pastura Vol. 5 No. 2 : 109 - 113

ISSN : 2088-818X

MEMANFAATKAN KETERSEDIAAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (HPT)

DALAM BERBAGAI KOMPOSISI PAKAN UNTUK MENJAGA PRODUKTIVITAS SAPI BALI (STUDI KASUS DI DESA BELANGA, BANGLI)

Nyoman Suyasa, Ni Luh Gede Budiari., dan I. A. P. Parwati

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali Email: [email protected]

ABSTRAK

Pembangunan peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan terutama protein hewani yang semakin meningkat. Pembangunan pertanian saat ini telah berubah dari dominan penyediaan karbohidrat menjadi berimbang ke arah penyediaan protein hewani. Hal ini juga terkait dengan meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat di Indonesia. Ternak sapi adalah salah satu penyedia protein hewani terbesar dan merupakan ternak ruminansia yang mengkonsumsi hijauan berupa rumput, leguminosa dan juga daun-daunan dari pohon. Hijauan pakan yang tersedia di lapangan juga sangat tergantung dengan musim. Kajian ini dilakukan di desa Belanga Kecamatan Susut Bangli, menggunakan 13 jenis hijauan pakan ternak yang ada di lokasi. Penyusunan ransum didasarkan pada kombinasi ketersediaan sumber pakan yang didasarkan pada kebutuhan nutrisi ternak agar produktivitas tetap terjaga. Kombinasi komposisi hijauan pakan ternak lokal pada bulan Nopember sampai April kandungan TDN dan proteinnya mencapai 57,03% dan 12,68%, sedangkan pada bulan Mei sampai Oktober TDN dan proteinnya mencapai 57,03% dan 12,67%.

Kata kunci: Ketersediaan pakan, komposisi pakan, dan produktivitas sapi bali

ABSTRACT

USING THE AVAILABILITY FORAGE IN VARIOUS FEED COMPOSITION FOR KEEPING BALI CATTLE PRODUCTIVITY

(CASE STUDY IN THE BELANGA VILLAGE, BANGLI)

Livestock development is part of the development of the agricultural sector which has strategic value in meeting the food, especially animal protein is increasing. Agricultural development today has changed from a predominantly supply of carbohydrate to impartial toward providing animal protein. It is also associated with increased per capita income of the people in Indonesia. Cattle is one of the largest providers of animal protein and are ruminants that consume forage such as grass, legume and also leaves from trees. Forage available in the field also depends on the season. The study was conducted in the village of Belanga, Susut, Bangli District, using 13 types of forage in the location. Preparation of rations based on a combination of food resource availability based on the nutritional needs of cattle so that productivity is maintained. The combination of local forage composition from November to April TDN and protein content reached 57.03% and 12.68%, while in May to October TDN and protein reached 57.03% and 12.67%.

Key words: forages availability, forage composition, and bali cattle produktivity

PENDAHULUAN

Pembangunan peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang semakin meningkat, sebagai konsekuensi atas pertambahan jumlah penduduk Indonesia. Perkembangan pola konsumsi menyebabkan arah kebijakan pembangunan sektor pertanian berubah. Pada awal kemerdekaan pembangunan pertanian lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat,

ketika pendapatan per kapita rakyat Indonesia kian meningkat, kebijakan mulai bergeser untuk memenuhi kebutuhan protein (Soeprapto, 2006).

Konsumsi produk peternakan berupa daging, susu dan telur diyakini akan terus meningkat sebagai konsekuensi peningkatan jumlah penduduk, pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kebutuhan gizi, meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (Anonimous, 2002). Namun hal ini menjadi permasalahan tersendiri bagi Bali, karena produksi daging sapi dalam

kurun waktu lima tahun terakhir terus mengalami penurunan dari 8.080,92 ton untuk tahun 2011 menjadi hanya 5.460,81 ton pada akhir tahun 2015 (Disnakkeswan, 2015). Terjadi penurunan produksi daging sapi mencapai 47,98%, cukup tinggi hanya dalam waktu 5 tahun. Demikian pula halnya dengan jumlah pemotongan ternak sapi, terjadi penurunan yang cukup signifikan dalam kurun waktu 5 tahun yaitu dari 47.647 ekor untuk tahun 2011 menjadi hanya 36.535 ekor tahun 2015, penurunan jumlah pemotongan ternak mencapai 31,07% (Disnakkeswan, 2015). Dalam periode tahun 2000-2006, jumlah produksi daging dalam negeri mencapai rata-rata 1.793.698 ton/tahun dan 20,5% dari produksi tersebut adalah daging sapi (Siregar, 2008). Pemerintah dalam hal ini telah pula mengantisipasi dengan mencanangkan Program Percepatan Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK). Menurut Kusumo et al. (2010), mewujudkan swasembada daging sapi dan kerbau merupakan salah satu program utama Kementerian Pertanian saat ini. Pemerintah berharap hal tersebut dapat dicapai pada tahun 2014. Hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa impor daging sapi bakalan cenderung terus meningkat dalam dua dasawarsa terakhir ini (Deptan, 2010).

Disisi lain Gubernur Bali mengharapkan Bali ke depan bisa mensuplai daging untuk memenuhi kebutuhan protein hewani Indonesia, sehingga sektor pertanian perlu digalakkan (Bali Post, 2008).

Desa Belanga adalah desa yang sangat potensial untuk pengembangan ternak sapi karena memiliki lahan yang luas yang banyak ditanami dengan rumput dan leguminosa. Permasalahan yang sering dihadapi peternak, rendahnya produktivitas ternak karena usaha peternakan yang diusahakan masih bersifat tradisional, pemberian pakan pada ternak masih seadanya hanya memberikan hijauan secara keseluruhan sehingga tidak mampu memberikan pertumbuhan yang maksimal. Guntoro (2002), mengatakan bahwa pemeliharaan sapi penggemukan dengan pola tradisional, yaitu pakan hanya terdiri dari rumput dan kadang-kadang ditambah ketela atau hijauan lain, hanya mampu memberikan peningkatan berat badan 0,2-0,3 kg/ekor/hari. Lebih lanjut dijelaskan bahwa produktivitas yang rendah pada sapi Bali disebabkan oleh pemeliharaan dan manajemen yang kurang terarah, di mana petani belum memperhatikan mutu pakan, umur jual, tata cara pemeliharaan, kandang dan pencegahan penyakit. Menurut Mastika et al. (2003), dalam Mastika et al. (2013) permasalahan utama di dalam pengembangan usaha ternak umumnya dan ruminansia khususnya adalah keterbatasan bahan pakan ternak yang tidak mencukupi baik kualitas maupun kuantitas. Kusmiyati et al. (2013), juga menambahkan bahwa peningkatan

produktivitas ternak membutuhkan kecukupan pakan, salah satunya berasal dari tanaman pakan, baik rumput maupun legum. Hijauan merupakan pakan utama ternak ruminansia yang mengandung nutrien seperti energi, protein, lemak, serat, vitamin dan mineral. Secara umum kualitas hijauan di daerah tropis lebih rendah daripada di daerah sub tropis karena kandungan nitrogen (N) rendah dan kandungan serat kasar tinggi (Sumarsono et al., 2009).

Walaupun secara ilmiah petani tidak tahu komposisi kimia, nutrisi bahan pakan tersebut namun penerapan kebiasaan ini telah diperoleh secara turun temurun (Mastika et al. 2013). Untuk mengantisipasi hal tersebut, Nitis (2001) mencoba mengembangkan pemikiran berupa konsep penyediaan pakan ternak sapi berkualitas secara berkesinambungan dari musim hujan ke musim kemarau dan kembali pada musim hujan. Konsep ini dikenal dengan Sistem Tiga Strata (STS).

Di desa Belanga banyak dijumpai jenis-jenis hijauan pakan ternak yang dimanfaatkan petani untuk pakan sapi penggemukan, sehingga perlu dikaji komposisi pakan sesuai dengan daya dukung dan ketersediaan pakan yang ada. Komposisi pakan ini diharapkan mampu mengoptimalkan ketersediaan pakan yang ada tanpa mengurangi nilai gizi dari pakan yang diberikan sehingga mampu menjaga peroduktivitas ternak khususnya sapi Bali.

MATERI DAN METODE

Percobaan ini dilakukan di Desa Belanga Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Sampel pakan yang digunakan adalah tiga belas jenis hijauan pakan setempat. (Tabel 1). Masing-masing bahan pakan dipotong keci-kecil lalu dijemur sampai kering, selanjutnya dioven dan digiling menjadi tepung. Untuk mengetahui kandungan gizi dari bahan tersebut dilakukan analisis laboratorium.

Ransum disusun berdasarkan metode rancang coba, adalah metode dengan cara mencoba-coba merancang penyusunan ransum, yakni berdasarkan kandungan zat-zat makanan ransum yang mendekati kebutuhan zat-zat makanan ternak yang bersangkutan, menggunakan analisis excel. Apabila setelah dihitung ternyata masih belum tepat, komposisi ransum bahan pakan tersebut diubah kembali dengan logika kira-kira, yakni mana yang harus ditambah dan mana yang harus dikurangi sampai kandungan zat-zat makanan mendekati kebutuhan (Santosa, 2008). Standar kebutuhan zat-zat makanan untuk sapi penggemukan mengacu pada standar Tillman et al. (1991).

Tabel 1. Kandungan Gizi Beberapa Jenis Pakan di Desa Belanga.

Bahan Pakan

Kandungan bahan (%)

GE (kkal/kg)

TDN (%)

CP

SK

Lemak

Abu

Ca

P

Dadem

15,65

18,04

1,82

14,4

2,19

0,63

3320

57,2

Ubi jalar

18,74

22,12

2,39

13,69

0,94

0,47

3125

53,9

Labu Siam

13,61

16,73

0,84

8,84

0,36

0,34

3241

55,7

Pohon Talas

8,51

13,08

1,91

11,34

0,72

0,46

3426

59,1

Rumput lapangan

11,39

28,78

1,18

14,39

0,55

0,19

3346

57,7

Daun Gamal

21,45

22,23

2,35

9,57

1,70

0,18

3853

66,4

Kaliandra

27,47

18,5

1,42

7,91

0,97

0,27

3789

65,3

Dapdap

26,54

6,4

1,72

9,85

1,00

0,41

3853

66,4

Limbah Kopi

9,94

18,74

1,97

11,28

0,60

0,20

3306

50,6

Limbah Kopi fermentasi

17,81

13,05

1,06

22,55

0,76

0,62

3938

56,9

Rumput Meksiko

8,00

30,00

1,14

17,72

0,48

0,35

3231

55,7

Rumput Gajah

11,72

27,68

1,31

16,28

0,45

0,41

3186

54,9

Rumput Raja

10,92

31,05

1,11

13,75

0,30

0,22

3323

57,3

Contoh dari beberapa hijauan makanan ternak yang tumbuh di Desa Belanga


HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk menjaga produktivitas ternak di suatu wilayah perlu didukung data-data ketersediaan pakan ternak yang ada di sekitarnya. Apalagi menurut Mastika et al. (2013), permasalahan utama di dalam pengembangan usaha ternak umumnya dan ternak ruminansia khususnya adalah keterbatasan bahan pakan ternak yang tidak mencukupi baik kualitas maupun kuantitas. Namun pemeliharaan ternak biasanya akan terkait juga dengan ketersediaan pakan, namun cara pemberian yang biasanya seadanya tergantung jenis pakan mana yang mudah diperoleh tanpa memperhatikan nilai nutrisi yang dikandung yang dibutuhkan oleh ternak. Kandungan nutrisi pakan ternak penting untuk menjaga produktivitas ternak.

Penyusun komposisi pakan untuk sapi pengge-mukkan di Desa Belanga perlu mempertimbangkan kandungan zat-zat gizi yang dibutuhkan sapi, pertambahan bobot badan yang ingin dicapai dan jumlah zat-zat gizi yang dibutuhkan untuk mencapai pertambahan bobot badan tersebut. Selanjutnya ditentukan

jenis bahan yang dipergunakan, diusahakan semua bahan yang tersedia. Analisis ke-13 jenis pakan ternak dilakukan oleh Puslitbangnak dan hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 1.

Analisis bahan pakan ternak dibutuhkan untuk menentukan komposisi pakan yang akan diberikan sehingga memenuhi baik secara kuantitas maupun kualitas agar produktivitas tetap terjaga.

Beberapa jenis pakan ternak yang ada di lapangan di desa Belanga dianalisis kandungan gizinya untuk mengetahui jenis pakan yang berkualitas dan kurang berkualitas. Kandungan gizi ini dibutuhkan untuk penyusunan kombinasi hijauan yang memenuhi syarat untuk menjaga produktivitas ternak (sapi). Adapun beberapa jenis pakan ternak yang ada di sekitar desa Belanga yang sering diberikan pada ternak baik pada saat musim hujan maupun kemarau adalah: rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput Benggala/ Meksiko (Panicum maximum), daun dadem (Ficus fistilosa), daun gamal (Gliricidia sepium), daun dadap (Erythirna subumbrans), labu siam (Sechium edule), kaliandra (Calliandra calothyrsus), dan lainnya.

Tabel 2. Keterkaitan musim dengan ketersediaan pakan ternak sapi di Desa Belanga

Bulan

No           Uraian

Apr Mei Juni     Juli Agts Sept Okt Nop Des Jan     Feb Maret

  • 1    Musim hujan

  • 2    Ketersediaan pakan sapi

  • a.    Rumput lapangan

  • b.    Rumput Gajah

  • c.    Rumput raja

  • d.    rumput Meksiko

  • e.    Kaliandra

****        ****        **         **                                         **        ****       ******      ******      ******

  • f.    Dadap

  • g.    Dadem

  • h.    Labu siam

i. Limbah kulit kopi

*       **     ***     **

Catatan :

- Tanaman kaliandra di musim hujan terserang ulat

- Pada musim hujan ternak sapi tidak selera dengan hijauan dapdap

- Labu siam saat musim labu diberikan sampai 10 kg per ekor per hari

- Pakan tambahan berupa campuran hijauan seperti daun talas dan umbi-umbian seperti umbi ketela rambat direbus diberikan setiap hari.

* ketersediaan pakan (jumlah)

Hasil analisis ke-13 jenis bahan pakan yang dipergunakan adalah hijauan pakan ternak yang ketersediaannya paling banyak dan tersedia sepanjang tahun yang sangat dipengaruhi oleh musim (Tabel 2). Pada musim hujan jumlah pakan akan melimpah sedangkan pada musim kemarau peternak akan kesulitan mendapatkan pakan.

Berdasarkan ketersediaan pakan yang banyak tumbuh di Desa Belanga dapat disusun komposisi pakan sapi penggemukan pada bulan Nopember - April dan bulan Mei - Oktober, yang bobot badannya 250 kg dan pertambahan bobot badan yang diharapkan sebesar 0,30-0,60 kg/ekor/hari. Standar kebutuhan zat-zat makanan (Tabel 3 dan 4) mengacu pada standard Tillman et al. (1991) .

Tabel 3. Komposisi Pakan Sapi Penggemukkan Pada Bulan Nopember – April berdasarkan kebutuhan ternak

No

Bahan (%)

TDN (%)

Kandungan Nutrien (%)

Jenis

Komposisi

CP

Ca

P

1

Dadem

10%

5.72

1.57

0.22

0.06

2

Labu siam

5%

2.79

0.68

0.02

0.02

3

Rumput lapangan

5%

2.89

0.57

0.03

0.01

4

Kaliandra

10%

6.53

2.75

0.10

0.03

5

Rumput Meksiko

25%

13.93

2.00

0.12

0.09

6

Rumput gajah

25%

13.73

2.93

0.00

0.10

7

Rumput raja

20%

11.46

2.18

0.06

0.04

Total

100%

57,03

12,68

0,54

0,35

Standar

100%

55-86

8,5-12,7 0,18-0,59 0,18-0,43

Komposisi pakan untuk sapi penggemukan (Tabel 3) memiliki kandungan TDN (57,03 vs 55-86) dan protein (12,68 vs 8., -12,7), sesuai dengan kebutuhan standar yang ditetapkan. Bahan yang dipergunakan untuk menyusun ransum terdiri dari beberapa jenis

bahan pakan, karena pada bulan-bulan ini rumput dan legum tumbuh dengan subur dan jumlahnya banyak. Hijauan merupakan pakan utama ternak ruminansia yang mengandung nutrien seperti energi, protein, lemak, serat, vitamin dan mineral dan secara kualitas hijauan di daerah tropis lebih rendah dibandingkan di daerah sub tropis karena kandungan N rendah dan kandungan serat kasar tinggi (Soemarsono et al. 2009). Dengan menggunakan banyak jenis bahan pakan diharapkan keseimbangan gizi dari pakan ternak terpenuhi.

Komposisi pakan (Tabel 4) memiliki kandungan TDN ( 57,03 vs 55-86) dan protein (12,67 vs 8,5-12,7). Pada ransum ke-2 (komposisi pakan untuk bulan Mei–Oktober) dimana pada bulan–bulan ini limbah kulit kopi tersedia banyak dan dapat dimanfaatkan sebagai pakan sumber konsentrat.

Dengan penambahan dedak limbah kulit kopi yang telah terfermentasi sebanyak 2 kg/ekor/hari kedalam ransum pada bulan Mei-Oktober diharapkan produktivitas ternak dapat dinaikkan, sehingga untuk mengetahui respon dari ternak sapi terhadap komposisi pakan ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut di lapangan. Parwati et al. (2006) melaporkan bahwa dengan pemberian dedak kulit kopi 2 kg/ ekor/hari pada ransum sapi penggemukan dapat meningkatkan rataan bobot badan harian sebesar 0,47 kg/ekor/hari.

Penggunaan komposisi pakan satu dan dua diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang sering dialami peternak yaitu rendahnya produktivitas ternak karena penggunaan pakan hijauan pada ransum sapi tidak mempertimbangkan komposisi hijauan yang diberikan. Biasanya petani hanya memberikan satu jenis hijauan pakan saja, sehingga pertambahan berat badannya belum optimal. Anonimous (2007) mengatakan bahwa pertumbuhan sapi–sapi yang

hanya diberikan hijauan saja tanpa legum rata-rata pertambahan berat badannya 0,30 kg/ekor/hari.

Tabel 4. Komposisi Pakan Sapi Penggemukan Pada Bulan Mei – Oktober

No

Bahan

TDN (%)

Kandungan Nutrien (%)

Jenis

Komposisi

CP

Ca

P

1

Dadem

44%

25,17

6,89

0,96

0,28

2

Kaliandra

5%

3,27

1,37

0,05

0,01

3

Dapdap

1%

0,66

0,27

0,01

0,00

4

Rumput Meksiko

45%

25,07

3,60

0,22

0,16

5

Rumput Raja

5%

2,87

0,55

0,02

0,01

Total

100%

57,03

12,67

1,25

0,46

Standar

100%

55-86

8,5-12,7

0,18-0,59 0,18-0,43

Catatan: Dalam pemberian ransum ke-2 ditambahkan 2 kg/ekor/hari dedak kulit kopi yang telah difermentasi

Dengan menggunakan beberapa jenis hijauan pada ransum yang memiliki kandungan zat-zat pakan yang baik diharapkan dapat meningkatkan berat badan harian sapi. Lebih lanjut dilaporkan dengan pemberian 70% rumput dan 30% legum laju pertumbuhan sangat baik. Menurut Mastika et al. (2013), ternak ruminansia (sapi) mempunyai keistimewaan karena dapat mempergunakan bahan pakan berserat tinggi untuk memenuhi kebutuhan gizinya melalui bantuan mikroorganisme rumen dalam proses fermentasi. Lebih jauh dijelaskan bahwa dalam rumen ada 3 jenis mikroba penting yaitu protozoa, bakteri, fungi dan beberapa jenis bakteriophage yang fungsi dan perannya berbeda dalam proses metabolism (Ogimoto dan Imai, 1981 dalam Mastika et al., 2013).

Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Nitis et al. (1985) dalam Anonimous (2007) yang menyatakan bahwa penggunaan hijauan secara keseluruhan pada ransum ternak sapi (pola pemeliharaan tradisional) masih dapat meningkatkan produktivitasnya, jika proporsi hijauan yang menyusun ransum tersebut diatur sedemikian rupa, sehingga keseimbangan nutrien untuk kebutuhan fisiologisnya dapat terpenuhi. Dalam hal ini hijauan pakan ternak yang digunakan hendaknya terdiri dari hijauan sebagai sumber energi (jenis rumput-rumputan) dan hijauan sebagai sumber protein (jenis tanaman legum) serta ada kandungan mineral dan vitamin didalamnya.

2. Dengan mengetahui kombinasi pakan yang disesuaikan dengan ketersediaan yang dikaitkan dengan musim, akan mampu menjaga produktivitas ternak secara berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2002. Integrasi Ternak Sapi Dengan Perkebunan Kelapa Sawit. Direktorat Pengembangan Peternakan.

Anonimous. 2007. Rancang Bangun Prima Tani Lahan Kering Dataran Tinggi Iklim Basah .Baseline Survey Desa Belanga Kec. Kintamani, Kab. Bangli, Bali

Bali Post. 2008., Gubernur Bali Minta Sapi Bali Dikembangkan. Harian Bali Post Minggu, 16 Nopember 2008.

Disnakkeswan. 2015. Informasi Data Peternakan Provinsi Bali Tahun 2015. Dinas Peternakan (Disnakkeswan, 2015). dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali.

Guntoro, S. 2002. Membudidayakan Sapi Bali. Kanisius, Yogyakarta.

Kusmiyati, F., Sumarsono., Karno., dan E.Pangestu. 2013. Produksi Biomassa dan Nilai Nutrisi Rumput Pakan Pada Tanah Dengan Tingkat Salinitas Berbeda. J. Pastura. 2 : 84 – 87.

Mastika, I M., A.W.Puger., I K.M.Budiasa dan M. Nuriyasa. 2013. Peran Pepohonan Dalam Peningkatan Produksi Ternak Ruminansia: Pendekatan Ilmiah. J. Pastura. 2: 88 – 92.

Nitis, I M. 2001. Peningkatan Produktivitas Peternakan dan Kelestarian Lingkungan Pertanian Lahan Kering Dengan Sistem Tiga Strata. Buku Ajar. Ed. Ke-2. Fapet Unud.

Parwati, I. A. P., S. Guntoro, N. Suyasa, M. R. Yasa, M. Londra, dan Sriyanto. 2006. Penelitian Adaptif Pengolahan Limbah Perkebunan untuk Pakan Ternak. Balai Pengkajian Teknologi pertanian (BPTP) Bali

Soeprapto, H. dan Abidin, Z. 2006. Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong. Penerbit PT AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Sudaratmaja, I G. A. K., I. A. P. Parwati, I M. R. Yasa, I N. Adijaya, I K. Mahaputra, N. W. Trisnawati, J. Rinaldi, I.W. Sunanjaya, N.L.G. Budiari. 2007. Laporan PRA Prima Tani Lahan Kering Dataran Tinggi Iklim Basah Desa Belanga Kec. Kintamani, Kab. Bangli, Bali. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali

Siregar, S. B. 2008. Penggemukan Sapi, Edisi Revisi. Penerbit: Penebar Swadaya, Jakarta

Santosa, U. 2008. Mengelola Peternakan Sapi Secara Profesional. Penerbit: Penebar Swadaya, Jakarta.

Soemarsono, S. Anwar, D.W. dan S. Budiyanto. 2009. Penerapan pupuk Organik Untuk Perbaikan Penampilan dan Produksi Hijauan Rumput Gajah pada Tanah Masam. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan – Semarang. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawiro-kusumo, S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cet. 5 : Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

SIMPULAN

1. Kombinasi komposisi hijauan pakan ternak lokal di Desa Belanga pada bulan Nopember sampai April kandungan TDN dan proteinnya mencapai 57,03% dan 12,68%, sedangkan pada bulan Mei sampai Oktober TDN dan proteinnya mencapai 57,03% dan 12,67%.

113