Evaluasi Status Kesuburan Tanah pada Pertanian Lahan Kering Berbasis Sistem Informasi Geografis di Kecamatan Baturiti
on
Nandur
Vol. 2, No. 2, April 2022 https://ojs.unud.ac.id/index.php/nandur
EISSN: 2746-6957 | Halaman 89-100 Fakultas Pertanian, Universitas Udayana
Evaluasi Status Kesuburan Tanah pada Pertanian Lahan Kering Berbasis Sistem Informasi Geografis di Kecamatan Baturiti
Jencristy Gilberd Sitanggang, Ni Made Trigunasih*), A.A. Nyoman Supadma
Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman Denpasar Bali 80231, Indonesia
*)Email: trigunasih@unud.ac.id
Abstract
Baturiti District is located in the highlands and is one of the largest producers of horticultural agricultural products in Bali Province. productivity of seasonal horticultural crops, namely tomato plants (31,617 tons/ha); chili plants (8,122 tons/ha); Chinese cabbage (61,889 tons/ha). Farmers carry out intensive land management to achieve high production with the addition of chemical fertilizers and pesticides which in the long term can damage the soil and reduce soil fertility. To maintain high production, it is necessary to evaluate soil fertility in dry land agriculture in Baturiti District. The purpose of this study was to determine the status of fertility, as well as to determine the limiting factors of soil fertility, and provide direction for soil management in Dry Land Agriculture, Baturiti District. The research method used is a survey and soil test method with parameters of fertility status including Cation Exchange Capacity (CEC), Base Saturation (BS), organic-C, total-P, and total-K with reference to the Technical Instructions for Evaluation of Soil Fertility Research Center Bogor land. The results showed that the soil fertility status at the study site was classified into three soil fertility statuses, namely, low with an area of 971.88 ha in HLU I (Parean Tengah Village), classified as medium with 1,023.08 ha found in HLU V (Luwus Village), HLU IX (Antapan Village), HLU VII (Candikuning Village), and a height with an area of 3,082.98 ha are located in HLU IV (Antapan Village), HLU II (Antapan Village), HLU III (Baturiti Village), HLU VIII (Bangli Village) ), HLU VI (Angseri Village). Parameters that are limiting factors for soil fertility status are CEC and C-organic so it is necessary to add organic matter such as organic fertilizer, manure, compost, return of plant remains and by applying intercropping cultivation and crop rotation on dry land agriculture. in Baturiti District.
Keywords: soil fertility, limiting factors, land management directions
Kesuburan tanah merupakan kemampuan tanah untuk menyediakan unsur hara yang optimal yang dibutuhkan untuk menjamin produksi tanaman. Kesuburan merupakan suatu kondisi tanah dengan jumlah unsur hara yang cukup seimbang dan tersedia sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Evaluasi status kesuburan tanah dapat dilakukan dengan pendekatan uji tanah, dimana penilaian dengan menggunakan metode uji tanah ini relatif lebih akurat dan cepat. Pengukuran sifat-sifat kimia tanah sebagai parameter kesuburan tanah kemudian ditetapkan dalam kriteria kesuburan tanah. Terdapat lima parameter kesuburan tanah yang digunakan dalam penelitian ini untuk menilai status kesuburan tanah, yaitu KTK, KB, kadar P dan K total tanah, dan C-organik (PPT, 1995).
Kecamatan Baturiti terletak di antara ketinggian 300 – 990 m dpl, yang meliputi wilayah datar sampai bergelombang dengan kemiringan 2 – 15% dan wilayah datar sampai curam dengan kemiringan 15 – 40%. Pada kemiringan tersebut merupakan daerah yang cukup subur untuk melakukan budidaya pertanian serta rawan terhadap bencana longsor (Trigunasih & Saifulloh, 2022). Luas lahan kering di Kecamatan Baturiti pada penggunaan lahan kebun campuran seluas 2.109,63 ha dan luas penggunaan lahan tegalan 2.968,29 ha. Kecamatan Baturiti, khususnya pada dataran tinggi dikenal sebagai penghasil produk pertanian hortikultura terbesar di Provinsi Bali. Produksi hortikultura tahunan pada tahun 2019 dengan produktivitas tertinggi adalah tanaman durian dengan menghasilkan rata-rata 19 ton/pohon, serta tanaman pisang menghasilkan lebih dari 1000 ton. Produksi hortikultura semusim dengan produktivitas tertinggi mencapai 154,353 ton/ha adalah tanaman tomat; tanaman cabai sebesar 21,489 ton/ha; tanaman petsai sebesar 96,618 ton/ha. Pada tahun 2020 terjadi penurunan produktivitas tanaman hortikultura semusim dari tahun sebelumnya, tanaman tomat mencapai 31,617 ton/ha; tanaman cabai sebesar 8,122 ton/ha; tanaman petsai sebesar 61,889 ton/ha. Berdasarkan pengamatan di lapangan, petani melakukan pengolahan lahan yang intensif untuk mencapai produksi yang tinggi dengan penambahan pupuk maupun pestisida kimia yang dalam jangka waktu panjang dapat merusak tanah dan menurunkan kesuburan tanah. Untuk mempertahankan produksi yang tinggi pada pertanian lahan kering, dan juga belum adanya penelitian status kesuburan tanah dan belum ada peta status kesuburan, maka perlu dilakukan penelitian evaluasi status kesuburan tanah pada beberapa lokasi pertanian lahan kering dengan menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG).
SIG telah banyak digunakan dalam, monitoring lingkungan, kemampuan lahan, pemetaan kualitas tanah, perubahan indeks vegetasi dan lahan terbangun, eksplorasi sumberdaya lahan subak serta pemetaan kerawanan longsor (Sardiana et al., 2017; Saifulloh et al., 2017; Sunarta & Saifulloh, 2022; Trigunasih et al., 2017; Trigunasih et al., 2022; Trigunasih & Saifulloh, 2022). Analisis status kesuburan tanah dengan SIG membantu dan bermanfaat dalam mengumpulkan dan mengelola data spasial, serta membuat dan menampilkan hasil dalam bentuk peta.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2021. Tempat pelaksanaan penelitian dilakukan di pertanian lahan kering di Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan. Selain dilakukan di lapangan, penelitian juga dilaksanakan di
Laboratorium Tanah, Konsentrasi Ilmu Tanah dan Lingkungan, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.
Bahan yang digunakan untuk analasis laboratorium adalah NaOH 30%, NaOH 50%, NH4OAc 1N pH 7, H3BO3, HCL 25%, Alkohol 80%, paraffin cair, H2SO4 pekat, FeSO4 1N, H3PO4 85%, K2Cr2O7, dan DPA. Untuk melakukan survei tanah
menggunakan peta satuan lahan homogen dari hasil tumpang susun dari peta penggunaan lahan skala 1:25.000, peta jenis tanah skala 1:250.000, peta kemiringan lereng skala 1:25.000, dan citra Satellite SPOT 6/7 akuisisi tahun 2019.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah bor belgi, pisau lapang, abney level, kantong plastik, kertas label, GPS (Geographic Position System), alat tulis, stopwatch, pH meter, oven, erlenmeyer, gelas ukur, botol reagen, ayakan lolos 2 mm, pipet, karet penyedot, buret, cawan petri, cawan porselin, kertas whatman 23, corong, destilator, dan kjeldahl.
Penelitian ini menggunakan metode survei lapangan untuk pengambilan sampel tanah dan metode uji tanah yang di analisis di Laboratorium Ilmu Tanah dan Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Udayana dengan sifat kimia tanah yang ditetapkan dalam 5 parameter yaitu KTK, KB, C-organik, P-total, K-total. Penentuan status kesuburan tanah menggunakan “Petunjuk Teknis Evaluasi Kesuburan Tanah PPT (1995).
Tahapan pelaksanaan penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah :
Studi pustaka merupakan tahap pengumpulan data-data sekunder untuk memperoleh informasi yang berhubungan dengan daerah yang akan diteliti. Persiapan diawali dengan pengumpulan data sekunder yaitu peta penggunaan lahan skala 1:25.000, peta jenis tanah skala 1:250.000, peta kemiringan lereng skala 1:25.000 Kecamatan Baturiti.
Peta satuan lahan homogen didapatkan dengan cara tumpang susun (overlay) petapeta dasar yang sudah dikumpulkan dalam tahap studi pustaka ( peta penggunaan lahan, peta lereng, peta jenis tanah). Tumpang susun peta-peta dasar dilakukan dengan menggunakan aplikasi QGIS 3.16 dan menjadi peta satuan lahan homogen (SLH). hasil tumpang susun diperoleh karakteristik satuan lahan homogen disajikan pada Tabel 1. dan peta SLH yang digunakan sebagai peta kerja dalam pengambilan sampel disajikan pada Gambar 1.
Tabel 1. Karakteristik Satuan Lahan Homogen Daerah Penelitian
No. |
Satuan Lahan Homogen |
Desa |
Titik Sampel |
Jenis Tanah |
Lereng (%) |
Penggunaan Lahan |
1 |
SLH I |
Parean Tengah |
1 |
Latosol Coklat Kekuningan |
0 - 8 % |
Kebun Campuran |
2 |
SLH II |
Antapan |
2 |
Andosol Coklat Kelabu |
15 - 25 % |
Kebun Campuran |
3 |
SLH III |
Luwus |
3 |
Latosol Coklat Kekuningan |
15 - 25 % |
Kebun Campuran |
4 |
SLH IV |
Antapan |
4 |
Andosol Coklat Kelabu |
8 - 15 % |
Kebun Campuran |
5 |
SLH V |
Baturiti |
5 |
Latosol Coklat Kekuningan |
8 - 15 % |
Kebun Campuran |
6 |
SLH VI |
Bangli |
6 |
Latosol Coklat Kekuningan |
15 - 25 % |
Tegalan |
7 |
SLH VII |
Antapan |
7 |
Andosol Coklat Kelabu |
25 - 40 % |
Tegalan |
8 |
SLH VIII |
Angseri |
8 |
Latosol Coklat Kekuningan |
8 - 15 % |
Tegalan |
9 |
SLH IX |
Candi Kuning |
9 |
Regosol Kelabu |
8 - 15 % |
Tegalan |
Gambar 1. Peta Satuan Lahan Homogen dan Titik Sampel
Survei pendahuluan dilakukan dengan cara menjelajahi wilayah penelitian dengan mengacu pada SLH yang dibuat sebelumnya. Survei pendahuluan juga dilakukan dengan melakukan interaksi dengan petani di lapang untuk memperoleh data sementara terhadap karakter fisik lapangan, selanjutnya dilakukan survei lapangan dan pengambilan sampel.
Survei lapangan dilakukan untuk mengamati dan mengetahui kondisi fisik di sekitar wilayah lokasi pengamatan. Pengambilan sampel tanah berdasarkan titik lokasi pengamatan sesuai dengan peta satuan lahan homogen (SLH). Sampel tanah diambil dengan metode purposive sampling. Dengan cara diambil menggunakan bor belgi pada kedalaman 0-30 cm. Sampel tanah yang diambil dikompositkan sehingga dalam satu SLH terdapat 1 sampel tanah.
Analisis tanah dilakukan setelah pengambilan sampel tanah di lapangan, kemudian di kering anginkan dan dihaluskan kemudian diayak dengan ayakan 2 mm. Sifat kimia yang dianalisis yaitu KTK, KB, P-total, K-total, C-organik dan parameter pendukung yaitu pH dan tekstur tanah. Penilaian status kesuburan tanah meliputi dari hasil analisis data sifat kimia tanah dan akan dicocokkan dengan Petunjuk Teknis Evaluasi Status Kesuburan Tanah (PPT, 1995).
Setelah memperoleh status kesuburan tanah yang terdapat di Kecamatan Baturiti maka tahap selanjutnya yaitu pembuatan peta status kesuburan tanah. Pembuatan peta berfungsi untuk mempermudah pembacaan dan mempermudah untuk mengingatnya. Pembuatan peta status kesuburan tanah di lahan kering Kecamatan Baturiti menggunakan perangkat aplikasi QGIS 3.16.
Hasil evaluasi kesuburan tanah akan memberikan informasi dan arahan pengelolaan tanah sesuai dengan keperluan. Analisis arahan pengelolaan tanah dilakukan dengan metode deskriptif dan tujuan dari arahan pengelolaan tanah yaitu memperbaiki kesuburan tanah yang ada di pertanian lahan kering Kecamatan Baturiti.
Hasil analisis sampel tanah di Laboratorium disajikan pada Tabel 2. Parameter yang digunakan dalam mengetahui status kesuburan tanah adalah Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah, Kejenuhan Basa (KB), kandungan C-organik tanah, kandungan P-total dan K-total tanah.
Berdasarkan hasil analasis tanah nilai KTK tanah pada lokasi penelitian yang dicocokkan menurut kriterian penilaian yang digunakan tergolong rendah (14,98 me/100 g) sampai tinggi (31,09 me/100 g). Pada SLH III dan SLH VII memiliki nilai KTK yaitu 20,68 me/100 g dan 22,23 me/100 g yang termasuk dalam kriteria sedang. Sedangkan pada SLH I, II, IV, V, VI, VII memiliki nilai KTK berturut-turut yaitu 31,09
me/100 g; 28,88 me/100 g; 27,83 me/100 g; 28,82 me/100 g; 27,88 me/100 g; 27,12 me/100 g yang termasuk dalam kriteria tinggi. Pada SLH IX memiliki nilai KTK 14,98 me/100 g dengan kriteria rendah. Data analasis KTK pada masing-masing SLH di Kecamatan Baturiti di sajikan pada Tabel 2.
Besar kecilnya KTK tergantung pada tekstur dan kandungan bahan organik tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Mukhlis (2007), bahwa semakin tinggi bahan organik dan semakin halus tekstur tanah maka KTK tanah semakin tinggi. Faktor lain yang mempengaruhi nilai KTK tanah yaitu pH tanah. Semakin tinggi nilai pH tanah, maka semakin tinggi KTK. Sebaliknya, pada nilai pH rendah hidrolisis tidak terjadi sehingga KTK rendah (Utomo, et al., 2016).
Berdasarkan hasil analisis kimia sampel tanah lokasi penelitian, nilai KB tergolong sedang (38,71%) sampai dengan sangat tinggi (87,62%). Pada SLH V dan SLH VII memiliki nilai KB yang tergolong dalam kriteria sangat tinggi dengan nilai 82,44% dan 87,62%. Nilai KB yang tergolong dalam kriteria tinggi terdapat pada SLH II, III, IV, dan VI dengan Nilai KB berturut-turut yaitu 69,17%; 53,06%; 58,01%; 65,12%. Pada SLH I, VIII, dan IX memiliki nilai KB berturut-turut adalah 38,71%; 47,62%; 38,71% tergolong dalam kriteria sedang. Data analis KB tanah disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan hasil analasis KB sampel tanah memiliki tiga kriteria yang berbeda yaitu KB tanah dengan kriteria sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Tingginya kandungan KB pada lokasi penelitian mencerminkan kandungan kation – kation basa dalam tanah masih banyak untuk keperluan tanaman dari segi hara. Kejenuhan Basa tinggi berarti ketersediaan kation – kation basa cukup banyak untuk ketersediaan tanaman dalam memenuhi kebutuhannya. Kejenuhan basa berhubungan erat dengan pH tanah, dimana tanah dengan pH rendah umumnya mempunyai KB rendah, sebaliknya tanah dengan pH tinggi umumnya mempunyai KB tinggi.
Berdasarkan hasil analisis C-organik tanah pada lokasi penelitian termasuk kriteria rendah 1,56% sampai tinggi 3,72%. Pada SLH I dan SLH VII memiliki nilai C-organik yang tergolong rendah dengan nilai 1,56% dan 1,65%. Nilai C-organik yang tergolong sedang berada pada SLH II, III, V, dan IX dengan nilai berturut-turut adalah 2,54%; 2,07%; 2,14%; 2,96%. Pada SLH IV, VI, dan VII didapatkan nilai C-organik pada masing-masing SLH adalah 3,72%; 3,37%; 3,36% tergolong dalam kriteria tinggi. Hasil analisis C-organik tanah pada masing-masing SLH pada lokasi penelitian disajikan pada Tabel 2. Kandungan C-organik pada lokasi penelitian tegolong dalam kriteria rendah disebabkan karena sangat kurangnya vegetasi pada tanah akibat sering diolah untuk dilakukan penanaman dan diangkutnya sisa-sisa panen keluar areal penanaman. Kandungan C-organik tanah dapat digunakan sebagai parameter dalan membedakan jumlah bahan organik yang terkandung dalam tanah. Pengembalian
tanaman sisa-sisa panen yang dimasukkan kedalam tanah dapat berperan sebagai salah satu sumber utama bahan organik tanah (Hardjowigeno, 2003).
Berdasarkan hasil analisis P-total tanah pada masing-masing satuan lahan homogen pada lokasi penelitian, kandungan P-total tergolong sangat tinggi. Pada SLH I sampai SLH IX memiliki nilai berturut-turut 2424,49 mg/100g; 1246,13 mg/100g; 1753,94 mg/100g; 5125,12 mg/100g; 991,40 mg/100g; 2912,70 mg/100g; 3308,14 mg/100g; 1021,02 mg/100g; 4857,85 mg/100g. Hasil analasis P-total pada tiap SLH disajikan pada Tabel 2.
Kandungan P-total tanah yang diperoleh pada seluruh SLH didapatkan memiliki kriteria yang sama, yaitu sangat tinggi. Kandungan P-total tertinggi terdapat pada SLH IV dengan nilai 5125,12mg/100g yang terdapat pada Desa Antapan. Tingginya kandungan P-total pada daerah penelitian, berdasalkan hasil wawancara dengan petani di lokasi penelitian bahwa petani selalu menggunakan pupuk SP36 untuk memupuk tanamannya. Hal ini menyebabkan kandungan P-total dalam tanah menjadi tinggi. Kadar P tanah tergolong sangat tinggi dikarenakan adanya efek redisual akibat pemakaian pupuk Phosfat (SP36) yang terus menerus sehingga banyak unsur P yang masih terdapat dalam tanah namun tidak sepenuhnya dapat dimanfaatkan oleh tanaman.
-
3.1.5 Kandungan Kalium Total (K-Total) Tanah
Kalium (K) merupakan salah satu unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak setelah Nitrogen dan Fosfor. Jumlah Kalium yang diambil dari tanah oleh tanaman umumnya lebih tinggi daripada Fosfor. Kalium memiliki valensi satu dan dapat diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K+. Kalium tergolong unsur yang cukup mobil dalam sel maupun jaringan tanaman ( Rosmarkam dan Yumono, 2002).
Berdasarkan hasil analisis K-total tanah pada lokasi penelitian menunjukkan bahwa K-total tergolong sedang sampai dengan tinggi. Pada SLH I, II, III, V, dan VIII termasuk dalam kriteri sedang dengan nilai K-total berturut-turut adalah 29,69mg/100g; 27,69mg/100g; 25,77mg/100g; 21,79mg/100g; 26,11. Nilai K-Total pada SLH IV, VI, VII, dan IX memiliki nilai berturur-turut yaitu 48,59 mg/100g; 43,67mg/100g; 48,04mg/100g; 45,03mg/100g dan termasuk dalam kriteria tinggi. Hasil analasis K-total disajikan pada Tabel 2.
Kandungan Kalium pada lokasi penelitian tergolong sedang sampai tinggi. Tingginya K-total disebabkan nilai KTK pada lokasi penelitian yang tergolong sedang sampai tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Hanafiah (2014), tingginya nilai KTK tanah dapat memengaruhi larutan tanah untuk dapat melepaskan Kalium dan dapat menurunkan potensi pencucian kalium di dalam tanah. Pada pH rendah dan kejenuhan basa yang rendah unsur K mudah tercuci, sebaliknya jika pH tanah netral dan kejenuhan basa tinggi unsur K diikat sehingga tidak mudah tercuci.
Tabel 2. Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah
No. |
Satuan Lahan Homogen |
Desa |
KTK (me/100 g) |
KB (%) |
C-Org (%) |
P-Total (mg/100 g) |
K-Total (mg/100g) |
1. |
SLH I |
Parean Tengah |
31.09 (T) |
38,71 (S) |
1,56 (R) |
2424,49 (ST) |
29,69 (S) |
2. |
SLH II |
Antapan |
28,88 (T) |
69,17 (T) |
2,54 (S) |
1246,13 (ST) |
27,69 (S) |
3. |
SLH III |
Luwus |
20,68 (S) |
53,06 (T) |
2,07 (S) |
1753,94 (ST) |
25,77 (S) |
4. |
SLH IV |
Antapan |
27,83 (T) |
58,01 (T) |
3,72 (T) |
5125,12 (ST) |
48,59 (T) |
5. |
SLH V |
Baturiti |
28,82 (T) |
82,44 (ST) |
2,14 (S) |
991,40 (ST) |
21,79 (S) |
6. |
SLH VI |
Bangli |
27,88 (T) |
65,12 (T) |
3,37 (T) |
2912,70 (ST) |
43,67 (T) |
7. |
SLH VII |
Antapan |
22,23 (S) |
87,62 (ST) |
1,65 (R) |
3308,14 (ST) |
48,04 (T) |
8. |
SLH VIII |
Angseri |
27,12 (T) |
47,62 (S) |
3,36 (T) |
1021,02 (ST) |
26,11 (S) |
9. |
SLH IX |
Candikuning |
14,98 (R) |
38,71 (S) |
2,96 (S) |
4857,85 (ST) |
45,03 (T) |
Keterangan : ST = Sangat Tinggi; T = Tinggi; S = Sedang; R = Rendah
Reaksi tanah (pH) dan tekstur tanah merupakan parameter pendukung dalam membahas status kesuburan tanah. Tabel 3 menunjukkan bahwa pH tanah lokasi penelitian tergolong netral yaitu berkisar 6,5 – 7,0. pH dapat menjadi salah satu faktor untuk menentukan tersedianya unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman. Tanah yang mengandung pH rendah (masam), akan didominasi oleh unsur Al, Fe dan Mn yang dapat bersifat sebagai racun bagi tanaman. Jika nilai pH dipertahankan dalam kisaran 6 hingga 7 maka kemungkinan toksinitas Al, Fe, dan Mn dapat dicegah.
Menurut Khattak dan Hussain. (2007), terkstur tanah merupakan dasar penilaian sifat tanah dan berfungsi sebagai indikator untuk menilai kapasitas pertukaran kation. Tekstur tanah juga memengaruhi pengikatan dan kehulangan unsur hara tanah. Tekstur tanah merupakan perbandingan praksi pasir, debu dan liat. Berdasarkan Tabel 3 pada sebagian besar lokasi penelitian didomanisasi oleh praksi liat yang lebih tinggi. Tekstur tanah menentukan tinggi rendahnya KTK tanah, jika kandungan liat tanahnya tinggi, maka kandungan KTK akan tinggi karena liat merupakan koloid yang banyak terjerap kation-kation tanah. Data analisis pH dan tekstur tanah pada lokasi penelitian disajikan pada Tabel 3.
Tabel 4. Nilai pH dan Kelas Tekstur Tanah
No. |
Satuan Lahan Homogen |
Desa |
pH |
Tekstur |
1. |
SLH I |
Parean Tengah |
6,72 (N) |
Liat |
2. |
SLH II |
Antapan |
6,79 (N) |
Lempung Berliat |
3. |
SLH III |
Luwus |
6,74 (N) |
Liat |
4. |
SLH IV |
Antapan |
6,90 (N) |
Liat Berpasir |
5. |
SLH V |
Baturiti |
6,75 (N) |
Liat |
6. |
SLH VI |
Bangli |
6,77 (N) |
Lempung Berliat |
7. |
SLH VII |
Antapan |
6,86 (N) |
Lempung |
8. |
SLH VIII |
Angseri |
6,54 (N) |
Liat Berpasir |
9. |
SLH IX |
Candikuning |
7.05 (N) |
Lempung Berpasis |
Keterangan : N = Netral
-
3.2 Evaluasi Status Kesuburan Tanah
Penetapan status kesuburan tanah dilakukan melalui dua tahapan, yaitu diawali dengan penilaian terhadap pengukuran parameten kesuburan tanah yang terdiri atas KTK, KB, C-organik, P-total dan K-total. Penetapan status kesuburan tanah dengan mengkombinasikan sifat kimia tanah yang mengacu pada Kriteria Penilaian Kesuburan Tanah
Hasil penetapan status kesuburan tanah pada pertanian lahan kering Kecamatan Baturiti yang disajikan pada Tabel 3. didapatkan status kesuburan tanah yang tergolong rendah, sedang, dan tinggi. SLH I yang berada di Desa Parean Tengah memiliki status kesuburan tanah tegolong rendah. Status kesuburan tanah yang tergolong sedang berada pada SLH III (Desa Luwus), SLH VII (Desa Antapan) dan SLH IX (Desa Candikuning). Sedangkan pada SLH II (Desa Antapan), SLH IV (Desa Antapan), SLH V (Desa Baturiti), SLH VI (Desa Bangli) dan SLH VIII (Desa Angseri) memiliki status kesuburan tanah yang tergolong tinggi. Data hasil status kesuburan tanah pada masing-masing SLH di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 3.
SLH I pada Desa Parean Tengah memiliki status kesuburan rendah, dikarenakan oleh rendahnya kandungan C-Organik tanah serta kandungan KB dan K-total yang tergolong sedang. Rendahnya C-Organik terjadi melalui peningkatan proses dekomposisi bahan organik pada lapisan olah akibat pengolahan tanah dan hilang terangkut erosi. Pada SLH III (Desa Luwus), SLH VII (Desa Antapan) dan SLH IX (Desa Candikuning) memiliki status kesuburan tanah yang tergolong sedang, disebabkan karena parameter KTK, KB, C-Organik dan K-Total yang tergolong rendah hingga sedang.
Status kesuburan tanah di Kecamatan Baturiti yang memiliki status kesuburan tanah tergolong tinggi disebabkan karena tingginya Kapasitas Tukar Kation (KTK), Kejunuhan Basa (KB), C-organik, P-Total dan K-Total. Tingginya KTK pada lokasi penelitian menyebabkan kempapuan untuk mempertukarkan kation-kation menjadi tinggi, sehingga KTK yang tinggi menyebabkan ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman tersedia lebih banyak.
Tabel 4. Status Kesuburan Tanah pada Lokasi Penelitian
No. |
Satuan Lahan Homogen |
Desa |
KTK (me/100 g) |
KB (%) |
C-Org (%) |
P-Total (mg/100 g) |
K-Total (mg/100g) |
Status Kesuburan |
1. |
SLH I |
Parean Tengah |
31.09 (T) |
38,71 (S) |
1,56 (R) |
2424,49 (ST) |
29,69 (S) |
R |
2. |
SLH II |
Antapan |
28,88 (T) |
69,17 (T) |
2,54 (S) |
1246,13 (ST) |
27,69 (S) |
T |
3. |
SLH III |
Luwus |
20,68 (S) |
53,06 (T) |
2,07 (S) |
1753,94 (ST) |
25,77 (S) |
S |
4. |
SLH IV |
Antapan |
27,83 (T) |
58,01 (T) |
3,72 (T) |
5125,12 (ST) |
48,59 (T) |
T |
5. |
SLH V |
Baturiti |
28,82 (T) |
82,44 (ST) |
2,14 (S) |
991,40 (ST) |
21,79 (S) |
T |
6. |
SLH VI |
Bangli |
27,88 (T) |
65,12 (T) |
3,37 (T) |
2912,70 (ST) |
43,67 (T) |
T |
7. |
SLH VII |
Antapan |
22,23 (S) |
87,62 (ST) |
1,65 (R) |
3308,14 (ST) |
48,04 (T) |
S |
8. |
SLH VIII |
Angseri |
27,12 (T) |
47,62 (S) |
3,36 (T) |
1021,02 (ST) |
26,11 (S) |
T |
9. |
SLH IX |
Candikuning |
14,98 (R) |
38,71 (S) |
2,96 (S) |
4857,85 (ST) |
45,03 (T) |
S |
Keterangan : ST = Sangat Tinggi; T = Tinggi; S = Sedang; R = Rendah
-
3.3 Peta Status Kesuburan Tanah
Peta status kesuburan tanah merupakan salah satu luaran (output) dari penelitian ini yang berisikan informasi tentang status kesuburan tanah, sebaran status kesuburan tanah, atribut penjelas status kesuburan kesuburan. Simbol berwarna merah memiliki status kesuburan tanah rendah terdapat pada SLH I (Desa Parean Tengah), simbol berwana kuning memiliki status kesuburan tanah sedang terdapat pada SLH III (Desa Luwus), SLH VII (Desa Antapan), SLH IX (Desa Candikuning), dan simbol dengan warna hijau memiliki status kesuburan tanah tinggi terdapat pada SLH II (Desa Antapan), SLH IV (Desa Antapan), SLH V (Desa Baturiti), SLH VI (Desa Bangli), SLH VIII (Desa Angseri).. Peta status kesuburan tanah disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Peta Status Kesuburan Tanah
Berdasarkan hasil evaluasi status kesuburan tanah didapatkan status kesuburan tanah rendah, sedang dan tinggi. Status kesuburan tanah yang tergolong rendah berada pada SLH 1 (Desa Parean Tengah) dengan faktor pembatas yaitu kandungan C-organik yang rendah, KB dan K-total yang sedang. Kandungan C-organik tanah yang rendah dapat dilakukan penambahan bahan organik ,pengembalian sisa-sisa tanaman kembali ke dalam tanah, menerapkan sistem budidaya tumpang sari dan rotasi tanaman. Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya tanaman. Hal ini dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah.
Musthofa (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kandungan bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen, agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi mineralisasi maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus diberikan setiap tahun. Faktor terpenting yang mempengaruhi
produktivitas baik tanah yang dibudidayakan maupun tanah yang tidak dibudidayakan adalah jumlah dan kedalaman bahan organik tanah (Paul and Clark, 1989).
Status kesuburan tanah yang tergolong sedang berada pada SLH III (Desa Luwus), SLH VII (Desa Antapan) dan SLH IX (Desa Candikuning) dengan faktor pembatas KTK yang tergolong rendah hingga sedang. Kandungan KTK yang tergolong rendah pada SLH IX (Desa Candikuning) disebabkan oleh kelas tekstur tanah lempung berpasir sehingga pertukaran kation tidak cukup baik, karena salah satu yang sangat mempengaruhi KTK tanah adalah tekstur tanah dan tipe liatnya. Faktor lain yang mempengaruhi KTK tanah pada lokasi penelitian adalah rendahnya C-organik tanah. Faktor pembatas ini dapat diperbaiki dengan pemberian pupuk organik agar meningkatkan KTK pada daerah penelitian. Bahan organik merupakan salah satu pembenah tanah yang telah dirasakan manfaatnya dalam perbaikan sifat-sifat tanah baik sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Menurut Bakri (2001) bahwa penambahan bahan organik ke dalam tanah akan menjadikan ikatan antar partikel bertambah kuat dengan meningkatnya kadar bahan organik tanah. Bahan organik sangat berpengaruh dalam mempengaruhi sifat fisik tanah diantaranya memperbaiki struktur tanah, meningkatkan agregat tanah dan meningkatkan pertumbuhan tanaman (Louwim, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan yaitu, status kesuburan tanah pada 9 (sembilan) SLH pada pertanian lahan kering di Kecamatan Baturiti, Tabanan tergolong dalam tiga status kesuburan tanah yaitu, rendah dengan luas 971,88 ha terdapat pada SLH I (Desa Parean Tengah). Status kesuburan tanah yang tergolong sedang memiliki luas sebesar 1.023,08 ha terdapat pada SLH III (Desa Luwus), SLH VII (Desa Antapan), SLH IX (Desa Candikuning), dan tinggi dengan luas 3.082,98 ha terdapat pada SLH II (Desa Antapan), SLH IV (Desa Antapan), SLH V (Desa Baturiti), SLH VI (Desa Bangli), SLH VIII (Desa Angseri). Parameter kesuburan tanah yang menjadi faktor pembatas dalam status kesuburan tanah pada pertanian lahan kering Kecamatan Baturiti, Tabanan yaitu KTK dan C-organik tanah. Arahan pengelolaan lahan yang perlu dilakukan yaitu penambahan bahan organik di pertanian lahan kering Kecamatan Baturiti, Tabanan yang memiliki kriteria KTK dan C-Organik yang rendah seperti pada SLH I (Desa Parean Tengah), SLH VII (Desa Antapan) dan SLH IX (Desa Candikuning).
Daftar Pustaka
Bakri. 2001. Pengaruh Lindi dan Kompos Sampah Kota Terhadap Beberapa Sifat
Inceptisol dan Hasil Jagung. Agrista Vol. 5 (2): 114-119.
Hanafiah, K.A. 2014. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hardjowigeno, S. 2003. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Rajawali Press.
Khattak, R.A., dan Z. Hussain. 2007. Evaluation of Soil Fertility and Nutrition of
Orchards. Soil & Environ Vol. 26(1) :22-32
Louwim, J. 2008. Analisis Erodibilitas Tanah Di Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali Propinsi Jawa Tengah. Skripsi S-1, Universitas Muhammadiyah. Surakarta
Paul, E.A., dan F. Clark. 1989. Soil Microbiology and Biochemistry. Academic Press. San Diego
PPT. 1995. Petunjuk Teknis Evaluasi Kesuburan Tanah. Laporan Teknis No. 14.
Saifulloh, M., Sardiana, I. K., & Supadma, A. 2017. Pemetaan Kualitas Tanah pada Lahan Kebun Campuran dengan Geography Information System (GIS) di Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika, 6(3), 269-278.
Sardiana, I. K., Susila, D., Supadma, A. A., & Saifulloh, M. 2017. Soil Fertility Evaluation and Land Management of Dryland Farming at Tegallalang SubDistrict, Gianyar Regency, Bali, Indonesia. In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 98, No. 1, p. 012043). IOP Publishing.
Sunarta, I. N., & Saifulloh, M. 2022. Coastal Tourism: Impact For Built-Up Area Growth And Correlation to Vegetation and Water Indices Derived from Sentinel-2 Remote Sensing Imagery. GeoJournal of Tourism and Geosites, 41(2), 509-516. https://doi.org/10.30892/gtg.41223-857
Trigunasih, N. M., Merit, I. N., Wiyanti, I., Narka, I. W., & Dibia, I. N. (2017). Evaluation Of Land Suitability For Increasing Productivity In Degraded Unda Watershed, District Of Karangasem, Bali. International Journal of Biosciences and Biotechnology, 5(1), 25-42.
Trigunasih, N. M., Sardiana, I. K., Suyarto, R., Dibia, N., Sunarta, I. N., Wiguna, P. P. K., & Saifulloh, M. 2022. Eksplorasi Sumberdaya Lahan Subak dengan
Participatory Mapping. In Prosiding Seminar Nasional Fakultas Pertanian UNS (Vol. 6, No. 1, pp. 407-414).
Trigunasih, N.M., & Saifulloh. M. 2022. Spatial Distribution of Landslide Potential and Soil Fertility: A Case Study in Baturiti District, Tabanan, Bali, Indonesia. Journal of Hunan University Natural Sciences, 49(2).
Utomo, M., Sudarsno, B. Rusman, T. Sabrina, J. Lumbanraja dan Wawan. 2016. Ilmu Tanah : Dasar-Dasar dan Pengelolaan. Prenadamedia Group. Jakarta.
100
Discussion and feedback