pastura Vol. 4 No. 1 : 38 - 41

ISSN : 2088-818X

PEMANFAATAN PELEPAH SAWIT SEBAGAI SUMBER HIJAUAN DALAM RANSUM SAPI POTONG

Nurhaita*, Ruswendi** , Wismalinda, R* , dan Robiyanto** * Fak. Pertanian Universitas Muhammadiyah Bengkulu

Jl. Bali Po Box 118 Bengkulu

** BPTP Bengkulu Jl. Irian Km 6,5 Bengkulu corresponding: nurhaita@gmail.com

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah untuk mengevaluasi pengaruh pemanfaatan pelepah sawit sebagai sumber hijauan dalam ransum sapi potong. Pelepah sawit yang telah diamoniasi digunakan sebagai pengganti 100% rumput dengan suplementasi nutrient precursor mikroba rumen yaitu daun ubi kayu, mineral Sulfur dan Fosfor Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 5 ransum perlakuan dan 4 kelompok sapi sebagai ulangan. Sebagai perlakuan adalah ransum A= yaitu rumput lapangan, sebagai kontrol, B = pelepah sawit amoniasi , C= pelepah sawit amoniasi + suplementasi 5% daun ubi kayu, D = pelepah sawit amoniasi + suplementasi 0,4% mineral S dan 0,27% mineral P, dan E= pelepah sawit amoniasi + suplementasi mineral S,P dan daun ubi kayu. Parameter yang diukur adalah 1) Konsumsi bahan kering, dan 2) Pertambahan bobot badan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh terhadap konsumsi bahan kering, namun berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan terendah ditemukan pada ransum pelepah sawit amoniasi tanpa suplementasi (perlakuan B) namun pertambahan bobot badan pada ransum perlakuan C, D dan E hampir sama dengan perlakuan A yang menggunakan rumput. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan pelepah sawit amoniasi dengan suplementasi daun ubi kayu dan mineral S, dan P dapat menggantikan 100% rumput dalam ransum ternak sapi dan memberikan performan yang sama dengan ransum kontrol (rumput)

Kata kunci : pelepah sawit amoniasi, suplementasi mineral S,P dan daun ubi kayu, konsumsi,, pertambahan bobot badan.

UTILIZATION OF PALM OIL FROND AS FORAGE SOURCE IN CATTLE RATION

ABSTRACT

The research objective was to evaluate the effect of the utilization of palm frond as a source of forage in beef cattle rations. Ammoniation palm frond has been used as a substitute for 100% grass suplemented by nutrient precursor rumen microbes that cassava leaves, mineral sulfur and phosphorus. The research used Random Block Design applying 5 rations treatments and 4 groups cattle. The treatments were A= field grass as control group ration, B= ammoniation palm frond, C= ammoniation palm frond supplemented by 5% cassava leaves, D = ammoniation palm frond supplemented by 0,4% S and 0,27% P, and E= ammoniation palm frond supplemented by cassava leaves and S, P minerals. The measured parameters were 1) dry matter intake, and 2) daily weight gain. The result showed that the treatments not significant to dry matter intake, but significantly to increased daily weight gain. The lowest daily weight gain was found in ration of ammoniated palm oil frond without supplement. C,D and E rations were same respons with field grass ration on daily weight gain. Utilization of ammoniated palm oil frond supplemented by cassava leaves and S,P minerals can replace 100% field grass and get same performance with field grass ration.

Key words : palm fronds ammoniation, S, P minerals and Cassava leaves supplementation, feed intake, daily weight gain.

PENDAHULUAN

Ternak ruminansia adalah konverter sejati biomas pakan hijauan yang berkualitas rendah (banyak mengandung serat kasar) untuk menghasilkan produk pangan berkualitas seperti daging, air susu dan sumber energi (biogas). Kemampuan ini berhubungan dengan sistim pencernaan ternak ruminansia yang istimewa. Ternak ruminansia mampu memanfaatkan selulosa

dan hemiselulosa disebabkan adanya mikroorganisme dalam rumen yang membantu proses fermentasi sehingga karbohidrat struktural tersebut dirombak menjadi produk yang dapat dicerna dan diserap oleh usus halus. Diantara biomas yang sangat potensial sebagai sumber hijauan pakan ternak adalah pelepah sawit yang merupakan limbah dari perkebunan sawit. (Nurhaita et al, 2008; 2010a ; 2010b; 2011a ; 2011b)

Untuk dapat dimanfaatkan secara optimal, pelepah

sawit harus diolah terlebih dahulu. Beberapa teknik pengolahan baik secara fisik, kimia, biologis maupun kombinasinya terbukti mampu meningkatkan nilai manfaat dari pakan limbah (Akbar, et, al 2005: Nurhaita, 2001; Zain, et.al 2006). Pengolahan secara amoniasi dengan menggunakan 4% N urea terbukti mampu meningkatkan kualitas dan kecernaan pelepah sawit (Nurhaita, et.al 2007). Namun peningkatan angka kecernaan masih sangat kecil dan belum optimal untuk mendukung produktifitas ternak. Karena itu perlu dipadukan dengan upaya meningkatkan kecernaan melalui peningkatan populasi mikroba rumen,karena kecernaan pakan serat sangat tergantung pada kerja enzim yang dihasilkan oleh mikroba rumen. Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan nutrient precursor sintesis protein mikroba seperti energi, nitrogen, mineral dan asam amino.

Mineral S dan P esensial bagi mikroba rumen pencerna serat. Mineral ini sering defisien pada bahan pakan yang berasal dari limbah pertanian atau perkebunan, dan menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan mikroba rumen, hal ini disebabkan pakan pada daerah tropis dan juga pakan yang berasal dari limbah pertanian atau perkebunan sering defisien dengan mineral penting untuk pertumbuhan mikroba, seperti S dan P (Komisarczuk and Durand, 1991).

Penambahan S pada jerami padi yang diamoniasi dan tanpa amoniasi menunjukkan peningkatan sintesis mikroba dan kecernaan selu-losa (Stevani et al, 2002; Zain, et. al, 2010). Penelitian Kennedy, et al (2000) memperlihatkan bahwa suplementasi P dalam bentuk fosfat secara in vitro mampu meningkatkan kecerna-an NDF dari bagasse.

Suplementasi mineral S dan P pada daun sawit amoniasi mampu meningkatkan kecernaan sebesar 36,68% dari 34,67% menjadi 47,39% secara in-vitro (Nurhaita et al, 2008), dan secara in vivo kecernaan ransum daun sawit amoniasi yang disuplementasi mineral S dan P pada ternak domba meningkat dari 51,5% menjadi 56,0%. (Nurhaita, et al. 2010b).

Bakteri selulolitik rumen juga membutuhkan asam lemak rantai bercabang sebagai sumber rangka karbon bagi bakteri. Asam lemak rantai bercabang merupakan hasil dekarboksilasi dan deaminasi dari asam amino rantai bercabang (AARC). AARC dalam rumen sebagian besar berasal dari hasil fermentasi protein ransum dan mikroba rumen yang mengalami lisis. Pada bahan limbah yang berkualitas rendah seperti pelepah sawit pasokan AARC sangat rendah sehingga diperlukan suplementasi AARC dalam ransum. Penambahan AARC yaitu valin, isoleusin dan leusin mampu meningkatkan populasi mikroba rumen dan kecernaan serat sawit (Zain, et al., 2007).

Sumber AARC alami yang murah dan mudah diperoleh adalah daun ubi kayu. Daun ubi kayu mengandung protein kasar cukup tinggi dengan kandungan asam amino iso valin 0,45%, isoleusin 0,46% dan leusin 0,63% (Nurhaita, 2008) Suplementasi 5% daun ubi kayu pada daun sawit amoniasi yang telah disuplementasi dengan mineral S dan P terlebih dahulu

dapat meningkatkan kecernaan terutama kecernaan bahan kering sebesar 24,09 %, dan kecernaan ADF meningkat sebesar 44,35% secara in-vitro (Nurhaita dan Ningrat, 2011a). Suplementasi daun ubi kayu sebagai sumber AARC pada ransum ternak domba menyebabkan meningkatknya populasi dan aktivitas mikroba yang tercermin dari meningkatnya kecernaan bahan kering ransum dari 51,5% menjadi 56,7% (Nurhaita, et al. 2010b).

Dari uraian di atas dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh penggunaan pelepah sawit amoniasi dengan suplementasi daun ubi kayu dan mineral S, dan P pada sapi potong.

MATERI DAN METODA

Penelitian in-vivo ini menggunakan ternak sapi dilakukan di kandang Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pembibitan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Bengkulu, selama 4 bulan. Analisis sampel (analisis proksimat dan analisis Van Soest) di laboratorium Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi Bogor

Bahan Penelitian

Bahan penelitian adalah 20 ekor sapi bali jantan umur 1,5-2 tahun dengan bobot badan 126 + 43 kg, dan dipelihara selama 4 bulan di kandang percobaan. Sapi tersebut dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan bobot badannya dan dialo-kasikan secara acak pada 5 macam ransum perlakuan. Ransum terdiri dari hijauan dan konsentrat dengan perbandingan 50% : 50%. Konsentrat disusun dari dedak halus, solid, garam dan kapur, sedangkan hijau-an terdiri dari rumput lapangan untuk kontrol dan pelepah sawit amoniasi dengan suplementasi mi-neral dan tepung daun ubi kayu. Susunan bahan penyusun ransum, komposisi kimia bahan penyusun ransum dan komposisi kimia ransum perlakuan dapat dilihat pada tabel 1, 2 dan 3. Peralatan yang digunakan adalah kandang dan peralatan kandang, timbangan metabolik, peralatan laboratorium dan lain-lain.

Metode Penelitian

Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok, dengan 5 perlakuan ransum dan 4 kelompok sapi bali jantan sebagai ulangan. Pengelompokan sapi berdasarkan pada bobot awal penelitian. Perlakuan yang diuji adalah 5 macam ransum terdiri dari :

A = Rumput lapangan + konsentrat (50% :50%) sebagai kontrol

B = Pelepah kelapa sawit amoniasi + konsentrat (50% :50%)

C = B + 5% tepung daun ubi kayu

D = B + 0,4% mineral S dan 0,27% P

E = B +tepung daun ubi kayu + mineral S dan P.

Model rancangan yang digunakan menurut Steel and Torrie (1991) adalah :

Yij = µ + Kj + Pi + ij

Semua data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (anova) dan perbedaan antar perlakuan diuji dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT).

Adapun peubah yang diamati adalah konsumsi bahan kering ransum (gr/ekor/hari) dan pertambahan bobot badan (gr/ekor/hari)

Tabel 1. Proporsi Bahan Penyusun Ransum (% BK )

Bahan Makanan

Ransum Perlakuan

A

B

C

D

E

Rumput lapangan

50

0

0

0

0

Plpah Sawit Amoniasi

0

50

50

50

50

Dedak Halus

40

40

40

40

40

9

9

9

9

9

Solid

0,5

0,5

0,5

0,5

0,5

Garam

0,5

0,5

0,5

0,5

0,5

Kapur

Jumlah

100

100

100

100

100

Suplementasi

* Sulfur

0

0

0

0,4

0,4

* Phospor

0

0

0

0,27

0,27

* Daun ubi Kayu

0

0

5

0

5

Tabel 2. Komposisi Kimia Bahan Penyusun Ransum (% BK)

Zat Makanan

Rumput

PSA

TDUK

Dedak

Solid

Bahan Kering

20,16

40,31

90,51

90,25

19,29

Bahan Organik

91,69

88,62

91,94

90,59

89,58

Serat Kasar

32,57

42,19

17,91

15,38

24,68

Protein Kasar

9,10

13,04

19,21

14,00

13,77

Lemak Kasar

1,92

2,46

8,23

14,56

11,11

Energi (Kkal/kg)

3917

3839

4464

4429

4324

Sulfur

0,20

0,15

0,25

0,17

0,26

Phospor

0,25

0,12

0,26

0,91

0,78

Ca

0,14

0,47

1,19

-

1,16

Valin*

-

0,58

0,45

-

-

Isoleusin*

-

0,32

0,46

-

-

Leusin

-

0,59

0,63

-

-

Keterangan : Hasil analisa Lab. Balitnak Ciawi, Bogor. 2011

* Nurhaita, 2008.

PSA = Pelepah Sawit Amoniasi, TDUK = Tepung Daun ubi Kayu

Tabel 3. Komposisi Kimia Ransum Perlakuan (% BK)

Zat Makanan

Ransum Perlakuan

A

B

C

D

E

Bahan Kering

48,01

58,09

62,60

58,09

62,60

Bahan Organik

90,59

89,06

93,65

89,06

93,65

Serat Kasar

24,78

29,59

30,49

29,59

30,49

Protein Kasar

11,46

13,43

14,39

13,43

14,39

Lemak Kasar

7,84

8,11

8,52

8,11

8,52

Energi

4140,88

4101,88

4325,08

4101,88

4325,08

Sulfur

0,19

0,17

0,18

0,57

0,57

Phospor

0,56

0,50

0,51

0,77

0,77

Ca

0,18

0,35

0,40

0,35

0,35

Valin

-

-

0,31

-

0,31

Isoluesin

-

-

0,18

-

0,18

Leusin

-

-

0,33

-

0,33

Keterangan : Dihitung berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Bahan Kering Ransum Penelitian

Konsumsi bahan kering ransum pada penelitian ini berkisar antara 3057,00 gr/ekor/hari sampai 3723,50 gr/ekor/hari. Pada peneliti-an ini perlakuan memberkan penga-ruh yang tidak nyata (P > 0,05) terhadap konsumsi bahan kering. Hal ini berarti perlakuan suplemen-tasi nutrient prekursor mikroba rumen tidak mempengaruhi palata-bilitas ransum,

tercermin dari kon-sumsi bahan kering yang hampir sama. Keadaan ini sebagai akibat dari komposisi dan kandungan zat-zat makanan dalam ransum yang hampir sama (Tabel 3).

Tabel 4. Konsumsi Bahan Kering , dan Pertambahan Berat Badan Harian Sapi Penelitian

Parameter

Ransum

SE

A

B

C

D

E

Konsumsi BK - gr/ekor/hari

3723,50

3711,00

3622,25

3528,00

3057,00

104,45

- % BB

2,83

2,74

2,76

2,51

2,68

0,10

- gr/Kg W0,75

95,71

93,14

93,41

86,05

88,68

2,93

PBBH (Kg/hari)

0,52b

0,34a

0,49b

0,47b

0,49b

0,01

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05), SE = Standar Eror

Faktor lain yang mempengaruhi tingkat konsumsi pakan adalah bentuk fisik, ukuran partikel pakan dan frekwensi pemberian pakan. Pada penelitian ini hijauan yang diberikan telah cacah halus terlebih dahulu, sehingga bentuk fisik dan ukuran partikelnya hampir sama. Frekwensi pemberian ransum dilakukan 3 kali yaitu pagi konsen-trat, siang dan sore hijauan, dengan demikian ternak percobaan mempunyai waktu yang sama untuk mengkonsumsi sejumlah pakan yang diberikan. Ternak sapi yang digunakan dalam penelitian ini berumur 1,5-2 tahun yang merupakan periode pertumbuhan dengan bobot badan 126 + 43 kg. Berarti kapasitas alat pencernaan dan kebutuhan zat-zat makanannya juga hampir sama.

Konsumsi bahan kering berdasarkan bobot metabolik dan persentase konsumsi bahan kering dari bobot badan dapat dilihat pada Tabel 4. Konsumsi bahan kering ransum pada penelitian ini berkisar antara 3057,00 – 3723,50 gr/ekor/ hari atau 2,51 – 2,83% berat badan atau 86,05 – 95,71 g/Kg W 0,75. Hasil ini lebih kecil dari hasil penelitian Batubara (2002) yang mendapatkan konsumsi bahan kering pada sapi yang diberi ransum pelepah kelapa sawit adalah sebesar 3,02 % dari bobot badan, tetapi nilai ini hampir sama dengan yang diperoleh Akbar (2007) yang mendapatkan konsumsi bahan kering sebesar 2,5 – 3,66% dari bobot badan pada ternak sapi yang diberi ransum tandan kosong sawit fermentasi.

Pertambahan Berat Badan

Pertambahan bobot badan merupakan cerminan kualitas pakan yang diberikan. Pertambahan berat badan pada penelitian ini berkisar antara 0,34 kg/hari pada ransum B sampai 0,52 kg/hari pada ransum A. Pertambahan berat badan pada perlakuan B nyata lebih rendah dari perlakuan lainnya, meskipun konsumsi bahan kering ransum B hampir sama dengan konsumsi pada perlakuan lain namun tidak terjadi perbaikan kondisi dalam rumen, karena tidak tersedianya nutrient precursor mikroba rumen.

Pertambahan berat badan pada perlakuan A,C,D dan E secara statistik tidak berbeda nyata. Hal ini membuktikan bahwa suplementasi nutrient precusor mikroba rumen mampu meningkatkan nilai manfaat

pakan yang tercermin dari pertambahan berat badan yang hampir sama dengan ransum A (rumput). Selain itu suplementasi nutrient precusor mikroba rumen terbukti mampu mendukung pertumbuhan dan perkembangan mikroba rumen secara optimal yang pada gilirannya akan meningkatkan kecernaan pakan dalam rumen sekaligus meningkatkan suplai protein mikroba bagi ternak, dan hal ini berdampak positif terhadap pertumbuhan ternak.

SIMPULAN

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan pelepah sawit amoniasi dengan suplementasi daun ubi kayu dan mineral S, dan P dapat menggantikan 100% rumput dalam ransum ternak sapi dan memberikan performan yang sama dengan ransum kontrol (rumput)

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih disampaikan pada Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian (Balitbang Deptan) yang telah memberikan biaya penelitian melalui progam KKP3T Tahun Anggaran 2011.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, S.A. , N Jamarun, R Saladin dan Mardiati, 2005. Pengaruh fermentasi dan defaunasi tandan kosong sawit terhadap kandungan gizi, kecernaan dan karakteristik cairan rumen in-vitro. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan Vol VIII no 2 : 132-144

Akbar, S.A. 2007 Pemanfaatan Tandan kosong sawit fer-mentasi yang dikombinasikan dengan defaunasi dan protein by pass rumen terhadap performan ternak sapi. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. Vol XXXII No 2 : 80 – 85

Batubara, L. P. 2002. Potensi biologis daun kelapa sawit sebagai pakan basal dalam ransum sapi potong. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 2002

Kennedy, P.M, J.B. Lowry and L.I. Conlan. 2000. Phosphat rather than surfactant accounts for the main contribution to enhanced fibre digestibility resulting from treatmen with boiling neutral detergent. Animal Feed Sci. and Technology, Vol 86: 177-170

Komisarczuk, S. and M, Durand. 1991. Effect of Mineral on Microbial Metabolism. In Rumen Microbial Meta-bolism and Ruminant Diges-tion. J.P. Jouany (Ed) INRA Publ. Versailes, France

Nurhaita, 2001. Daya cerna in-vitro dan karakteristik cairan rumen ternak sapi akibat pemberian serat sawit yang telah diolah dengan NaOH dan difermentasi dengan Aspergillus niger. Jurnal Peternakan dan Lingkungan Edisi Khusus April 2001

Nurhaita, N. Jamarun, R. Saladin, L Warly dan Mardiati Z. 2007. Efek beberapa metoda pengolahan limbah pelepah kelapa sawit terhadap kandungan gizi dan kecer-naan secara in-vitro. J. Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia No 2: 139-144

Nurhaita, N. Jamarun, R. Saladin, L Warly dan Mardiati Z, 2008. Efek suplementasi mineral Sulfur dan Phospor pada pelepah sawit amoniasi terhadap kecernaan zat makanan secara in-vitro dan karakteristik cairan rumen. J. Pengembangan Peternakan Tropis 33 No 1 : 51-58

Nurhaita, 2008. Evaluasi dan Pemanfaatan Pelepah Kelapa Sawit dalam Ransum Ternak Ruminansia. Disertasi Program Pascasarjana Universitas Andalas, Padang

Nurhaita, N. Jamarun, L Warly dan Mardiati Z. 2010a. Sintesis protein mikroba pada sapi yang mendapat ransum pelepah sawit amoniasi yang disuplementasi mineral S,P dan daun ubi kayu. Jurnal penelitian Universitas Jambi Seri Sains. Vol 12 No 2 ; 107-114

Nurhaita, N. Jamarun, L Warly dan Mardiati Z. 2010b. Kecer-naan ransum domba berbasis daun sawit amoniasi yang disuplementasi S, P dan daun ubi kayu. Jurnal Media Peternakan Vol 33 No 3; 144-149

Nurhaita, Rusmana,WSN. 2011a. Efek suplementasi daun ubi kayu terhadap Kecernaan dan karakteristik cairan rumen (in- vitro) daun sawit amoniasi. Jurnal Peternakan Indonesia Vol 13 No 1; 43-47

Nurhaita, N. Definiati, R. Zurina dan Edi E. 2011b. Nilai Gizi dan Kecernaan Pelepah Sawit Fermentasi (Evaluasi secara in-vitro). Prosiding Seminar Nasional “Prospek dan Potensi Sumberdaya Ternak Lokal dalam Menunjang Ketahanan Pangan Hewani” Fak. Peternakan Univ. Jenderal Soed-irman, Purwokerto.

Stell, R. G. and J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistik, Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi 2. Alih Bahasa B. Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Stevani, J, M. Durand, R. Zanchi, Ph, Beaumatin, and G. Hannequart. 2002. Effect of sulphate supplementation of untreated and alkali treated wheat straws on ruminal fermentition and microbial protein synthesis an a semi continous fermentor. Animal Feed Sci. and Technology, Vol 36 :287-301

Zain. M., Jamarun, Suryahadi dan Nurhaita. 2006. Ferment-abilitas dan kecernaan in-vitro serbuk sabut kelapa yang difermentasi dengan mikroba rumen. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan. Vol. IX No 1: 39 - 49

Zain, M., N. Jamarun, and Nurhaita. 2010. Effect of sulfur suple-mentation on in vitro fermen-tability and degradability of ammoniated rice straw. Pakistan Journal of Nutrition 9 (5) : 413-

41