pastura Vol. 7 No. 1 : 27 - 31

p-ISSN 2088-818X e-ISSN 2549-8444

MODEL PENGEMBANGAN KEBUN PRODUKSI DAN KEBUN KOLEKSI HIJAUAN PAKAN TERNAK SECARA TERPADU DI TECHNOPARK BANYUMULEK, NUSA TENGGARA BARAT

Erwin Al Hafiizh, Roni Ridwan dan Tri Muji Ermayanti

Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI Jalan Raya Bogor Km. 46, Cibinong, 16911

Email : erwin075@gmail.com

ABSTRAK

Technopark (TP) Banyumulek berlokasi di Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu dari delapan technopark yang dikelola oleh LIPI bekerjasama dengan Pemda setempat dan mulai dikembangkan pada tahun 2015. Salah satu kegiatan technopark ini adalah pengembangan model untuk kebun produksi dan kebun koleksi hijauan pakan ternak (HPT) secara terpadu memanfaatkan limbah pertanian dan peternakan untuk budidaya HPT di kawasan tersebut. Kebun produksi HPT seluas 1 ha di kawasan ini didominasi oleh rumput raja (Pennisetum purpuroides), sedangkan kebun koleksi juga seluas 1 ha diperuntukan berbagai jenis legum dan rumput antara lain lamtoro, kaliandra, gamal, turi putih, turi merah, rumput gajah (P. purpureum), rumput gajah odot (P. purpureum cv. Mott), Setaria sphacelata, Brachiaria humidicola, B. mutica, B. ruzisiensis, B. decumbens, Chloris gayana, Paspalum atratum, dan Cynodon plectotachirus. Budidaya HPT dan pemeliharannya menggunakan pupuk organik hayati (POH) hasil penelitian LIPI, kompos yang dibuat langsung di kawasan TP dan pupuk kandang dari sapi Bali yang saat ini berjumlah lebih dari 300 ekor. Bekerja sama dengan Dinas Peternakan Provinsi NTB, area kebun produksi HPT tahun ini diperluas menjadi 2,5 ha. Kebun produksi akan diperluas di tahun mendatang untuk mencukupi kebutuhan pakan sapi di kawasan ini. Untuk memenuhi kebutuhan pakan, dikembangkan juga kawasan untuk merumput dengan jenis rumput B. mutica. Kebun produksi juga mensuplai keperluan pembuatan silase baik untuk keperluan diseminasi maupun untuk tambahan pemenuhan pakan di musim kemarau. Kawasan ini merupakan kawasan Agro-edu-wisata di NTB dan sebagai etalase pengelolaan kegiatan peternakan-pertanian secara terpadu. Kegiatan lainnya adalah penanaman jati LIPI, padi gogo LIPI dan sayuran secara organik.

Kata kunci: kebun produksi dan koleksi HPT, terpadu, Technopark Banyumulek, Nusa Tenggara Barat

PENDAHULUAN

Technopark (TP) merupakan kawasan yang disiapkan secara khusus untuk mengembangkan dan mengimplementasikan inovasi IPTEK. Hasil penelitian skala laboratorium selanjutnya dapat ditingkatkan menjadi produk komersil skala besar/ industri sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat secara luas. Arahan kebijakan pembangunan TP di Kabupaten/Kota diarahkan menjadi pusat penerapan teknologi untuk mendorong perekonomian di Kabupaten/Kota, tempat pelatihan, pemagangan, pusat disseminasi teknologi, dan pusat advokasi bisnis ke masyarakat luas (Kemenristekdikti, 2015). Konsep Technopark yang dibangun di daerah Banyumulek, Nusa Tenggara Barat mengusung tema Technopark Business Center Berbasis Sustainable Bioresources. Tema ini diambil guna mendukung program pemerintah yaitu kedaulatan pangan yang sesuai untuk membangun kawasan peternakan dan pertanian terpadu berbasis bahan baku lokal dari hulu sampai hilir yang tersedia di daerah.

Daerah Banyumulek dipilih karena memiliki potensi besar di bidang peternakan terutama peternakan sapi dan pendukung bioresouces lainnya. Peternakan sapi menjadi salah satu pondasi utama dalam mencapai swasembada daging nasional. Swasembada daging nasional dapat tercapai apabila mendapat dukungan dari berbagai elemen antara lain ABGC yaitu LIPI, PEMDA di NTB, Universitas, Swasta, dan masyarakat. Keterlibatan elemen-elemen tersebut diharapkan dapat sinergis mendukung program technopark yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum.

Terdapat 6 klaster kegiatan di Technopark Banyumulek NTB yaitu pengolahan pakan, pembibitan dan penggemukan sapi, pengolahan hasil samping, pengolahan pasca panen, pertanian organik terintegrasi, dan pengelolan kelembagaan terkait dengan sosial ekonomi dan kajian marketing produk hasil TP Banyumulek NTB. Technopark diharapkan menjadi permodelan industri berbasis bahan baku dari hulu sampai hilir. Pengolahan bagian peternakan hulu meliputi kebun produksi

HPT, pembuatan produk pakan, pembibitan sapi, dan feedlot. Bagian ini merupakan bagian yang mensuplai bahan baku untuk bagian hilir. Sedangkan untuk bagian hilir adalah pengolahan pasca panen. Bidang pertanian yang konsep keterpaduan yang dibangun dalam technopark ini adalah memadukan berbagai kegiatan peternakan dan pertanian dari hulu sampai hilir yang dikemas dalam manajemen bisnis sehingga dapat menghasilkan produk yang siap dikomersilkan dan dapat diterima oleh masyarakat. Keterlibatan masyarakat dikemas dalam skema diseminasi teknologi, pelatihan dan kemitraan unit bisnis.

Keberhasilan produksi ternak tidak terlepas dari peran pakan yang harus tersedia secara berkelanjutan baik dari kuantitas maupun kualitasnya. Hijauan pakan ternak (HPT) merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pengembangan usaha peternakan khususnya untuk ternak ruminansia. Ketersediaan hijauan pakan ternak yang tidak memadai baik kualitas, kuantitas dan berkelanjutan menjadi salah satu kendala dalam pengembangan usaha peternakan (Lasamadi et al., 2013). Hal ini disebabkan hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari hijauan dengan konsumsi segar perhari 10-15% dari berat badan, sedangkan sisanya adalah konsentrat dan pakan tambahan (Sirait et al., 2005).

Sumber hijauan yang potensial untuk dikembangkan adalah rumput raja (P. purpupoides Schumach) (Purbayanti dkk., 2009). Produktivitas rumput raja dapat mencapai 1.076 ton/ha/tahun. Kandungan nutrisi berupa protein sebesar 10,5% dengan kadar serat kasar 29,7% (Soepranianondo, 2002). Rumput ini kurang tahan pada musim kemarau panjang. Tanaman ini dapat digunakan sebagai tanaman konservasi lahan, terutama di daerah bertopografi pegunungan dan berlereng (Prasetyo, 2003). Dengan demikian pengembangan teknologi terkait penyediaan bibit pakan ternak untuk menjamin ketersediaan pakan sepanjang tahun sangat penting. Aspek penting yang perlu dikembangkan adalah peningkatan produktivitas dan ketahanan terhadap cekaman abiotik terutama kekeringan.

Tujuan dikembangkannya kebun produksi dan kebun koleksi HPT adalah untuk mencukupi kebutuhan pakan sapi di kawasan TP Banyumulek dan ketersedianya percontohan kebun koleksi hijauan pakan ternak. Manfaat dikembangkannya kebun produksi dan kebun koleksi adalah tersedianya sumber pakan yang berkesinambungan di kawasan TP Banyumulek, sebagai lokasi untuk agroeduwisata, dan sebagai kawasan inisiasi para pebisnis di bidang peternakan dan pertanian.

METODE PENELITIAN

  • 1.    Pemilihan lokasi kebun hijauan pakan ternak

Lokasi penanaman HPT adalah lahan di kawasan TP Banyumulek yang dikelola oleh Balai Inseminasi Buatan (BIB) dan BP3TR sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Lokasi yang digunakan adalah seluas 2 Ha untuk kebun produksi dan 1 Ha untuk kebun koleksi.

  • 2.    Pengolahan lahan

Pengolahan lahan untuk penanaman HPT meliputi pembersihan tumbuhan liar (gulma), khususnya semak-semak berkayu dan rumput-rumputan dengan menggunakan traktor maupun secara manual. PemBalikan tanah dilakukan dengan menggunakan traktor. Setelah tanah rata dibuat bedengan atau guludan dengan tinggi sekitar 40 cm, kemudian dibuat lubang tanam sedalam 20-25 cm dengan jarak 60 x 100 cm untuk rumput raja (P. purpuroides), sedangkan 40 × 40 cm untuk jenis rumput lain seperti rumput gajah, BD (Brachiaria decumbens), Paspalum atratum, Setaria sphacelata, dan lain-lain. Pupuk kandang dimasukkan pada setiap lubang kurang lebih setengah isi lubang. Pemupukan pertama dilakukan bersama dengan pengolahan tanah. Untuk 1 ha lahan dibutuhkan kurang lebih 10 ton pupuk kandang 50 kg KCI dan 50 kg TSP. Selain itu perlu diberikan pupuk urea pada waktu tanaman berumur 2 - 3 minggu sebanyak 100 kg/ha. Pemupukan urea diulang setiap rumput selesai dipotong. Pemupukan ulang dengan pupuk kandang, KCI dan TSP dengan takaran yang sama seperti pemupukan pertama diberikan setiap setelah tiga kali pemanenan mengikuti metode Kushartono (1997).

  • 3.    Pengadaan bibit tanaman dan pembibitan

Bibit tanaman yang digunakan untuk produksi HPT adalah P. purpuroides (rumput raja), sedangkan rumput gajah (P. purpureum), rumput gajah odot (P. purpureum cv. Mott), Setaria sphacelata, Brachiaria humidicola, B. mutica, B. ruzisiensis, B. decumbens, Chloris gayana, Paspalum atratum, dan Cynodon plectotachirus dan beberapa jenis legum (Lamtoro, Kaliandra, Turi dan Gamal) ditanam di kebun koleksi. Bibit rumput raja berupa stek dengan 3 mata tunas diperoleh dari kebun produksi HPT Balai Inseminasi Buatan, Dinas Peternakan Banyumulek, NTB, sebanyak 15.000 bibit. Bibit Kaliandra dan lamtoro diperoleh dari Bogor, Jawa Barat. Bibit legum yang diperoleh berupa biji, sehingga harus disemai dahulu. Persemaian benih lamtoro, turi merah dan turi putih dilakukan dengan sistem persemaian bedengan.

Setelah benih tumbuh, tanaman dipindah ke polybag sampai siap tanam di lapang. Persemaian kaliandra dilakukan dengan menanam 2-3 biji ke polybag. Media tanam yang digunakan pupuk kandang dan tanah dengan perbandingan 1:1. Persemaian biji lamtoro, turi merah, turi putih dan kaliandara juga dilakukan dengan sistem bedengan. Setelah tumbuh, tanaman dipindah ke polybag. Penyiraman dilakukan 2 kali sehari pagi dan sore.

  • 4.    Penanaman dan pemeliharaan tanaman

Penanaman stek batang rumput raja dilakukan dengan cara memasukkan sekitar 1/3 bagian dari panjang stek dengan kemiringan ± 30o atau stek dimasukkan ke dalam tanah secara terlentang. Sedangkan untuk rumput S. sphacelata, P. atratum, B. decumbens bibit ditanam menggunakan pols (sobekan akar), setiap lubang ditanam 2 stek. Tujuh hari setelah penanaman, dialirkan air secukupnya ke lahan tanaman tersebut dan dilakukan penyulaman apabila terdapat stek atau pols yang mati. Penanaman legum dilakukan dengan cara mengambil bibit yang sudah di semai dengan tinggi lebih dari 30 cm kemudian ditanam di lapang.

  • 5.    Pemupukan dan pemeliharaan (penyiangan)

Kebutuhan rumput per hektar adalah 80 kg TSP, 60 kg KCl dan 110 kg urea. Pupuk urea diberikan ketika rumput sudah berakar dan pupuk P (TSP) dan K (KCL) hanya diberikan apabila diperlukan.

Pemeliharaan dengan penyiangan dilakukan terutama pada saat tanaman masih muda. Pemupukan urea dilakukan setelah rumput berumur 2 bulan penanaman sebanyak 100 kg/ha.

Pemberian pupuk urea yang baik adalah pada waktu rumput berumur 2-3 minggu setelah tanam. Selain pemupukan dilakukan juga pengemburan tanah dengan membuat guludan-guludan dan pembersihan gulma. Penyiangan biasa dilakukan secara manual dengan tangan atau dibantu dengan alat penyiang. Penyiangan juga dilakukan setelah panen/pemangkasan.

  • 6.    Panen

Panen pertama dilakukan pada saat rumput berumur 3-4 bulan, tergantung pada pertumbuhan tanaman. Panen selanjutnya dilakukan pada interval 40-60 hari tergantung musim. Tinggi pemotongan dari atas tanah tidak kurang dari 15 cm.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  • 1.    Pengembangan kebun produksi HPT

Pengembangan kebun produksi HPT merupakan budidaya tanaman yang langsung dimanfaatkan

oleh bidang peternakan yaitu sebagai pakan, dengan demikian lokasi kebun produksi HPT yang terletak di area peternakan sangatkan tepat karena lebih efisien dalam pemanfaatan langsung sebagai pakan dan menunjang keterpaduan pemanfaatan limbah pertanian dan peternakan dikembalikan sebagai pupuk. Dengan demikian strategi pengembangan pertanian terpadu dengan konsep zero waste sangatlah tepat. Dengan dibangunnya kawasan technopark di Kabupaten Banyumulek, pengembangan kebun HPT sangat diperlukan. Pemilihan jenis HPT seperti rumput raja sangat penting terutama untuk mengatasi kekurangan pakan pada saat musim kemarau. Jenis rumput dan tanaman lain toleran/ tahan kekeringan perlu ditanam dan dikembangkan juga pada area ini. Sumber hijauan pakan ternak yang potensial untuk dapat dikembangkan adalah P. purpuroides (Rumput Raja), rumput gajah, S. sphacelata, Paspalum atratum, B. decumbens, B. mutica dan beberapa jenis legume seperti lamtoro, kaliandra, turi dan gamal. Semua tanaman ini telah dibudidayakan di kawasan TP Banyumulek mulai tahun 2015.

Penanaman dilakukan diawal musim kemarau, sehingga bibit yang digunakan adalah bibit/stek yang sudah bertunas dan berakar untuk mempercepat pertumbuhan. Penyiraman dilakukan setiap hari karena rumput raja merupakan rumput unggul yang dapat tumbuh dari dataran rendah hingga dataran tinggi, menyukai tanah subur dan curah hujan yang merata sepanjang tahun, serta membutuhkan air cukup banyak (Kushartono, 1997).

Di kawasan TP Banyumulek, panen pertama (tahun 2015) dilakukan pada saat rumput raja berumur 5 bulan dengan tinggi rata-rata 2,67 m. Tinggi rumput raja mencapai 3,21 m dengan produktivitas 163,2 ton/ha. Masih rendahnya produktivitas ini karena penanaman dilakukan di musim kemarau dan sumber air untuk penyiraman rumput raja hanya dilakukan dari sumur dengan menggunakan pompa

Gambar 1. Pertumbuhan rumput raja pasca panen A) setelah panen, B) umur 2 minggu, C) umur 1 bulan dan D) umur 2 bulan.

Gambar 2. Pertumbuhan rumput raja, A) umur 2 minggu, B) umur 5 minggu dan C) panen umur 45 hari setelah tanam.


tanpa tambahan air hujan. Hasil tersebut masih jauh dengan target, karena rumput raja seharusnya dapat dipanen pertama pada umur 3-4 bulan. Dengan demikian penanaman di awal musim penghujan sangat direkomendasikan.

Gambar 1 merupakan pemanenan rumput raja di kawasan TP Banyumulek dengan tinggi pemotongan dari atas tanah tidak kurang dari 15 cm sehingga pertumbuhan tunas baru dapat lebih cepat. Perakaran sudah kuat dan tanaman tercukupi air di musim hujan. Panen selanjutnya dilakukan pada interval 40-60 hari tergantung musim.

Sampai bulan Juni 2016 panen rumput raja yang ditanam pada musim kemarau tahun 2015 sudah dilakukan sebanyak 3 kali. Hasil panen digunakan untuk pakan sapi indukan sebesar 92,3% dan pembuatan silase sebanyak 7,7%.

Pada kegiatan penanaman rumput raja tahun 2016 ini, pemanenan pertama dapat dilakukan pada umur 45 hari setelah tanam dengan luas 1 ha (Gambar 2). Produksi dapat mencapai 88,4 ton per hektar, dengan tinggi tanaman rata-rata 2,55 m dan jumlah anakan berkisar 4-28 tunas. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rumput raja adalah pemberian pupuk kandang berupa kotoran sapi sebanyak 10 ton/ha pada saat pengolahan tanah dan pemberian urea pada umur 2 minggu setelah tanam. Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan adalah curah hujan yang cukup pada musim tanam tahun ini.

  • 2.    Pengembangan kebun koleksi HPT

Pengembangan kebun koleksi HPT diawali dengan pembibitan (penyemaian beberapa tanaman koleksi). Jumlah tanaman yang tumbuh dipersemaian berjumlah 495 lamtoro, 220 turi putih, 300 turi merah dan 500 kaliandra (Gambar 3). Setelah tanaman tersebut mencapai tinggi 20-30 cm ditanam di kebun koleksi, sedangkan bibit gamal langsung ditanam dalam bentuk stek batang sebanyak 115 stek.

Jenis-jenis rumput yang ditanam di kebun koleksi diantaranya rumput gajah (P. purpureum) dan rumput gajah odot (P. purpureum cv. Mott). Rumput lain yang juga ditanam dengan menggunakan pols adalah S.

Gambar 3. Bibit hasil persemaian A) Kaliandra, B) Turi Merah, C) Turi Putih dan D) Lamtoro.

sphacelata, B. humidicola, B. mutica, B. ruzisiensis, B. decumbens, Chloris gayana, Paspalum atratum, dan Cynodon plectotachirus (Gambar 4).

Sistem penanaman yang dapat dilakukan dalam kegiatan TP Banyumulek ini adalah dengan sistem agroforestri. Penanaman hijauan pakan ternak berupa rumput yang dipadukan dengan tanaman legum. Sistem ini juga bertujuan untuk menjadikan ekologi, sosial dan ekonomi secara berkelanjutan. Jenis tanaman yang cocok untuk tanaman pagar adalah tanaman kacang-kacangan (leguminosa) seperti, gamal (Gliricidia sepium), turi (Sesbania grandiflora), lamtoro (Leucaena leucocephala), dan kaliandra (Calliandra calothyirsus). Jarak antar baris tanaman pagar berkisar antara 4 sampai 10 m (Gambar 5). Pemanfaatan legum sebagai kebun koleksi juga digunakan untuk bahan baku pembuatan konsentrat pakan sapi. Legum yang sudah dimanfaatkan untuk konsentrat berupa daun gamal, lamtoro dan turi sebanyak masing-masing 15 kg. Saat ini dan untuk masa mendatang pemeliharaan kebun koleksi dan kebun produksi dilakukan dengan pemupukan menggunakan POH hasil penelitian LIPI dan kompos yang dibuat di kawasan TP Banyumulek. Diharapkan dengan cara ini dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman lebih cepat.

Gambar 4. Jenis rumpu yang ditanam di kebun koleksi A) P. pur-pureum cv. Mott, B) B. ruzisiensis, C) Chloris gayana, D) B. humidicola, E) Paspalum atratum, dan F) Cynodon plectotachirus

Gambar 5. Jenis tanaman legum yang ditanam di kebun koleksi A) Turi, B) kaliandra, C) gamal, dan D) lamtoro.

SIMPULAN

Di TP Banyumulek, NTB telah dikembangkan model kebun produksi rumput raja seluas 2,5 ha untuk keperluan pakan sapi di kawasan TP Banyumulek dan pembuatan silase. Kebun koleksi HPT juga telah dikembangkan dengan jenis-jenis tanaman yaitu lamtoro, turi merah, turi putih, kaliandra, gamal, dan rumput seperti rumput gajah (P. purpureum)

dan rumput gajah odot (P. purpureum cv. Mott), S. sphacelata, B. humidicola, B. mutica, B. ruzisiensis, B. decumbens, Chloris gayana, Paspalum atratum, dan Cynodon plectotachirus. Produktivitas rumput raja pada panen pertama mencapai 88,4 ton/ha dengan umur panen 45 hari, selanjutnya dapat dipanen kemBali setiap 40-60 hari secara rutin.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada mitra pengembangan kebun produksi dan kebun koleksi HPT yaitu Dinas Peternakan Provinsi NTB khususnya BIB (2015) dan BP3TR (2015) atas kerjasamanya dalam kegiatan ini, kepada seluruh tenaga lapangan di TP Banyumulek atas dukungannya dalam pemeliharaan kebun. Kegiatan ini didanai oleh anggaran DIPA Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI tahun anggaran 20152016.

REFERENSI

[Kemenristekdikti-RI]. 2015. Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.

Kushartono, B. 1997. Teknik Penanaman Rumput Raja (King Grass) Berdasarkan Prinsip Penanaman Tebu. Lokakarya Fungsional Non Peneliti.

Lasamadi, D. R., Malalantang, S. S., Rustandi, Anis, D. S. 2013. Pertumbuhan dan Perkembangan Rumput Gajah Dwarf (Pennisetum purpureum cv. Mott) yang diberi pupuk organik hasil fermentasi EM4. Jurnal Zootek, 32(5: 158-171.

Prasetyo, A. 2003. Model usaha rumput gajah sebagai pakan sapi perah di Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak. Semarang.

Purbayanti, E.D., Anwar, S., Widyati, S. & Kusmiyati, F. 2009. Crude Protein and Crude Fibre Benggala (Panicum maximum) and Elephant (Pennisetum purpureum) Grasses on Drought Stress Condition. Animal Production. Jurnal Produksi Ternak, 11 (2): 109-115.

Sirait J., N.D Purwantari dan K. Simanihuruk. 2005. Produksi dan serapan Nitrogen rumput pada naungan dan pemupukan yang berbeda. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner, 10(3): 175-181.

Soepranianondo, K. 2002. Teknologi Manipulasi Nutrisi Isi Rumen Sapi Menjadi Pakan Ternak Ruminansia. Disertasi; Pascasarjana Universitas Airlangga.

31