pastura Vol. 12 No. 2 : 113 - 118

p-ISSN 2088-818X e-ISSN 2549-8444

https://ojs.unud.ac.id/index.php/pastura

DOI:https://doi.org/10.24843/Pastura.2023.v12.i02.p08

Pengaruh Waktu Dekomposisi dan Dosis Kotoran Kambing terhadap Pertumbuhan Kembali dan Hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha

Ni Putu Sri Cynthia Dewi, M. Anuraga Putra Duarsa, dan I Wayan Suarna

Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar-Bali e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh serta interaksi antara waktu dekomposisi dan dosis kotoran kambing terhadap pertumbuhan kembali dan hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. Penelitian dilakukan di Rumah Kaca, Stasiun Penelitian Sesetan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana di Jalan Raya Sesetan Gang Markisa. Penelitian berlangsung selama 2 bulan, menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial. Faktor pertama adalah waktu dekomposisi: 4 minggu (W4), 2 minggu (W2), 0 minggu (W0). Faktor kedua terdiri atas dosis pupuk yaitu: 0 ton ha-1 (D0), 10 ton ha-1 (D10), 20 ton ha-1 (D20), 30 ton ha-1 (D30). Terdapat 12 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali, sehingga terdapat 48 unit percobaan. Variabel yang diamati yaitu pertumbuhan, hasil hijauan, dan karakteristik tumbuh tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara waktu dekomposisi dan dosis terhadap semua variabel kecuali tinggi tanaman dan jumlah cabang. Waktu dekomposisi 0 minggu nyata memberikan respon lebih baik dibandingkan dekomposisi 2 dan 4 minggu. Pemberian dosis 20 ton ha-1 memberikan hasil tertinggi terhadap variabel tinggi tanaman, jumlah daun, berat kering batang, berat kering daun, dan nisbah berat kering daun dengan berat kering batang. Tanaman Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha memerlukan tingkatan dosis yang tepat untuk memberikan pertumbuhan kembali dan hasil yang lebih baik. Disimpulkan bahwa waktu dekomposisi 0 minggu dan dosis 20 ton ha-1 memberikan respon terbaik pada pertumbuhan kembali dan hasil tanaman Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha.

Kata kunci: Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha, dekomposisi, hasil, kotoran kambing, pertumbuhan kembali

The Effect of Decomposition Time and Dosages of Goat Manure on The Regrowth and Yield of Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha

ABSTRACT

This study aimed to determine the effect and interaction between decomposition time and dose of goat manure on regrowth and yield of Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. The research was conducted at the Greenhouse, Sesetan Research Station, Faculty of Animal Husbandry, Udayana University on Jalan Raya Sesetan Gang Markisa. The study lasted for 2 months, using a completely randomized design (CRD) with a factorial pattern. The first factor was the decomposition time: 4 weeks (W4), 2 weeks (W2), 0 week (W0). The second factor consisted of fertilizer doses, namely: 0 ton ha-1 (D0), 10 tons ha-1 (D10), 20 tons ha-1 (D20), 30 tons ha-1 (D30). There were 12 treatment combinations and each treatment was repeated four times, so there were 48 experimental units. The variables observed were growth, forage yield, and plant growth characteristics. The results showed that there was an interaction between decomposition time and dose on all variables except plant height and number of branches. The decomposition time of 0 week actually gave a better response than the decomposition of 2 and 4 weeks. Dosage of 20 tons ha-1 gave the highest yield on the variables of plant height, number of leaves, stem dry weight, leaf dry weight, and the ratio of leaf dry weight to stem dry weight. Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha requires proper dosage levels to provide regrowth and better yields. It was concluded that the decomposition time of 0 week and a dose of 20 tons ha-1 gave the best response to the regrowth and yield of Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha.

Keywords: Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha, decomposition, yield, goat manure, regrowth

PENDAHULUAN

Hijauan pakan adalah komponen yang mempengaruhi produktivitas dan efisiensi dalam menentukan suatu keberhasilan usaha peternakan ruminansia. Kualitas dan kuantitas tinggi dari sumber hijuan pakan yang tersedia sepanjang tahun perlu diupayakan. Fari-zaldi (2011), dalam penelitiannya mengatakan bahwa hijauan pakan merupakan bagian terpenting dalam peternakan ruminansia dengan jumlah ransum hijau-an lebih dari 70%. Salah satu tumbuhan yang dapat dipakai sebagai alternatif penyediaan hijauan pakan adalah Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha.

Setiawan (2013) dan Suarna et al. (2019) mengatakan Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha merupakan salah satu jenis gulma yang banyak dijumpai di perkebunan kelapa sawit dan pekarangan rumah, tepi jalan, kebun, serta lapangan terbuka, tanaman ini termasuk kedalam spesies tanaman keluarga Acan-thaceae yang memiliki potensi menjadi sumber hi-jauan pakan. Menurut Grubben (2004), palatabilitas dan daya cerna yang tinggi pada tanaman Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha menjadikan tanaman ini digunakan sebagai tanaman pakan ternak. Asys-tasia gangetica (L.) subsp. Micrantha memiliki kandungan kadar protein kasar sebesar 19,3% (Adigun et al., 2014). Unsur hara seperti nitrogen, fosfor, dan kalium juga terkandung di dalam jaringan tanaman Asystasia gangetica (Asbur et al., 2015), serta cepat terdekomposisi (Asbur dan Purwaningrum, 2018).

Teknik budidaya untuk memperbanyak cabang agar memperoleh bahan untuk stek dalam jumlah maksimal adalah defoliasi. Defoliasi merupakan pemangkasan ujung batang tanaman (Hopkins, 1995). Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha akan mengalami pertumbuhan kembali setelah dilakukan defoliasi. Pertumbuhan kembali merupakan hasil kegiatan metabolisme setelah defoliasi yang mempengaruhi produktivitas tanaman. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kembali tanaman yaitu iklim, kesuburan tanah dalam tanaman, penerimaan cahaya, interval pemotongan, serta tinggi pemotongan (Is-bandi, 1985).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi Asystasia gangetica adalah melalui pemupukan. Pemupukan bertujuan untuk meningkatkan persediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman serta sebagai pengganti hilangnya unsur hara dalam tanah. Pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang diperlukan oleh tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung dengan peranan sebagai penyedia unsur hara (UU No. 12/1992). Kotoran ternak dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kandang

karena kandungan unsur hara seperti nitrogen, fosfor, kalium, magnesium, kalsium, dan, belerang serta unsur hara mikro seperti natrium, besi, dan tembaga yang dibutuhkan oleh tanaman dan kesuburan tanah (Hapsari, 2013). Hartatik (2006), menyatakan bahwa kadar hara kotoran kambing mengandung N sebesar 1,41%, kandungan P sebesar 0,54%, dan kandungan K sebesar 0,75%. Sarief (1986), menjelaskan bahwa pupuk kotoran kambing berfungsi untuk meningkatkan daya menahan air, mengandung mikroorganisme tanah yang dapat mensintesa senyawa tertentu yang bermanfaat bagi tanaman.

Proses pemanfaatan pupuk organik oleh tanaman perlu dilakukan proses dekomposisi. Dekomposisi adalah penghancuran bahan organik secara metabolik dengan hasil sampingan berupa energi, materi anorganik, dan bahan organik lainnya yang lebih sederhana (Haneda, 2012). Faktor utama yang mempengaruhi laju dekomposisi bahan organik yaitu jenis dan ukuran partikel bahan organik, jenis dan jumlah mikroorganisme, ketersediaan C, N, P dan K, kelembaban tanah, temperatur, pH dan aerasi (Rao dan Subba, 1994).

Berdasarkan uraian di atas, pemanfaatan kotoran kambing pada tanaman Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan kembali dan hasil dari tanaman tersebut serta didapatkan waktu dekomposisi dan dosis yang terbaik.

MATERI DAN METODE

Percobaan dilaksanakan di Rumah Kaca Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan, Universitas Udaya-na dan berlangsung selama 8 minggu. Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya dan panen pertama setinggi 10 cm dari atas permukaan tanah. Penelitian ini hanya memanfaatkan waktu dekomposisi dan dosis pupuk dari penelitian sebelumnya, sehingga pada penelitian ini tidak melakukan penambahan perlakuan.

Pupuk yang digunakan yaitu pupuk organik kotoran kambing. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu waktu dekomposisi yang terdiri dari: 0 minggu (W0), 2 minggu (W2) dan 4 minggu (W4). Faktor kedua yaitu dosis pupuk yang terdiri dari: 0 ton ha-1 (D0), 10 ton ha-1 (D10), 20 ton ha-1 (D20), 30 ton ha-1 (D30). Terdapat 12 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali, sehingga terdapat 48 unit percobaan. Variabel yang diukur berupa variabel pertumbuhan kembali, hasil dan karakteristik tumbuh tanaman. Data yang

diperoleh dianalisis dengan uji sidik ragam (Gomez dan Gomez, 1995) dan apabila diantara nilai perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05), maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel and Torrie, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara perlakuan waktu dekomposisi dengan dosis kotoran kambing terhadap pertumbuhan kembali dan hasil tanaman Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha pada variabel jumlah cabang, berat kering daun, berat kering batang, berat kering akar, nisbah berat kering daun dengan berat kering batang, serta luas daun per pot (Tabel 1). Kombinasi perlakuan tanpa waktu dekomposisi dengan dosis pupuk kotoran kambing 20 ton ha-1 (W0D20) menghasilkan pertumbuhan kembali serta hasil terbaik.

Perlakuan tanpa waktu dekomposisi dengan dosis pupuk kotoran kambing 20 ton ha-1 (W0D20) saling berinteraksi terhadap pertumbuhan kembali tanaman. Variabel berat kering daun, berat kering akar, nisbah berat kering batang dengan berat kering daun, serta luas daun per pot pada kombinasi perlakuan W0D20 memberikan hasil tertinggi. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa residu hara pupuk kotoran kambing pada kombinasi perlakuan tersebut (W0D20) masih tersedia dan mampu meningkatkan pertumbuhan kembali tanaman A. gangetica.

Waktu dekomposisi pupuk kotoran kambing berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan kembali dan hasil A. gangetica. Perlakuan tanpa waktu dekomposisi (W0) menunjukkan hasil terbaik yang berbeda nyata (P<0,05) dengan waktu dekomposisi 2 minggu (W2) dan waktu dekomposisi 4 minggu (W4) pada variabel tinggi tanaman, jumlah daun, berat kering daun, dan berat kering batang pada tanaman A. ga-ngetica. Hal ini terjadi karena unsur hara baru tersedia untuk pertumbuhan tanaman. Penelitian Wira-putra et al. (2021) menunjukkan bahwa pemanfaatan langsung tanpa waktu dekomposisi kotoran kambing sebagai pupuk organik menghasilkan rataan terendah terhadap pertumbuhan dan hasil A. gangetica. Bahan organik dengan pemanfaatannya secara langsung dengan dicampur tanah akan mengalami penguraian aerob dan anaerob sehingga unsur hara N, P, dan K dimanfaatkan mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik (Setyorini et al., 2006). Akibatnya pertumbuhan tanaman akan terganggu karena terjadi persaingan memperoleh unsur hara. Hal ini membuktikan bahwa pertumbuhan pertama tanaman belum mampu menyerap unsur hara. Bahan organik pupuk kotoran kambing belum terdekomposisi secara maksimal pada perlakuan tanpa waktu dekomposisi sehingga belum tersedia bagi tanaman, sedangkan pada pertumbuhan kembali A. gangetica perlakuan W0 menghasilkan rataan tertinggi karena kotoran kambing telah mengalami proses dekomposisi yang cukup lama sehingga tanaman mampu menyerap un-

Tabel 1. Pengaruh Waktu Dekomposisi dan Dosis Pupuk Kotoran Kambing terhadap Pertumbuhan Kembali Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha

Variabel

Dosis2)

Dekomposisi3)

Rataan

SEM4)

W0

W2

W4

D0

34,251)

34,25

34,25

34,25 AB

D10

37,25

31,55

28,52

32,77 AB

1,43

Tinggi tanaman(cm)

D20

37,83

34,95

32,43

35,06 A

D30

32,75

32,10

32,10

31,25 B

Rataan

35,51 a

33,21 b

31,27 b

D0

116,50 b A

116,50 b A

116,50 b A

116,50 B

D10

148,50 a A

118,25 b B

104,25 c B

123,66 B

5,42

Jumlah daun (H helai)

D20

136,25 a AB

141,75 a A

124,50 b B

134,16 A

D30

137,50 a AB

122,25 b B

142,25 a A

134,00 A

Rataan

134,68 a

124,68 b

121,87 b

D0

6,25

6,25

6,25

6,25 D

D10

7,50

9,00

8,00

8,16 C

8,91 B

0,34

Jumlah cabang (cabang)

D20

9,00

9,75

8,00

D30

9,00

10,00

9,75

9,58 A

Rataan

7,93 b

8,75 a

8,00 b

Keterangan :

1) Nilai dengan huruf kecil yang berbeda dalam satu baris dan huruf besar dalam satu kolom menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

2) D0 = Dosis 0 ton ha-1; D10 = Dosis 10 ton ha-1; D20 = Dosis 20 ton ha-1; D30 = Dosis 30 ton ha-1

3) W0 = Dekomposisi 0 minggu; W2 = Dekomposisi 2 minggu; W4 = Dekomposisi 4 minggu

4) SEM = Standard Error of the Treatment Means™

sur hara yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan kembali.

Perlakuan W4 menunjukkan hasil paling rendah karena unsur hara telah diserap pada saat pertumbuhan vegetatif pertama sehingga pada pertumbuhan kembali vegetatif kedua tidak cukup hara yang tersisa untuk menunjang pertumbuhan dengan maksimal. Penelitian Wiraputra et al. (2021) menunjukkan bahwa waktu dekomposisi 4 minggu menghasilkan respon terbaik terhadap pertumbuhan A. gangetica. Winarna (2001), menyatakan pupuk organik mengandung unsur hara dan dimanfaatkan dengan maksimal apabila mengalami waktu dan proses dekomposisi dalam tanah dengan baik.

Proses dekomposisi adalah proses penguraian secara biologi yang dilakukan oleh mikroorganisme sehingga bahan organik menjadi humus sehingga unsur hara tersedia. Pada proses dekomposisi mikroorganisme mengubah senyawa organik yang komplek menjadi lebih sederhana sehingga tanaman dapat menyerap senyawa yang dihasilkan berupa unsur kalium (Widarti et al., 2021). Lamanya dekomposisi berpengaruh terhadap N, P, dan K pupuk kandang, semakin lama waktu dekomposisi maka kadar karbon semakin menurun, hal ini disebabkan oleh mikroba menggunakan karbon untuk berkembangbiak (Tri-vana dan Pradhana, 2017). Nilai rasio C/N kotoran kambing umumnya diatas 30, oleh karena itu perlu dilakukan dekomposisi untuk menurunkan rasio C/N

hingga sama dengan C/N tanah (Siboro et al., 2013).

Penelitian menunjukkan tanaman A. gangetica yang diberi perlakuan dosis 20 ton ha-1 memberikan hasil tertinggi dan berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan pemberian dosis 30 ton ha-1 pada semua variabel kecuali tinggi tanaman dan jumlah cabang. Hal ini membuktikan tanaman A. gangetica secara efisien dapat memanfaatkan unsur hara kotoran kambing dengan dosis 20 ton ha-1 untuk pertumbuhan kembali dan hasil yang tinggi. Marsono dan Paulus (2001), mengatakan pemanfaatan pupuk kandang dapat diberikan pada dosis 20-30 ton ha-1. Hasil penelitian pada dosis 30 ton ha-1 mengalami penurunan, hal ini karena unsur hara melebihi yang dibutuhkan tanaman sehingga pertumbuhannya terganggu. Pemupukan yang terlalu banyak dapat menyebabkan racun karena pekatnya larutan tanah. Tata (1995), juga mengatakan pemupukan yang berlebihan tidak selalu meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman.

Perlakuan dosis 0 ton ha-1 menghasilkan rataan terendah pada semua variabel kecuali tinggi tanaman tetapi tidak berbeda nyata dengan dosis 10 ton ha-1. Hal ini karena tanaman A. gangetica yang diberi perlakuan tanpa pupuk tidak mendapatkan unsur hara yang mencukupi untuk melakukan pertumbuhan kembali. Riskananda (2011), mengatakan dalam pemenuhan kebutuhan unsur hara bagi tanaman dapat dilakukan dengan proses pemupukan sehingga produksi tanaman meningkat. Meningkatkan efektivitas pemupukan

Tabel 2. Pengaruh Waktu Dekomposisi dan Dosis Pupuk Kotoran Kambing terhadap Hasil Hijauan Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha

Variabel

Dosis2)

Dekomposisi3)

Rataan

SEM4)

W0

W2

W4

D0

1,20 a C 1)

1,20 a C

1,20 a C

1,20 C

D10

3,27 a B

4,15 a A

2,83 b AB

3,10 b A

1,88 c C

2,85 b B

2,66 B

3,36 A

0,11

Berat kering daun (g)

D20

D30

3,55 a B

2,50 b B

3,50 a A

3,18 A

Rataan

3,04 a

2,40 b

2,35 b

D0

4,10 a C

4,10 a C

4,10 a C

4,10 C

D10

7,32 a B

5,00 b B

5,15 b C

5,82 B

Berat kering batang (g)

D20

8,58 a A

6,48 b A

5,78 b B

5,82 A

0,24

D30

7,35 a B

5,85 c A

6,58 b A

6,59 A

Rataan

6,83 a

5,35 b

5,40 b

D0

0,75 a B

0,75 a C

0,75 a D

0,75 C

D10

2,50 b A

2,95 a A

2,10 c C

2,51 B

Berat kering akar (g)

D20

2,35 b A

2,13 b B

3,57 a A

2,68 AB

0,33

D30

2,25 b A

2,97 a A

3,00 a B

2,74 A

Rataan

1,96 c

2,20 b

2,35 a

Keterangan :

1) Nilai dengan huruf kecil yang berbeda dalam satu baris dan huruf besar dalam satu kolom menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

2) D0 = Dosis 0 ton ha-1; D10 = Dosis 10 ton ha-1; D20 = Dosis 20 ton ha-1; D30 = Dosis 30 ton ha-1

3) W0 = Dekomposisi 0 minggu; W2 = Dekomposisi 2 minggu; W4 = Dekomposisi 4 minggu

4) SEM = Standard Error of the Treatment Means

Tabel 3. Pengaruh Waktu Dekomposisi dan Dosis Pupuk Kotoran Kambing terhadap Karakteristik Tumbuh Tanaman Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha

Variabel

Dosis2)

Dekomposisi3)

Rataan

SEM4)

W0

W2

W4

D0

0,29 a B 1)

0,29 a B

0,29 a B

0,29 B

0,01

Nisbah berat kering daun dengan

D10

0,45 b A

0,57a A

0,36 c B

0,46 A

berat kering batang

D20

0,48 a A

0,48 a B

0,49 a A

0,48 A

D30

0,47 ab A

0,43 b C

0,53 a A

0,48 A

Rataan

0,29 a B 1)

0,29 a B

0,29 a B

D0

774,29 a B

774,29 a B

774,29 a C

774,29 C

0,01

D10

975,28 b A

981,69 a A

661,01 b B

872,66 B

Luas daun per pot (cm2)

D20

956,08 a A

1003,46 a A

963,22 a B

974,25 A

D30

989,46 b B

833,48 b B

1149,72 aA

990,88 A

Rataan

923,78 a

898,23 a

887,06 a

Keterangan :

1) Nilai dengan huruf kecil yang berbeda dalam satu baris dan huruf besar dalam satu kolom menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

2) D0 = Dosis 0 ton ha-1; D10 = Dosis 10 ton ha-1; D20 = Dosis 20 ton ha-1; D30 = Dosis 30 ton ha-1

3) W0 = Dekomposisi 0 minggu; W2 = Dekomposisi 2 minggu; W4 = Dekomposisi 4 minggu

4) SEM = Standard Error of the Treatment Means

dapat dilakukan dengan cara pupuk yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan tumbuh tanaman (Set-yamidjaja, 1986). Ketersediaan bahan organik yang banyak juga akan mengurangi persaingan unsur hara oleh tanaman dan mikroba dalam tanah.

Rosmarkam dan Yuwono (2002), menyatakan unsur hara N dapat merangsang pertumbuhan dan produksi tanaman. Karakteristik tumbuh tanaman pada variabel luas daun per pot dosis 30 ton ha-1 menghasilkan rataan tertinggi dan tidak berbeda nyata dengan D20, hal ini terjadi karena dosis pupuk yang diberikan lebih tinggi sehingga ketersediaan unsur N melebihi perlakuan D0 dan D10 (Tabel 3). Poerwawidodo (1992) dan Sutedjo (2002), mengatakan nitrogen dapat memperbesar ukuran daun dan meningkatkan kandungan klorofil.

SIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terjadi interaksi antara waktu dekomposisi dan dosis kotoran kambing. Perlakuan tanpa waktu dekomposisi dengan dosis 20 ton ha-1 memberikan pertumbuhan dan hasil hijauan terbaik pada periode pertumbuhan kembali pertama. Efek residu pupuk kotoran kambing yang diberikan langsung (tanpa waktu dekomposisi) masih terjadi pada periode pertumbuhan kembali pertama.

DAFTAR PUSTAKA

Adigun, J., A. Osipitan., S. Lagoke., R. Adeyemi., and A. Afolami. 2014. Growth and yield performance of cowpea (Virginia unguiculata (L.) walp) as influenced by row- spacing and period of weed

interference in South-West Nirgeria. Journal of Agricultural Science Archives, 6(40): 188-198.

Anonim. 1992. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.

Asbur, Y. and Y. Purwaningrum. 2018. Decomposition and release rate of Asystasia gangetica (L.) T. Anderson litter nutrient using litterbag method. International Journal of Engineering & Technology, 7(2.5): 116-119.

Asbur, Y., S. Yahya., K. Murtilaksono., Sudrajat, dan E. S. Sutarta. 2015. Peranan Tanaman Penutup Tanah terhadap Neraca Hara N, P, dan K di Perkebunan Kelapa Sawit menghasilkan di Lampung Selatan. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit, 23(2): 53-60.

Farizaldi. 2011. Produktivitas Hijauan Makanan Ternak pada Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Berbagai Kelompok Umur di PTNP 6 Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi. JIIP, 14: 68-73.

Gomez, K. A. dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi Kedua. Jakarta: UI-Press.

Grubben, G. J. H. dan O. A. Denton. 2004. Vegetables. Wageningen: PROPTA (Plant Resources of Tropical Africa) Foundation.

Hapsari, A. Y. 2013. Kualitas dan kuantitas kandungan pupuk organik limbah serasah dengan indoku-lum kotoran sapi secara semi anaerob. Skripsi. Fakultas Ilmu dan Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Hartatik W. dan L. R. Widowati. 2009. Pupuk Kandang. Balai Besar Litbang Sumber daya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Hopkins, W. G. 1995. Introduction to Plant Physiology. John Willey and Sons Inc. Singapore.

Isbandi. 1985. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Marsono dan S. Paulus. 2001. Pupuk Akar Jenis dan Aplikasi. Penebar Swadaya: Jakarta.

Poerwawidodo. 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Bandung: Penerbit Angkasa.

Rao, N. S. dan Subba. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Riskananda, F. R. 2011. Makalah Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman.

Roesmarkam, A. dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta: Kanisius.

Sarief, S. E. 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Bandung: Pustaka Buana.

Setiawan, I. 2013 Gulma Asystasia gangetica. Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Setyamidjaja, D. 1986. Pupuk dan Pemupukan. Jakarta: CV. Simplex.

Setyorini, D., R, Saraswati., dan E. K. Anwar. 2006. Kompos dalam Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Litbang.

Siboro, E. S., E. Surya., dan N. Herlina. 2013. Pembuatan Pupuk Cair dan Biogas Dari Campuran Limbah Sayuran. Jurnal Teknik Kimia USU, 2(3): 40-43.

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Suarna, I. W., N. N. Suryani., K. M. Budiasa., dan I. M. S. Wijaya. 2019. Karakteristik Tumbuh Asystasia gangetica pada Berbagai Aras Pemupukan Urea. Jurnal Pastura, 9(1): 21-23.

Sutedjo, M. M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: Rineka Cipta.

Tata, T. 1995. Pengaruh Jenis dan Level Kotoran Ternak terhadap Produktivitas Arachis pintoi. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Uda-yana, Denpasar.

Trivana, L. dan A. Y. Pradhana. 2017. Optimalisasi Waktu Pengomposan dan Kualitas Pupuk Kandang dari Kotoran Kambing dan Debu Sabut Kelapa dengan Bioaktivativator PROMI dan Orgadec. Jurnal Sain Veteriner, 35(1): 136-144.

Widarti, B.N., W. K. Wardhini., dan E. Sarwono. 2015. Pengaruh rasio C/N bahan baku pada pembuatan kompos dari kubis dan kulit pisang. Jurnal Integrasi Proses 5(2): 75-80.

Winarna, dan W. Darmosarkoro. 2001. Penggunaan TKS dan Kompos TKS untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi Tanaman. Pusat Penelitian Kelapa Sawit: Medan.

Wiraputra, I. G. D., M. A. P. D. Anuraga., dan I. W. Suarna. 2021. Pengaruh waktu dekomposisi dan dosis pupuk kotoran kambing terhadap pertumbuhan dan hasil hijauan Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

119