pastura Vol. 5 No. 2 : 71 - 74

ISSN : 2088-818X

KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN TERHADAP BEBERAPA JENIS TANAMAN LEGUMINOSA

Suharlina1,2, L Abdullah3, DA Astuti3, Nahrowi3, A Jayanegara3

1Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan Institut Pertanian Bogor 2Konsentrasi Studi Peternakan, Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Kutai Timur 3Departemen Ilmu Nutrisi dan Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor email: [email protected]; [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengevaluasi karakteristik fermentasi beberapa jenis leguminosa di dalam cairan rumen kambing secara in vitro. Desain penelitian menggunakan rancangan acak kelompok pada 7 jenis tanaman dalam 4 kelompok cairan rumen yang berbeda. Tanaman leguminosa yang digunakan antara lain, Alfalfa (Medicago sativa), Angsana (Pterocarpus indicus), Gamal (Gliricidia sepium), Indigofera (Indigofera zollingeriana), Kaliandra (Calliandra callothyrsus), Lamtoro (Leucaena leucochephala), dan turi (Sesbania grandiflora). Peubah yang diamati antara lain produksi gas total, kecernaan bahan kering, bahan organik, dan protein. Data dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi gas tanaman indigofera dan alfalfa lebih memperlihatkan tren yang lebih tinggi dibandingkan empat tanaman lainnya. Kecernaan bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO) memperlihatkan perbedaan yang nyata (P<0,01) dimulai dari yang tertinggi adalah Indigofera, alfalfa, gamal, turi, lamtoro, kaliandra dan angsana. Terdapat interaksi yang nyata (P<0,05) antara perlakuan dan kelompok. Tanaman I zollingeriana memiliki karakteristik fermentasi rumen yang lebih baik dibandingkan tanaman leguminosa lainnya.

Kata kunci: fermentasi rumen, in vitro, leguminosa

ABSTRACT

This study was conducted to evaluate the fermentation characteristics of several types of legumes in the goat rumen liquid using in vitro technique. Randomized block design were used on 7th legumes types in the 4thgroups of rumen liquid. The Legumes used include Medicago sativa, Pterocarpus indicus, Gliricidia sepium, Indigofera zollingeriana, Calliandra callothyrsus, Leucaena leucochephala, and Sesbania grandiflora. The variables observed were total gas production, digestibility of dry matter, organic matter, and crude protein. The data were analyzed using analysis of variance (ANOVA). The results showed that total gas production of Medicago sativa and Indigofera zollingeriana were higher than other legumes. The Dry matter digestibility (DMD) andorganic matter (OMD) showed significant differences (P<0,01) from the highest were Indigofera zollingeriana, Medicago sativa, Gliricidia sepium, Sesbania grandiflora, Leucaena leucochephala, Calliandra callothyrsus and Pterocarpus indicus, respectively. There were asignificant interaction (P<0,05) between treatments and groups. I zollingeriana has more better ruminal fermentation characteristic than other legumes.

Key words: ruminalfermentation, in vitro, legume

PENDAHULUAN

Ketersediaan pakan hijauan di Indonesia berfluk-tuatif bergantung pada musim. Strategi pemenuhan kebutuhan pakan yang baik dari segi kualitas, kuantitas maupun kontinuitas dibutuhkan untuk menjaga dan meningkatkan produktivitas ternak. Tanaman le-guminosa terutama leguminosa pohon memiliki peran penting untuk penyediaan pakan hijauan sepanjang tahun. Hijauan leguminosa selain merupakan sum-

ber protein untuk ternak, juga mengandung mineral yang tinggi. Kualitas hijauan merupakan hal yang paling penting dari segala karakteristik agronomi untuk hijauan karena nutrisi hijauan pakan ternak menentukan produktivitas ternak. Kualitas hijauan memungkinkan dievaluasi langsung dengan memberikan pada ternak dan di dalam laboratorium (Yamada et al. 2005). Metode tidak langsung meliputi kecer-naan in vitro dengan cairan rumen (Tilley & Terry 1963; Menke et al. 1979), kecernaan enzimatis (De

Boever et al. 1986) dan analisis kimia komponen sel (Van Soest 1963). Evaluasi hijauan pakan juga dapat dilakukan dengan menganalisis imbangan mineral dan jumlah mineral terlarut. Peningkatan kualitas hijauan juga diperoleh dari perubahan kandungan dan rasio mineral di dalam hijauan untuk mencegah gangguan metabolis (Yamada et al. 2005). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kualitas beberapa jenis leguminosa dengan mengevaluasi karakteristik fermentasi rumen secara in vitro.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Hijauan leguminosa yang terdiri dari Indigofera zollingeriana, Leucaena leucochephala, Calliandra callothyrsus, Sesbania grandiflora, Pterocarpus indicus, Glicidia sepium, dan Medicago sativa. Peubah yang diamati adalah produksi gas kecernan bahan kering dan bahan organik. Kandungan nutrien tanaman dianalisis dengan motode proksimat (AOAC, 1990).

Analisis in vitro produksi gas berdasarkan metode Menke et al. (1979) yang dimodifkasi oleh Blümmel et al. (1997). Sampel pakan dikeringkan dalam oven bersuhu 60oC, digiling dan disaring menggunakan alat penyaring berukuran 1 mm. Sebanyak 380 mg sampel diinkubasikan ke dalam medium berupa cairan rumen-buffer. Cairan rumen diambil pada pagi hari dari tempat penyembelihan kambing sesaat setelah kambing disembelih. Setelah koleksi, cairan rumen dibawa ke laboratorium, disaring dengan saringan nilon berukuran 100 µm,dan ditambah buffer tereduksi. Rumen-buffer dijenuhkan dengan gas CO2 selama 10 menit sebelum dimasukkan ke dalam tabung syringe untuk menjamin kondisi anaerob dalam reaksi. Sampel dimasukkan ke dalam tabung dan ditutup dengan piston yang telah dilubrikasi oleh vaselin. Sebanyak 30 ml cairan rumen-buffer dimasukkan ke dalam masing-masing tabung melalui saluran inlet, kemudian tabung segera dimasukkan ke dalam water bath bersuhu 39oC. Produksi gas diamati pada jam ke-0, 3, 6, 9, 12 dan 24 setelah dilakukan inkubasi.

Analisis in vitro kcernaan bahan kering dan bahan organik (Tilley & Terry, 1963). Tabung fermentor diisi dengan 0,5 g sampel, ditambah 40 ml larutan McDougall dan 10 ml cairan rumen. Tabung dimasukkan ke dalam shaker bath dengan suhu 39oC dan dialiri dengan CO2 selama 30 detik, pH (6,56,9), kemudian ditutup dengan karet berventilasi, dan difermentasi selama 48 jam. Setelah 48 jam, buka tutup karet fermentor dan ditambahkan empat ml

HgCl2 dengan konsentrasi 5% untuk menghentikan aktivitas mikroba, kemudian disentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 15 menit. Substrat (residu) terpisah menjadi endapan dibagian bawah dan supernatan yang bening berada dibagian atas. Residu 50 ml larutan pepsin HCl 0,2% kemudian diinkubasikan selama 48 jam tanpa tutup karet. Setelah 48 jam tabung fermintor disentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 15 menit. Residu disaring dengan kertas saring Whatman No. 41 dengan bantuan pompa vakum. Hasil saringan dimasukkan ke dalam cawan porselen. Bahan kering didapat dengan cara dikeringkan dalam oven 105oC selama 8 jam. Selanjutnya bahan dalam cawan dipijarkan atau diabukan dalam tanur listrik selama 6 jam pada suhu 450-600oC untuk mengetahui bahan organik yang tercerna. Sebagai blanko dipakai residu asal fermentasi tanpa sampel bahan pakan. Protein dalam residu dianalisis dengan motode Kejldhal. Koefisien cerna dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:

, EKsample-BKresidu-BKElanko KCEK(%) =---------—--------------X 100% BKsampel

, , Bosample-BCiresidu-BKBlanko KCBO(%) =--------—--------------X 100% BO sampel

Keterangan:

KCBK  = Koefisien Cerna Bahan Kering;

KCBO  = Koefisien Cerna Bahan Organik;

BK     = Bahan Kering;

BO     = Bahan Organik;

PK     = Protein Kasar;

blanko = cairan rumen tanpa pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi nutrien tanaman leguminosa

Komposisi nutrien tanaman leguminosa yang digunakan dalam penelitian ini bervariasi terutama kandungan protein dan serat kasar (Tabel 1). Tanaman yang memiliki kandungan protein tertinggi secara berurutan yaitu Turi, Indigofera, gamal, lamtoro, kaliandra, angsana dan alfalfa. Variasi kandungan nutrien ini dikarenakan perbedaan jenis tanaman, kondisi lingkugan tanaman tersebut tumbuh, dan umur hijauan pada saat dipanen.

Produksi Gas

Pencernaan fermentatif merupakan pencernaan yang dilakukan oleh mikrobarumen yang di dalamnya terjadi proses katabolisme lebih lanjut dari monomer-monomerhasil pencernaan hidrolitik. Faktor-faktor yang mempengaruhi pencernaanfermentatif adalah

Tabel 1 Kandungan nutrien tanaman leguminosa(100%BK)

Jenis legum

Kadar Abu (%)

Kandungan Nutrien (%)

Lemak Kasar

Protein Kasar

Serat Kasar

Alfalfa

10,09

2,23

18,84

12,19

Angsana

7,65

2,63

19,72

11,31

Gamal

8,23

3,33

23,28

11,54

Indigofera

10,59

1,68

25,44

14,18

Kaliandra

8,21

2,49

22,33

8,54

Lamtoro

8,40

4,03

23,18

12,42

Turi

9,12

3,72

27,44

14,49

jenis makanan, pH rumen, populasi mikroba dan kondisi lingkungan. Pencernaan fermentatif dalam rumen akan menghasilkan produk gas berupaamonia, VFA, CH4, H2 dan CO2.Produksi gas berhubungan dengan ketersediaan ataukekurangan bahan organik untuk mikroba rumen, karena produksi gas merupakanhasil dari fermentasi pakan oleh mikroba rumen.

Gas-gas yang terbentuk dalam rumen merupakan hasil fermentasi mikrobarumen. Produksi gas yang dihasilkan menunjukkan terjadinya proses fermentasibahan pakan oleh mikroba rumen yaitu menghidrolisa karbohidrat menjadimonosakarida dan disakarida yang kemudian difermentasi lebih lanjut menjadi asamlemak terbang (VFA) serta gas metan dan CO2. Produksi gas ketujuh jenis legum pohon diperlihatkan pada gambar 1. Adanya gas menunjukkan aktifitas mikroba dalam rumen. Semakin tinggi gas yang dihasilkan berarti fermentabilitas legum tersebut cukup tinggi.

Gambar 1 Produksi gas beberapa jenis leguminosa secara in vitro

Tanaman yang memiliki produksi gas yang paling tinggi dicapai oleh alfalfa dan I zollingeriana. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kedua tanaman tersebut memiliki nilai fermentabilitas in vitro yang sama. Kesamaan nilai produksi gas pada tanaman alfalfa dan indigofera mengindikasikan bahwa kedua tanaman tersebut memiliki kualitas yang sama, akan tetapi mengingat kondisi lingkungan tropis Indonesia kurang cocok untuk produktivitas tanaman alfalfa,

tanaman indigofera yang merupakan tanaman lokal dinilai lebih mudah dikembangkan untuk penyediaan pakan. Tanaman angsana, gamal dan turi memiliki respon yang sama terhadap produksi gas, namun tidak setinggi pada nilai yang dicapai oleh tanaman alfalfa dan I zollingeriana.Tanaman kaliandra dan lamtoro memiliki respon yang paling rendah terhadap produksi gas. Hal tersebut dikarenakan tanaman kaliandra memiliki kandungan tannnin yang tinggi, dan memosin yang tinggi pada lamtoro. Senyawa sekunder tannin dan mimosin menjadi penghambat aktifitas mikroba rumen selama inkubasi in vitro.

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik

Kecernaan bahan kering dan bahan organik merupakan penentu utama kualitas pakan hijauan. Hijauan merupakan bahan pakan yang khas dan tantangan terkini terhadap kemampuan ternak untuk mencerna dan menyerap nutrien (Mertens 2007). Semakin tinggi kecernaan pakan hijauan maka semakin tinggi nutrien pakan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh ternak. Kecernaan hijauan juga ditentukan oleh komposisi serat yang terdapat dalam jaringan tanaman.

Gambar 2. Nilai kecernaan bahan kering (in vitro) beberapa jenis tanaman leguminosa

Nilai kecernaan bahan kering (KCBK) tanaman leguminosa yang digunakan dalam percobaan berkisar antara 42,50-68,92% (Gambar 2). Tanaman I zollingeriana memiliki nilai KCBK yang paling tinggi (P<0,05) dibandingkan tanaman leguminosa lainnya. Tanaman Alfalfa, gamal dan turi memiliki nilai kecernaan yang sama dengan lamtoro namun berbeda (P<0,05) dengan kaliandra dan angsana.

Nilai kecernaan bahan organik (KCBO) tanaman leguminosa memperlihatkan pola yang sama dengankecernaan bahan keringnya.Tanaman I zollingeriana memiliki nilai KCBO paling tinggi (P<0.05) dibandingkan keenam jenis tanaman lainnya. Hal tersebut dikarenakan tanaman indigofera memiliki kandungan bahan organik lebih tinggi dibandingkan tanaman lainnya (Tabel 1). Nilai

KCBO Alfalfa, Gamal dan turi lebih tinggi (P<0,05) dari kaliandra dan angsana, namun lebih rendah dibandingkan tanaman Indigofera, sedangkan nilai KCBO lamtoro berbeda (P<0,05) dengan indigofera tapi tidak berbeda dengan lima jenis tanaman legum lainnya.

Gambar 3. Nilai Kecernaan bahan organik (in vitro) beberapa jenis tanaman leguminosa

SIMPULAN

Tanaman I zollingeriana memiliki karakteristik fermentasi rumen yang lebih baik dibandingkan tanaman leguminosa lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC]. Official Methods of Analysis. 1990. Association of Official Analytical chemist. 15th ed. Washington DC. USA.

Blümmel, M., H. Steingass & K. Becker. 1997. The relationship between in vitro gas production, in vitro microbial biomass yield and 15N incorporated and its implication for the prediction of voluntary feed intake of roughages. Br. J. Nutr. 77: 911-921.

De Boever JL, Cottyn BG, Buysse FX, Wainman FW, Vanacker JM. 1986. The use of an enzymatic technique to predict digestibility, metabolizable and net energy of compound feedstuff for ruminants. Anim Feed Sci Tech. 14:203-214.

Menke, K. H., L. Raab, A. Salewski, H. Steingass, D. Fritz & W. Schneider. 1979. The estimation of the digestibility and metabolisable energy content of ruminant feedingstuffs from the gas production when they are incubated with rumen liquor. J. Agric. Sci. 93: 217222.

Mertens DR. 2007. Digestibility and Intake. In: Bernes FR, Nelson CJ, Moore KJ, Collins MK (Eds.). Forages: The Science of Grassland Agriculture. Ames Iowa and Oxford. Blackwell Publishing. P. 487-507.

Tilley JMA, Terry RA. 1963. A two stage technique for the In vitro digestion of forage crops. J British Grassland Society 18: 104–111.

Van Soest PJ. 1963. Use of detergent in the analysis of fibrous feeds. J Assoc Offic Agric Chem. 46:825-835.

Yamada T, Forster JW, Humpreys MW, Takamizo T. 2005. Genetics and molecular breeding in Lolium/Festuca grass species complex. Japanese Society of Grassland Science. 51(2):89106.

74