Pengaruh Jenis Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Serai Wangi (Cymbopogon nardus L.) Serta Beberapa Sifat Kimia dan Biologi pada Tanah Inceptisol
on
Nandur
Vol. 1, No. 1, November 2020 EISSN: 2746-6957 | Halaman 11-19
https://ojs.unud.ac.id/index.php/nandur
Fakultas Pertanian, Universitas Udayana
Pengaruh Jenis Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Serai Wangi (Cymbopogon nardus L.) Serta Beberapa Sifat Kimia dan Biologi pada Tanah Inceptisol
Ni Komang Rahayu Safitri, Ni Luh Kartini*, Ni Nengah Soniari
Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana
Jl. P.B. Sudirman Denpasar Bali 80231
*Email: [email protected]
ABSTRACT
This research aims at examining the effect of organic fertilizers towards the growth and yield of Citronella Grass on Inceptisol. The research was conducted for 8 months; January until September 2020 in Megati Village and at the Soil Science and Environment Laboratory Faculty of Agriculture, Udayana University. Randomized Block Design was applied in this research with eight treatments and four replications consisting of PO0 = no fertilizer, PO1 = 2 kg for each clump of Vermicompost, PO2 = 2 kg for each clump of Temesi Landfill compost, PO3 = 2 kg for each clump of Water Hyacinth compost, PO4 = 1 kg for each clump of Vermicompost + 1 kg for each clump of Temesi Landfill Compost, PO5 = 1 kg for each clump of Vermicompost + Water Hyacinth Compost, PO6 = 1 kg for each clump of Temesi Landfill Compost + 1 kg for each clump of Water Hyacinth Compost, PO7 = 0,65 kg for each clump of Vermicompost + 0,65 kg for each clumpof Temesi Landfill Compost + 0,65 kg for each clump of Water Hyacinth Compost. The results of statistical analysis showed that the application of organic compost had a real impact on the number of Citronella Grass saplings, its fresh weight, yield/hectare of Citronella Grass, N-total and disputably affected PH, C-organic, P-available, K-available, and the total population of soil microorganisme. The treatment of PO4 (1 kg for each clump of Vermicompost combined with 1 kg for each clump of Temesi Landfill compost) showed that the fresh weight of Citronella Grass is 1,4 kg which increased 55,5% compared to the control which merely weights 0,9 kg.
Keywords: citronella grass, Inceptisol, organic fertilizer
PENDAHULUAN
Berdasarkan peta jenis tanah dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Bali yang disusun sesuai dengan peta tanah skala tinjau tahun 1970 dengan skala 1:250.000 menunjukkan bahwa tanah Latosol merupakan jenis tanah yang mendominasi lahan di Kabupaten Tabanan. Tanah Latosol (Sistem Dudal dan Soepraptohardjo,1967-1961) memiliki padanan dengan jenis tanah Inceptisol (USDA Soil Taxonomy, 1975-1990). Inceptisol merupakan jenis tanah yang berkembang dengan tingkat kesuburan rendah. Perlu adanya upaya dalam meningkatkan
produktivitas lahan dengan jenis tanah Inceptisol, salah satunya dengan memilih tanaman yang mimiliki manfaat sebagai tanaman konservasi (Munir, 1996). Inceptisol bereaksi masam dengan pH 4.5-6.5. Kesuburan atau kandungan unsur hara Inceptisol yang relatif rendah dapat ditingkatkan dengan penanganan dan teknologi yang tepat (Sudirja, 2007).
Serai wangi merupakan tanaman konservasi yang mampu menjaga kelestarian tanah. Tanaman serai memiliki peluang sebagai komoditas yang bernilai ganda pada lahan dengan kesuburan rendah karena selain sebagai tanaman konservasi lahan, serai wangi juga bernilai ekonomis sebagai bahan baku untuk menghasilkan minyak atsiri (Zainal et al. 2004). Berdasarkan data statistik Badan Statistik (BPS) terhadap nilai ekspor dunia untuk minyak atsiri pada tahun 2015 yaitu senilai 637.4 juta US$ dan 694.7 juta US$ tahun 2016. Kontribusi minyak serai wangi (citronella oil) terhadap pendapatan ekspor minyak atsiri sekitar 12% dari seluruh ekspor jenis minyak atsiri. Akan tetapi akhir-akhir ini, komoditi serai wangi mengalami penurunan volume ekspor karena kurang tersedianya bahan baku yang disebabkan rendahnya produktivitas, mutu minyak dan harga jual minyak ataupun daun segar. Pemupukan pada tanaman serai wangi tergantung dari kondisi tanah, baik sifat fisik maupun kesuburannya. Pemberian pupuk wajib diberikan untuk lahan yang memiliki tingkat kesuburan dan pH yang rendah.
Sumber bahan untuk pupuk organik sangat bervariasi seperti dari limbah pertanian dan non pertanian dengan karakteristik sifat fisik dan kandungan kimia/hara yang sangat beragam. Hal tersebut menyebabkan kualitas pupuk organik yang dihasilkan dan pengaruhnya terhadap produktivitas tanah dan tanaman pada lahan kering dan lahan sawah menjadi bervariasi (Hartatik dan Diah, 2012).
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan September 2020 di Desa Megati dan Laboratorium Ilmu Tanah dan Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Udayana.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bor tanah, ember, kantong plastik, timbangan, meteran, alat tulis, alat dokumentasi, ayakan 0,5 mm, alat laboratorium untuk menganalisis tanah.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tanaman serai wangi, pupuk kascing, pupuk kompos TPA Temesi, kompos eceng gondok, sampel tanah, bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis tanah di laboratorium
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktor tunggal yaitu jenis pupuk organik. Penelitian ini terdiri dari delapan perlakuan dan empat ulangan. Jenis pupuk terdiri dari pupuk kascing, pupuk kompos TPA Temesi, pupuk kompos eceng gondok. Perlakuan yang di uji cobakan yaitu sebagai berikut : PO0 : Tanpa Pupuk (kontrol)
PO1 : 2 kg Pupuk Kascing per rumpun
PO2 : 2 kg Pupuk Kompos TPA Temesi per rumpun
PO3 : 2 kg Pupuk Kompos Eceng Gondok per rumpun
PO4 : 1 kg Pupuk Kascing per rumpun + 1 kg Kompos TPA Temesi per rumpun
PO5 : 1 kg Pupuk Kascing per rumpun + 1 kg Pupuk Kompos Eceng Gondok per
rumpun
PO6 : 1 kg Pupuk Kompos TPA Temesi per rumpun + 1 kg Pupuk Kompos Eceng
Gondok per rumpun
PO7 : 0,67 kg Pupuk Kascing per rumpun + 0,67 kg Pupuk Kompos TPA Temesi
per rumpun + 0,67 kg Pupuk Kompos Eceng Gondok per rumpun.
Secara keseluruhan ada 8 perlakuan, dari setiap perlakuan diulang 4 kali sehingga terdapat 32 perlakuan. Denah Penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
U
B■ X ■T
S
Gambar 1. Denah Penelitian di Lapangan
Keterangan :
I, II, III, IV = ulangan
m = meter
U = Utara ; T = Timur ; S = Selatan ; B = Barat
= PO0
= PO1
= PO2
= PO4
= PO5
= PO6
= PO3
= PO7
Variabel pengamatan pertumbuhan dan hasil serai wangi terdiri dari tinggi tanaman, jumlah anakan, berat segar dan produksi serai wangi. Sedangkan variabel pengamatan pengaruh jenis pupuk organik terhadap beberapa sifat kimia dan biologi tanah terdiri dari N-total yang dianalisis dengan metode Kjeldahl, P-tersedia dan K-tersedia dianalisis dengan metode Bray I, C-organik dianalisis dengan metode Walkley and Black, Kadar Air Kering Udara dianalisis dengan metode gravimetric, pH tanah
dianalisis dengan potensiometer pH H20 1:2,5, populasi total mikroorganisme dianalisis dengan metode cawan tuang.
Serai wangi dipanen saat berumur 90 hari setelah perlakuan. Cara memanen serai wangi yaitu dengan memangkas daun serai wangi dengan jarak 15 cm dari bagian pangkal daun. Sedangkan batang serai wangi dibiarkan untuk pertumbuhan selanjutnya (regrowth).
Data hasil pengamatan yang telah ditabulasi kemudian dianalisis secara statistika.Untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan pupuk organik yang diberikan, dilakukan analisis sidik ragam (anova) kemudian dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) taraf 5% untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pengaruh antar perlakuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) taraf 5% diperoleh pengaruh pupuk organik terhadap komponen pertumbuhan dan hasil serai wangi (Tabel 1.) dan pengaruh pupuk organik terhadap beberapa sifat kimia dan populasi total mikroorganisme tanah (Tabel 2).
Tabel 1. Pengaruh Pupuk Organik terhadap Komponen Pertumbuhan dan Hasil Serai Wangi
Perlakuan |
Tinggi Tanaman Setelah 30 Hari Perlakuan (cm) |
Tinggi Tanaman Setelah 60 Hari Perlakuan (cm) |
Tinggi Tanaman Setelah 90 Hari Perlakuan (cm) |
Jumlah Anakan (batang) |
Berat Segar Tanaman (kg) |
Produksi Serai Wangi (ton h-1) |
PO0 |
120,63 a |
138,25 a |
155,88 a |
34,4 e |
0,9 b |
4,93 b |
PO1 |
122,25 a |
140,88 a |
157,75 a |
42,8 cde |
1,2 ab |
6,13 ab |
PO2 |
122,63 a |
136,63 a |
161,38 a |
39,6 de |
1,2 ab |
6,53 ab |
PO3 |
125,75 a |
134,50 a |
159,00 a |
40,4 de |
1,2 ab |
6,26 ab |
PO4 |
119,00 a |
132,75 a |
160,63 a |
54,4 a |
1,4 a |
7,60 a |
PO5 |
123,00 a |
140,00 a |
163,75 a |
52,4 ab |
1,3 ab |
7,06 a |
PO6 |
119,00 a |
131,63 a |
151,58 a |
45,6 bcd |
1,0 b |
5,06 b |
PO7 |
121,63 a |
137,50 a |
157,88 a |
48,4 bc |
1,3 ab |
7,06 a |
BNT 0,05 |
- |
- |
- |
7,58 |
0,33 |
1,75 |
Keterangan |
: Nilai rata-rata yang |
diikuti huruf |
yang sama |
pada kolom |
yang sama |
menunjukkan bahwa antar nilai tersebut berbeda tidak nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) taraf 5%
Tabel 2. Pengaruh Pupuk Organik terhadap Beberapa Sifat Kimia dan Populasi Total Mikroorganisme Tanah
Perlakuan |
Keasama n Tanah (pH) |
C-organik (%) |
N-total (%) |
P-tersedia (mg kg-1) |
K-tersedia (mg kg-1) |
Populasi Total Mikroorganisme (106 spk g-1) |
PO0 |
6,49 c |
4,70 b |
0,24 c |
13,63 cd |
267,10 c |
11,68 d |
PO1 |
6,80 b |
4,42 b |
0,32 ab |
58,20 b |
374,77 b |
27,67 bc |
PO2 |
6,66 bc |
4,91 b |
0,30 abc |
12,94 cd |
277,24 c |
14,78 d |
PO3 |
6,51 c |
4,72 b |
0,27 bc |
6,97 d |
266,61 c |
11,12 d |
PO4 |
7,27 a |
7,00 a |
0,35 a |
100,78 a |
422,43 ab |
30,42 b |
PO5 |
7,32 a |
4,37 b |
0,26 bc |
103,28 a |
463,40 a |
24,15 c |
PO6 |
7,13 a |
4,57 b |
0,27 bc |
75,62 b |
386,57 b |
9,97 d |
PO7 |
6,75 b |
4,70 b |
0,28 bc |
30,15 c |
368,02 b |
51,18 a |
BNT 0,05 |
0,217 |
2,056 |
0,053 |
21,188 |
70,136 |
5,513 |
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
bahwa antar nilai tersebut berbeda tidak nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) taraf 5%
Berdasarkan uji BNT taraf 5% pemberian pupuk organik menunjukkan hasil berbeda nyata terhadap jumlah anakan antar perlakuan (Tabel 1.1). Jumlah anakan paling sedikit ditunjukkan oleh perlakuan PO0 (tanpa perlakuan) dengan jumlah 34,4 batang, sedangkan Jumlah anakan terbanyak terdapat pada perlakuan PO4 (kombinasi 1 kg pupuk kascing per rumpun dengan 1 kg kompos TPA temesi per rumpun) yaitu 54,4 batang. Hal ini dikarenakan Pupuk kascing dan Kompos TPA Temesi menyediakan unsur hara secara optimal untuk pertumbuhan serai wangi. Unsur hara Nitrogen mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan vegetatif tanaman dan ketika diimbangi dengan unsur hara P2O5 dan K2O yang berpengaruh pada proses metabolisme tanaman misalnya hasil fotosintat akan menunjang pertumbuhan tanaman. Dengan tersedianya unsur P dan K yang optimal maka hasil fotosintat yang dihasilkan dan digunakan oleh tanaman menjadi optimal, hal ini yang diduga mampu mempengaruhi pertumbuhan anakan serai wangi. Berdasarkan pernyataan Lakitan (1996) nitrogen merupakan penyusun dari banyak senyawa seperti asam amino yang diperlukan dalam pembentukan bagian vegetatif seperti akar, batang dan daun. Selain itu, kadar kalium berperan dalam proses metabolisme tanaman seperti mengaktifkan kerja enzim, membuka dan menutup stomata, transportasi hasil-hasil fotosintesis (Hasibuan, 2006).
Berdasarkan hasil uji BNT taraf 5% terlihat bahwa pemberian pupuk organik memberikan hasil berbeda nyata antar perlakuan pada variabel berat segar tanaman dan produksi serai wangi per hektar (Tabel 1.1). Berat segar tanaman dengan nilai terendah ditunjukkan pada perlakuan PO0 (tanpa perlakuan) dengan berat 0,9 kg, sedangkan berat segar tanaman dengan nilai tertinggi terdapat pada perlakuan PO4 (kombinasi 1 kg pupuk kascing per rumpun dengan 1 kg kompos TPA temesi per rumpun) yaitu 1,4 kg.
Hal sama terlihat pada variabel produksi tanaman, PO0 (kontrol) menunjukkan produksi serai wangi per hektar yang terendah sejumlah 4,93 ton h-1. Sedangkan untuk produksi tertinggi ditunjukkan pada perlakuan PO4 (kombinasi 1 kg pupuk kascing per rumpun dengan 1 kg kompos TPA temesi per rumpun) yaitu sejumlah 7,60 ton ha-1. Hasil tersebut disebabkan oleh ketersediaan unsur hara Nitrogen, P2O5 dan K2O pada perlakuan PO4 menunjang pertumbuhan serai wangi, dimana saat penyerapan nitrogen oleh tanaman optimal dan diimbangi dengan ketersediaan P2O5 dan K2O yang berperan dalam metabolisme tanaman menyebabkan pertumbuhan tanaman dan menghasilkan fotosintat secara optimal. Hal tersebut yang diduga mampu mempengaruhi berat segar tanaman. Ketika berat segar tanaman per rumpun tinggi, maka dapat diestimasikan untuk produksi hipotetiknya (ton ha-1) juga meningkat. Penjelasan tersebut didukung dengan penelitian Wahyudin dan Irwan (2019) menyebutkan bahwa peningkatan berat basah dan berat kering tanaman pada perlakuan pemberian pupuk kascing dan bioaktivator berkaitan erat dengan peningkatan serapan nitrogen. Serapan nitrogen yang meningkat menyebabkan kebutuhan nitrogen pada fase vegetatif tanaman tercukupi, sehingga meningkatkan biomassa tanaman (Wahyudin dan Irwan, 2019).
Pemberian pupuk organik juga menunjukkan pengaruh berbeda nyata antar perlakuan setelah dilakukan uji BNT taraf 5% (Tabel 1.2). Nilai pH paling tinggi terdapat pada perlakuan PO5 (kombinasi 1 kg pupuk kascing per rumpun dengan 1 kg pupuk kompos eceng gondok per rumpun) yaitu 7,32. Nilai pH dipengaruhi oleh aktivitas mikroba dalam proses mineralisasi pupuk organik (kompos). Pada awal pembuatan, kompos akan memiliki nilai pH rendah dan akan meningkat ketika kompos mencapai kematangan optimal. Perlakuan PO5 (kombinasi 1 kg pupuk kascing per rumpun dengan 1 kg pupuk kompos eceng gondok per rumpun) menunjukkan masing – masing pupuk organik memiliki nilai pH mendekati netral dimana kascing memiliki pH 7,25 dan kompos eceng gondok 6,4. Hal tersebut juga didukung dengan penjelasan dari Hue (1992) yang menyatakan bahwa pengaruh pemberian bahan organik terhadap kenaikkan pH tanah disebabkan adanya mineralisasi bahan organik dan pelepasan kation-kation basa ke dalam larutan tanah. Kascing dapat memperbaiki kimia tanah seperti meningkatkan kemampuan untuk menyerap kation sebagai sumber hara makro dan mikro serta meningkatkan pH pada tanah masam (Kartini, 2005). Palungkun (1999) menjelaskan bahwa kascing bersifat netral dengan nilai pH 6,5-7,4 dengan rata-rata pH 6,8 dan mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman.
Berdasarkan uji BNT tarf 5% terlihat hasil berbeda nyata antar perlakuan (Tabel 1.2). Perlakuan PO4 (kombinasi 1 kg pupuk kascing per rumpun dengan 1 kg kompos TPA temesi per rumpun) menunjukkan kandungan C-organik tertinggi yaitu 13,75%. Meningkatnya C-organik pada perlakuan PO4 dikarenakan dengan penambahan kascing ke tanah diduga dapat meningkatkan proses mineralisasi atau pelapukan bahan organik akibat adanya aktivitas cacing melalui proses mineralisasi. Penambahan input pupuk organik juga dapat meningkatkan kandungan C-organik tanah dikarenakan pupuk organik mengandung C-organik dengan jumlah yang tinggi diantaranya pupuk kascing
mengandung C-organik sebesar 34,5% dan kompos TPA temesi mengandung 18,03% C-organik.
Berdasarkan uji BNT taraf 5% terlihat perlakuan pupuk organik memberi hasil berbeda nyata terhadap kandungan N-Total antar perlakuan (Tabel 1.2). Kandungan N-total tertinggi terdapat pada perlakuan PO4 (kombinasi 1 kg pupuk kascing per rumpun dengan 1 kg kompos TPA temesi per rumpun) yaitu 0,35%. Hal tersebut diduga karena pupuk kascing dan kompos TPA temesi mengandung unsur Nitrogen yang optimal. Lestari (2007) mengemukakan bahwa pemberian kascing dapat meningkatkan penyerapan N hingga 30-50%, sedangkan menurut Krishnawati (2003), kascing mengandung Azotobacter sp. yang merupakan bakteri penambat N non-simbiotik yang akan membantu memperkaya unsur N yang dibutuhkan tanaman, oleh karena itu kascing dapat dijadikan sebagai salah satu sumber pupuk N.
Berdasarkan uji BNT taraf 5% pemberian pupuk organik juga menunjukkan hasil berbeda nyata pada kandungan P-tersedia pada tanah antar perlakuan (Tabel 1.2). Kandungan P-tersedia terendah ditunjukkan oleh perlakuan PO3 (2 kg kompos eceng gondok per rumpun) yaitu 6,97 mg kg-1, sedangkan kandungan P-tersedia tertinggi terdapat pada perlakuan PO5 (kombinasi 1 kg pupuk kascing per rumpun dengan 1 kg kompos eceng gondok per rumpun) yaitu 103,28 mg kg-1. Hal tersebut diduga karena kombinasi pupuk kascing dengan pupuk kompos eceng gondok meningkatkan kadar P-tersedia pada tanah, dimana pupuk kascing mengandung P2O5 sebesar 1,61% dan kompos eceng gondok mengandung 1,1 % P2O5. Unsur hara Fosfor (P) umumnya terikat oleh koloid tanah sehingga ketersediaannya pada tanah cukup tinggi. Kascing mengandung unsur hara yang diperlukan oleh tanaman seperti N, P, K, Mg, Ca (Sarma et al., 2010; Sreenivasan, 2014).
Berdasarkan uji BNT taraf 5% pemberian pupuk organik menunjukkan pengaruh berbeda nyata terhadap kandungan K-tersedia antar perlakuan (Tabel 1.2). Kandungan K-tersedia terendah terlihat pada perlakuan PO3 (2 kg kompos eceng gondok per rumpun) yaitu 266,61 mg kg-1, sedangkan kandungan K-tersedia tertinggi terdapat pada perlakuan PO5 (kombinasi 1 kg pupuk kascing per rumpun dengan 1 kg kompos eceng gondok per rumpun) yaitu 463,40 mg kg-1. Hal tersebut diduga karena kombinasi pupuk kascing dengan pupuk kompos eceng gondok meningkatkan kadar K-tersedia pada tanah, dimana pupuk kascing mengandung K2O sebesar 0,93% dan kompos eceng gondok mengandung 2,5 % K2O. Kascing mengandung unsur hara yang diperlukan oleh tanaman seperti N, P, K, Mg, Ca (Sarma et al., 2010; Sreenivasan, 2014). Oleh karena itu, dengan adanya tambahan unsur K yang dihasilkan oleh kascing menyebabkan ketersediaan K tanah mengalami peningkatan.
Berdasarkan uji BNT taraf 5% terlihat bahwa pemberian pupuk organik meberikan hasil berbeda nyata terhadap jumlah populasi total mikroorganisme tanah antar perlakuan (Tabel 1.2). Jumlah populasi total mikroorganisme terendah ditunjukkan oleh perlakuan PO6 (kombinasi 1 kg kompos eceng gondok per rumpun dengan 1 kg kompos TPA temesi per rumpun) yaitu 9,97 x 106 spk g-1, sedangkan jumlah populasi total mikroorganisme tertinggi terdapat pada perlakuan PO7
(kombinasi 0,65 kg pupuk kascing per rumpun dengan 0,65 kg kompos eceng gondok per rumpun dan 0,65 kg kompos TPA temesi per rumpun) yaitu 51,18 x 106 spk g-1. Hal tersebut diduga karena pemberian kombinasi dari ketiga jenis pupuk organik yang berbeda, sehingga jenis dari mikroorganisme lebih beragam dan populasinya menjadi tinggi.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka diperoleh hasil simpulan sebagai berikut :
-
1. Pemberian pupuk organik berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil serai wangi pada variabel jumlah anakan, berat segar tanaman serai wangi, dan produksi serai wangi per hektar, dan menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap variabel tinggi tanaman serai wangi.
-
2. Perlakuan 1 kg pupuk kascing yang dikombinasikan dengan 1 kg kompos TPA temesi menunjukkan hasil berat segar serai wangi, hasil produksi per hektar dan jumlah anakan tertinggi. Jumlah anakan serai wangi tertinggi yaitu 54,4 batang, meningkat 58,1% dibandingkan dengan tanpa perlakuan dengan jumlah anakan 34,4 batang. Berat segar serai wangi tertinggi yaitu 1,4 kg, meningkat 55,5% dibandingkan dengan tanpa perlakuan yang memiliki berat 0,9 kg. Hasil produksi serai wangi sejumlah 7,60 ton ha-1 meningkat 54,1% dibandingkan dengan tanpa perlakuan sejumlah 4,93 ton h-1.
-
3. Pemberian pupuk organik memberikan pengaruh sangat nyata terhadap keasaman tanah (pH), kandungan C-organik, unsur P-tersedia, K-tersedia, populasi total mikroorganisme, dan berpengaruh nyata terhadap kandungan N-total tanah. Perlakuan PO4 (kombinasi 1 kg pupuk kascing dengan 1 kg kompos TPA temesi) menunjukkan hasil tertinggi pada variabel N-total dan C-organik tanah. Pada variabel pH, P-tersedia dan K-tersedia dengan nilai tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan PO5 (kombinasi 1 kg pupuk kascing dengan 1 kg kompos eceng gondok). Sedangkan jumlah variabel populasi total mikroorganisme tertinggi pada perlakuan PO7 (kombinasi 0,65 kg pupuk kascing dengan 0,65 kg kompos TPA Temesi dan 0,65 kg kompos eceng gondok).
DAFTAR PUSTAKA
Hartatik, Wiwik., Diah Setyorini. 2012. Pemanfaatan Pupuk Organik untuk Meningkatkan Kesuburan tanah dan Kualitas Tanaman. Diterbitkan pada Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pemupukan dan Pemulihan Lahan Terdegradasi. Hal. 571-582. Penyunting: Wigena et al. Bogor, 29-30 Juni 2012. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. 2012
Hasibuan, B. E. 2006. Pupuk dan Pemupukan. USU Press. Medan
Kartini, N.L. 2005. Pupuk Kascing Kurangi Pencemaran Lingkungan. http:// kascing. com/news/2005/5/pupuk - kascing - kurangi - pencemaran lingkungan.
Krishnawati, D. 2003. Pengaruh Pemberian Pupuk Kascing Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kentang (Solanum tuberosum).
Lakitan, B. 1996. Fisiologi Tumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Munir, 1996
Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Pustaka Jaya. Jakarta. Jurnal Online Agroekoteknologi. Vol.2 (4) : 1451 – 1458. September 2014.
Sarma B.K., S.K. Pandey, P. Singh, and H.B. Singh. 2010. Vermicompost as Modulator of Plant Growth and Disease Suppression. Global Science Book,58-66. Sosialisasi Dan Pelatihan Pembuatan Kascing Serta Pemanfaatannya Untuk Pengendalian Penyakit Tanaman Di Desa Pagerwangi, Lembang, Bandung Barat. Jurnal Aplikasi Ipteks Untuk Masyarakat. Vol. 9. No. 2, 2020: 97-102
Sreenivasan, E. 2014. Handbook of Vermicomposting Technology. The Western India Plywoods Ltd. Sosialisasi Dan Pelatihan Pembuatan Kascing Serta Pemanfaatannya Untuk Pengendalian Penyakit Tanaman Di Desa Pagerwangi, Lembang, Bandung Barat. Jurnal Aplikasi Ipteks Untuk Masyarakat. Vol. 9. No. 2, 2020: 97-102
Sudirja, R. Solichin, M. A. & Rosniawaty S. 2007. Respon beberapa sifat kimia Inceptisol asal Rajamandala dan hasil bibit kakao (Theobroma cacao L.) melalui pemberian pupuk organik dan pupuk hayati.
Zainal, Daswir, I. 2004. Pengembangan Agribisnis Serai Wangi Berwawasan Konservasi di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat.
19
Discussion and feedback