pastura volume io nomor 2 tahun 2021

p-ISSN 2088-818X e-ISSN 2549-8444

PENDAPATAN MASYARAKAT DAN ESTIMASI DAYA DUKUNG MELALUI INTEGRASI SAPI POTONG DAN RUMPUT GAJAH PADA LAHAN PASCA TAMBANG DI MUARA ENIM SUMATRA SELATAN

Rini Widiati dan Tri Anggraeni Kusumastuti

Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, yogyakarta

e-mal : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian bertujuan mengkaji estimasi daya tampung melalui integrasi sapi dan rumput gajah pada lahan pasca penambangan sehingga dapat menghasilkan pendapatan masyarakat di Tanjung Enim, Muara Enim-Sumatra Selatan. Metode yang digunakan adalah (1) metode survei terhadap 21 responden peternak di sekitar lahan pasca tambang, dan (2) eksperimen penanaman rumput dilakukan di Fakultas Peternakan UGM menggunakan polybag dengan tanah bekas tambang dan rumput gajah dari sekitarnya diberi pupuk kandang kotoran sapi. Penanaman rumput menggunakan 15 polybag untuk 3 perlakuan K, P1 dan P2, setiap perlakuan 5 kali ulangan dengan dua kali panen yaitu umur 90 hari dan regrowth setelah 60 hari. Rancangan acak lengkap (RAL) metode split splot digunakan dalam penelitian percobaan ini. Hasil analisis menunjukan hanya variabel pupuk berpengaruh signifikan terhadap produksi rumput gajah pada panen 1 dan 2 (regrowth), sedangkan interaksi panen dan kelompok ulangannya, panen dan pupuk tidak berpengaruh nyata. Perlakuan P2 pada regrowth menghasilkan produksi rumput gajah paling besar, yaitu 5.355 ton BK/ ha/tahun yang diestimasi mampu menampung 1,6 satuan ternak (ST) sapi. Selanjutnya peternakan sapi bagi peternak di sekitar lokasi penelitian dapat menghasilkan pendapatan bersih tunai sebesar Rp 942.533,00/ ST/tahun.

Kata kunci: integrasi, sapi, rumput gajah, lahan pasca tambang, pendapatan peternak

INCOME OF THE COMMUNITY AND CARRYING CAPACITY ESTIMATION THROUGH INTEGRATION OF BEEF CATTLE AND ELEPHANT GRASS IN THE POST-MINING LAND IN TANJUNG ENIM, SOUTH SUMATRA

ABSTRACT

This study aimed to investigate of the carrying capacity in post-mining land through the integration of cattle and elephant grass so that it can generate income for the community in Tanjung Enim, South-Sumatera. The research method were (1) a survey method to the 21 respondents of cattle farmers around the post-land mining, and (2) the experiment of grass planting was done in the Faculty of Animal Science UGM using polybags with soil from the post- mining land and elephant grass from the surroundings, with manure as a treatment. The grass has been planted using 15 polybags for 3 treatments of K, P1 and P2, each treatment were 5 replications with two times harvests, namely 90 days of age and regrowth after 60 days. The completely randomized design (CRD) with split splot method was used in this experimental design. The result showed that only the fertilizer variable had a significant effect (p <0.01) on the biomass production at harvest 1 and regrowth, while the interaction between harvest and repetition group, harvest and fertilizer had not significant effect. The treatment of P2 on regrowth was resulted in the largest biomass production of elephant grass, such as 5.355 tonnes DM/ ha /year that is estimated can accommodate of 1.6 AU of cow. Furthermore, cattle farming could generate a net cash farm income as IDR 942,533.00/AU/year.

Keywords: integration, cattle, elephant grass, post-land mining, net cash farm income

PENDAHULUAN

Dampak kegiatan pertambangan mengakibatkan terjadinya kerusakan kondisi fisik, kimia, dan tingkat kesuburan tanah serta tanah memliki sifat

lempung sehingga perlu perbaikan terutama dengan pupuk organik (Ernawati et al., 2006 dan Hamid et al., 2017). Permen ESDM RI (2014) menyatakan bahwa kegiatan pasca penambangan adalah kegiatan terencana, sistematis dan berlanjut, setelah akhir

kegiatan harus memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah pertambangan sehingga dapat berfungsi kembali sesuai dengan peruntukannya.

Upaya penanganan lahan pasca pnambangan yang biasa dilakukan adalah reklamasi dengan revegetasi tumbuhan diatasnya. Pupuk organik sangat dibutuhkan untuk revegetasi lahan yang rusak akibat penambangan. Peternakan sapi potong menghasilkan kotoran ternak yang dapat diolah menjadi kompos sebagai pupuk organik baik berupa padat maupun cair yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah sehingga dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Permen Pertanian, 2011). Dengan demikian pupuk organik dari kotoran ternak dapat mempercepat proses perbaikan tanah, sehingga lahan pasca tambang dapat dimanfaatkan sebagai ladang hijauan sebagai sumber pakan sapi potong.

Integrasi sapi potong dan rumput di lahan pasca penambangan diharapkan dapat memulihkan lahan sekaligus dapat menghasilkan pendapatan bagi masyarakat. Penelitian sebelumnya, peternakan sapi potong pada lahan pasca penambangan yang ditanami rumput gajah (Pennisetum purpureum) di PT. Kitadin Kalimantan Timur telah terbukti mampu meningkatan perekonomian masyarakat (Daru et al., 2016). Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa peternakan sapi potong di sekitar lahan pasca tambang PT. Kitadin Kalimantan Timur dilakukan dengan sistem penggembalaan dan berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat peternak.

Theffie et al. (2015) menjelaskan dalam penelitiannya mengenai penggunaan pupuk kompos pada tanah bekas tambang dilakukan dengan lima perlakuan yaitu 0 ton/ha, 10 ton/ha, 20 ton/ha, 30 ton/ha, dan 40 ton/ha. Hasil efektif penggunaan pupuk kompos pada tanah bekas tambang adalah pada penggunaan pupuk kompos dengan dosis 30 ton/Ha (Theffie et al., 2015 dan Sadjadi et al., 2017).

Lahan pasca penambangan yang rusak perlu diupayakan pemanfaatannya untuk tanaman hijauan pakan sehingga bisa melestarikan penggunaan sumberdaya lahan tersebut sekaligus meningkatkan ketersediaan hijauan pakan. Rumput gajah yang memiliki nama latin Pennisetum purpureum adalah salah satu jenis rumput unggul untuk penyedia pakan hijauan. Rumput gajah dapat dapat dipanen pertama pada umur 90 hari pasca-tanam. Panen selanjutnya 40 hari sekali pada musim hujan dan 60 hari sekali pada musim kemarau. Tinggi pemotongan dari permukaan tanah kira-kira 10–15 cm. Produksi hijauan rumput gajah pada tanah subur antara 100200 ton rumput segar per hektar per tahun (Sadjadi et al., 2017). Lounglawan et al. (2014)45 and 60 days

between harvests and the cutting heights were 5, 10 and 15cm above ground level. The experiment was a 3×3 factorial layout in a randomized complete block design with 4 replications-giving a total of 36 plots each 3×3 m2. Harvested plant material was weighed, dried and the ground subsamples taken for analyses of crude protein (CP menyatakan bahwa tanaman rumput gajah pada umur 60 hari menghasilkan kandungan protein 8,4-11,4%, lemak 1,7-1,9% serat kasar 29,5-33% daya cerna 52%. Selain nilai nutrisi baik, ternyata rumput gajah memiliki kemampuan adaptasi yang baik pada lahan marginal. Sarwanto and Tuswati (2018) menyatakan bahwa rumput gajah mampu tumbuh pada lahan pasca tambang kapur di Gombong, Jawa Tengah yang telah ditinggalkan selama 10 tahun dengan pemberian pupuk kompos kambing 15 ton/ha, menghasilkan produksi 8,38 ton/ha. Crestani et al. (2013) melakukan penelitian di ladang rumput gajah Brazilia dengan menggembalakan sapi jantan berat 288 ± 5,2 kg pada lahan penggembalaan rumput gajah, dengan asupan bahan kering rata-rata 2,44% BB, menghasilkan ADG 0,76 kg dan estimasi tingkat kapasitas penampungan 3,8 AU/ha.

Integrasi sapi dan rumput gajah di lahan pasca penambangan, disatu sisi sapi dapat menghasilakn pupuk organik dan di sisi lain pupuk organik tersebut dapat menyuburkan lahan pasca tambang sehingga dapat ditanami rumput gajah dan diharapkan mempunyai potensi sebagai sumber pakan hijauan ternak sapi yang baik. Selanjutnya dapat melestarikan kembali lahan pasca tambang sekaligus dapat menghasilkan pendapatan masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji estimasi daya tampung melalui integrasi sapi dan rumput gajah pada lahan pasca penambangan sehingga dapat menghasilkan pendapatan masyarakat di Tanjung Enim, Muara Enim-Sumatra Selatan.

MATERI DAN METODE

Metode pengumpulan data

Penelitian ini dilaksanakan pada awal Maret sampai dengan akhir Agustus 2019 menggunakan: (1). Metode survei terhadap 21 peternak responden sapi potong di kawasan lokasi Pasca Tambang Tanjumg Enim Mura Enim Sumatra Selatan, yang diambil secara Snowball sampling (Nuraini, 2014). Survei dilakukan pada sampel responden menggunakan metode wawancara dengan bantuan kuesioner. Kuesioner tersebut berisi pertanyaan meliputi informasi umum responden dan kegiatan perekonomian responden terkait dengan usaha sapi potong. (2). Percobaan penanaman rumput di kebun percobaan Fakultas Peternakan UGM menggunakan 15 polybag dengan tanah lahan pasca penambangan

dan rumput gajah (Pennisetum purpureum) yang diambil dari kawasan pasca tambang PT. Bukit Asam Tanjung Enim. Penanaman 15 polybag rumput gajah dibagi menjadi 3 perlakuan, yaitu K (tanpa pupuk kandang), P1 (pupuk kandang 150 g/polybag setara 15 ton/ha), dan P2 (pupuk kandang 300 g/polybag setara 30 ton/ha), masing-masing 5 kali ulangan selanjutnya pengamatan dilakukan pada panen 1 umur 90 hari dan 2 (regrowth) 60 hari kemudian. Rancangan percobaan penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) metode split splot. Perlakuan utama berupa pemberian pupuk kandang/kompos sapi (K, P1 dan P2), sedangkan perlakuan petak pada masing-masing perlakuan utama berupa panen ke 1 dan panen 2 (regrowth). Setiap unit perlakuan percobaan diulang 5 kali dalam polybag, sehingga di dapat 15 unit percobaan panen ke-1 dan 15 unit panen ke-2.

Dosis pemberian pupuk kandang, jarak tanam dan yang terkait dengan penanaman rumput gajah disesuaikan dengan Rizky (2019). Produksi biomasa rumput gajah setiap perlakuan diamati pada panen ke-1 dan 2. Proses panen dilakukan dengan pemotongan pada batang tanaman setinggi 15-20 cm dari atas tanah. Lounglawan et al. (2014)45 and 60 days between harvests and the cutting heights were 5, 10 and 15cm above ground level. The experiment was a 3×3 factorial layout in a randomized complete block design with 4 replications-giving a total of 36 plots each 3×3 m2. Harvested plant material was weighed, dried and the ground subsamples taken for analyses of crude protein (CP menyatakan bahwa umur panen rumput gajah adalah 60-90 hari dengan memotong pada batang setinggi 15 – 20 cm, panen selanjutnya dilakukan setiap 45-60 hari akan mendapatkan bahan kering tertinggi, namun juga tergantung pada kondisi pengairannya.

Data sekunder dari dinas daerah setempat, seperti: Dinas ESDM Muara Enim, Dinas Peternakan Muara Enim dan PT Bukit Asam Sumatera Selatan selaku Pemegang Ijin Usaha Penambangan (IUP)

Analisis data

  • a.    Analisis pendapatan

Analisis pendapatan peternak sapi potong di sekitar PT Bukit Asam menggunakan rumus sebagai berikut:

Pendapatan usaha ternak sapi potong:

Net Cash Farm Income = Total cash revenue – Total cash cost

Keterangan:

Biaya yang diperhitungkan hanya biaya kas yang dikeluarkan peternak karena peternak skala kecil hanya memanfaatkan tenaga kerja keluarga dan hijauan pakan ternak umumnya berasal dari lahan sekitarnya dan sisa-sisa hasil pertanian.

  • b.    Analisis estimasi produksi biomasa rumput gajah

Estimasi produksi rumput gajah per ha dilakukan dengan asumsi jarak tanam 30 × 40 cm dikalikan dengan produksi biomasa rumput gajah terbaik rata -rata dari hasil percobaan.

  • c.    Analisis potensi jumlah sapi yang dapat dipelihara per ha lahan pasca tambang dalam waktu 60 hari (per panen):

Estimasi produksi biomasa rumput Pennisetum purpureum (kg BK/ha) Kebutuhan pakan sapi (kg BK/ST)

BK hijauan rumput gajah = Tabel komposisi

BK kebutuhan sapi potong/ST = Menggunakan tabel kebutuhan ternak sapi (National Research Council, 2000)

Keterangan: ST= satuan ternak atau setara dengan 1 ekor dewasa berat 300 kg

BK=Bahan kering berdasarkan hasil uji dari Laboratorium Hijauan dan MakananTernak Fakultas Peternakan UGM. Kebutuhan hijauan dalam BK untuk sapi 3% dari BB

Berdasarkan laporan AMDAL 2017 (IUP TAL) PT. Bukit Asam Tbk, lahan pasca tambang sudah diuji di Laboratorium Succofindo dan telah dilakukan uji coba penanaman rumput pakan ternak dapat tumbuh meskipun pada tahap awal hasilnya belum maksimal. Namun demikian dalam penelitian ini belum melakukan penelitian kandungan logam berat Pb, Hg, Cd yang terkandung dalam produksi biomasa rumput gajah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lokasi Penelitian dan Identitas Responden

Kabupaten Muara Enim merupakan salah satu daerah di Provinsi Sumatera Selatan. Secara geografis terletak pada posisi antara 4o – 6o Lintang Selatan dan 104o – 106o Bujur Timur. Lokasi penelitian terletak di salah satu desa yaitu Tajung Enim, Kecamatan Lawang Kidul, Muara Enim, salah satu desa yang termasuk kawasan pertambangan PT Bukit Asam. Populasi ternak ruminansia di Kecamatan Lawang Kidul, termasuk di dalamnya desa penelitian menurun, dimana ternak sapi pada tahun 2016 sejumlah 981 ekor dan tahun 2017 menjadi 596 ekor (BPS, 2018). Data tersebut menunjukkan bahwa adanya penurunan populasi sapi potong di lokasi penelitian seharusnya menjadi perhatian pemerintah sehingga perlu adanya usaha peningkatan pupolusi sapi potong sebagai pensuplai daging sapi yang merupakan salah satu komoditi pangan yang ditargetkan untuk dapat swasembada secara nasional. Pemberdayaan lahan pertanian perlu dimaksimalkan untuk dimanfaatkan sebagai sumber hijauan pakan sehingga mampu meningkatkan populasi sapi potong sebagai pensuplai daging sapi.

Identitas responden ditunjukkan seperti Tabel 1

Tabel 1. Identitas Responden

Keterangan

Uraian

Jumlah

(%)

Jenis kelamin

Laki-laki

21

100

Perempuan

0

0

Total

21

100

Umur

Produktif (15-60 tahun)

15

71,4

Non Produktif (>60 tahun)

6

28,6

Total

21

100

Tingkat pendi-

Tidak Sekolah

1

4,8

dikan Formal

SD/Sederajat

4

19

SMP/Sederajat

2

9,5

SMA/Sederajat

14

66,7

Sarjana

0

0

Total

21

100

Sumber: Data primer

Tabel 1 menunjukkan bahwa responden peternak yang memelihara sapi potong semuanya adalah laki-laki dengan sebagian besar (71,4%) umur 1560 tahun, dimana umur tersebut masih termasuk dalam usia produktif. Faktor gender (jenis kelamin) dan umur memliki pengaruh yang sangat kuat pada produktivitas kerja (Hasanah dan Widowati, 2011; Ukkas; 2017). Sehingga peningkatan aktivitas usaha sapi potong bagi responden masih dimungkinkan, ditunjang oleh tingkat pendidikan responden cukup memadai yaitu 66,77% memiliki Pendidikan SMA atau sederajad. Pendidikan SMA memungkinkan para peternak dapat lebih mengembangkan dirinya serta menata pola pikirnya untuk menyerap teknologi yang baru yang dapat meningkatkan produktivitasnya, karena pendidikan sangat penting untuk menunjang kemajuan usaha (Ukkas, 2017).

Peternakan Sapi Potong

Jumlah pemeliharaan sapi pada responden peternak berdasarkan pemilikan ternak yang diklasifikasikan menjadi 3 kategori yaitu: skala kecil (1 – 5 ST), skala sedang (6 – 10 ST) dan skala besar (> 10 ST), dapat dilihat seperti Tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi Responden Berdasarkan Jumlah Kepemilikan Ternak

Jumlah kepemilikan

Jumlah (responden)

Persentase (%)

Rata-rata kepemilikan Satuan Ternak (ST)

ternak (ekor)

1

1–5 (skala kecil)

15

71,4

1,66

2

6-10 (skala sedang)

2

9,5

5,25

3

>10 (skala besar)

4

19,1

13,68

Jumlah/Rata-rata

21

100

4,29

Sumber: Data primer

Keterangan: Sapi dewasa 1,00 ST, Sapi muda 0,50 ST dan Pedet/anak sapi =0,25ST

Tabel 2 dapat dilihat bahwa sebagian besar (71,4%) responden termasuk skala kecil dengan pemilikan

rata-rata 1,66 ST. Meskipun demikian Peternak yang memiliki >10 ekor sebesar 19,1% dengan rata-rata kepemilikan 13,68 ST. Peternak yang memiliki diatas 10 ST dapat digunakan sbagai contoh untuk kemungkinan dapat ditingkatkan usahanya pada peternak skala kecil menjadi besar. Rata-rata pendapatan yang diterima peternak responden dapat dilihat seperti Tabel 3. Nilai penerimaan tunai (net cash farm income/ST/tahun) diperhitungkan hanya dari penjualan ternak selama 1 tahun. Tidak semua responden dapat menjual ternaknya setiap tahun, sehingga secara rata-rata hasil penjualan ternaknya hanya sebesar Rp 5.428.570,00. Nilai pupuk sebagai hasil samping tidak diperhitungkan karena tidak dijual namun diintegrasikan untuk memupuk tanaman rumput.

Tabel 3. Rata-Rata Total Penerimaan Tunai, Biaya Tunai Dan Pendapatan Bersih Tunai Usaha Sapi Potong/ Responden/Tahun

No

Uraian

Nilai (Rp)

(%)

A

1

Nilai penerimaan/pejualan ternak/tahun

5.428.570,00

100

B

1

Total Biaya Variabel tunai*)

260.000,00

18,77

2

Total Biaya Tetap tunai (2a+2b)

1.125.103,00

81,23

a

Perbaikan kendang dan peralatan

585.103,00

b

Bunga modal pembelian ternak/ tahun

540.000,00

Total Biaya tunai (B1+B2)

1.385.103,00

100

C

Rata-rata net cash farm income/ peternak/tahun (4,29 ST) (A-B)

4.043.468,00

Rata-rata estimasi net cash farm income/ST/tahun

942.533,00

Sumber: Data primer Keterangan:

*) Biaya variabel tunai adalah vaksin dan obat, biaya listrik, biaya air, biaya kawin suntik (IB), dan biaya sewa pejantan. Sedangkan pakan hijauan dan tenaga kerja keluarga tidak membeli.

Net cash farm income dari hasil penelitian ini (Tabel 3) mendekati sama dengan penelitian Widiati et al. (2019), hasil penelitian pendapatan usaha sapi potong pengembang biakan yang dipelihara secara tradisional, dihitung berdasarkan net cash farm income pada bangsa sapi lokal PO (Peranakan Ongole) dan sapi persilangan Simpo-PO dan LimpoPO berturut-turut Rp 3.141.380,00, Rp 1.509.560,00 dan Rp 1.040.030,00/ekor induk/ tahun. Dikatakan lebih lanjut bahwa pada pemeliharaan sapi lokal PO, pakan umumnya hanya terdiri dari pakan hijauan yang berasal dari lahan sekitarnya dan bukan merupakan cash cost, sehingga keuntungan lebih besar dibanding sapi persilangan dimana membutuhkan pakan tambahan yang berkualitas dengan biaya mahal sehingga keuntungan menjadi kecil. Penelitian lain tentang analisis keuntungan peternak sapi potong berbasis peternakan rakyat di kabupaten Bone Sulawesi Utara oleh Hastang

(2014:249) menunjukkan bahwa keuntungan yang didapatkan dari peternak sapi tradisional dengan memperhitungkan biaya pakan hijauan maupun pakan tambahan pada skala 1-4 ekor adalah negatif (Rp 286.615,00/peternak/tahun) atau negatif (Rp 92.340,00/ekor/tahun). Peternak akan mendapatkan keuntungan jika jumlah ternak yang dipelihara diatas 4 ekor.

Berbeda dengan hasil penelitian Rusdiana et al. (2016) menunjukkan bahwa pada usaha penggemukan sapi potong PO skala 3 ekor menghasilkan keuntungan sebesar Rp 5.826.666,00. Penelitian Widiati dan Widi (2016) di Yogyakarta menunjukkan bahwa pendapatan usaha penggemukan sapi potong skala 3 ekor yang diperhitungkan berdasarkan hasil dari manajemen dan tenaga kerja keluarga dalam pengadaan rumput atau pakan hijaun adalah sebesar Rp 5.096.695,00/4 bulan. Umumnya usaha sapi penggemukan dengan jangka waktu yang pendek lebih menguntungkan dibanding usaha sapi pengembang biakan yang membutuhkan waktu dengan jangka yang lama untuk menghasilkan produk berupa anak sapi.

Produksi Rumput Gajah pada Lahan Pasca Penambangan

Produksi rumput gajah hasil percobaan pada polybag pada umur panen pertama 90 hari dan panen ke-2 (regrowth) dengan umur panen 60 hari, tanpa pupuk (K) dan dengan pupuk kandang 15 ton (P1) dan 30 ton (P2) per hektar adalah seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Produksi Biomasa Rumput Gajah Hasil Percobaan Per Polybag pada Lahan Pasca Tambang yang Diberi Pupuk Kandang Sapi Potong

No

Panen ke-1 (g)

Panen ke-2 /regrowth (g)

K

P1

P2

K

P1

P2

1

28,00

54,00

52,00

20,20

24,60

46,50

2

31,00

36,00

57,00

20,00

27,60

29,80

3

14,00

28,00

57,00

20.80

40,40

34,70

4

26,00

52,00

44,00

24,70

22,00

102,60

5

22,00

28,00

50,00

21,40

36,10

92,40

Rata-rata

24,20

39,60

52,00

21,42

30,14

61,20

Keterangan:

K = kontrol, tanpa diberi pupuk kandang, P1 = diberi pupuk kandang setara 15 ton per hektar, P2 = diberi pupuk kandang setara 30 ton/hektar.

Panen ke-1 pada umur 90 hari, panen ke22 (regrowth) pada umur 60 hari setelah panen pertama.

Hasil uji Anova dengan rancangan acak lengkap metode split splot (rancangan petak terbagi) seperti disajikan pada Tabel 5.

Hasil analisis sidik ragam diperoleh hanya variabel pupuk yang berpengaruh signifikan (P<0,01) terhadap produksi rumput gajah pada pada panen ke-1 dan ke-2 (regrowth), sedangkan interaksi panen dan kelompok ulangannya, panen dan pupuk tidak berpengaruh nyata.

Produksi biomasa rumput gajah pada lahan pasca tambang dengan pupuk 30 ton/ha/per tahun adalah paling besar yaitu rata-rata 61,2 gram per polybag. Dengan asumsi jarak tanam 30 × 40 cm maka estimasi produksi rumput gajah pada lahan pasca tambang per hektar dari hasil percobaan adalah = (10000 m2/0,12 m2) × 61,20 g = 5100 kg (5,1 ton) setiap 60 hari. Adanya perbedaan produksi antara hasil percobaan yang terkendali (research station) yang lebih tinggi dibanding dengan potential dan actual performance pada petani di lapangan sesuai dengan yield gap model applied to livestock (Amir and Knipscheer,1989) maka diasumsikan potensi produksi rumput gajah pada lahan pasca tambang secara riil hanya 75% dari hasil percobaan. Sehingga estimasi potensial produksi rumput gajah pada lahan pasca tambang di Muara Enim hanya sebesar = 0,75 × 5,1 = 3,825 ton rumput segar per ha per 60 hari. Jika 1 tahun dapat panen minimal 5 kali maka potensi produksi rumput gajah di lahan pasca tambang adalah sebesar 5 × 3.855 ton = 19,125 ton/ha/ tahun. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa percobaan tanaman rumput gajah pada lahan bukan pasca tambang bahwa panen pertama rumput gajah dilakukan pada umur 90 hari pasca-tanam, panen selanjutnya 40 hari sekali pada musim hujan dan 60 hari sekali pada musim kemarau menghasilkan hijauan rumput gajah antara 100-200 ton biomasa per hektar per tahun. Dengan pemberian pupuk yang kontinyu panen kedua dan selanjutnya adalah lebih besar dibanding dengan panen pertama (Prayogo et al., 2017). Dengan demikian produksi rumput gajah pada lahan pasca tambang pada tahun pertama baru mencapai 19% dari minimum produksi di lahan bukan pasca tambang (100 ton/ha). Diharapkan lahan pasca

Tabel 5. Analisis Ragam Split-Plot Pengaruh Pupuk Terhadap Produksi Biomasa Rumput Gajah dan Interaksi antara Pupuk dan Ulangan, Pupuk dan Panen

Sumber keragaman

df

jml kuadrat

kuadrat tengah

F

Sig

Intercept

1

43533.06

43533.06

250.9477

9.28E-05

Ulangan

4

693.8987

173.4747

0.441891

0.775803

Panen

1

210.1453

210.1453

0.535302

0.504942

Panen*ulangan

4

1570.295

392.5737

1.78425

0.181363

Pupuk

2

5864.669

2932.330

13.32748

0.000392**

Panen*Pupuk

2

244.5047

122.2523

0.555638

0.584387

Galat Panen*ulangan

16

3520.347

220.0217

Keterangan: **signifikan P <0,001


tambang dapat diperbaiki atau dilestarikan dengan pemberian pupuk kandang secara kontinyu sehingga lahan dapat menjadi subur dan produksi rumput dapat meningkat.

Selanjutnya untuk menghitung daya tampung pemeliharaan sapi per hektar lahan perlu diketahui bahan kering (BK) dari sumber pakannya, yaitu rumput gajah. Berdasarkan uji di Laboratorium Hijauan Makanan Ternak UGM, kandungan BK rumput gajah hasil percobaan penanaman dalam penelitian ini adalah secara berturut-turut pada perlakuan K, P1 dan P2 sebesar 31,70%, 29,80% dan 27,90%. Pada P2 dimana produksi biomasa paling besar dengan bahan kering 27,90%, sehingga per ha lahan pasca penambangan akan menghasilkan sebesar 28% × 19,125 ton rumput segar = 5,355 ton BK rumput gajah/ha/tahun. Jika hasil hijauan rumput gajah diintegarsikan dengan sapi potong berat 300 kg membutuhkan 3% BK maka setiap tahun per ekor sapi membutuhkan 3% × 300 kg × 365 hari = 3,285 ton BK/ekor sapi/tahun, sehingga estimasi setiap hektar lahan pada produksi tahun pertama dapat menampung 1,6 ST sapi potong dengan asumsi 1 ST adalah sapi dengan berat badan 300 kg. Diharapkan dengan integrasi sapi dan tanaman rumput dapat memperbaiki lahan pasca tambang dan dapat meningkatkan produksi rumput gajah yang pada akhirnya dapat menghasilkan pendapatan peternak dan meningkatkan populasi sapi.

SIMPULAN DAN SARAN

Integrasi sapi dan rumput gajah pada lahan pasca tambang di Tanjung Enim, Lawang Kidul- Muara Enim dapat memperbaiki lahan pasca tambang dan pada awalnya dengan pupuk kandang dapat menghasilkan bioamass rumput gajah sebesar 5.355 ton BK/ha/tahun yang diestimasi mampu menampung 1,6 ST sapi. Selanjutnya peternakan sapi dapat menghasilkan pendapatan bersih tunai sebesar Rp 942.533,00/ST/tahun. Percobaan penanaman rumput gajah di lapangan kawasan pasca tambang di lokasi penelitian perlu dilakukan sehingga akan dapat menjadi percontohan sebagai dasar untuk menetapkan program program perbaikan lahan pasca tambang sesuai dengan peruntukannya. Selanjutnya perlu dilakukan uji laboratorium kandungan logam berat seperti Pb, Hg, Cd yang terkandung dalam produksi biomasa rumput gajah.

DAFTAR PUSTAKA

Amir, P. dan H. C. Knipscheer. 1989. Conducting on-farm research: Procedures and Ekocomics Analysis. Canada. Winrock International Institute

for Agricultural Development and International Development Research Centre. P. 133.

Crestani, S., H. M. N. R. Filho., M. F. Miguel., E. X. de Almeida., dan F. A. P. Santos. 2013. Steers performance in dwarf elephant grass pastures alone or mixed with Arachis pintoi. Tropical Animal Health and Production. 45(6):1369-1374.

Daru, T. P., H. Pagoray., dan Suhardi. 2016. Pemanfaatan lahan pasca tambang batubara sebagai usaha peternakan sapi potong berkelanjutan. Ziraa’ah. 41(3):382-392.

Daru, T. P., Juraemi., dan R. Yusuf. 2017. Strategi usaha peternakan sapi potong di lahan pasca tambang batubara. Jurnal pertanian terpadu. 5(1):85-97.

Ernawati, R., T. Yunianto., dan E. Sugiharto. 2006. Sifat-sifat tanah pada lahan timbunan bekas penambangan batubara (kasus PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk, Tanjung Enim, Sumatera Selatan). Sains dan sibernatika. 19(2):161-173.

Hamid I, S. J. Priatna, dan A. Hermawan. 2017. Karakteristik Beberapa Sifat Fisika dan Kimia Tanah pada Lahan Bekas Tambang Timah Jurnal Penelitian Sains. Jurnal Penelitian Sains. JPS. 23:31.

Hasanah, E. U. dan Widowati, P. 2011. Analisis Produktivitas Tenaga Kerja pada Industri Rumah Tangga Krecek di Kelurahan Segoroyoso. Efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi. 2(2):169-182.

Hastang, A. A. 2014. Analisis keuntungan peternak sapi potong berbasis peternakan rakyat di Kabupaten Bone. Jurnal Ilmu dan Industri Peternakan. 1(1):240-252.Lounglawan, P., W. Lounglawan., dan W. Suksombat. 2014. Effect of Cutting Interval and Cutting Height on Yield and Chemical Composition of King Napier Grass (Pennisetum Purpureum x Pennisetum Americanum)’, APCBEE Procedia, 8(2014):27-31.

Mukhtar, M., dan Y. Ishii. 2005. Rotational grazing system for beef cows on dwarf napiergrass pasture oversown with Italian ryegrass for 2 years after establishment.Animal production.13(1):10-17.

Nurdiani, N. 2014. Teknik sampling snowball dalam penelitian lapangan.ComTech. 5(2):1110-1118.

Permen ESDM RI, 2014. Permen ESDM No 07 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang PadaKegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Jakarta.

Pemen Pertanian, 2011. Permen Pertanian Nomor 70: Tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati.

Prayogo, A. P., N. D. Hanafi, dan Hamdan, 2017. Produksi Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Dengan Pemberian Pupuk Organik

Cair Fermentasi Limbah Rumen Sapi. Jurnal Pertanian Tropik ISSN NO :2356- 4725 Vol.5. No.2. Agustus 2018 (25) 199- 206.

Risky. 2019. Budidaya Rumput Gajah Dan Manfaatnya Untuk Hewan Ternak. Pastaguna Press.

Roidah, I. S. 2013. Manfaat penggunaan pupuk organik untuk kesuburan tanah. Jurnal Universitas Tulungagung Bonorowo. 1(1):30-42.

Sadjadi, B., Herlina., dan W. Supendi. 2017. Level penambahan kotoran sapi terhadap pertumbuhan dan produksi pada panen pertama rumput raja (pannisetum purpureophoides).Jurnal sain peternakan Indonesia. 12(4):432-443.

Sarwanto, D. dan S. E. Tuswati. 2018. Introduction of Dwarf Elephant Grass (Pennisetum purpureum cv. Mott) and Annual Legumes in the Disused Limestone Mining in Karst Gombong Area, Central Java, Indonesia. Buletin Peternakan. 42(1):57-61

Theffie, K. L., W. J. N. Kumolontang., dan J. Rondonuwu. 2015. Pemberian kompos pada tanah bekas tambang dengan indikator tanaman sawi ( brassica chinensis l ). Eugenia. 21(2):88-93.

Ukkas, I. 2017. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja industri kecil kota Palopo Kelola: J. of Islamic Education Management 2 (2) : 2548– 4052.

Widiati, R. and T. S. M. Widi, 2016. Production Systems And Income Generation From The smallholder beef cattle farming in Yogyakarta Province, Indonesia. J of Animal Production. 18(1): 51-58.

Widiati, R., S. Nurtini, T. A. Kusumastuti, S. P. Syahlani, and M. A. U. Muzayyanah, 2019. Performance and economic incentives of cowcalf operation crossbred in the smallholder cattle in Yogyakarta-Indonesia. International Journal of Business and Society. 20(1) : 417-431.

90