EFEKTIFITAS PERBANYAKAN KULTUR TUNGGAL CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA (Gigaspora margarita, Acaulospora tuberculata) PADA INANG Pueraria javanica
on
pastura Vol. 7 No. 1 : 1 - 3
p-ISSN 2088-818X e-ISSN 2549-8444
EFEKTIFITAS PERBANYAKAN KULTUR TUNGGAL CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA (Gigaspora margarita, Acaulospora tuberculata)
PADA INANG Pueraria javanica
Prihantoro I, Rachim AF, Karti PDMH
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor Jl. AgatisKampus IPB Dramaga Bogor, Jawa Barat. Kode Post 16680 – Indonesia
Email: iprihantoro@yahoo.com
ABSTRAK
Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) merupakan jenis pupuk hayati yang efektif dalam meningkatkan penyerapan unsur hara makro dan mikro mineral, memperbaiki ketahanan inang dari stress kekeringan, meningkatkan ketahanan inang dari pathogen dan menghasilkan hormon pertumbuhan seperti auksin, sitokinin dan giberelin. Pemanfaatan CMA terkendala dalam perbanyakan kultur CMA berkualitas sebagai sumber starter yang masih tergantung dengan tanaman inang dalam produksinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efektifitas perbanyakan kultur tunggal CMA (Gigaspora margarita dan Acaulospora tuberculata) pada inang Pueraria javanica. Penelitian didesain dengan rancangan acak lengkap (RAL) menggunakan dua jenis spora CMA dalam bentuk tunggal pada inang Pueraria javanica dengan ulangan masing-masing 25. Parameter yang diamati adalah persentase keberhasilan infeksi CMA, jumlah spora dan infeksi akar CMA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbanyakan CMA jenis Acaulospora tuberculata pada inang Pueraria javanica lebih efektif dibandingkan jenis Gigaspora margarita (P<0,05).
Kata kunci: cendawan mikoriza arbuskula (CMA), Gigaspora margarita, Acaulospora tuberculata, starter, Pueraria javanica
PENDAHULUAN
Dominasi peternakan ruminansia di Indonesia diusahakan oleh peternakan rakyat dengan skala kepemilikan yang relatif rendah dan menetapkan sumber pakan utama berupa hijauan pakan ternak. Status populasi ternak ruminansia, khususnya sapi potong cenderung meningkat dalam 5 tahun terakhir. Berdasarkan data Ditjennak (2013), tingkat kenaikan populasi sapi potong sebesar 7,3% di setiap tahunnya. Peningkatan populasi ini menuntut ketersediaan hijauan pakan yang semakin tinggi dengan kontinuitas yang baik.
Penyediaan hijauan pakan oleh peternak bersumber dari padang rumput alam, pinggir jalan, kebun rumput maupun berintegrasi dengan pertanian perkebunan dan kehutanan. Secara umum, ketersediaan hijauan cenderung melimpah pada musim penghujan dan kekurangan di musim kemarau sehingga kontinuitas dan kualitas cenderung fluktuatif. Kondisi ini berkorelasi pada menurunnya produktivitas ternak. Kendala lain yang dihadapi dalam penyediaan hijauan oleh peternak adalah terbatasnya lahan khusus untuk budidaya hijauan pakan dan tingginya alih fungsi lahan yang menyebabkan menyusutnya produksi hijauan pakan. Selain itu, kualitas lahan/kesuburan lahan untuk budidaya hijauan pakan relatif rendah dan kurang subur sehingga produktivitas hijauan yang dihasilkan menjadi rendah dibawah potensi
genetik dari potensi hijauan makanan ternak (HMT) tersebut.
Upaya meningkatkan produktivitas lahan dalam menghasilkan HMT, menuntut teknologi pengolahan lahan yang baik dan suplementasi pupuk hayati agar lahan tersebut memiliki tingkat produktivitas yang tinggi. Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) merupakan salah satu mikroorganisme yang bisa digunakan sebagai pupuk hayati untuk membantu meningkatkan produktivitas lahan dan kualitas hijauan. Tanaman yang terinfeksi hifa CMA mampu menyerap unsur hara makro-mikro mineral lebih baik, terutama unsur fosfor (P). CMA berperan juga dalam produksi enzim fosfatase yang dapat melepaskan unsur P yang terikat unsur Al dan Fe pada lahan masam dan Ca pada lahan berkapur sehingga P akan tersedia bagi tanaman (Rungkat, 2009). CMA efektif memperbaiki ketahanan inang dari stress kekeringan dan salinitas, meningkatkan ketahanan inang dari pathogen dan menghasilkan hormon pertumbuhan seperti auksin, sitokinin, dan giberelin (Imas et al., 1989). CMA juga berperan dalam memperbaiki sifat fisik tanah melalui penggemburan. Menurut Wright dan Uphadhyaya (1998), CMA menghasilkan senyawa glikoprotein dan asam organik melalui akar eksternalnya yang berguna untuk mengikat butir-butir tanah menjadi agregat mikro. Kemudian, melalui proses mekanis oleh hifa eksternal, agregat mikro akan membentuk agregat makro yang mudah
diserap tanaman. Bolan (1991) melaporkan bahwa kecepatan masuknya unsur P ke dalam tanaman yang terinfeksi hifa CMA dapat mencapai enam kali lebih cepat dibandingkan dengan yang tidak terinfeksi CMA.
Maksimalisasi penggunaan CMA yang tepat diharapkan mampu meningkatkan produktivitas lahan dan hijauan yang ada di Indonesia. Pemanfaatan CMA terkendala dalam penyediaan kultur CMA berkualitas sebagai starter yang masih tergantung dengan tanaman inang dalam produksinya. Pueraria javanica merupakan salah satu inang yang lazim digunakan sebagai inang dalam perbanyakan kultur CMA dalam bentuk tunggal maupun kultur campuran. Lukiwati dan Supriyanto (1995) menyatakan bahwa tanaman Centrosema pubescens dan Pueraria javanica merupakan tanaman inang yang potensial untuk perbanyakan spora CMA. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efektivitas perbanyakan kultur tunggal CMA (Gigaspora margarita dan Acaulospora tuberculata) pada inang Pueraria javanica.
MATERI DAN METODE
Materi yang digunakan meliputi petri dish disposable, arloji glass, mikroskop, gelas preparat, cover glass, tabung film, timbangan digital, spryer, spidol permanent, label, rak tanaman, lampu, bak plastik, pinset, saringan, dan hand tally counter. Bahan yang digunakan meliputi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) jenis Gigaspora margarita, Acaulospora tuberculata, zeolit, Pueraria javanica, aquades, alkohol 70%, sukrosa 60%, larutan KOH 10%, larutan HCl 2%, larutan kloroks, dan larutan Staining Blue.
Metode penelitian meliputi beberapa tahapan: (1) persiapan media tanam media tanam berupa zeolite yang dibersihkan dengan cara dicuci dikeringkan di bawah sinar matahari. Petri dish disposable disterilisisasi dengan alkohol 70% dan diberi lubang dibagian ujung untuk tumbuhnya tanaman inang. (2) Persiapan tanaman inang diawali dengan penyemaian benih Pueraria javanica. Sebelum disemai, dilakukan scarifikasi dengan larutan kloroks 100% selama 7 menit. Tanaman yang tumbuh hingga umur 7 hari digunakan sebagai inang dalam perbanyakan kultur tunggal CMA. (3) Isolasi CMA tunggal dilakukan dengan metode tuang saring basah (Pacioni, 1992) menggunakan saringan bertingkat (1000 µm, 250 µm, dan 45 µm). Dibawah mikroskop, spora CMA diamati dan dipilih yang kondisinya baik (bulat, utuh, dan segar). Spora tunggal Gigaspora margarita dan Acaulospora tuberculata diinokulasikan pada akar Pueraria javanica. (4) Pemeliharaan tanaman dilakukan selama 3 bulan. Selama pemeliharaan
tanaman disiram sebanyak 2 hari sekali. Akhir minggu pemeliharaan (umur 3 bulan) frekuensi penyiraman dikurangi menjadi 3 hari sekali. Selanjutnya dilakukan pemanenan kultur tunggal mikoriza untuk diukur jumlah spora dan tingkat infeksinya.
Parameter yang diukur dalam penelitian ini meliputi: (1) jumlah tanaman mati, (2) jumlah tanaman terinfeksi, (3) jumlah spora setiap tanaman dan (4) nilai infeksi CMA pada tanaman inang. Penelitian didesain dengan rancangan acak lengkap (RAL) menggunakan dua jenis spora CMA dalam bentuk tunggal pada inang Pueraria javanica dengan ulangan masing- masing 25 tanaman.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Cendawan mikoriza arbuskula (CMA) memiliki kemampuan hidup dengan baik di rizosfer dengan cara berasosiasi mutualisme antara tanaman dan CMA (Nuhamara, 1993) dan mampu bersimbiosis dengan baik pada sebagian besar tanaman. Tanaman Puero (Pueraria javanica) merupakan tanaman yang sering digunakan sebagai inang dalam perbanyakan inoculum CMA (Struble dan Skipper, 1988). Pueraria javanica dapat mengeluarkan akar dari tiap ruas batang stolonnya yang bersinggungan dengan tanah. Perakarannya dalam dan bercabang cabang. Pueraria javanica memiliki ketahanan baik terhadap tanah masam, tanah yang kekurangan kapur dan phosphor, tahan permukaan air tinggi, dapat hidup di tanah tanah yang berat maupun berpasir. Namun, Pueraria javanica tidak tahan terhadap penggembalaan berat atau pemotongan yang dilakukan sedemikian sehingga sisa tanaman hanya tinggal sedikit di atas tanah (Reksohadiprodjo, 1981).
Tingkat kematian tanaman, keberhasilan infeksi CMA, jumlah spora yang berkembang dari kultur tunggal dan persentase infeksi CMA pada inang Pueraria javanica disajikan pada Tabel 1, Tabel 2, Tabel 3, dan Tabel 4.
Tabel 1. Tingkat Kematian Pueraria javanica sebagai Tanaman Inang Kultur Tunggal CMA
Jenis CMA Kematian Tanaman (%)
Tabel 2. Efektivitas Infeksi CMA Kultur Tunggal dalam Menginfeksi Pueraria javanica
Jenis CMA Tanaman Terinfeksi CMA (%)
Tabel 3. Tingkat Produksi Spora Kultur Tunggal CMA pada Pueraria javanica
Jenis CMA |
Rataan Jumlah Spora |
Gigaspora margarita |
2.0 ± 0.0b |
Acaulospora tuberculata |
249.25 ± 174.97a |
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0.05)
Tabel 4. Tingkat Infektivitas CMA pada Pueraria javanica
Jenis CMA |
Rataan Infeksi Akar (%) |
Gigaspora margarita |
ND |
Acaulospora tuberculata |
65.99 ± 13.31 |
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0.05)
Tingkat kematian Pueraria javanica sebagai tanaman inang terhadap kedua jenis CMA (Gigaspora margarita dan Acaulospora tuberculata) relatif sama, yakni sebesar 24-25%. Ini menunjukkan kemampuan tumbuh tanaman terhadap cekaman infeksi relatif baik yakni di atas 75%. Hasil ini selaras dengan penelitian Prihantoro et al. (2015) bahwa CMA isolate Gigaspora margarita dan Acaulospora tuberculata tidak memberikan gangguan kemampuan tumbuh inang Centrosema pubescens dibandingkan isolat CMA Gigaspora margarita.
Berdasarkan jenis CMA, efektivitas kultur tunggal CMA dalam menginfeksi inang Pueraria javanica menunjukkan kemampuan Acaulospora tuberculata yang lebih baik dibandingkan Gigaspora margarita. Hasil ini menunjukkan bahwa Acaulospora tuberculata lebih mudah bersimbiosis dengan inang Pueraria javanica.
Inokulasi Acaulospora tuberculata terhadap jumlah spora CMA yang dihasilkan nyata lebih tinggi dibandingkan dan Gigaspora margarita nyata (P<0,05). Hasil ini menguatkan dugaan bahwa kemampuan adaptasi dan berproduksi dari Acaulospora tuberculata sangat baik pada inang Pueraria javanica dibandingkan CMA jenis Gigaspora margarita.
SIMPULAN
Perbanyakan kultur tunggal CMA jenis Acaulospora tuberculata pada inang Pueraria javanica lebih efektif dibandingkan jenis Gigaspora margarita.
REFERENSI
Bolan NS. 1991. A critical review on the role of mycorrhizal fungi in the uptake of phosphorus by plants. Plant Soil 134: 189-207.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2013. Populasi Ternak 2000-2013. Jakarta (ID): Badan Pusat
Gohl, B. O. 1981. Tropical Feed: Feed Information, Summaries and Nutritive Value. Rome (IT): FAO.
Ibrahim. 1995. Daya adaptasi rumput dan legume asal CIAT (Columbia) dan CSIRO (Australia) di Kalimantan Timur. Dalam Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan 1995. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Imas T, RS Hadioetomo, AW Gunawan, Y Setiadi. 1989. Mikrobiologi Tanah II. Dirjen Dikti.
Lukiwati, D. R. dan Supriyanto. 1995. Performance of three VAM species from India for inoculum production in centro dan puero. International Workshop on Biotechnology and Development Species for Industrial Timber Estates; Juni 27-29. Bogor (ID): LIPI Bogor. hlm 257-265.
Nuhamara, S. T. 1993. Peranan mikoriza untuk reklamasi lahan kritis. Program Pelatihan Biologi dan Bioteknologi Mikoriza. Solo (ID): Universitas Sebelas Maret.
Pacioni, G. 1992. Wet Sieving and Decanting Techniques for the Extraction of Spores of Vesicular-Arbuscular Mycorrhizal Fungi. San Diego (US): Academic Press.
Prihantoro, I., A. F. Rachim, A. T. Aryanto. P. D. M. H. Karti. 2015. Efektifitas Perbanyakan Kultur Tunggal Cendawan Mikoriza Arbuskula (Gigaspora margarita, Glomus etinucatum, Acaulospora tuberculata) pada Inang Centrosema pubescens. Proc: Seminar Nasioanal IV HITPI. Purwokerto, Jawa Tengah 18-20 Oktober 2015.
Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Rungkat, J. A. 2009. Peranan MVA dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Formas 4: 270-276.
Wright, S. F. dan Uphadhyaya, A. 1998. Survey of soils for aggregate stability and glomalin, a glycoprotein produced by hyphae of arbuscular mycorrhizal fungi. Plant Soil 198: 97-10.
PERTUMBUHAN DAN KARAKTERISTIK MORFOLOGI RUMPUT (Ischaemum sp) TANAH ASAL AMBAN DAN KEBAR DENGAN LEVEL DOSIS
PUPUK NPK YANG BERBEDA
Onesimus Yoku, Daniel Yohanis Seseray dan Maria Krey
Fakultas Peternakan Universitas Papua Email: varol.seseray@gmail.com
ABSTRAK
Pakan hijauan merupakan pakan basal ternak ruminansia, sehingga ketersediaannya baik kualitas, kuantitas maupun kontinuitasnya merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan usaha peternakan ternak ruminansia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tanah asal Amban dan Kebar dengan level dosis pupuk NPK terhadap karakteristik morfologi rumput Ischaemum sp, yang meliputi karakteristik daun (panjang daun, lebar daun), dan batang (panjang ruas, diameter batang) serta produktivitas rumput Ischaemum sp yaitu tinggi tanaman, jumlah anakan dan jumlah daun. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial. Faktor pertama adalah asal tanah dengan 2 (dua) taraf dan faktor kedua adalah dosis pupuk NPK dengan 3 (tiga) taraf. Data yang diperoleh diolah menggunakan metode eksperimen dalam rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, apabila berpengaruh signifikan akan diuji lanjut dengan Beda Nyata Jujur (BNJ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian perlakuan tanah asal Amban dan Kebar dengan dosis pupuk 0 NPK, 0,165 NPK dan 0,330 NPK tidak memberikan pengaruh yang signifikan terdahap pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah anakan dan jumlah daun serta karakteristik daun (panjang dan lebar daun), batang (panjang ruas dan diameter batang). Rata-rata pertumbuhan tinggi dan laju pertumbuhan, serta jumlah anakan dan jumlah daun tanaman rumput Ischaemum sp pada tanah Kebar lebih tinggi dibandingkan tanah asal Amban. Karakteristik daun dan batang rumput Ischaemum sp pada 2 MSP hingga 6 MSP ukuran maksimal panjang daun 36,2 cm; lebar daun 1,7; panjang ruas 7,5 cm dan diameter batang 0,3 mm.
Kata kunci: tanah, pupuk, morfologi, karakteristik, rumput Ischaemum sp
PENDAHULUAN
Pakan hijauan merupakan pakan basal ternak ruminansia, sehingga ketersediaannya baik kualitas, kuantitas maupun kontinuitasnya merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan usaha peternakan ternak ruminansia. Hal ini disebabkan hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari hijauan dengan konsumsi perhari sekitar 10 – 15% dari berat badan, sedangkan sisanya adalah konsentrat dan pakan tambahan lainnya (feed supplement) (Sirait et al., 2005). Peluang pengembangan sapi potong di Papua Barat terbuka luas dengan membangun pusat bibit sapi (breeding centre) salah satunya di Kebar yang memiliki luas lahan rumput mencapai 1.500 hektar dengan proyeksi populasi 1.875 ekor (Woran dan Sumpe, 2007). Selain itu lembah Kebarjuga memiliki jenis rumput padangan yang dapat dikembangkan sebagai sumber pakan ternak. Salah satu jenis rumput padangan yang cukup potensial sebagai pakan ternak adalah jenis rumput padangan (Ischaemum sp).
Menurut Sajimin et al. (2001), untuk memperoleh
produksi yang tinggi pada lahan yang tingkat kesuburannya rendah dapat dilakukan dengan penggunaan pupuk organik. Penyediaan unsur hara terutama nitrogen (N), phosphor(P), dan kalium (K) dalam tanah secara optimal bagi tanaman dapat meningkatkan produktivitas tanaman.
Kurangnya informasi mengenai jenis rumput padangan (Ischaemum sp) yang ada di Lembah Kebar dan upaya pengembangan menjadi rumput budidaya, maka perlu dilakukan penelitian mengenai klasifikasi morfologi rumput Ischaemum sp pada media tanam yang berbeda serta pemberian pupuk NPK.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tanah asal Amban dan Kebar dengan level dosis pupuk NPK yang berbeda terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan dan jumlah daun serta karakteristik morfologi rumput Ischaemum sp, yang meliputi karakteristik daun (panjang daun, lebar daun), dan batang (panjang ruas, diameter batang). Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan informasi awal dalam perngembangan rumput Ischaemum sp.
MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kompleks Perumahan Dosen Universitas Papua (UNIPA),
Amban, Manokwari. Sedangkan analisis kimia dan fisik tanah dilakukan di Lab. Tanah, Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian UNIPA, Manokwari. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 (empat) bulan.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, tanah asal Amban dan Kebar, bibit rumput dari lembah Kebar, pupuk NPK, dan air. Sedangkan alat yang digunakanan adalah timbangan digital merk Acis dengan ketelitian 0,01, pacul, sekop, parang, arit, timbangan, gunting stek, mistar/meteran, jangka sorong (caliper), kamera digital, ember, kalkulator, karung, polibag dan alat tulis menulis.
Metode
Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial. Faktor pertama adalah asal tanah dengan 2 (dua) taraf dan faktor kedua adalah dosis pupuk NPK dengan 3 (tiga) taraf. Semua kombinasi perlakuan diulang sebanyak 10 kali.
Perlakuan dua asal tanah yaitu tanah asal Amban (A) dan tanah asal Kebar (K) sebagai faktor pertama dan perlakuan pupuk NPK masing-masing tanpa pupuk (0 NPK); 0,165 g N/pot (0,165 NPK); dan 0,330 g N/pot (0,330 NPK) sebagai faktor kedua. Jadi rancangan percobaannya adalah RAL faktorial 2 ×3 × 10, sehingga jumlah satuan percobaannya adalah 60 satuan percobaan. Notasi atau kode perlakuan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Notasi Perlakuan Asal Tanah dan Pupuk NPK
Faktor Pertama |
Faktor Kedua | ||
0 NPK |
0,165 NPK |
0,330 NPK | |
Amban |
A0 NPK |
A0,165 NPK |
A0,330 NPK |
A01 s/s A10 |
A11 s/d A20 |
A21 s/d A30 | |
Kebar |
K0 NPK |
K0,165 NPK |
K0,330 NPK |
K01 s/s K10 |
K11 s/d K20 |
K21 s/d K30 |
Keterangan:
A01 s/d A10 = Perlakuan tanah Amban dan 0 g NPK, untuk ulangan 1 s/d 10
K01 s/d K10 = Perlakuan tanah Kebar dan 0 g NPK, untuk ulangan 1 s/d 10
A11 s/d A20 = Perlakuan tanah Amban dan 0,165 g NPK, untuk ulangan 1 s/d 10
K11 s/d K20 = Perlakuan tanah Kebar dan 0,165 g NPK, untuk ulangan 1 s/d 10
A21 s/d A30 = Perlakuan tanah Amban dan 0,330 g NPK, untuk ulangan 1 s/d 10
K21 s/d K30 = Perlakuan tanah Kebar dan 0,330 g NPK, untuk ulangan 1 s/d 10
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian akan dilakukan dalam beberapa tahap
yaitu:
-
a) Tahap Pengambilan Tanah dan Bibit Rumput;
Tanah yang digunakan untuk penelitian ini
berasal dari 2 (dua) lokasi yaitu tanah berasal dari Kampung Jandurau, Distrik Kebar dan tanah berasal dari Kebun Percobaan Manggoapi -Amban milik Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian Univarsitas Papua (Fapertek-Unipa). Contoh tanah penelitian dikering anginkan selama kurang lebih 1 minggu, kemudian ditimbang sebanyak 1 kg untuk keperluan analisis tanah, yang meliputi pH tanah, kadar bahan organik (BO), dan tekstur tanah. Bibit rumput yang digunakan adalah rumput Ischaemum sp yang berupa sobekan akar (pols) diperoleh dari areal padang penggembalaan alam kampung Jandurau, Distrik Kebar.
-
b) Tahap Pengolahan Tanah dan Penyiapan Polibag/Pot; Sebelum dilakukan penanaman rumput Iscahaemum sp dalam polibag/pot percobaan, untuk menjamin agar tanaman dapat tumbuh dengan baik maka terlebih dahulu tanah dibersihkan dari sisa tanaman dan akar, serta kotoran. Selanjunya diayak dan dimasukkan dalam polibag sebanyak 1 kg tanah kering. Polibag yang digunakan adalah sebanyak 60 (enam puluh) buah yang berukuran panjang 20 cm dan lebar 9 cm. Jumlah masing-masing percobaan 30 polibag untuk tanah asal Kebar dan 30 polibag untuk tanah asal Amban. Setiap polibag berisi 3 batang pols/bibit rumput. Jumlah pols yang dibutuhkan menurut perlakuan asal tanah dan pupuk NPK adalah 60 pols (180 batang).
-
c) Tahap Penanaman Bibit, Pemupukan dan Penyiraman; Rumput Ischaemum sp yang diambil dari Kebar dibiarkan selama 1 (satu) hari, kemudian penanaman dilakukan. Pols rumput terlebih dahulu dipangkas dan dibersihkan dari tumbuhan pengganggu. Dicabut dengan hati-hati dengan tanah disekitar akar dipertahankan untuk menjamin pertumbuhan rumput. Dipilih 3 batang yang relatif sama sebagai bahan penanaman (pols). Penanaman rumput Ischaemum sp masing-masing 30 pols untuk tanah asal Amban, dan 30 pols lainnya untuk tanah asal Kebar. Pupuk NPK diberikan dengan cara di tugal pada 2 (dua) sisi tanaman dengan kedalaman sekitar 2 - 3 cm. Pemupukan dilakukan sekitar 4 (empat) minggu, setelah pemangkasan untuk menyeragamkan pertumbuhan rumput. Penyiraman dilakukan secara rutin dengan memperhatikan keadaan tanah dan kondisi pertumbuhan tanaman.
-
d) Tahap Adaptasi; Setiap batang disemaikan terlebih dahulu dalam polibag/pot kapasitas 1 (satu) kg, setelah tanaman tumbuh pada umur sekitar empat minggu dilakukan pemotongan
atau pemangkasan rumput tersebut untuk memulai penelitian (masa adaptasi).
-
e) Tahap Perlakuan Pupuk; Pupuk yang digunakan pada penelitian ini adalah pupuk NPK (15N: 15P: 15K) berbentuk pelet atau butiran dan berwarna hijau kebiruan yang berasal dari Toko Pupuk Pertanian di Wosi Manokwari. Pupuk N, P dan K mengandung 15% N, 15% P, dan 15% K. Dosis anjuran yang digunakan adalah 100 kg N/50 kg P/50 kg K per ha, sehingga pada penelitian ini digunakan 2 (dua) standar pupuk N yaitu dosis 100 kg N dan 50 kg N per ha.
-
f) Tahap Pengamatan; Untuk pengamatan dilakukan melalui pengukuran tinggi tanaman yang dilakukan setiap minggu. Perhitungan waktu pengukuran dimulai sejak terbentuknya daun secara lengkap (terdapat lembaran daun dan pelepah daun), selanjutnya dilakukan pengukuran setiap minggu. Pemanenan tanaman dilakukan saat rumput Ischaemum sp sudah berbunga sekitar 10% dari populasi tanamanp ada pot percobaan yang mendapat perlakuan yang sama. Tanaman sesuai perlakuan dalam setiap pot dipangkas sekitar 5 cm dari permukaan tanah dalam pot, selanjutnya dilakukan pengukuran panjang daun, lebar daun, panjang ruas, dan diameter ruas.
Variabel Penelitian
Variabel yang diamati pada penelitian tahap pertama tentang karakteristik dan morfologi rumput Ischaemum sp, masing-masing:
-
a) Tinggi Tanaman (cm); Pengukuran tinggi tanaman dilakukan mulai dari permukaan tanah hingga pucuk daun terpanjang/tertinggi pada setiap pot percobaan setiap minggu.
-
b) Jumlah Anakan (Tanaman); Yang dimaksud dengan anakan dalam penelitian ini adalah tanaman baru yang tumbuh/keluar ke atas permukaan tanah pada setiap pot percobaan setiap minggu.
-
c) Jumlah Daun; Sedangkan jumlah daun dihitung hanya daun lengkap yang masih hijauan pada setiap pot percobaan setiap minggu.
-
d) Panjang Daun (cm); Panjang daun terpanjang, diukur mulai pangkal daun hingga ujung daun.
-
e) Lebar Daun (cm); Lebar daun diukur pada daun terpanjang tepat pada bagian tengah.
-
f) Panjang Ruas (cm); Panjang antara buku pertama dengan buku berikutnya. Bila lebih dari 1 ruas, yang digunakan adalah ruas terpanjang.
-
g) Diameter Ruas; Diameter ruas diukur pada pertengahan antara buku pertama dengan buku berikutnya.
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis varians (Anova) dari rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan 2 perlakuan asal tanah sebagai faktor pertama dan 3 macam dosis pupuk NP K sebagai faktor kedua, dengan 10 ulangan (RAL 2 × 3 × 10). Perlakuan yang berpengaruh signifikan dilakukan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) menurut Hanafiah (1990).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan rumput Ischaemum sp secara umum cukup baik. Hal ini ditunjang dengan kondisi iklim selama penelitian berlangsung. Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah Amban memiliki kriteria pH netral (6,89%), kriteria carbon organik (C-organik) sangat rendah (0,517%), persentase bahan organik (BO) 0,891%, tekstur tanah lempung liat berpasir, sedangkan tanah Kebar kriteria pH masam (4,55%), kriteria C-Org sangat rendah (0,651%), persentase BO 1,122%, tekstur tanah lempung liat berpasir.
Tinggi Tanaman
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh level dosis pupuk NPK pada tanah asal Amban dan Kebar, mulai minggu ke-2 setelah pemupukan hingga minggu ke-6 tanaman rumput Ischaemum sp mengalami pertumbuhan yang linier. Hasil analisis varians terlihat bahwa pengaruh dosis pupuk NPK dengan berbagai level pada tanah asal Amban dan Kebar terhadap tinggi tanaman rumput Ischaemum sp dari 2 MSP hingga 6 MSP tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05), hal ini berarti bahwa pertumbuhan tinggi tanaman, baik yang diberikan pupuk 0,165 NPK dan 0,330 NPK serta yang tidak diberikan pupuk (0NPK) mempunyai tingkat pertumbuhan yang relatif sama.
Secara lengkap pertumbuhan ditinjau dari rata-rata tinggi tanaman dan selisih pertambahan tinggi tanaman sebagai indikator laju pertumbuhan tanaman rumput Ischaemum sp disajikan pada Gambar 1.
Pada gambar diatas tampak bahwa rata-rata tinggi tanaman setiap minggu setelah pemupukan pada tanah asal Amban dan Kebar relatif sama pada level dosis 0 NPK (kontrol), 0,165 NPK dan 0,330 NPK. Pada umur 6 minggu tinggi tanaman dapat mencapai 48,20 cm (0,330 NPK) dan 46,90 cm (0,165 NPK) pada tanah asal Kebar. Rata-rata tinggi tanaman hasil penelitian ini masih lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Muhakka et al. (2011), tentang respon pertumbuhan rumput rawa (Ischaemum rugosum) dengan pemberian sulfur di lahan kering diperoleh hasil rata-rata tinggi tanaman rumput rawa defoliasi umur 40 hari sebanyak 2 periode pada

Tanaman Rumput Ischaemum sp

Gambar 1. Grafik Rata-rata Tinggi dan Selisih Pertambahan Tinggi Gambar 2.

1 0NPK |
24,00 |
24,00 |
24,00 |
21,00 |
23,00 |
0 |
18,00 |
18,00 |
21,00 |
22,00 |
22,00 |
0,165NPK |
23,00 |
25,00 |
27,00 |
25,00 |
23,00 |
0 |
21,00 |
23,00 |
23,00 |
26,00 |
36,00 |
0,330NPK |
22,00 |
22,00 |
23,00 |
24,00 |
21,00 |
0 |
20,00 |
20,00 |
20,00 |
25,00 |
26,00 |
Waktu Pengamatan Perminggu
Gambar 3. Grafik Rataan Jumlah Anakan
beberapa dosis sulfur (S) berbeda yaitu mencapai 153 cm pada perlakuan kontrol (tanpa sulfur), 127,17 cm (30 kg S/ha), 155,00 cm (70 kg S/ha) dan 128,33 cm (150 kg S/ha). Sedangkan laju pertumbuhan rumput Ischaemum sp pada tanah asal Amban lebih rendah dibanding tanah asal Kebar. Hal ini diduga karena pols yang digunakan berasal dari dataran Kebar, sehinga memiliki daya adaptasi yang lebih cepat dibanding tanah asal Amban. Hal ini juga tampak pada selisih pertambahan tinggi tanaman 2-3MSP pada tanah Amban perlakuan 0 NPK (kontrol) dan 0,165 NPK baru mencapai pertumbuhan tertinggi pada 3-4MSP, sedangkan perlakuan 0,330 NPK pada minggu ke 2-3MSP hal ini diduga karena level pupuk NPK yang lebih tinggi sehingga merangsang pertumbuhan lebih cepat. Sebaliknya pada tanah asal Kebar semua perlakuan level dosis pupuk NPK mencapai pertumbuhan maksimal pada selisih 2-3MSP, namun pada selisih 4-5MSP terjadi sedikit
peningkatan tinggi tanaman pada perlakuan 0 NPK (kontrol) dan 0,165 NPK, serta perlakuan 0,330 NPK pada 5-6MSP.
Jumlah Anakan
Rata-rata jumlah anakan dari 2 minggu setelah pupuk (MSP) hingga 6 minggu setelah pupuk pada tanah asal Amban dan Kebar dengan perlakuan level dosis pupuk NPK yang berbeda disajikan pada Gambar 3.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian perlakuan pupuk NPK berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap jumlah anakan masing-masing perlakuan. Bosawer (2004), menyatakan bahwa kandungan N dalam tanah tergolong sedang, sehingga pupuk urea yang diberikan dalam penelitian ini tidak memberikan pengaruh yang nyata. Pada Gambar 3 diketahui bahwa rataan jumlah anakan pada 6 MSP pada tanah asal Kebar mengalami

0NPK |
27,00 |
57,00 |
66,00 |
67,00 |
71,00 |
0 |
22,00 |
51,00 |
55,00 |
66,00 |
85,00 |
0,165NPK |
37,00 |
75,00 |
89,00 |
69,00 |
81,00 |
0 |
28,00 |
57,00 |
68,00 |
76,00 |
103,00 |
0,330NPK |
30,00 |
59,00 |
72,00 |
67,00 |
78,00 |
0 |
25,00 |
55,00 |
57,00 |
57,00 |
95,00 |
Waktu Pengamatan Perminggu
Gambar 4. Grafik Rata-rata Jumlah Daun (Helai)
peningkatan yaitu pada perlakuan dosis pupuk 0,165 NPK sebesar 36,00 anakan, sedangkan pada tanah asal Amban mengalami peningkatan pada 4 MSP yaitu pada perlakuan dosis pupuk 0,165 NPK sebesar 27,00 anakan. Hal ini diduga karena pols yang digunakan berasal dari dataran Kebar, sehinga memiliki daya adaptasi yang lebih cepat dibanding tanah asal Amban. Menurut Muhakka et al. (2011), tentang respon pertumbuhan rumput rawa (Ischaemum rugosum) dengan pemberian sulfur di lahan kering diperoleh hasil rata-rata jumlah anakan (per rumpun) tanaman rumput rawa pada defoliasi umur 40 hari sebanyak 2 periode pada beberapa dosis sulfur (S) berbeda yaitu 13,00 pada perlakuan kontrol (tanpa sulfur), 12,33 cm (30 kg S/ha), 8,33 cm (70 kg S/ha) dan 14,00 cm (150 kg S/ha).
Jumlah Daun
Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata jumlah daundari 2 minggu setelah pupuk (MSP) hingga 6 minggu setelah pupuk pada tanah asal Amban dan Kebar dengan perlakuan level dosis pupuk NPK yang berbeda disajikan pada Gambar 4. Pada gambar 4 diketahui bahwa rataan jumlah daun pada 6 MSP pada tanah asal Kebar mengalami peningkatan yaitu pada perlakuan dosis pupuk 0,165 NPK sebesar 103,00 helai, sedangkan pada tanah asal Amban mengalami peningkatan pada 4 MSP yaitu pada perlakuan dosis pupuk 0,165 NPK sebesar 89,00 helai. Hal ini diduga karena pols yang digunakan berasal dari dataran Kebar, sehinga memiliki daya adaptasi yang lebih cepat dibanding tanah asal Amban. Menurut Muhakka, et al (2011), tentang
respon pertumbuhan rumput rawa (Ischaemum rugosum) dengan pemberian sulfur di lahan kering diperoleh hasil rata-rata jumlah anakan (per rumpun) tanaman rumput rawa pada defoliasi umur 40 hari sebanyak 2 periode pada beberapa dosis sulfur (S) berbeda yaitu 13,00 pada perlakuan kontrol (tanpa sulfur), 12,33 cm (30 kg S/ha), 8,33 cm (70 kg S/ ha) dan 14,00 cm (150 kg S/ha).
Panjang dan Lebar Daun
Pengukuran panjang daun dilalukan saat panen 6 MSP. Rata-rata panjang daun pada 2 MSP hingga 6 MSP mempunyai kisaran tertinggi pada tanah Kebar yaitu pada perlakuan dosis pupuk 0 NPK sebesar 269,00 cm dan pada dosis pupuk 0,330 NPK sebesar 268,50 cm, sedangkan pada tanah Amban memiliki rataan panjang daun pada perlakuan dosis pupuk 0,165 NPK sebesar 234,00 cm. Rata-rata lebar daun pada 2 MSP hingga 6 MSP mempunyai kisaran tertinggi pada perlakuan dosis pupuk 0 NPK pada tanah asal Kebar yaitu sebesar 15,90 cm dan pada tanah Amban memiliki lebar daun pada dosis pupuk 0,165 NPK sebesar 13,80 cm. Hasil analisis ragam perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap panjang dan lebar daun. Panjang daun pada perlakuan dosis pupuk 0,165 NPK dalam penelitian ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian Anwar dan Kushartono (2000), dimana jumlah panjang daun sebesar 101,99 cm.
Panjang Ruas
Pengukuran panjang dan diameter batang dilakukan saat panen pertama. panjang ruas sesuai
perlakuan dosis pupuk pada tanah asal Amban dan Tanah Kebar pada minggu keenam memiliki perbedaan. Pada minggu keenan antara perlakuan dosis pupuk 0,330 NPK pada tanah Kebar mengalami peningkatan sebesar 30,10 cm, sedangkan pada perlakuan dosis pupuk 0 NPK pada tanah asal Amban sebesar 15,60 cm. Hal ini diduga karena pols yang digunakan berasal dari dataran Kebar, sehinga memiliki daya adaptasi yang lebih cepat dibanding tanah asal Amban. Hasil analisis ragam perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0,05), terhadap panjang ruas. Hal ini disebabkan oleh umur hijauan yang semakin menua menyebabkan peningkatan kandungan serat kasar sementara kandungan air, protein, karbohidrat menurun sehingga ukuran diameter batang menjadi lebih kecil (Holmes, 1980). Siregar (1981) menyatakan bahwa produktivitas pada tanaman tropik apabila diberikan pemupukan N maka hasilnya akan meningkat namun apabila berlebihan akan menurunkan produksi.
Diameter Batang
Pengukuran diameter batang dilakukan saat panen minggu ke 6. Hasil analisis ragam perlakuan asal tanah dan dosis pupuk NPK tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap diameter batang. Gambar 8 menunjukkan bahwa rata-rata diameter batang sesuai perlakuan dosis pupuk NPK pada tanah asal Amban dan tanah Kebar pada minggu keenam memiliki perbedaan. Rata-rata diameter batang minggu keenan antara perlakuan dosis pupuk 0,165 NPK pada tanah Kebar mengalami peningkatan sebesar 2,75 cm, sedangkan tanah asal Amban pada perlakuan dosis pupuk 0,165 NPK sebesar 2,45 cm Menurut Siregar, 1981, bahwa produktifitas pada tanaman tropik apabila diberikan pemupukan N maka hasilnya akan meningkat namun apabila berlebihan akan menurunkan produksi.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa:
-
1. Pemberian perlakuan tanah asal Amban dan Kebar dengan dosisi pupuk 0 NPK, 0,165 NPK, dan 0,330 NPK tidak memberikan pengaruh yang signifikan terdahap pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah anakan dan jumlah daun serta karakteristik daun (panjang dan lebar daun), batang (panjang ruas dan diameter batang).
-
2. Rata-rata pertumbuhan tinggi dan laju pertumbuhan, serta jumlah anakan dan jumlah daun tanaman rumput Ischaemum sp pada tanah Kebar lebih tinggi dibandingkan tanah asal Amban.
-
3. Karakteristik daun dan batang rumput Ischaemum sp pada 2MSP hingga 6MSP ukuran maksimal panjang daun 36,2 cm, lebar daun 1,7, panjang ruas 7,5 cm dan diameter batang 0,3 mm.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, M. dan B. Kushartono. 2000. Pengaruh Perbedaan Penggunaan Pupuk terhadap Produksi Rumput Raja (Pennisetum purpureophoides) di Lapangan Percobaan Ciawi. Prosiding Temu Teknis Fungsional Non Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Bogor. 10 (4): 224-229.
Bosawer, A. L. 2004. Pengaruh Dosis Pupuk NPK terhadap pertumbuhan dan produksi Rumput Irian (Sorgum sp) pada Defoliasi Pertama. Skripsi Sarjana Peternakan. Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Papua, Manokwari (tidak diterbitkan).
Hanafiah, K. A. 1990. Perancangan Percobaan (Experimental Design) Teori dan Aplikasi. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Palembang.
Holmes, W. 1980. Grass Its Production and Utilization. Blackwell Scientific Publications. Austlaia.
Muhakka, H., Muchlison, A. Indra, M., Ali dan G. Muslim. 2011. Respon Pertumbuhan Rumput Rawa (Ischaemum rugosum) Dengan Pemberian Sulfur Di Lahan Kering. Makalah Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor.
Sajimin, I. P. Kompiang, Supriyati dan Suratmini. 2001. Penggunaan Biofertilizer untuk Peningkatan Produkstifitas Hijauan Pakan Rumput Gajah (Pennisetum purpureum cv Afrika) pada Lahan Marjinal di Subang Jawa Barat. Media Peternakan.
Sirait, J., N. D. Purwantari dan K. Simanihuruk. 2005. Produksi dan Serapan Nitrogen Rumput dan Naungan dan pemupukan yang Berbeda. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner.
Siregar, H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Sastra Hudaya. Jakarta.
9
Discussion and feedback