EVALUATION OF TOTAL BACTERIA AND PHOSPHATE SOLUBILIZED BACTERIA IN RHIZOSFIRS OF Stylosanthes guianensis, Gliricidia sepium, Bracharia decumbens, AND Pennisetum purpureum AT UPLAND IN RAINY SEASON
on
pastura Vol. 8 No. 1 : 54 - 58
p-ISSN 2088-818X e-ISSN 2549-8444
EVALUASI TOTAL BAKTERI DAN BAKTERI PELARUT FOSFAT PADA RHIZOSFIR TANAMAN Stylosanthes guianensis, Gliricidia sepium, Bracharia decumbens, dan Pennisetum purpureum DI LAHAN KERING PADA MUSIM HUJAN
Diningtyas, A. S., I. W. Suarna, dan S. A. Lindawati
PS. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana Denpasar
e-mail: septaanindya@gmail.com
ABSTRAK
Bakteri pelarut fosfat merupakan bakteri yang bermanfaat untuk melarutkan P terikat menjadi unsur P yang dapat diserap oleh tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui populasi total bakteri dan bakteri pelarut fosfat pada rhizosfer tanaman pakan di lahan kering pada musim hujan. Penelitian ini mengikuti model linier aditif dengan asumsi perbedaan populasi bakteri pelarut fosfat hanya disebabkan oleh perbedaan jenis tanaman. Pengambilan sampel terdiri atas 5 perlakuan pada rhizosfer tanaman yaitu: non rhizosfer (NR), Stylosanthes guianensis (Sg), Gliricidia sepium (Gs), Brachiaria decumbens (Bd), dan Pennisetum purpureum (Pp) dengan 4 ulangan. Peubah yang diamati meliputi: Total Plate Count (TPC), total bakteri pelarut fosfat (BPF), unsur P (fosfor) dan kadar air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa TPC tanah diperoleh hasil berkisar 1,06 - 7,12 × 107cfu/g, BPF berkisar 4,78 - 7,60 × 106cfu/g. Unsur P pada perlakuan NR tertinggi sebesar 12,16ppm. Kadar air tertinggi pada perlakuan Bd 4,86%. Dapat disimpulkan bahwa TPC dan BPF pada non rhizosfer dan rhizosfer tanaman Sg, Gs, Bd dan Pp di lahan kering pada musim hujan adalah berbeda. Kandungan unsur P berkisar 6,14 – 23,07ppm dan kandungan kadar air berkisar 1,68 – 4,86%.
Kata kunci: bakteri pelarut fosfat, non rhizosfir, rhizosfir
EVALUATION OF TOTAL BACTERIA AND PHOSPHATE SOLUBILIZED BACTERIA IN RHIZOSFIRS OF Stylosanthes guianensis, Gliricidia sepium, Bracharia decumbens, AND Pennisetum purpureum AT UPLAND IN RAINY SEASON
ABSTRACT
Phosphate solubilized bacteria is bacteria that useful to solve P bound to be P elements which could be absorped by plant. So, this research is needed to know total population of bacteria and phosphate solubilized bacteria in plants rhizosfer at dry land in rainy season. The research followed aditive linier model with assumption phosphate solubilized bacteria population caused by different of plant species only. Samples taken were consisted of 5 treatments in plants rhizosfer i.e. non rhizosfer (NR), Stylosanthes guianensis (Sg), Gliricidia sepium (Gs), Brachiaria decumbens (Bd), and Pennisetum purpureum (Pp) with 4 replications. Variable observed were Total Plate Count (TPC), total of Phosphate Solublilized Bacteria (PSB), P element (phosphore) ail water content. The research results showed that the TPC of land about 1.06 - 7.12 × 107 cfu/g, PSB about 4.78 - 7.60 × 106 cfu/g. P element at treatment NR was the highest 12,16 ppm. The highest soil water content on the treatment Bd was 4.86%. It can be concluded that TPC and BPF in non rhizosphere and rhizosphere of plants Sg, Gs, Bd and Pp on dry land in the rainy season are different. The content of P elements ranged from 6.14 to 23.07 ppm and the moisture content ranged from 1.68 to 4.86%
Key words: phosphate soluble bacteria, non rhizosfer, rhizosfer
PENDAHULUAN
Ketersediaan hijauan pakan yang bermutu merupakan salah satu faktor yang menentukan produktivitas ternak ruminansia. Peningkatan produksi dan kualitas tanaman merupakan upaya
untuk memenuhi pakan sepanjang tahun agar memiliki nilai nutrisi yang tinggi (Barnes and Baylor, 1995). Wijaya (2010) menyatakan bahwa tanaman untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik membutuhkan unsur hara yang selalu tersedia selama siklus hidupnya mulai dari penanaman hingga panen.
Tabel 1 Total Plate Count (TPC) dan total bakteri pelarut fosfat (BPF) pada non rhizosfer dan rhizosfer tanaman Pennisetum purpureum, Gliri-cidia sepium, Stylosanthes guianensis, dan Brachiaria decumbens di lahan kering pada musim hujan.
|
Variabel |
Perlakuan1) |
SEM2) | ||||
|
NR |
Bd |
Pp |
Gs |
Sg | ||
|
TPC (cfu/g) |
7,12 × 107a3) |
1,06 × 107c |
3,12 × 107ab |
3,08 × 107ab |
2,75 × 107bc |
9,39 × 106 |
|
BPF (cfu/g) |
7.60 × 106a |
4,78 × 106a |
5,10 × 106a |
6,80 × 106a |
5,88 × 106a |
1,77 × 106 |
Keterangan:
1) NR = Non Rhizosfer, Pp = Rhizosfer Pennisetum purpureum , Gs = Rhizosfer Gliricidia sepium, Sg = Rhizosfer Stylosanthes guianensis, Bd = Rhizosfer Brachiaria decumbens
2) SEM = Standard Error of the Treatment Means
3) Nilai yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama, menunjukan berbeda nyata (P<0,05).
Salah satu unsur hara adalah fosfor (P) yang tidak terlalu banyak tersedia di dalam tanah namun, tanaman legum, gamal, terutama rumput umumnya peka terhadap kekurangan unsur hara fosfor (P), antara lain menyebabkan tanaman tumbuh kerdil dan produksi rendah. Oleh sebab itu, diperlukan unsur hara P dalam menunjang pertumbuhan tanaman pakan ternak terutama di lahan kering.
Bakteri pelarut fosfat adalah bakteri yang mempunyai kemampuan mengekstrak P dalam bentuk yang tidak tersedia menjadi bentuk yang dapat digunakan tanaman, diantaranya adalah dengan cara menghasilkan asam-asam organik. Asam-asam organik yang dihasilkan oleh bakteri akan membentuk senyawa kompleks dengan ion Ca, Fe dan Al sehingga unsur P akan dibebaskan dan tersedia bagi tanaman. Bakteri pelarut fosfat dapat menghasilkan zat pengatur tumbuh seperti auksin, giberelin dan sitokinin (Kundu and Gaur, 1980). Bakteri pelarut fosfat mempunyai beberapa peranan antara lain dapat meningkatkan ketersediaan fosfat, mengkolonisasi rhizosfer dan sebagai biokontrol melalui proteksinya terhadap penyakit dengan menghasilkan fitohormon yang turut berperan dalam perkembangan tanaman (Simanungkalit dan Suriadikarta 2006).
Berdasarkan hal tersebut informasi keberadaan BPF pada rhizosfer tanaman pakan masih sangat terbatas, sehingga penting melakukan penelitian ini untuk mengevaluasi adanya bakteri pelarut fosfat di sekitar akar tanaman Stylosanthes guianensis, Gliricidia sepium, Brachiaria decumbens, dan Pennisetum purpureum yang berkaitan dengan bakteri pelarut fosfat sebagai pendegradasi unsur hara fosfor yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh tanaman di lahan kering terutama pada saat musim hujan.
MATERI DAN METODE
Penelitian dengan metode survei lapangan di Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana di Desa Pengotan Kabupaten Bangli. Pengamatan dilakukan terhadap 4 rhizosfer yaitu non rhizosfer sebagai kontrol (R0), rhizosfer Stylosanthes guianensis (R1), rhizosfer Gliricidia
sepium (R2), rhizosfer Brachiaria decumbens (R3), dan rhizosfer Pennisetum purpureum (R4) dengan 4 kali pengulangan. Pengambilan sampel untuk analisis dilakukan secara sampel random sampling (pengambilan sampel secara acak sederhana), model pengamatan yang dilakukan adalah linier aditif dengan asumsi bahwa perbedaan populasi bakteri pelarut fosfat hanya disebabkan perbedaan jenis tanaman sedangkan faktor yang lain musim, lahan, tanah, dikondisikan seragam (homogen).
Model matematis:
Yij = µ + αi + Eij
Keterangan:
Yij = Respon dari pengaruh tanaman ke-I pada ulangan ke-j, = Pengaruh galat dari tanaman, ke-I pada ulangan
ke-j, = Rata-rata umum,= Pengaruh jenis tanaman ke-I, = 1,2,3,4, = 1,2,3,4
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila perlakuan menunjukan perbedaan yang nyata (P<0,05) dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel dan Torrie, 1995). Untuk data mikroba sebelum dianalisa ditransformasi terlebih dahulu ke dalam bentuk log x.
HASIL DAN PEMBAHASAN
TPC tanah
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa TPC pada NR nyata (P<0,05) lebih tinggi 85,11% dan 61,37% masing-masing dibandingkan dengan rhizosfer tanaman Bd dan Sg,. Hal ini disebabkan, pada saat pengambilan sampel tanah pada NR memiliki dataran lebih rendah dibandingkan dengan tanah di rhizosfer sehingga pada saat musim hujan aliran air dari dataran yang lebih tinggi menuju ke dataran yang lebih rendah, yang memungkinkan terbawanya berbagai jenis bahan organik yang dapat merangsang pertumbuhan mikroba. Hal ini sesuai dengan pernyataan Marwan et al. (2015) bahwa perbedaan ketinggian lahan menyebabkan terjadinya proses mengalirnya air permukaan (run off) lebih cepat dan membawa mineral-mineral kandungan bahan
organik ke tempat yang lebih rendah. Perubahan sifat fisik tanah juga bisa menjadi penyebab rendahnya bakteri tanah pada rhizosfer tanaman Bd dan Sg dibandingkan dengan NR yang dalam hal ini akan menentukan struktur komunitas mikroba rhizosfer. Perubahan fisik karena pengolahan tanah dapat menurunkan diversitas populasi bakteri lebih tinggi di daerah yang jauh dari perakaran dari pada di rhizosfer (Lupwayi et al., 1998).
Rhizosfer tanaman Bd lebih rendah nyata (P<0,05) 66,02% dan 65,47% dibandingkan dengan rhizosfer tanaman Pp dan Gs. Hal ini disebabkan oleh spesies tanaman dan tingkat pertumbuhan tanaman yang berbeda-beda, sehingga populasi bakteri pada rhizosfer Bd, Pp, Gs, dan Sg diperoleh hasil yang bebeda. Hal ini didukung oleh pernyataan dari Herschkovitz et al. (2005) tahapan pertumbuhan tanaman mungkin merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan struktur komunitas mikroba rhizosfer. Hal ini karena fase pertumbuhan tanaman yang berbeda akan menghasilkan eksudat akar yang berbeda. Faktor lain yang mempengaruhi struktur komunitas mikroba rhizosfer adalah perubahan musim (Dunfield and Germida, 2003) dan jenis tanaman (Smalla et al., 2001). Akar tanaman akan mengeluarkan senyawa metabolit (eksudat) ke dalam tanah, seperti senyawa-senyawa gula, asam amino, asam organik, glikosida, senyawa nukleotida, enzim, vitamin, dan senyawa indol yang dapat dimanfaatkan sebagai nutrisi untuk bakteri tanah sehingga dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Total bakteri pelarut fosfat (BPF)
Analisis statistik menunjukkan bahwa total bakteri pelarut fosfat (BPF) pada tanah NR lebih tinggi tidak nyata (P>0,05) 37,10%, 32,89%, 10,52% dan 22,63% berturut-turut dibandingkan dengan rhizosfer tanaman Bd, Pp, Gs, dan Sg. Hal ini disebabkan waktu pengambilan sampel dilakukan pada awal musim hujan sehingga terjadi peralihan cuaca dari musim kemarau ke musim hujan. Keadaan ini mengakibatkan BPF diduga dalam kondisi penyesuaian diri dengan lingkungannya. Fase penyesuaian diri ini disebut dengan fase adaptasi, pada fase ini bakteri yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya akan hidup namun bakteri yang tidak mampu akan mengalami kematian. Muslimin (1996), menyatakan bahwa fase adaptasi ini merupakan fase penyesuaian bakteri terhadap lingkungan yang baru, pada fase ini tidak terjadi pertambahan dan kenaikan jumlah sel tetapi peningkatan ukuran atau volume sel. Mikroorganisme dapat tumbuh jika kemampuan adaptasi mikroorganisme terhadap perubahan lingkungan sangat tinggi (Albert, 1994). Purwantari (2008), bakteri pelarut fosfat berkembang baik pada
tanah yang mengandung banyak bahan organik dan mineral tersedia bagi karbon. Rao (1994), menyatakan bahwa kemampuan dari masing-masing bakteri dalam melarutkan fosfat anorganik beragam dan tergantung pada lingkungan yang optimal bagi pertumbuhan bakteri tersebut.
Unsur P (Fosfor)
Unsur P (Fosfor) pada penelitian ini menunjukan bahwa pada perlakuan NR nyata (P<0,05) lebih rendah 42,66% dan 47,29% dibandingkan dengan perlakuan rhizosfer Pp dan Sg, sedangkan terhadap perlakuan rhizosfer tanaman Bd dan Gs diperoleh hasil yang berbeda tidak nyata (P>0,05) (Tabel 4.2).
Tabel 2 Unsur P (Fosfor), dan kadar air pada non rhizosfer dan rhi-zosfer tanaman Pennisetum purpureum, Gliricidia sepium, Stylosanthes guianensis, dan Brachiaria decumbens di lahan kering pada musim hujan.
|
Variabel |
NR |
Bd |
Perlakuan1) Pp |
Gs |
Sg |
SEM2) |
|
Unsur P | ||||||
|
(ppm) |
12,16b |
9,77b |
21,21a |
6,14b |
23,07a |
2,87 |
|
Kadar Air (%) |
1,94c |
4,86a |
2,61bc |
3,41b |
1,68c |
0,34 |
Keterangan:
1) NR = Non Rhizosfer, Pp = Rhizosfer Pennisetum purpureum , Gs = Rhizosfer Gliricidia sepium, Sg = Rhizosfer Stylosanthes guianensis, Bd = Rhizosfer Brachiaria decumbens
2) SEM = Standard Error of the Treatment Means
3) Nilai yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama, menunjukan berbeda nyata (P<0,05).
Hal ini diduga BPF pada rhizosfer Pp dan Sg lebih mampu dalam menyedikan unsur P bagi tanaman walaupun BPF masih dalam fase adaptasi. Menurut Buntan (1992) dalam aktivitasnya bakteri pelarut fosfat akan menghasilkan asam-asam organik diantaranya asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat, oksalat, glioksalat, malat, fumarat, tartarat dan alfa ketobutirat. Meningkatnya asam-asam organik tersebut biasanya diikuti dengan penurunan pH, sehingga mengakibatkan pelarutan P yang terikat oleh Ca. Penurunan pH juga disebabkan terbebasnya asam sitrat dan nitrat pada oksidasi kemoautotropik sulfur dan amonium berturut-turut oleh bakteri Thiobacillus dan Nitrosomonas.
Asam organik yang dihasilkan bakteri pelarut posfat mampu meningkatkan ketersediaan P di dalam tanah melalui beberapa mekanisme, diantara adalah : (a) anion organik bersaing dengan orthofosfat pada permukaan tapak jerapan koloid yang bermuatan positif ; (b) pelepasan orthofosfat dari ikatan logam P melalui pembentukan komplek logam organik ; (c) modifikasi muatan tapak jerapan oleh ligan organik (Elfiati,2005)
Hasil penelitian pada unsur P menunjukan bahwa perlakuan antar rhizosfer tanaman Bd dan Gs lebih rendah nyata (P<0,05) dibandingkan dengan rhizosfer
Pp dan Sg. Hal ini disebabkan jumlah BPF pada Pp dan Sg yang cukup tinggi sehingga mampu mengubah P terikat menjadi P tersedia. Marlina (1997) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara populasi bakteri pelarut fosfat dengan kandungan P-tersedia tanah, semakin tinggi populasi bakteri pelarut fosfat maka kandungan P-tersedia tanah akan ikut meningkat. Menurut Margaretha et al., (1999), perbedaan populasi bakteri pelarut fosfat menyebabkan perbedaan ketersediaan P di dalam tanah. Perbedaan populasi tersebut menyebabkan perbedaan jumlah asam-asam organik yang dihasilkan oleh bakteri pelarut fosfat tersebut. Rao (1994) menyatakan, bakteri pelarut fosfat diketahui mereduksi pH substrat dengan mensekresi sejumlah asam-asam organik seperti asam-asam format, asetat, propionat, laktonat, glikolat, fumarat dan suksinat. Asam asam ini mungkin membentuk khelat dengan kation-kation seperti Ca dan Fe yang mengakibatkan pelarutan fosfat yang efektif. Hara P yang cukup berhubungan dengan meningkatnya pertumbuhan akar tanaman (Havlin et al., 1999). Selain itu bahan organik juga dapat memperbaiki struktur tanah (Hsieh, 1990) sehingga perkembangan akar menjadi lebih baik dan penyerapan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman.
Kadar air
Hasil analisis statistik kadar air menunjukan bahwa pada perlakuan NR nyata (P<0,05) lebih rendah 60,08%, dan 43,10% dibandingkan dengan perlakuan Bd dan Gs, sedangkan terhadap perlakuan Pp dan Sg diperoleh hasil yang berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan tidak adanya vegetasi tanaman pada area NR sehingga evaporasi lebih cepat terjadi yang menyebabkan kadar air tersedia rendah. Hal ini didukung oleh Andayani (2009) kadar air tanah sangat ditentukan oleh penutupan tanah oleh vegetasi dan tajuk, faktor fisik tanah, kelerengan, aktivitas biologi, faktor iklim dan faktor-faktor yang lain. Salisbury dan Ross (1997) menyatakan bahwa ketersediaan air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman sangat penting. Air merupakan komponen penting dalam tanah yang dapat menguntungkan dan sering pula merugikan.
Analisis statistik kadar air tanah menunjukan bahwa pada perlakuan Bd nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan rhizosfer tanaman Pp, Gs dan Sg. Hal ini dikarenakan Bd merupakan rumput yang mempunyai perakaran kuat dan cepat menutup tanah sehingga mengurangi erosi dan mampu menahan air untuk penyerapan akar tanaman. Hal ini didukung oleh Siregar (1987) keistimewaan rumput Brachiaria decumbens adalah tahan hidup di musim kemarau (tahan kering), selain itu karena mempunyai perakaran yang sangat kuat dan cepat menutup tanah
sehingga dapat mengurangi erosi. Kedalaman Solum atau lapisan tanah menentukan volume simpan air tanah, semakin dalam maka ketersediaan kadar air juga akan semakin banyak (Hanafiah, 2012).
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kandungan TPC dan BPF pada non rhizosfer dan rhizosfer tanaman Stylosanthes guianensis (Sg), Gliricidia sepium (Gs), Brachiaria decumbens (Bd) dan Pennisetum purpureum (Pp) di lahan kering pada musim hujan mempunyai jumlah yang berbeda. Kandungan unsur P berkisar antara 6,14 – 23,07ppm dan kandungan kadar air berkisar antara 1,68 – 4,86%. Berdasarkan populasi bakteri, lahan di Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana di Desa Pengotan Kabupaten Bangli termasuk lahan dengan tanah yang subur.
DAFTAR PUSTAKA
Albert, B. 1994, Moleculer Biology of the Cell, 3 th ed.
Garland Publisher, Inc. New York and London.
Andayani, W. 2009. Laju Infiltrasi Tanah pada Tegakan Jati (Tectona Grandis Linn F) di Bkph Subah Kph Kendal Unit I Jawa Tengah. Skripsi Sarjana Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Barnes, R.F and J.E. Baylor. 1995. Forages In A Changing World. In: Forages, Vol. 1: An Intoducion To Grassland Agriculture, Barnes R.F., Miller D.A. And C.J. Nelson (Eds.) 5th Ed. Iowa State University Press, Iowa.
Bray, R. H., and L. T. Kurtz. 1945. Determination of total, organic, and available forms of phosphorus in soils. Soil Sci. Vol 59:39–45.
Buntan, A. 1992. Efektifitas bakteri pelarut fosfat dalam kompos terhadap peningkatan serapan P dan efesiensi penyerapan P pada tanaman jagung. Tesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor.
Dunfield K.E., and Germida J.J. 2003. Seasonal Changes in the Rhizosphere Microbial Communities Associated with Field Grown Genetically Modified Canola ( ). Appl Environ Microbiol 69:73107318.
Elfiati, D. 2005. Peranan Mikroba Pelarut Fosfat Terhadap Pertumbuhan Tanaman. USU e-Repository. Medan
Kundu, B. S. And A. C. Gaur. 1980. Establishment of nitrogen fixing and phospate solubilizing bacteria in rhizosphere and their effect on yield and nutrient uptake of wheat crop. Plant and soil. 57: 223-230.
Gaur A. C. 1981. Phospo-microorganisme and varians transformation. In:Compost Technoogy, Project
Field Document No. 13 FAO. 106-111.
Hanafiah, K. A. 2012. Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Rajawali Press, Jakarta
Havlin, J. L., J. D. Beaton., and S. L. Nelson. 1999. Soil Fertility and Fertilizer. Sixth Ed. Prentice-Hall, Inc. New Jersey. Pp 499.
Herschkovitz Y., lerner A., davidov Y., rothballer M., hartmann A., okon Y. And jurkevitch E. 2005. Inoculation with the plant growth promoting rhizobacterium causes little disturbance in the rhizosphere and rhizoplane of maize. Microb ecol 50:277288.
Hsieh, S. C., and C. F. Hsieh. 1990. The Use of Organic Matter In crop Production. Paper Presented at Seminar on “The Use of Organic Fertilizer in Crop Production” at Soweon, South Korea.
Loveless, A. R. 1987. Prinsip-Prinsip Tumbuhan Untuk Daerah Tropik 2. Jakarta : PT. Gramedia. Hal 180.
Lupwayi, N. Z., W. A. rice and G. W. clayton. 1998. Soil microbial diversity and community structure under wheatas influenced by tillage and rop rotation. Soil biol biochem 30:1733-1741.
Madjid, A. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online. Fakultas Pertanian Unsri & Prodi Ilmu Tanaman, Program S2. Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya. Propinsi Sumatera Selatan. Indonesia.
Margaretha, Agustian, E. F. Husin, dan Nurhajati Hakim. 1999. Kontribusi baktri pelarut Fosfat pada Andisol terhadap ketersediaan dan serapan P serta hasil jagung dengan pemakaian fosfat alam. Jurnal Studi Pertanian. Program Pasca Sarjana Universitas Andalas.Padang. l (1): 17-24.
Marlina, M. 1997. Keragaman Bakteri Pelarut Fosfat pada Tanah Dilahan Hutan Primer, Hutan Sekunder, Pertanaman Kopi dan Lahan Kritis di Sumber Jaya Lampung Barat. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Marwan, A. H, N. Widyorini, dan M. Nitisupardjo. 2015. Hubungan Total Bakteri dengan Kandungan Bahan Organik Total di Muara Sungai Babon Semarang. Diponegoro Journal of Maquares. 4 (3) : 170 – 179.
Muslimin, L.W. 1996. Mikrobiologi Lingkungan. UNHAS. Jakarta.
Marista, E., S. Khotimah., dan R. Linda. 2013. Bakteri pelarut fosfat hasil isolasi dari tiga jenis tanah rhizosfer tanaman pisah nipah (Musa paradisiacavar. Nipah) di Kota Singkawang. Probiont 2 (2): 93-101.
Prijono, S., dan Z. Kusuma. 2012. Instruksi Kerja Laboratorium Kimia Tanah. F. Pertanian, Brawijaya.
Purwantari, N. D. 2008. Penambat nitrogen secara biologis: Perspektif dan keterbatasannya. Wartazoa 18 (1): 9-17.
Rao, N.S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Salisbury, F. B. dan Ross, C. W. 1997. Fisiologi Tumbuhan. Terjemahan Dian Rukmana dan Sumaryono. ITB. Bandung.
Saraswati, R., E. Husen., dan R. Simanungkalit. 2007. Metode Biologi Tanah. Balai Besar Litbang Sumber daya Lahan Pertanian, Bogor.
Steel, C. J., dan J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik. PT Gramedia. Jakarta.
Simanungkalit R. D. M., dan Suriadikarta DA. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian, Bogor..
Siregar, M.E. 1987. Produktivitas Dan Kemampuan Menahan Erosi Species Rumput Dan Leguminosa Terpilih Sebagai Pakan Ternak Yang Ditanam Pada Tampingan Teras Bangku Di Das Citanduy, Ciamis.
Smalla K., Wieland G., BuchnerA., ZockA., Parzy J., Kaiser S., Roskot N., Heuer H. and Berg G. 2001. Bulk and Rhizosphere Soil Bacterial Communities Studied by Denaturing Gradient Gel Electrophoresis: Plant-dependent Enrichment And Seasonal Shifts Revealed. Appl Environ Microbiol67: 47424751.
Wijaya, K. 2010. Pengaruh Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian Pupuk Organik Cair Hasil Peromabakan Anaerob Limbah Makanan Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sawi. Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Winarni, D. 1997. Diktat Teknik Fermentasi. Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS: Surabaya.
58
Discussion and feedback