pastura Vol. 7 No. 1 : 37 - 40

p-ISSN 2088-818X e-ISSN 2549-8444

INTRODUKSI HIJAUAN PAKAN TERNAK SAPI DI KECAMATAN SANGKUB

F. H. Elly1), A. H. S Salendu1), CH. L. Kaunang1), Indriana2), Syarifuddin3),

Z. Pohuntu4) dan S. Pontoh4)

1)Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi, Manado, 2)Universitas Ichsan, Gorontalo 3)BP3K, Bolaang Mongondow Utara, 4)PEMDA, BolaangMongondow Utara

ABSTRAK

Ternak sapi adalah salah satu ternak yang diandalkan petani di Kecamatan Sangkub untuk peningkatan pendapatan mereka. Pengembangan ternak sapi menjadi perhatian pemerintah sehingga berbagai kegiatan yang menunjang dilakukan di daerah tersebut. Permasalahannya adalah pakan ternak sapi belum tersedia secara kontinyu. Berdasarkan permasalahan ini maka telah dilakukan penelitian untuk mengkaji sejauhmana ketersediaan pakan untuk ternak sapi. Penelitian ini telah dilakukan dengan menggunakan metode survei. Sampel penelitian adalah petani peternak yang berada di Kecamatan Sangkub. Selanjutnya dilakukan pemberdayaan petani sebanyak 10 orang melalui introduksi hijauan berkualitas. Pemberdayaan dilakukan dengan dua metode yaitu penyuluhan dan pelatihan. Hijauan pakan merupakan bahan makanan utama bagi kehidupan ternak sapi serta sebagai dasar dalam usaha pengembangannya. Peningkatan produktivitas adalah faktor penting yang harus diperhatikan, dan hal ini berkaitan dengan kontinuitas ketersediaan pakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani memanfaatkan limbah jagung untuk pakan ternak sapi, yang kualitasnya belum diketahui mereka. Petani juga belum mengetahui tentang rumput yang diintroduksi. Pada saat tidak musim panen jagung, petani mencari rumput di lahan-lahan pertanian yang menyita waktu mereka. Introduksi hijauan pakan direspon baik oleh petani dan mereka masing-masing juga menanam di lahan sendiri. Kesimpulannya, petani belum mengetahui tentang kualitas rumput. Introduksi rumput berkualitas telah berhasil dilakukan dan sangat bermanfaat bagi petani. Saran yang disampaikan, perlu bantuan pemerintah untuk sosialisasi teknologi pengawetan hijauan.

Kata kunci: introduksi, hijauan, ternak sapi

PENDAHULUAN

Peternakan, selain pertanian, di Kecamatan Sangkub adalah salah satu bagian penting kehidupan masyarakatnya. Menurut Mulyo et al (2012) bahwa peternakan merupakan tempat dimana ternak tumbuh dan berkembang mulai dari pembibitan, pemeliharaan sampai penggemukan. Ternak sapi adalah salah satu ternak yang diandalkan petani di Kecamatan Sangkub untuk peningkatan pendapatan mereka. Pengembangan ternak sapi menjadi perhatian pemerintah sehingga berbagai kegiatan yang menunjang telah dilakukan di daerah tersebut. Ternak sapi dalam hal ini memiliki peran penting bagi masyarakat petani di Kecamatan Sangkub. Beberapa peran ternak sapi yang dinyatakan para peneliti, diantaranya sebagai sumber pangan (berupa daging), sebagai tabungan, sumber pendapatan dan devisa, sumber tenaga kerja, sumber pupuk organik serta sumber energi alternatif.

Permasalahannya adalah pakan ternak sapi belum tersedia secara kontinyu. Ketersediaan hijauan yang tidak mencukupi dapat mengakibatkan rendahnya produksi ternak sapi, hal ini terutama terjadi pada musim kemarau. Fenomena tersebut yang mengindikasikan bahwa pengembangan populasi

ternak berjalan lambat. Pakan menurut Yunizar (2012) merupakan salah satu hal penting dalam peningkatan produktivitas dan selain harus berkualitas, pakan juga harus ekonomis supaya dapat memberi keuntungan bagi petani. Elly et al. (2013a) menyatakan bahwa kendala utama dalam pengembangan ternak sapi adalah ketersediaan hijauan pakan. Keterbatasan pakan dapat menyebabkan populasi ternak di daerah penelitian mengalami penurunan. Berdasarkan permasalahan ini maka telah dilakukan penelitian untuk mengkaji sejauhmana ketersediaan pakan untuk ternak sapi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini telah dilakukan dengan menggunakan metode survei. Sampel penelitian adalah petani peternak yang berada di Kecamatan Sangkub. Selanjutnya telah dilakukan pemberdayaan bagi petani sebanyak 10 orang melalui introduksi hijauan berkualitas. Pemberdayaan dilakukan dengan dua metode yaitu penyuluhan dan pelatihan. Penyuluhan berkaitan dengan manajemen hijauan makan ternak dan pelatihan dengan cara penanaman rumput dwarf.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani memiliki ternak sapi berkisar antara 2-6 ekor. Hijauan pakan merupakan bahan makanan utama bagi kehidupan ternak sapi serta sebagai dasar dalam usaha pengembangannya. Peningkatan produktivitas adalah faktor penting yang harus diperhatikan, dan hal ini berkaitan dengan kontinuitas ketersediaan pakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ternak sapi digembalakan di lahan-lahan pertanian (Gambar 1). Ternak mengkonsumsi rumput yang tumbuh liar di lahan-lahan pertanian tersebut.

Gambar 1. Ternak Sapi Digembalakan di Lahan Pertanian

Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan bahwa ternak sapi digembalakan di lahan pertanian dan ternak sapi mengkonsumsi limbah tanaman pangan serta rumput yang tumbuh liar. Menurut Hartono (2012) bahwa pengembangan sapi tidak dapat dipisahkan dari perkembangan usaha pertanian (termasuk tanaman pangan). Tetapi, faktor penting yang perlu diperhatikan dalam peningkatan produktivitas ternak sapi, salah satunya adalah penyediaan pakan sepanjang tahun baik kualitas dan kuantitasnya. Haryanto (2009) mengemukakan bahwa kemampuan produksi ternak yang relatif rendah tergantung pada kualitas dan kuantitas pakan yang tersedia. Hal tersebut penting dalam rangka memenuhi kebutuhan zat-zat makanan ternak sapi, sebagai upaya mempertahankan kelestarian hidup dan keutuhan alat tubuh ternak (kebutuhan hidup pokok). Pemenuhan zat-zat makanan dimaksudkan untuk pencapaian tujuan produksi (sebagai kebutuhan produksi) secara berkesinambungan. Hal ini dimungkinkan bila kita mampu mengelola strategi penyediaan pakan hijauan (Lesmana, 2011). Upaya peningkatan produksi ternak sapi perlu diikuti dengan peningkatan penyediaan hijauan pakan yang cukup, karena hijauan adalah sumber pakan utama bagi ternak sapi.

Hijauan pakan bagi ternak sapi secara umum adalah porsi terbesar dari ransum yang dibutuhkannya. Tetapi kenyataannya sebagian besar petani mengalami hambatan dalam penyediaan hijauan. Hal ini seperti

yang dinyatakan Hermawan dan Utomo (2013) bahwa penyediaan hijauan pakan merupakan faktor pembatas bagi 62 persen petani peternak sapi. Pakan merupakan kendala yang sering dihadapi petani seperti yang dinyatakan Elly (2008), Elly et al. (2008), dan Susanti et al. (2013). Hal ini karena menurut Prawiradiputra (2011), pakan termasuk salah satu faktor yang menentukan baik buruknya pertumbuhan ternak sapi.

Kebutuhan pakan ternak sapi diperoleh dari limbah pertanian, diantaranya limbah jagung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani memanfaatkan limbah jagung untuk pakan ternak sapi, yang kualitasnya belum diketahui mereka. Jagung adalah salah satu limbah pertanian yang paling potensial sebagai pakan ternak sapi (Yuniarsih dan Nappu, 2013). Tetapi, disisi lain petani juga belum mengetahui tentang rumput yang diintroduksi. Limbah jagung yang diberikan kepada ternak sapi diperoleh dari hasil tanaman jagung setelah selesai panen. Petani mencari rumput di lahan-lahan pertanian pada saat tidak musim panen jagung. Hal ini tentunya menyita waktu mereka, karena hasil penelitian menunjukkan bahwa petani mengalokasikan waktunya rata-rata 0.45 jam per hari dalam mencari rumput.

Berdasarkan hasil penelitian maka perlu introduksi hijauan untuk mengatasi kekurangan pakan bagi ternak sapi di Kecamatan Sangkub. Tim Fakultas Peternakan melalui kegiatan pengabdian telah melakukan introduksi teknologi dengan penanaman hijauan (rumput) berkualitas. Jenis rumput yang diintroduksi adalah rumput dwarf (Pennisetum purpureum CV Mott). Hasil penelitian Polakitan dan Paat (2013) menunjukkan produktivitas rumput gajah dwarf cukup tinggi. Produksi segar hijauan yang dihasilkan 3,888 - 4,671 kg per rumpun. Lebih lanjut menurut Polakitan dan Paat (2013), bahwa rumput ini dapat dibudidayakan pada areal tanam di bawah pohon kelapa sekitar 80 persen di antara tegakan. Rumput tersebut ditanam dengan jarak tanam rumput 0,5 × 1 meter dan jumlah stek 16.000 maka hijauan segar yang dihasilkan sebanyak 62.20874.784 kg per pemotongan. Polakitan dan Paat (2013) mengemukakan bahwa daun dan batang rumput Gajah Dwarf relatif berimbang. Hasil introduksi rumput dwarf di Kecamatan Sangkub dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 menunjukkan bahwa rumput dwarf yang diintroduksi di lahan milik petani. Berdasarkan hasil introduksi, petani mengembangkan tanaman hijauan berupa rumput dwarf di lahan pertanian. Hasil penelitian menunjukkan sebagian lahan untuk tanaman jagung digunakan petani untuk rumput dwarf. Introduksi hijauan berkualitas ini diharapkan dapat menjadi dorongan bagi petani dalam upaya

Gambar 2. Rumput Dwarf Hasil Introduksi

pengembangan ternak sapi. Beberapa peneliti (Yamin et al., 2010; Rusdiana dan Adawiyah, 2013; Gunawan et al., 2013) mengemukakan bahwa kecukupan pakan hijauan dalam arti kuantitas dan kualitas merupakan kebutuhan utama dalam pengembangbiakan sekaligus peningkatan populasi ternak sapi. Pemerintah dalam hal ini menurut Elly et al. (2013b), perlu mengupayakan kebijakan berkaitan dengan ketersediaan hijauan pakan ternak secara kontinyu. Lebih lanjut menurut Dianita et al (2014) bahwa produksi hijauan yang berkelanjutan merupakan salah satu faktor penting dalam sistem produksi ternak.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa petani belum mengetahui tentang kualitas rumput. Introduksi rumput berkualitas telah berhasil dilakukan dan sangat bermanfaat bagi petani.

REFERENSI

Dianita, R., A. Rahman Sy., H. Syarifuddin., Syafwan dan Zubaidah. 2014. Perbaikan Pakan Hijauan melalui Introduksi Legum Indigofera dan Pembuatan Silase Legum-Jerami Jagung pada Kelompok Tani Ternak di Kecamatan Palayangan. Jurnal Pengabdian pada Masyarakat. Vol. 29, No. 3 juli-September 2014.p:76-79.

Elly, F.H. 2008. Dampak Biaya Transaksi Terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman di Sulawesi Utara. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Elly, F.H., B.M. Sinaga., S.U. Kuntjoro and N. Kusnadi. 2008. Pengembangan Usaha Ternak Sapi Melalui Integrasi Ternak Sapi Tanaman di Sulawesi Utara. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Bogor.

Elly, F.H., M.A.V. Manese dan D. Polakitan. 2013a. Pemberdayaan Kelompok Tani Ternak Sapi melalui Pengembangan Hijauan di Sulawesi

Utara. Pastura. Journal of Tropical Forage Science. Vol 2 No 2.p:61-65.

Elly, F.H., P.O.V. Waleleng., I.D.R. Lumenta dan F.N.S. Oroh. 2013b. Introduksi Hijauan Makanan Ternak Sapi di Minahasa Selatan. Pastura. Journal of Tropical Forage Science. Vol 3 No 1.p:5-8.

Gunawan, E.R., D. Suhendra dan D. Hermanto, 2013. Optimalisasi integrasi sapi, jagung dan rumput laut (pijar) pada teknologi pengolahan pakan ternak berbasis limbah pertanian jagung-rumput laut guna mendukung program bumi sejuta sapi (BSS) di Nusa Tenggara Barat. Buletin Peternakan. Vol 37 (3):157-164.

Hartono, B. 2012. Peran Daya Dukung Wilayah Terhadap Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Madura. Jurnal ekonomi Pembangunan. Vol. 13. No2, Desember 2012. p316-326.

Haryanto, B. 2009. Inovasi Tehnologi Pakan Ternak Dalam Sistem integrasi Tanaman-Ternak Berbasis Limbah Mendukung Upaya Peningkatan Produksi Daging. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Pengembangan Innovasi Pertanian 2 (3). 2009: 163-176.

Hermawan A dan B. Utomo. 2013. Peran Ternak Ruminansia Dalam pengembangan Sistem Usaha Tani Konservasi di Lahan Kering DAS Bagian Hulu. Prosiding Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan. Inovasi Agribisnis Peternakan Untuk Ketahanan Pangan. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung. p:112-117.

Lesman. 2011. Teknologi Pengawetan Makanan Ternak. http://lestarimandiri.org/id/peternakan/ pakan-ternak/91-pakan-ternak/152-teknologi-pengawetan-makanan-ternak.html.

Mulyo, I. T., S. Marzuki, dan S. I. Santoso. 2012. Analisis Kebijakan Pemerintah mengenai Budidaya Sapi Potong di Kabupaten Semarang. Animal Agriculture Journal. Vol 1 No 2 Tahun 2012p:266-277.

Polakitan, D. dan P. C. Paat. 2013. Kajian Produktivitas Rumput Gajah Dwarf dengan Pemupukan NPK yang Ditanam diantara Tegakan Kelapa di Kabupaten Minahasa Selatan. Prosiding. Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan. Inovasi Agribisnis Peternakan Untuk Ketahanan Pangan. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung. p:94-100.

Prawiradiputra, B. 2011. Pasang Surut Penelitian dan Pengembangan hijauan Pakan Ternak di Indonesia. Balai Penelitian Ternak, Bogor.

Rusdiana, S dan C.R. Adawiyah. 2013. Analisis Ekonomi dan Prospek Usaha Tanaman dan Ternak Sapi di Lahan Perkebunan Kelapa. SEPA, Vol. 10, No. 1, Sept 2013, p:118-131.

Susanti, A. E., A. Prabowo, dan J. Karman. 2013. Identifikasi dan Pemecahan Masalah Penyediaan Pakan Sapi dalam Mendukung Usaha Peternakan Rakyat di Sumatera Selatan. Prosiding. Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan. Inovasi Agribisnis Peternakan Untuk Ketahanan Pangan. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung. p:127-132.

Yamin, M., Muhakha dan A. Abrar, 2010. Kelayakan system integrasi sapi dengan perkebunan kelapa sawit di provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Pembangunan Manusia, Vol. 10 No. 1. Tahun 2010: 1-19.

Yuniarsih, E. T. dan M. B. Nappu. 2013. Pemanfaatan Limbah Jagung sebagai Pakan Ternak di Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Nasional Serelia 2013.p:329-338.

Yunizar, N. 2012. Kajian Peluang Analisa Usahatani Integrasi Ternak Sapi dengan Tanaman (Padi, Sawit, Kakao) dalam Rangka Mendukung Swasembada Daging Sapi 2014 di Provinsi Aceh. Laporan Akhir Tahun. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian.

40