefaciens pada Masing-masing Perlakuan

Faktor A (Dosis Inokulum )

Faktor B ( Lama Fermentasi )

Rataan

B1( 1 Hari)

B2 (2 Hari)

B3 ( 3Hari)

A1 (1 %)

10,48

10,52

11,17

10,72A

A2 (2 %)

9,61

9,73

10,17

9,84B

A3 (3 %)

7,88

8,03

8,84

8,25C

Rataan

9,32 a

9,43 a

10,06 b

Keterangan : Superskrip pada baris dan kolom yang berbeda menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

penurunan serat kasar daun paitan untuk semua perlakuan yaitu sebesar 28,4% - 49,5% setelah difermen-tasi. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi (P>0,05) antara dosis inokulum dan lama fermentasi terhadap kandungan serat kasar daun paitan akan tetapi dosis inokulum dan lama fermentasi masing-masing memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01). Perlakuan dosis inoku-lum sebanyak 3% menghasilkan rataan kandungan serat kasar terendah yaitu 8,25% dibandingkan dosis 1% dan 2%. Sedangkan perlakuan lama fermentasi 1 hari menghasilkan rataan serat kasar terendah yaitu 9,32% dibandingkan lama fermentasi 2 hari dan 3 hari. Perbedaan rataan kandungan serat kasar pada produk fermentasi disebabkan oleh aktivitas Bacillus amyloliquefaciens yang memecah serat kasar menjadi senyawa yang lebih sederhana oleh enzim yang dihasilkannya yaitu enzim selullase dan hemisellu-lase sebagai sumber energi untuk berkembang biak dimana serat kasar pada daun paitan secara otomatis akan berkurang karena dicerna oleh bakteri selama proses fermentasi. Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa kandungan serat kasar substrat fermentasi akan mengalami perubahan akibat aktivitas enzim tertentu terhadap bahan-bahan yang tidak dapat dicerna, seperti serat kasar menjadi gula sederhana (Winarno et al., 1980).

Uji jarak berganda Duncan menunjukkan bahwa faktor dosis inokulum 1% berbeda nyata dibandingkan dosis inokulum 2% dan 3% serta dosis inokulum 2% berbeda nyata dibandingkan dosis inokulum 3%. Dosis inokulum 3% menghasilkan rataan kandungan serat kasar sebesar 8,25% diikuti dengan dosis inkulum 2% sebesar 9,84% dan dosis inokulum 1% sebesar 10,72%. Hal ini menunjukkan bahwa dosis 3% menghasilkan rataan serat kasar yang paling rendah dibanding dosis inokulum 1% dan 2% dan dosis ino-kulum 3% merupakan dosis optimal untuk fermentasi dalam penurunan kandungan serat kasar daun paitan dimana semakin rendah serat kasar semakin tinggi protein kasar substrat fermentasi yang selanjutnya

akan semakin maksimal daun paitan dapat digunakan sebagai pakan ternak unggas nantinya. Sedangkan faktor lama fermentasi 1 hari tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan lama fermentasi 2 hari terhadap kandungan serat kasar daun paitan fermentasi. Akan tetapi lama fermentasi 1 hari dan 2 hari berbeda nyata dengan lama fermentasi 3 hari. Hal ini terjadi karena waktu yang dipakai untuk fermentasi terlalu lama sehingga mikroba tidak bisa bekerja dengan optimal dalam mencerna substrat dan menurunkan serat kasar. Hal ini sesuai dengan pendapat Fardiaz (1989) yang menjelaskan bahwa dengan bertambahnya lama fermentasi maka ketersediaan nutrien didalam media habis, sehingga mikroba lama kelamaan akan mati. Pada penelitian ini diperoleh level inokulum dan lama fermentasi yang optimal dalam penurunan serat kasar daun paitan yaitu level inokulum 3% dan lama fermentasi 1 hari.

SIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak adanya interaksi antara dosis inokulum Bacillus amyloliquefaciens dan lama fermentasi terhadap kandungan bahan kering, serat kasar, dan protein kasar daun paitan. Lama fermentasi 1 hari dengan dosis inokulum 3% menghasilkan kandungan bahan kering 46,73%, kandungan protein kasar 26,40%, dan kandungan serat kasar 7,88%.

Penelitian lanjutan perlu dilakukan dengan level inokulum lebih tinggi serta uji biologis penggunaan produk fermentasi daun paitan terhadap performa produksi unggas.

DAFTAR PUSTAKA

Adrizal dan Montesqrit. 2013. Komersialisasi Paket Silase Ransum Komplit Berbasis Limbah Tebu Dengan Teknologi Vakum Untuk Menunjang Program Swasembada Daging Sapi Nasional. Laporan Penelitian Rapid Tahun Pertama. Universitas Andalas. Padang.

AOAC. 1990. Official Methods of Analysis. 15 ed. “Agricultural Chemicals; Contaminantc; Drugs”, Vol.

1., Association of Official Analyticals Chemists, Inc., Washington DC, 6 – 90.

Buckle, K.A,. R.A. Edwards, G.R. Fleed and M. Woo-ton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan Adiono dan Purnomo. UI Press, Jakarta.

Fardiaz, S. 1989. Keamanan Pangan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi pangan i. Gramedia pustaka utama, Jakarta.

Halid, I. 1991. Perubahan Nilai Nutrisi Onggok yang Diperkaya Nitrogen Bukan Protein Selama Proses Fermentasi dengan Biakan Kapang. Thesis. Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nurhaita, W. Rita, N. Definiati dan R. Zurina. 2012. Fermentasi bagase tebu dengan neurospora sitophila dan pengaruhnya terhadap nilai gizi dan kecernaan secara in vitro. J Embrio. 5(1):1-7.

Okdalia. 2015. Pengaruh Dosis Inokulum dan Lama Fermentasi Kulit Ubi Kayu dengan Bacillus amy-loliquefaciens terhadap Perubahan Bahan Kering, Protein Kasar dan Retensi Nitrogen. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang.

Pasaribu, T. 2007. Produk fermentasi limbah pertanian sebagai bahan pakan unggas di Indonesia. Wartazoa 17(3) : 109-116.

Purwadaria, T., A. P. Sinurat, T. Haryati, I. Sutikno, Supriyati dan J. Darma. 1998. Korelasi antara aktivitas enzim mananase dan selulase terhadap kadar serat lumpur sawit hasil fermentasi dengan Aspergillus niger. JITV 3(4): 230 – 236.

Rahayu, K. 1990. Teknologi Enzim. Penerbit Pusat Antar Uneversitas Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.

Steel, R.G.D and J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik (Terjemahan: Bambang Sumantri). Jakarta: PT. Gramedia.

Sulaiman, A. H., 1998. Dasar-Dasar Biokomia untuk Pertanian. Cetakan 2. USUPress. Medan.

Winarno, F.G, dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia. Jakarta.

95