Nandur

Vol. 4, No. 1, Januari 2024

EISSN: 2746-6957 | Halaman 55-63

https://ojs.unud.ac.id/index.php/nandur

Fakultas Pertanian, Universitas Udayana

Identifikasi Jenis Bangunan di Daerah Bahaya Longsor di Desa Candikuning

Adelia Novita Marampa, Ni Made Trigunasih*), Putu Perdana Kusuma Wiguna

Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Jl. P.B. Sudirman Denpasar, Bali 80232

*)Email: trigunasih@unud.ac.id

Abstract

This research aims to identify building types in landslide hazard areas and to determine the distribution of buildings in landslide hazard areas in Candikuning Village. The method used is detailed survey per building by assessing buildings in landslide hazard area by direct field survey. Field results show that building types in the hazard area are divided into 3 classes, namely high hazard class, medium hazard class, and low hazard class with 7 building categories consisting of tourism buildings, residential buildings, agricultural buildings, worship facilities, government buildings, and educational facilities. There are 8 buildings in the high hazard class area, where there are 7 residential buildings and 1 trade and service building. There are 584 buildings in the medium hazard class area consisting of 87 tourism buildings, 432 residential buildings, 51 trade and service buildings, 6 agricultural buildings, 4 worship facilities, 3 government facilities and 11 educational facilities. The total number of low hazard class is 1624 buildings which are divided into 180 tourism buildings, 1137 residential buildings, 153 trade and service buildings, 25 agricultural buildings, 23 government buildings and 22 educational facilities buildings. Tourism and residential buildings are in the high hazard class. Raising public awareness is essential in terms of building site selection. This can be achieved through selecting building sites away from steep slopes and proper land use by not planting annuals on slopes.

Keywords: Landslide, Building, detailed survey

  • 1.    Pendahuluan

Longsor terjadi karena proses alami dalam perubahan struktur muka bumi, yakni adanya gangguan kestabilan pada tanah atau batuan penyusun lereng. Arsyad et al., (2018) menyampaikan bahwa longsor disebabkan oleh gaya gravitasi pada lereng yang curam sebagai faktor utama dan faktor tambahan seperti curah hujan yang tinggi, menurut sipayung et al., (2014) bahwa nilai ambang hujan yang berpotensi menyebabkan longsor akan berbeda pada setiap daerah, dan akan berpengaruh lebih besar pada daerah yang rentang longsor

dibangdikan dengan daerah yang tidak rentan longsor meskipun dengan curah hujan yang sama, penggunaan lahan yang kurang tepat, serta struktur geologi.

Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tabanan telah memetakan daerah rawan terdampak bencana alam atau pemetaan kajian risiko bencana di Kabupaten Tabanan, ada tiga kecamatan memiliki risiko tinggi bencana longsor, yakni Penebel, Pupuan, dan Baturiti. Kecamatan Baturiti merupakan Salah satu yang berpotensi terkena bencana tanah longsor dan merupakan salah satu dari 10 Kecamatan yang ada di Kabupaten Tabanan yang terletak di bagian paling Utara dengan topografi bergunung. Kecamatan Baturiti ini terbagi atas 12 Desa yakni Desa Angseri, Desa Antapan, Desa Apuan, Desa Bangli, Desa Batunya, Desa Baturiti, Desa Candikuning, Desa Luwus, Desa Mekarsari, Desa Perean, Desa Perean Kangin, Desa Perean Tengah.

Desa Candikuning menjadi salah satu Desa yang mengalami bencana tanah longsor. Pada tahun 2018. Salah satu faktor utama penyebab tanah longsor di Desa Candikuning adalah curah hujan yang tinggi dalam periode tertentu. Hujan yang terus-menerus dapat membuat tanah menjadi jenuh air, melemahkan daya tahan tanah, dan meningkatkan risiko longsor. Pada periode tersebut, Desa Candikuning mengalami curah hujan di atas rata-rata, menciptakan kondisi lingkungan yang rentan terhadap bencana tanah longsor. Selain itu tanah di Desa Candikuning adalah tanah Andosol (order Andisol). Tanah order Andisol merupakan tanah yang berkembang dari bahan induk tuf vulkanik dan abu vulkanik yang relatif masih muda Tekstur tanah dicirikan oleh kandungan debu yang tinggi. Kejenuhan basa sedang, fiksasi P tinggi, kapasitas tukar kation rendah, kandungan unsur hara rendah, terutama N, P dan K. Permeabilitas baik, tetapi sangat peka terhadap erosi (Sartohadi et al., 2016).

Bangunan permukiman di daerah tersebut berada tidak jauh dari lereng yang curam. Petani di Desa Candikuning masih menggunakan lahan yang mempunyai kemiringan lereng yang curam sebagai tempat bercocok tanam sayuran. Lahan pertanian yang mempunyai kemiringan dapat lebih mudah terganggu atau rusak, bila kemiringannya lebih dari 15 % dengan curah hujan yang tinggi dapat mengakibatkan tanah longsor (Peraturan Menteri Pertanian No.47 tahun 2006).

Untuk mengetahui jumlah bangunan berdasarkan jenis bangunan di daerah bahaya longsor digunakan metode survei detail perbangunan. Survei detail perbangunan adalah cara menenilai bangunan yang masuk dalam daerah bahaya longsor dengan cara survei langsung ke lapangan. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi jenis bangunan di daerah bahaya longsor di Desa Candikuning.

  • 2.   Bahan dan Metode

    2.1  Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini berlangsung mulai bulan April 2023-Agustus 2023. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Candikuning Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali.

  • 2.2    Bahan dan Alat

Bahan yang digunkan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah peta rupa bumi 1:25.000, citra satelit resolusi tinggi Desa Candikuning. Alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah smartphone dan laptop

  • 2.3    Metode Penelitian

Data survei lapangan diolah menggunakan metode survei detail perbangunan. Survei detail perbangunan melibatkan pengumpulan data bangunan yang berpotensi bahaya longsor di lapangan. Survei detail perbangunan adalah cara menenilai bangunan yang masuk dalam daerah bahaya longsor dengan cara survei langsung ke lapangan. Terdapat 2226 sampel bangunan yang diambil.

  • 2.4    Teknik Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan dengan survei langsung ke lapangan, dan melakukan sensus setiap bangunan yang ada. Metode sensus merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui secara tepat kondisi bangunan yang terdapat pada lokasi Pengambilan data menggunakan aplikasi GPS Map Camera di smartphone untuk menentukan titik koordinat suatu bangunan.

  • 2.5    Pengolahan Data

Data yang telah diambil di lapangan kemudian diolah menggunakan Software QGIS dengan georeferencing. Tahapan selanjutnya melakukan digitasi bangunan di Desa Candikuning kemudian melakukan layout peta. Laporan hasil pengisian formulir kemudian diolah menggunakan Microsoft Word 2019.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    3.1    Tipe Bangunan Pada Daerah Bahaya Longsor

Berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan, tipe bangunan pada daerah bahaya di bagi menjadi 3 Kelas yaitu kelas bahaya tinggi, kelas bahaya sedang, dan kelas bahaya rendah dengan 7 kategori bangunan yang terdiri dari bangunan pariwisata, bangunan pemukiman, bangunan pertanian, bangunan sarana ibadah, bangunan pemerintahan, dan bangunan sarana pendidikan. Tipe bangunan pada daerah bahaya di sajikan pada Tabel 1.

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan tipe bangunan pada daerah bahaya di bagi menjadi 3 Kelas yaitu kelas bahaya tinggi, kelas bahaya sedang, dan kelas bahaya rendah dengan 7 kategori bangunan yang terdiri dari bangunan pariwisata, bangunan pemukiman, bangunan pertanian, bangunan sarana ibadah, bangunan pemerintahan, bangunan perdagangan dan jasa dan bangunan sarana pendidikan. Pada daerah kelas bahaya tinggi terdapat 8 bangunan dimana terdapat 7 bangunan pemukiman dan 1 bangunan perdagangan dan jasa. Daerah kelas bahaya sedang terdapat 584 bangunan yang terdiri dari bangunan pariwisata 87 bangunan, bangunan pemukiman 432 bangunan perdagangan dan jasa 51, bangunan pertanian 6, bangunan sarana ibadah 4, bangunan sarana pemerintahan 3 dan bangunan sarana pendidikan 11. Daerah kelas bahaya rendah dengan total 1624 bangunan yang terbagi dalam bangunan pariwisata sebanyak 180, bangunan pemukiman 1137, bangunan perdagangan dan jasa 153, bangunan pertanian 25, bangunan pemerintahan 23 dan bangunan sarana pendindidikan 22 bangunan.

Tabel 1. Tipe Bangunan pada Daerah Bahaya

Zona

Kategori

Jumlah

Banganan

% Jumlah Bangunan

High Hazard

Pariwisata

0

0.00

Pemukiman

7

0.31

Perdagangan dan Jasa

1

0.04

Pertanian

0

0.00

Sarana Ibadah

0

0.00

Sarana Pemerintahan

0

0.00

Sarana Pendidikan

0

0.00

Medium Hazard

Pariwisata

87

3.91

Pemukiman

432

19.41

Perdagangan dan Jasa

51

2.29

Pertanian

6

0.27

Sarana Ibadah

4

0.18

Sarana Pemerintahan

3

0.13

Sarana Pendidikan

11

0.49

Low Hazard

Pariwisata

180

8.09

Pemukiman

1137

51.08

Perdagangan dan Jasa

153

6.87

Pertanian

25

1.12

Sarana Ibadah

84

3.77

Sarana Pemerintahan

23

1.03

Sarana Pendidikan

22

0.99

Jumlah

2226

100.00

Sumber: Analisis Data

  • 3.2    Bangunan Pariwisata

Bangunan pariwisata adalah struktur fisik atau kompleks bangunan yang didesain dan dibangun khusus untuk menarik pengunjung dengan tujuan memberikan pengalaman pariwisata yang unik dan memuaskan. Bangunan ini dapat mencakup berbagai jenis, mulai dari hotel, resort, villa, hingga objek wisata yang memiliki nilai historis, budaya, atau alamiah.

Di zona bahaya dengan risiko tanah longsor sedang, Struktur teras, atau terasering, melibatkan pembuatan tangga-tangga bertingkat atau platform yang membentang secara horizontal pada lereng guna mengurangi kemiringan dan mencegah erosi tanah. Bangunan pariwisata yang masuk dalam zona bahaya sedang sebanyak 87 bangunan atau 3.91%. Pada zona bahaya tanah longsor rendah, perencanaan tipe bangunan pariwisata di Desa Candikuning tetap memerlukan pemahaman yang mendalam tentang karakteristik tanah setempat. Bangunan pariwisata yang masuk kedalam kelas bahaya rendah sebanyak 180 bangunan atau 8,09%. Untuk upaya pengurangan risiko bencana serta perencanaan pembangunan aman berkelanjutan, perlu dilakukan analisis risiko bencana khususnya pada daerah rawan bencana dalam rangka mengurangi dampai yang terjadi akibat tanah longsor (Naryanto, 2002)

  • 3.3    Bangunan Pemukiman

Desa Candikuning. Bahaya rendah terdiri dari sawah, hutan dan pemukiman yang terletak pada 0%-kemiringan lereng 8% dan tanah andosol sunarta et al., (2018). Di zona bahaya tanah longsor tinggi, tipe bangunan pemukiman di Desa Candikuning harus mengadopsi desain inovatif yang memperhitungkan faktor mitigasi risiko. Terdapat 7 bangunan atau 0.31% yang berada di kelas bahaya tinggi. Pada zona dengan risiko tanah longsor sedang dengan jumlah bangunan sebanyak 432 atau 19.41% harus mencakup desain struktural yang dapat mengurangi dampak potensial dari pergeseran tanah, misalnya dengan menggunakan fondasi yang baik dan dirancang dengan konstruksi baik sangat penting dalam mengurangi risiko pergeseran tanah, karena bangunan dengan konstruksi yang berumur tua telah melewati masa ketahanan konstruksi tersebut yang telah dirancang (Singh, 2019).

Di zona bahaya tanah longsor rendah, pendekatan perencanaan pemukiman di Desa Candikuning masih memerlukan pemahaman yang mendalam tentang tanah dan kondisi setempat. Pemilihan lokasi yang aman, sistem drainase yang baik, dan penggunaan material bangunan yang sesuai dapat membantu mengurangi risiko tanah longsor. Bangunan pemukiman yang masuk dalam kelas bahaya rendah sebanyak 1137 atau 51,08% bangunan.

  • 3.4    Bangunan Perdagangan dan Jasa

Bangunan perdagangan dan jasa di Desa Candikuning merupakan salah satu pusat perekonomian masyarakat. Kemiringan lereng merupakan faktor utama dalam menentukan

bahaya tanah longsor. Lereng dengan kemiringan yang lebih besar cenderung memiliki risiko tanah longsor yang lebih tinggi karena kekuatan gravitasi memiliki efek yang lebih besar. Kemiringan lereng lebih besar berpengaruh terhadap besarnya erosi dibandingkan dengan panjang lereng (Prasad et al., 2021).

Bangunan Desa Candikuning yang berada di zona bahaya tinggi hanya terdapat 1 atau 0,04% bangunan, dimana bangunan ini merupakan restaurant yang posisinya berada di lereng, kemudian bangunan perdagangan dan jasa yang masuk dalam kelas bahaya sedang dengan jumlah 51 atau 2.29% bangunan dan terdapat 153 atau 6.87% bangunan pada zona bahaya rendah yang didominasi oleh warung makan dan warung sembako.

Penanggulangan bencana oleh pemerintah untuk mengurangi resiko dampak bencana alam telah diatur sebagaimana bunyi undangundang nomor 24 tahun 2007 tentang Penganggulangan Bencana telah membawa perubahan paradigma dalam pengelolaan bencana di Indonesia. Dahulu lebih bersifat responsif atau tanggap darurat dalam menangani bencana sekarang diubah menjadi suatu kegiatan bersifat preventif, sehingga risikonya dapat diminimalisir atau biasa disebut mitigasi (Faturahman, 2018).

  • 3.5    Bangunan Pertanian

Salah satu aspek pertanian utama di Desa Candikuning adalah pertanian sayuran. Lereng-lereng bukit di sekitar Desa ini digunakan untuk bercocok tanam sayuran seperti kubis, wortel, brokoli, dan sayuran lainnya. Sehingga para petani membutuhkan bangunan pertanian. Penggunaan bangunan pertanian yang ada di Desa Candikuning seperti gudang pertanian dan rumah kaca (greenhouse) memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan keberlanjutan dalam sektor pertanian. Kemiringan lereng berpengaruh terhadap kualitas lahan dan merupakan salah satu parameter dalam menentukan tingkat kesesuaian lahan suatu tanaman tertentu (Dengen et al., 2019). Wilayah dengan kelas bahaya tinggi mengharuskan para petani untuk mengambil langkah-langkah pencegahan yang lebih ketat. Struktur penahan tanah dan sistem drainase yang efektif harus diintegrasikan dalam perencanaan dan desain bangunan pertanian. Di kelas bahaya sedang petani harus memperhatikan struktur bangunan yang ada mulai dari konstruksi bangunan, fondasi hingga pemeliharaan bangunan.

Di kelas bahaya rendah, bangunan pertanian masih memerlukan perhatian terhadap mitigasi risiko tanah longsor meskipun tingkat ancaman lebih rendah. Prinsip-prinsip desain berkelanjutan, seperti penggunaan fondasi yang adaptif, dan pengaturan drainase yang optimal, dapat membantu meminimalkan risiko dan meningkatkan keberlanjutan pertanian di area tersebut. Bangunan pertanian di Desa Candikuning didominasi oleh kelas bahaya rendah dengan jumlah 25 atau 1.12% bangunan kemudian disusul oleh kelas bahaya sedang dengan jumlah 6 atau 0.27% bangunan, dan kelas bahaya tinggi tidak terdapat bangunan pertanian.

  • 3.6    Bangunan Sarana Ibadah

Bangunan sarana ibadah memiliki peran sentral dalam kehidupan spiritual dan sosial masyarakat. Meskipun memiliki nilai kultural dan keagamaan yang tinggi, keberadaan bangunan-bangunan ini dapat membawa risiko terhadap tanah longsor. Bangunan sarana ibadah yang ada di Desa Candikuning yaitu Sanggah, Pura dan Masjid. Pertimbangan utama melibatkan pemilihan lokasi dan desain bangunan sarana ibadah yang dapat meminimalkan risiko tanah longsor. Dengan topografi yang cenderung relatif datar di kelas tanah longsor rendah, penting untuk mempertimbangkan bagaimana praktek-praktek konstruksi dan tata ruang dapat mempengaruhi stabilitas tanah. Sementara itu, di kelas tanah longsor sedang, di mana tanah memiliki kemiringan lebih curam, aspek-aspek seperti pengelolaan air dan pelestarian vegetasi alamiah menjadi kunci dalam mitigasi risiko. Mengingat beberapa tempat ibadah yang dikunjungi para wisatawan untuk berlibur contohnya Pura Ulun Danu, Bedugul.

Secara rinci bangunan sarana ibadah yang masuk kedalam zona bahaya sedang terdapat 4 atau sebanyak 0,18% bangunan. Bangunan sarana ibadah yang masuk dalam kelas bahaya rendah terdapat 84 atau sebanyak 3.77% bangunan dan zona bahaya tinggi tidak terdapat bangunan sarana ibadah.

  • 3.7    Bangunan Sarana Pemerintahan

Bangunan sarana pemerintahan, seperti kantor desa, balai pertemuan, dan fasilitas publik lainnya, merupakan inti dari infrastruktur yang mendukung keberlanjutan pemerintahan lokal. Sehingga bencana tanah longsor menjadi perhatian dalam perencanaan, pembangunan dan pemeliharaan bangunan. Kelas bahaya tanah longsor sedang dan rendah memerlukan strategi mitigasi yang berbeda. Di kelas bahaya tanah longsor rendah, pemilihan lokasi yang cermat, penanganan air, dan pelestarian vegetasi menjadi faktor utama dalam menjaga stabilitas tanah. Sementara itu, di kelas bahaya tanah longsor sedang dengan kemiringan yang lebih curam, praktek-praktek konstruksi yang ramah lingkungan, pengelolaan tata air yang efisien, dan perencanaan ruang yang berkelanjutan menjadi perhatian utama dalam mengatasi risiko tanah longsor.

Secara rinci bangunan sarana pemerintahan yang masuk kedalam zona bahaya sedang terdapat 3 atau sebanyak 0,13% bangunan. Bangunan sarana ibadah yang masuk dalam kelas bahaya rendah terdapat 23 atau sebanyak 1.01% bangunan dan zona bahaya tinggi tidak terdapat bangunan sarana pemerintahan.

  • 3.8    Bangunan Sarana Pendidikan

Bangunan sarana pendidikan, seperti sekolah dan pusat pembelajaran, memiliki peran yang sangat signifikan dalam memajukan pendidikan dan kesejahteraan masyarakat. Namun, dalam lingkungan geografis Desa Candikuning yang memiliki zona bahaya tanah longsor

dari tinggi, sedang dan rendah, risiko tanah longsor menjadi sebuah tantangan yang perlu dicermati secara mendalam. Pemahaman akan zona bahaya longsor dan implementasi tindakan mitigasi perlu menjadi bagian integral dari perencanaan dan pembangunan bangunan sarana pendidikan di daerah rawan longsor (Juhadi et al., 2020)

Di kelas tanah longsor sedang, yang cenderung memiliki kemiringan lebih curam, praktek-praktek konstruksi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan menjadi penting. Selain itu, pengelolaan air yang efisien dan penanaman vegetasi penahan tanah dapat menjadi strategi yang efektif dalam menjaga stabilitas tanah di sekitar bangunan sarana pendidikan. Di kelas bahaya tanah longsor rendah, strategi penanganan air dan pemilihan lokasi yang cerdas menjadi pokok dalam menjaga kestabilan tanah.

Secara rinci bangunan sarana pendidikan yang masuk kedalam zona bahaya sedang terdapat 11 atau sebanyak 0, 49% bangunan. Bangunan sarana pendidikan yang masuk dalam kelas bahaya rendah terdapat 22 atau sebanyak 0.99% bangunan dan zona bahaya tinggi tidak terdapat bangunan sarana pemerintahan. Secara rinci, peta sebaran bangunan pada zona bahaya bencana tanah longsor di Desa Candikuning disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1: Peta sebaran bangunan pada daerah bahaya di Desa Candikuning

  • 4.    Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan tipe bangunan pada daerah bahaya di bagi menjadi 3 Kelas yaitu kelas bahaya tinggi, kelas bahaya sedang, dan kelas bahaya rendah dengan 7 kategori bangunan yang terdiri dari bangunan pariwisata, bangunan pemukiman, bangunan perdagangan dan jasa, bangunan pertanian, bangunan sarana ibadah, bangunan pemerintahan, dan bangunan sarana pendidikan. Bangunan dengan kelas bahaya tinggi tersebar di lereng terjal wilayah selatan Candikuning, kerentanan sedang tersebar sepanjang

jalan dari wilayah Utara hingga wilayah Selatan Desa Candikuning, dan Kerentanan rendah tersebar sepanjang jalan dari wilayah Utara hingga wilayah Selatan Desa Candikuning

Daftar Pustaka

Arsyad, U., Barkey, R. A., Wahyuni, W., & Matandung, K. K. (2018). Karakteristik Tanah Longsor di Daerah Aliran Sungai Tangka. Jurnal Hutan dan Masyarakat, 10(1), 203214

Dengen, C. N., Nurcahyo, A. C., & Kusrini, K. (2019). Penentuan Jenis Tanaman Berdasarkan Kemiringan Lahan Pertanian Menggunakan Adopsi Linier Programming Berbasis Pengolahan Citra. Jurnal Buana Informatika, 10(2), 99-111.

Faturahman, B. M. (2018). Konseptualisasi mitigasi bencana melalui perspektif kebijakan publik. Publisia (Jurnal Ilmu Administrasi Publik), 3(2), 121-134.

Juhadi., Herlina, M. (2020) Pendidikan Literasi Mitigasi Bencana Di sekolah. Kudus: Parist.

Naryanto, N. S. (2002). Evaluasi dan Mitigasi Bencana Tanah Longsor di Pulau Jawa Tahun 2001. BPPT. Jakarta.

Peraturan Menteri Pertanian No. 47/Permentan/OT.140/10/2006. Pedoman Umum Budidaya Pertanian pada Lahan Pegunungan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Prasad, I. G. N. G. G., Trigunasih, N. M., & Sumarniasih, M. S. (2021). Prediksi Erosi dan Perencanaan Konservasi Tanah dan Air pada Daerah Aliran Sungai Yeh Ho di Kabupaten Tabanan. Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN, 2301, 6515.

Sartohadi, J., Suratman, Jamulya, & N.I.D. Sari. 2016. Pengantar Geografi Tanah. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Singh, A., Kanungo, D. P., & Pal, S. (2019). Physical vulnerability assessment of buildings exposed to landslides in India. Natural Hazards, 96, 753-790

Sipayung, S. B., Cholianawati, N., Susanti, I., & Maryadi, E. (2014). Pengembangan Model Persamaan Empiris Dalammemprediksi Terjadinya Longsor Di Daerahaliran Sungai (Das) Citarum (Jawa Barat) Berbasis Data Satelit Trmm [Development Of Empirical Equation Model Inpredicting The Occurrence Of Landslide At Watershedof Citarum (West Java) Based On Thetrmm Satellite Data]. Jurnal Sains Dirgantara, 12(1).

Sunarta, I. N., Susila, K. D., & Kariasa, I. N. (2018, February). Landslide Hazard Analysis and Damage Assessment for Tourism Destination at Candikuning Village, Tabanan Regency, Bali, Indonesia. In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 123, No. 1, p. 012006). IOP Publishing.

63