pastura Vol. 10 No. 1 : 9 - 12

p-ISSN 2088-818X e-ISSN 2549-8444

RESPON TANAMAN PAKAN ARBILA (Phaseolus lunatus L.) TERHADAP VOLUME AIR YANG BERBEDA PADA MUSIM KEMARAU

Bernadete Barek Koten1), Yeremias Lita1), Redempta Wea1), dan Twenfosel O. Dami Dato2)

  • 1) . Jurusan Peternakan Politeknik Pertanian Negeri Kupang

  • 2)    Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian yang bertujuan mengevaluasi respon tanaman arbila (Phaseolus lunatus L.) terhadap volume air berbeda pada musim kemarau, telah dilaksanakan selama 5 bulan di Lahan Politani Kupang. Materi penelitian adalah polybag berukuran 20 × 40 cm, benih arbila, media tanam (tanah latosol dan kotoran kambing), air bersih, pita ukur, gelas ukur kapasitas 100 ml skala terkecil 1 ml, timbangan berkapasitas 5 kg berskala terkecil 1 g, dan oven. Penelitian ini didesain dengan rancangan acak lengkap 4 × 5. Perlakuan adalah K100: mendapat air 100% kapasitas lapang (KL), K75: 75% KL, K50: 50% KL, K25: 25% KL. Variabel yang diamati adalah panjang akar (PA) (cm), jumlah bintil akar (JBA) (buah), pertambahan jumlah tunas (PJT) (tunas/minggu), jumlah daun yang gugur (JDG) (daun), produksi bahan segar hijauan (PBSH) (g/ polybag), dan produksi bahan kering hijauan (PBKH) (g/polybag). Analisis varians menunjukkan bahwa volume air berpengaruh sangat nyata terhadap PJT, JDG, PBSH dan PBKH, tapi tidak nyata (P>0,05) terhadap PA dan JBA. Uji Duncan menunjukkan PJT tertinggi pada K100 (4,35) diikuti K75 (3,20), K50 (1,85), K25 (0,90). JDG tertinggi pada K25 (16,60) yang berbeda dengan K50 (12,40), K75 (12,00) dan terendah pada K100 (10,80). PBSH tertinggi pada K100 (110,80) diikuti K75 (83,20), K50 (57,00), K25 (32,60). PBKH tertinggi pada perlakuan K100 (23,86) diikuti K75 (16,95), K50 (11,50), dan K25 (7,75). Disimpulkan bahwa pada musim kemarau, tanaman arbila masih mampu bertahan hidup hingga volume air 25% dari KL dan merespon berkurangnya air dengan meningkatkan jumlah daun yang gugur, menurunkan pertumbuhan dan produksi hijauan.

Kata kunci: arbila (Phaseolus lunatus L.), jumlah tunas, produksi hijauan, respon tanaman, volume air

RESPONSE OF ARBILA (Phaseolus lunatus L.) PLANTS

TO DIFFERENT WATER VOLUMES DURING THE DRY SEASON

ABSTRACT

This research was aimed to evaluating response of arbila (Phaseolus lunatus L.) to different water volumes during the dry season has carried out for 5 months in Politani,s Land in Kupang. The experiments designed using completely randomized design with 4 treatments and 5 replications. The treatments consisted of K100: 100% field capacity (FC), K75: 75% FC, K50: 50% FC, and K25 25% FC, respectively. The observed variables were root length (RL) (cm), total of nodule (TN) (nodule), number of shoots (NS) (shoots/week)), total of senescence leave (TSL) (leave), fresh matter production of forage (FMPF) (g/polybag), and dry matter production of forage (DMPF) (g/polybag). Data analyzed by analysis of variance and continued by Duncan multiple range test (DMRT). The results showed that water volumes were significantly to the NS, TSL, FMPP, and DMPF but not significant to RL and TN. DMRT test showed that NS highest on the K100 (4.35) and followed by K75 (3.20), K50 (1,85), and K25 (0.90). The highest of TSL was K25 (16.60) and significantly different to K50 (12.40), K75 (12.00) and the lowest was K100 (10.80). The highest of FMPF was K100 (110.80), followed by K75 (83.20), K50 (57.00), and K25 (32.60), respectively. The highest of DMPF (g/ polybag) was K100 (23.86) followed by K75 (16.95), K50 (11.50) and K25 (7.75). It could be concluded that in the dry season, arbila plant was still able to survive up to 25% water volume from FC, and it had respons to reduced water levels by increased the number of senescence leaves, reduced plant growth and forage production.

Keywords: arbila (Phaseolus lunatus L), forage production, increase number of shoots, nodules, plant response, water volume

PENDAHULUAN

Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan daerah yang berpotensi cukup baik dalam pengembangan ternak ruminansia, namun ketersediaan hijauan pakan ternak sepanjang tahun tidak optimal. Sebagian besar wilayah NTT beriklim kering (8–9 bulan musim kering) yang mengakibatkan musim hujan yang relatif singkat (3-4 bulan). Pengembangan tanaman pakan yang mampu beradaptasi dengan iklim di NTT, terutama yang masih dapat hidup dan berproduksi pada kondisi kekurangan air pada musim kemarau perlu dilakukan.

Legum arbila (Phaseolus lunatus L) merupakan legum merambat yang dapat diandalkan potensinya menjadi sumber pakan berkualitas bagi ternak ruminansia. Arbila merupakan tanaman yang mempunyai kemampuan adaptasi cukup luas terhadap lingkungan tumbuh dan berproduksi dengan baik pada dataran rendah hingga dataran tinggi. Di lahan kering, arbila masih mampu memproduksi biji hingga 3,62 ton/ha pada musim kemarau dengan kandungan 26% PK, 66,3% BETN, dan dengan penambahan bokashi 40 ton/ha, memproduksi hijauan segar sebanyak 6,63 ton/ha, dengan kandungan 21,21% protein kasar (PK) dan 24,21 % serat kasar (SK) (Koten et al., 2020).

Selama proses hidupnya, tanaman mendapatkan air dengan cara menyerap air dari lingkungan sekitarnya. Air tersebut dimanfaatkan sebagai pelarut garam-garam, gas-gas dan material yang melalui dinding sel dan jaringan tanaman, akan dihantar ke tubuh tanaman. Iklim suatu wilayah merupakan faktor yang mempengaruhi ketersediaan air tanah, kelembaban udara dan suhu tanah. Perubahan iklim yang tidak menentu mempengaruhi ketersediaan air tanah serta air bagi tanaman (Ai dan Torey, 2013). Tanaman tidak mampu bertahan hidup jika suplay air rendah, karena air berperan penting dalam fotosintesa dan proses hidrolis. Kekurangan air bagi tanaman mengakibatkan dehidrasi dan dapat menghambat pertumbuhannya (Aini et al., 2019). Sebaliknya jika jumlah air terlalu banyak akan menimbulkan cekaman aerasi yang juga dapat menghambat pertumbuhan dan produksi tanaman.

Setiap tanaman memperlihatkan respon yang berbeda ketika mendapatkan air dalam suatu jumlah tertentu. Tanaman arbilapun akan memperlihatkan respon terhadap jumlah air yang diperoleh. Hingga saat ini, informasi tentang respon arbila yang mendapatkan air dengan volume yang berbeda dimusim kemarau belum ditemukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi respon tanaman arbila terhadap volume air yang berbeda dan kemampuan hidup arbila yang mendapat volume air yang berbeda.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilaksanakan Politani Negeri Kupang, selama musim kemarau. Bahan yang digunakan adalah benih arbila, media tanam (tanah latosol : pupuk kandang kambing) dan air bersih. Alat yang digunakan yaitu pita ukur, gelas ukur kapasitas 100 ml, gunting, kayu ajir, timbangan digital merek camry berkapasitas 5 kg dengan skala terkecil 0,1 g, polibag berukuran 1020 cm dan 2040 cm berkapasitas 10 kg, amplop koran dan oven listrik.

Variabel yang diamati adalah panjang akar (cm/tanaman), jumlah bintil akar (buah/polibag), pertambahan jumlah tunas (tunas/minggu), jumlah daun yang gugur merupakan (daun), produksi bahan segar hijauan (g/polibag) dan produksi bahan kering hijauan (g/polibag).

Prosedur penelitian ini meliputi persiapan media tanam yaitu 9 kg tanah: 1 kg pupuk kandang kambing. Penentuan kapasitas lapang (KL) dengan rumus berat tanah sebelum dioven kurang berat tanah setelah dioven dibagi berat tanah setelah dioven kemudian dikalikan 100% (Islami dan Utomo (1995) dalam Herdiawan (2013). Hasil perhitungan ((1448,19 – 990,31)/990,31) × 100 % = 46,24% 46,24 ml/ kg media = 460 ml/polibag. Polibag ditempatkan dengan jarak 50 × 50 cm. Benih arbila diseleksi dan ditanam 5 biji/polybag. Penjarangan pada umur 7 hari setelah tanaman (HST) dengan meninggalkan 2 tanaman terbaik. Tanaman dibiarkan tumbuh hingga 30 HST penyiraman dua kali sehari dengan jumlah air 100% KL. Perlakuan diberikan saat tanaman berumur 31 HST, dan pada umur 44 hari, volume airnya ditingkatkan 25% dari KL semula. Penyiraman air disesuaikan dengan perlakuan yaitu K100 460 ml/ hari, K75 345 ml/hari, K50 230 ml/hari dan K25 115 ml/hari. Pada hari 14 setelah perlakuan, ditambahkan airnya sebanyak 25% dari kapasitas lapang yaitu K100 575 ml/hari, K75 431 ml/hari, K50 288 ml/hari dan K25 144 ml/hari. Pemanenan dilakukan setelah tanaman berumur 60 hari dengan cara memotong 20 cm dari pangkal akar dan menimbang bahan segar hijauan. Sampel hijauan dikeringkan dan dipreparasi, selanjutnya dianalisis kadar bahan kering berdasarkan metode AOAC (2005). Setelah tanaman dipotong, akar tanaman dalam polibag disiram dengan air hingga bintil akarnya terpisah dari tanah, kemudian diukur panjang akar dan dihitung jumlah bintil akar.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan desain percobaan rancangan acak lengkap (RAL), dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yang dicobakan adalah: K100 = arbila yang mendapat volume air 100% dari KL, K75 = volume air 75% dari KL, K50 = volume air 50% dari KL dan K25 = volume air 25% dari KL. Data yang diperoleh dianalis

varian berdasarkan RAL dan dilanjutkan dengan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan (Gomez & Gomez, 2010).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan umum penelitian

Suhu dan kelembaban lingkungan penelitian pada pukul 06.00 pagi adalah 27,30C dan 75,7%, pukul 12.00 siang 39,40C dan 36%, pukul 14.00 adalah 40,10C dan 33,8%, dan pada pukul 18.00 adalah 28,70C dan 65,3%. Benih arbila yang digunakan merupakan varietas lokal kupang yang tidak dibudidayakan masyarakat. Selama penelitian, tanaman arbila tumbuh dengan baik, meskipun yang mendapat cekaman kekeringan memperlihatkan pertumbuhan yang lebih rendah dengan ukuran daun yang lebih kecil. Jumlah air yang tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman arbila menyebabkan terbatasnya perluasan daun tanaman arbila. Cekaman kekeringan akan menyebabkan suhu pada tanaman tidak konstan, tidak memberikan turgor bagi sel tanaman (penting untuk pembelahan dan pembesaran sel) dan menurunnya bahan baku untuk fotosintesis. Paramartha et al. (2019) menjelaskan bahwa tanaman memberikan respon terhadap ketersediaan air yang cukup dengan menambah luas daun. Sebaliknya jika terjadi kekurangan air maka luas daun akan menjadi lebih kecil.

Analisis varian menunjukkan bahwa volume air yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap pertambahan jumlah tunas, jumlah daun yang gugur, produksi bahan segar dan bahan kering hijauan, tetapi tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap panjang akar dan jumlah bintil akar tanaman arbila. Uji Duncan menunjukkan bahwa pertambahan jumlah tunas, produksi bahan segar dan bahan kering hijauan tertinggi terdapat pada tanaman arbila yang mendapatkan air sebanyak 100% KL, dan berbeda (P<0,05) dengan perlakuan lainnya, serta yang terendah terdapat pada arbila yang mendapat air sebanyak 25% dari KL. Kondisi ini berbanding terbalik dengan jumlah daun yang gugur. Jumlah daun yang gugur dari tanaman arbila meningkat

pada saat tanaman arbila mendapat air yang terbatas hingga 25% dari KL.

Air merupakan bahan baku dalam proses fotosintesis, penyusun protoplasma sekaligus memelihara turgor sel, bahan atau media proses transpirasi, pelarut unsur hara dalam tanah dan dalam tubuh tanaman serta sebagai media translokasi unsur hara dari dalam tanah ke akar untuk selanjutnya dikirim ke daun. Jumlah air yang terbatas mempengaruhi pertumbuhan tanaman karena akar tidak efektif menyerap berbagai unsur hara penting untuk kebutuhan tanaman (Aini et al., 2019).

Mekanisme tanaman yang merespon terhadap kekurangan air yaitu menurunkan pertumbuhan jumlah tunas dan jumlah daun. Tanaman arbila yang menggugurkan daun merupakan suatu upaya mengurangi laju transpirasi, dengan cara mengurangi permukaan bidang penguapan pada perrmukaan daun dan memperkecil jumlah stomata aktif dengan menutup stomata pada siang hari agar jumlah penguapan berkurang. Berkurangnya jumlah daun berpengaruh terhadap proses fotosintesis, dan jumlah fotosintat yang tersimpan pada bagian tanaman yang dapat dimakan oleh ternak. Hal ini berdampak terhadap berkurangnya produksi bahan segar maupun kering hijauan arbila. Cekaman kekeringan pada fase vegetatif menyebabkan daun dan diameter batang mengecil, tanaman menjadi pendek dan bobot kering tanaman menjadi ringan (Suryatni et al., 2015).

Meskipun akar tanaman arbila memperlihatkan panjang dan jumlah bintil yang tidak berbeda namun akar yang mendapatkan air 25% KL lebih panjang, lebih segar dan mempunyai rambut akar yang lebih banyak, tetapi lebih sedikit membentuk bintil akar dibandingkan dengan yang mendapatkan air yang lebih banyak. Bintil akar terbentuk sebagai hasil interaksi antara tanaman dengan bakteri rhizobium. Sedikitnya jumlah air berdampak pada rendahnya kelembaban tanah. Hal ini membatasi jumlah bakteri rhizobium yang hidup di sekitar perakaran. Tanaman melakukan pemanjangan akar ke lapisan tanah yang lebih dalam, pertambahan luas dan kedalaman sistem perakaran sebagai bentuk ketahanannya terhadap kondisi kekurangan air (Ai dan Torey, 2013). Respon

Tabel 1. Rerata Panjang Akar, Jumlah Bintil Akar, Pertambahan Jumlah Tunas, Jumlah Daun yang Gugur, Produksi Bahan Segar, dan Produksi Bahan Kering Hijauan Arbila yang Mendapatkan Volume Air yang Berbeda

Panjang

Jumlah bintil

Pertambahan

Jumlah daun

Produksi bahan

Produksi bahan

Perlakuan

akar

akar

jumlah tunas

yang gugur

segar hijauan

kering hijauan

(cm)

(buah)

(tunas/minggu)

(buah)

(g/polibag)

(g/polibag)

K100

30,802,44tn

3,60 1,68tn

4,351,56a

10,80+1,35c

110,805,65a

23,861,08a

K75

28,201,95tn

1,60 0,57tn

3,200,55b

12,00+1,16b

83,204,97b

16,95b

K50

28,801,76 tn

1,60 0,57tn

1,850,19c

12,40+1,03b

57,006,82c

11,501,14c

K25

33,602,14 tn

1,00 0,61tn

0,900,11d

16,60+0,56a

32,601,44d

7,750,55d

Keterangan : a,b,c,d superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05), tn = tidak berbeda nyata (P>0,05), K100: diberi air 100 % KL, K75: diberi air 75 % KL, K50: diberi air 50 % KL, dan K25: diberi air 25 % KL.


yang ditunjukkan oleh arbila ketika mendapat air dengan volume yang berbeda ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Herdiawan (2013) bahwa tanaman Indigofera zollingeriana yang mendapatkan cekaman kekeringan yang memperlihatkan pertumbuhan dan hasil yang makin berkurang, tetapi akar tanaman menjadi makin panjang.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pada musim kemarau, tanaman arbila masih mampu bertahan hidup hingga volume air 25% dari KL, dan merespon berkuarangnya air dengan meningkatkan jumlah daun yang gugur, menurunkan pertumbuhan dan produksi hijauan. Berdasarkan kesimpulan disarankan bahwa budidaya arbila masih dapat dilakukan pada musim kemarau dengan kondisi air 25% dari KL.

DAFTAR PUSTAKA

Aini Q., N. Jamarun, S. Sowmen, dan R. Sriagtula. 2019. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan berbagai galur sorgum mutan brown midrib sebagai pakan ternak. Jurnal Pastura 8 (2): 110-112.

Ai N. S. dan P. Torey. 2013. Karakter morfologi akar sebagai indikator kekurangan air pada tanaman. Jurnal Bioslogos, Vol. 3 (1): 31-39.

AOAC. 2005. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemists. Published by the Association of Official Analytical Chemists. Maryland.

Gomez, K. A. dan Arturo, A. Gomez. 2010. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. Edisi Kedua. Penerbit Universitas Indonesia (UI-PRESS). Jakarta.

Herdiawan I. 2013. Pertumbuhan tanaman pakan ternak legum pohon Indigofera zollingeriana pada berbagai taraf perlakuan cekaman kekeringan. Jurnal Ilmu Ternak Veteriner (JITV) 18(4): 258-264.

Koten, B. B., R. Wea dan A. Semang. 2015. Produksi biji arbila (Phaseolus lunatus L.) sebagai pakan akibat level inokulum Rhizobium yang berbeda. Buletin Partner 15:321-329.

Koten, B. B., R. Wea, A. Semang, dan M. E. Koten. 2020. Pertumbuhan dan produksi hijauan arbila (Phaseolus lunatus) sebagai pakan ternak akibat dosis bokashi gulma pastura yang berbeda di lahan kering. Jurnal Ilmiah Inovasi 20 (1): 27 – 33.

Paramartha, I N. B., A. A. A. S. Trisnadewi, dan M. A. P. Duarsa. 2019. Efisiensi pemanfaatan air beberapa jenis rumput lokal pada kadar air yang berbeda. Jurnal Pastura Vol. 9 No.1: 36 - 39. Available: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ pastura/article/view/54860/32498

Suryanti S., D.Indradewa, P. Sudira, dan J. Widada. 2015. Kebutuhan air, efisiensi penggunaan air, dan ketahanan kekeringan kultivar kedelai. Jurnal Agritech, 35 (1): 114 – 120.

12