Nandur

Vol. 3, No. 3, Juli 2023                                                      https://ojs.unud.ac.id/index.php/nandur

EISSN: 2746-6957 | Halaman 1-16                                     Fakultas Pertanian, Universitas Udayana

Studi Reaksi Publik Terhadap Karya Seni Instalasi Anjing Kintamani

I Komang Widhi Trisnayasa, Naniek Kohdrata*), I Made Sukewijaya

Program Studi Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman Denpasar, Bali 80232 *)Email: [email protected]

Abstract

This study have a goals to analyze the opinion of the social media users about ‘’Anjing Kintamani’’ installation artwork, also to know more about the awareness of environment situation now days. The ‘’Anjing Kintamani’’ installation artwork has a message of shape, element of arts and shape of sign, which is analyze by semiotica theory from Pierce. Pierce (2017) explained the meaning of sign is to put forward of something. What is the sign put forward, what are they refers to, and what the sign show on, that he said it as a object. Pierce also do a sign classification that he compare with the ground such as qualisign, sinsign, and legisign. Qualisign is a sign quality. Sinsign is a things actual existence or it’s story. Legisign is a norm that contained by the sign. This theory is used to analyze the response of social media users about ‘’Anjing Kintamani’’ installation artwork, symbolized by sign of the social media user comments to ‘’Anjing Kintamani’’ installation artwork. The study is using descriptive method with qualitative research type, any method of collecting the data is applied to gain accurate datas. With Pierce thought, the result of this study find any response of Instagram users, also Facebook users. Sosial media responses include “likes” and comments on installation artwork are analysed using the semiotic theory of signs.

Keywords: installation artwork, Kintamani’s dog, Pierce semiotica, public reactions, social media

  • 1.    Pendahuluan

Seni mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, salah satunya seni instalasi. Seni merupakan suatu hal yang kompleks, terdiri dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan (Badriya, 2016). Proses dalam menuangkan gagasan, ide-ide yang dilalui seseorang yang kemudian disebut sebagai proses kreatif. Demikian halnya dalam karya seni, bentuk kreativitas dapat berwujud berupa karya seni musik, seni drama, seni tari, seni rupa, dan lain-lain. Dari semua bentuk tersebut, ada salah satu bentuk kreativitas yang jarang disentuh oleh masyarakat yaitu seni instalasi.

Seni instalasi merupakan seni yang menyatukan benda-benda menjadi satu. Seni instalasi (installation = pemasangan) adalah seni yang memasang, menyatukan, dan

mengkonstruksi sejumlah benda yang dianggap bisa merujuk pada suatu konteks kesadaran makna tertentu. Seni instalasi, pada dasarnya karya di ruang publik atau public art ada untuk dinikmati dan memberikan suatu pengalaman tertentu.

Indarto (2016) menyatakan bahwa public art atau karya seni dapat mengekspresikan nilai-nilai masyarakat (community values), menambah kualitas lingkungan, mengubah lanskap, meningkatkan kesadaran kita, maupun mempertanyakan asumsi yang ada dalam masyarakat. Seperti yang diketahui, karya seni dapat menyuarakan isu lingkungan sekitar, karena itu, public art juga dapat berupa bentuk-bentuk yang selaras dengan konteks lingkungan maupun kontras dengan konteks lingkungan, seperti halnya di Desa Kintamani, Sukawana yang merupakan salah satu desa yang memiliki keindahan panorama alam yang sangat beragam. Namun sayangnya, Kintamani masih belum memiliki icon berbentuk fisik, padahal Kintamani dikenal memiliki ras anjing Kintamani.

Anjing Kintamani (canis lupus familiaris) adalah ras anjing yang berasal dari daerah pegunungan Kintamani yang sudah diakui oleh dunia Internasional, akan tetapi di lingkungan asalnya tidak mendapat perhatian sebagaimana ras anjing lainnya. Keberadaan public art yang mempresentasikan anjing Kintamani ini sangat penting guna menjaga kelestarian ras anjing ini. Public art tentang anjing Kintamani, adalah sebuah upaya untuk menyelamatkan serta menyadarkan dan memperbaiki lingkungan untuk menjaga kelestarian ras anjing ini, sehingga berdampak pada lingkungan sekitar. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pendapat para pengguna media sosial Instagram dan media sosial Facebook terhadap karya seni instalasi “Anjing Kintamani” serta mengetahui kesadaran terhadap lingkungan saat ini.

  • 2.    Bahan dan Metode

    2.1    Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian ini dilakukan di Desa Sukawana Kintamani, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Penelitian ini dilakukan selama delapan bulan dari Desember 2020 sampai Juli 2021. Dengan memanfaatkan panorama yang berada di objek wisata Sukawana Matahari Terbit (Sukawana Sunrise) spot, untuk dijadikan tempat memvirtualkan karya seni tentang anjing Kintamani.

Gambar 1. Lokasi Pemajangan Karya Seni Instalasi “Anjing Kintamani”

  • 2.2    Bahan dan Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis dan gambar, meteran, kamera, dan laptop. Alat untuk pembuatan karya adalah perkakas (palu, obeng, paku, gergaji, dll). Media virtual art tentang anjing Kintamani ada dua ; (1) media sosial Facebook, dan (2) media sosial Instagram. Pembuatan karya seni instalasi anjing Kintamani diperlukan peralatan dan bahan dalam penyelesaian karya seni ini (Tabel 1).

Tabel 1. Alat dan Bahan Pembuatan Karya Seni Instalasi Anjing Kintamani

No

Nama bahan dan alat

Fungsi

Jumlah yang digunkan

1

Bahan yang

Besi Polos

Pembuatan kerangka karya

4mm x 2m

diperlukan

seni Instalasi dan media utama

Tali Pengikat

Pengikat rangkaian satu tulangan kerangka dengan

4 bungkus

tulangan lainnya

2

Alat yang

Meteran

Pengkuran bentuk dari karya

1 buah

digunakan

Gerinda

seni instalasi Pemotongan besi

1 buah

Tang dan Palu

Meluruskan besi yang bengkok

1 buah

Las Besi

Membentuk dari rangkain kerangka karya seni instalasi

1 buah

Gunting

Pembersihan dari ikatan tali

1 buah

pengikat

Amplas Kasar

Pembersihan material besi

1 roll

Amplas Halus

Penghalusan material besi

1 roll

  • 2.3    Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif. Pada tahap pengumpulan data, peneliti menggunakan beberapa tahapan seperti observasi pada lokasi penelitian yaitu di Desa Sukawana, melakukan wawancara kepada Ketut Kari ketua kelompok anjing Kintamani Sukawana, dan mengumpulkan data literatur.

Selanjutnya data hasil observasi dan wawancara tersebut digambarkan secara konsep dan bentuk desain karya seni instalasi “Anjing Kintamani” untuk mempermudah pembuatan karya yang kemudian diunggah dimedia sosial Instagram dan Facebook selama satu minggu. Data tersebut selanjutnya dianalisis menggunakan teori semiotika Pierce dengan melihat respon dan reaksi pengguna media sosial terhadap karya seni instalasi “Anjing Kintamani”.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    3.1    Proses Kreatif Karya Seni Instalasi

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, wawancara terhadap pakar anjing Kintamani, dan pengumpulan data literatur yang telah dilakukan ditemukan dua tahapan dalam pembuatan ide dan konsep karya seni instalasi “Anjing Kintamani”.

  • a.    Konsep Dasar

Konsep dasar yang digunakan untuk pembuatan karya seni instalasi tentang anjing Kintamani yaitu dengan pendekatan desain metafora explosing. Metafora explosing adalah pendekatan desain yang mencari inspirasi dengan berpikir secara kritis untuk menghasilkan suatu desain yang belum pernah diciptakan. Metafora explosing semiotika disimbolkan melalui penataan dan konsep artistik menyerupai karya seni instalasi anjing Kintamani. Pendekatan tersebut akan menjadi pertimbangan penting dalam proses perancangan instalasi terutama pada tahap pemilihan bahan (material), yang memiliki nilai khusus untuk menghasilkan suatu desain instalasi yang belum pernah diciptakan.

Pemilihan material berupa besi merupakan representasi dari situasi anjing Kintamani yang tetap bertahan meskipun tanpa perhatian khusus. Besi adalah representasi dari daya juang hidup anjing Kintamani yang begitu kokoh di tengah eksploitasi habitat aslinya, yaitu dari pegunungan dan hutan. Selain itu, instalasi anjing Kintamani dengan material besi diniatkan sebagai representasi simbolik bahwa anjing Kintamani ini sangat penting guna menjaga kelestarian ras dan lingkungan.

Gambar 2. Sketsa Desain Dasar Karya Seni Instalasi “Anjing Kintamani”

  • b.    Konsep Desain

Tahapan konsep desain ini mencakup penataan instalasi, pemilihan bahan (material), dan proses pembuatan karya seni instalasi. Proses modifikasi ini akan lebih menonjolkan dari material utama pembuatan karya seni instalasi yaitu hardscape berupa besi. Besi sudah menjadi bahan utama ketika membangun gedung atau rumah, terutama dalam pembuatan pondasi. Seperti halnya siklus peranakan anjing Kintamani di dalam goa yang bisa menjadi tempat perlindungan sehingga besi menjadi hal penting dalam pondasi pembuatan karya seni instalasi.

Penggunaan media besi yang berkarat menunjukan anjing Kintamani tidak seasli dulu karena banyak terdapat persilangan persilangan antara anjing Kintamani dengan anjing lainnya. Bentuk besi yang kotak-kotak dan diikat menggunakan tali kerat menunjukan kelangkaan dan ketidakberdayanya ras anjing Kintamani saat ini. Berikut

ilustrasi metafora seni instalasi anjing Kintamani dengan media hardscape besi dapat dilihat pada gambar.


Gambar 3. Sketsa Konsep Karya Seni Instalasi “Anjing Kintamani”

  • 3.2    Cara Pembuatan

Proses pembuatan karya seni instalasi dilakukan dengan beberapa tahap:

  • a.    Pembuatan kerangka karya seni instalasi menggunakan media besi yang dipotong sesuai model desain berbentuk kotak dengan ukuran 5x5cm persegi, 8x8cm persegi, dan 10x10cm persegi. Pemotongan media besi menggunakan alat gerindra.


Gambar 4. Pemotongan Besi Sesuai Ukuran Karya

  • b.    Perakitan keranga, besi yang sudah dipotong dirangkai dan dirakit berbentuk kotak menyerupai desain. Perakitan menggunakan media las besi.

Gambar 5. Pembentukkan dan Pengelasan Media Besi

  • c.    Pemasangan media instalasi, media instalasi besi diletakan dan ditempatkan sesuai dengan desain. Besi-besi tersebut diikat menjadi satu kesatuan dengan menggunakan tali kerat. (Gambar 6).

Gambar 6. Pembentukkan Karya Seni Instalasi “Anjing Kintamani”

  • d.    Proses finishing, dimana prosesnya yaitu pembersihan dari sisa tali kerat menggunakan gunting, dan pengamplasan pada media besi.

Gambar 7. Hasil Karya Seni Instalasi “Anjing Kintamani”

  • 3.3  Pemajangan Karya Seni Instalasi “Anjing Kintamani”

Karya seni instalasi “Anjing Kintamani” dipajang dan diunggah di media sosial Instagram dan Facebook. Pemajangan karya seni instalasi di media sosial akan berlangsung selama satu minggu dari tanggal 3 Agustus sampai 10 Agustus 2022. Berikut lampiran foto karya seni instalasi “Anjing Kintamani” yang menggunakan view sekitar areal Sukawana Sunrice, dilakukan di beberapa titik spot foto agar mendapatkan view yang menunjukan fanorama siluet Gunung Batur dan Kabut Kintamani, yang kemudian diunggah di media sosial Instagram dan Facebook.

  • Gambar 8. Karya Seni Instalasi “Anjing Kintamani”

Karya seni instalasi “Anjing Kintamani” di unggah menggunakan akun media sosial peneliti yang dilakukan selama satu minggu dari pengunggahan. Akun media sosial Instagram Pak Mang (@tress_ne) • Instagram photos and videos” dan akun media sosial Facebook Tress | Facebook. Penguploadan karya seni instalasi “Anjing Kintamani” di media sosial menggunakan caption/deskripsi sebagai berikut:

“Anjing Kintamani

2022

Besi, Tali Kerat

80x60x10cm

Anjing Kintamani adalah hewan asli desa Sukawana, Kintamani, Bali yang telah menjadi maskot fauna Bangli. Menurut Lontar Bali Kuno, disebutkan tentang "Kuluk Gembrong" yang diyakini sebagai anjing Kintamani. Meskipun ras anjing ini sudah diakui oleh dunia internasional, tapi masih banyak masyarakat tidak mengetahui sebagaimana mestinya ciri khas anjing Kintamani karena telah terjadi banyak persilangan antar ras.

Publik art tentang “Anjing Kintamani” sendiri dimaksudkan untuk menjadi inspirasi yang memantik pemikiran-pemikiran kritis mengenai situasi lingkungan masyarakat atau pemikiran secara umum dan membantu meningkatkan kesadaran dan ingatan mengenai kelestarian “Anjing Kintamani”.

Keberadaan publik art tentang icon Kintamani ini diletakkan di Desa Sukawana tepatnya di @sukawana_sunrice.

  • # art #artwork #instalasi #instalation #instalationart #instalationartwork #instalations #seni #publik #publikart #anjing #Kintamani #Kintamanibali

#anjingKintamani #Kintamanidog #kuluk #kulukgembrong #besi #tali #sukawana #sukawanasunrice #matahariterbit #view”.

Gambar 9. Akun Pengunggahan Karya Seni Instalasi “Anjing Kintamani” di Media Sosial

  • 3.4 Tanggapan Pengguna Media Sosial Terhadap Karya Seni Instalasi “Anjing Kintamani”

Tanggapan pengguna media sosial terhadap karya seni atau virtual publik art terhadap seni instalasi “Anjing Kintamani” diperoleh dari respon pengguna media sosial Instagram dan Facebook yang kemudian dianalisis menggunakan teori semiotika. a. Media Sosial Instagram

Respon pengguna media sosial di Instagram yang diterima melalui pengungahan karya seni di akun @tress_ne dikaji menggunakan teori semiotika pada tanda. Berdasarkan hasil analisis data yang ditemukan dalam penelitian ini. Setelah mengunggah gambar karya seni instalasi “Anjing Kintamani” di media sosial Instagram, terdapat sebanyak 196 tanggapan berupa like, 14 komentar, dan 5 akun pengguna yang membagikan unggahan karya tersebut, dapat dilihat pada gambar.

  • Gambar 10. Respon Pengguna Media Sosial Instagram

Selain tanggapan di atas, respon pengguna media sosial muncul berupa argumen dalam bentuk komentar. Tanggapan juga bisa digunakan untuk menguatkan atau mempertegas dari teks atau komentar yang dikirimkan, seperti tanggapan yang muncul dari komentar pengguna media sosial atas nama akun: @maraneka, @ikt_pramanayoga, @novakusuma, @ekadana_san, @nwchiko, @artist_ak_0, @momogi_16, @agungdwijaksara, @agus_wiratama__, @ngurahm, @devygita, @agus_surasa, @jong_santiasa_putra, dan @dedeksurya__.

Gambar 11. Tanggapan Pengguna Media Sosial Instagram

Konteks

Pengguna media sosial Instagram menuliskan tanggapan di kolom komentar berupa respon, penjelasan, keadaan, dan pertanyaan atas pengunggahan karya seni instalasi “Anjing Kintamani”, berikut komentar dari pengguna media sosial Instagram:

maranekaKerennnWVW”

ikt_pramanayogaKeren wi baguss rt” jika diterjemahkan “Keren kakak gantengg6”

novakusuma___ “Keto hebat ne tress mule” jika diterjemahkan “Memang hebat gitu tress

ekadana_san “Lanjutkan”

nwchiko ^6

momogi_16 “Biar keliatan kerja ga nogel mulu ken ya”

agungdwijaksara “jeg gagah! pak”

agus_wiranata__ “      ”

ngurahm_ “Judul sudah mencerminkan orang ini @yanadibw pak mang suksma atas kreativitas nyaa J⅛ jika diterjemahkan “Judul sudah mencerminkan orang ini @yanadibw pak mang terimakasih atas kreativitas nyaa aI⅛

devygita “Mihh luung sajan 666«* jika diterjemahkan “Wahh bagus sekali

agus_surasa “Nh yan” jika diterjemahkan “Iya yan

jong_santiasa_putra “peeeeeeih ini kuluk penyuka senjaaaaaaa neee. isinin di kopi americano dik mang..” jika diterjemahkan “waahhhhhh ini anjing penyuka senjaaaaaaa, dibarengi dengan kopi Americano sedikit mang..

dedeksurya__ “Dije kel rencana ne mepasang ni Kak Tres??” jika diterjemahkan

Dimana rencana dipasang ini Kak Tres??

Analisis teori semiotika pada tanda. Kurniawan, (2001) ‘Tanda’ pada masa itu masih bermakna suatu hal yang menunjuk pada adanya hal yang lain, misalnya asap menandakan adanya api. Berdasarkan hasil analisis data, sebagaimana dinyatakan

Kurniawan (2001) di atas ditemukan dalam penelitian ini berupa tanda dalam konteks emoticon. Menurut anilisis semiotic Charles Sandres Pierce, penggunaan emoticon yang disisipkan dalam pesan dikategorikan sebagai simbol. Simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu yang lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang (Sobour, 2016). Seperti pengguna akun instagram @maraneka yang menggunakan simbol emoticon WV. Emoticon berbentuk kepala anjing ini bermakna kategori hewan yang menunjukan bentuk mendukung pada karya seni instalasi “Anjing Kintamani”. Sedangkan akun @ikt_pramanayoga menggunakan simbol yang berbeda yaitu emoticon , yang bermakna sangat menggairahkan dan luar biasa. Emoticon yang seperti api digunakan untuk melengkapi kata “hot” yang memiliki makna (bergairah atau menggirahkan) atau “lit” yang mimiliki makna (luar biasa atau keren). Pada tanggapan yang diberikan tentang karya seni instalasi “Anjing Kintamani” oleh akun @ikt_pramanayoga dapat bermakna sangat menggairahkan dan luar biasa yang didukung dengan kalimat serta emotikon yang disampaikan.

Sementara pada pengguna akun @nwchiko terdapat konteks simbol yang dapat dikaji melalui analisis semiotika. Seperti yang dijelaskan di atas pada simbol W yang bermakna sangat menggairahkan dan luar bisa sejenis dengan tanggapan pengguna akun @ikt_pramanayoga. Begitu pula pada simbol yang merupakan sebusur pelangi yang berwarna-warni, umumnya digambarkan dengan pelangi penuh. Simbol ini bermakna untuk menyatakan berbagai perasaan terkait cinta dan kebahagian. Simbol ^Λ dapat dimaknai sebagai rasa cinta dan kebahagian yang luar biasa, dan menunjukan ekpresi pengguna akan indahnya lanskap di Sukawana Sunrice yang menggairahkan pada unggahan karya seni instalasi “Anjing Kintamani”. Lain halnya dengan tanggapan yang diberikan pengguna akun @agus_wiratama__ yang menggunakan simbol . Dalam tanggapan tersebut simbol merupakan emoticon wajah dengan mulut terbuka, secara umum memiliki makna perasaan terkejut, takjub, atau bisa juga baru memahami sesuatu. Dalam percakapan sehari-hari, emotikon ini sering disandingkan dengan kalimat “wow, astaga!, atau luar biasa”. Sejalan dengan klasifikasi semiotika pada Pierce (Pateda, 2001) pada Dicent Indexcial Legisign, yakni tanda yang bermakna informasi dan menunjuk pada objek informasi.

Pengguna akun @ngurahm mengungkapkan atas rasa terima kasih unggahan karya seni instalasi “Anjing Kintamani” yang diikuti dengan simbol «A» yang bermakna memohon maaf dengan orang lain dan bisa juga bermakna sebagai ucapan terimakasih atau bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa bisa berubah makna sebagai mempertegas isi pesan atau komentar. Pengirim pesan atau komentar mempresepsi bentuk ekspresi emoticon tersebut sebagai sesuatu hal yang dalam kalimatnya terdapat emosi dan perasaan. Dari segi jenis tanggapan yang diterima melalui sosial media Instagram dalam peneliian ini ditemukan beberapa bentuk, seperti tanggapan pujian yang merupakan kalimat menyatakan penghargaan atas keunggulan sebuah hal tertentu yang sejalan dengan tanggapan pengguna akun @maraneka, @ikt_pramanayoga, @nwchiko, @agungdwijaksara, @devygita, dan @agus_surasa. Tanggapan persetujan yang sejalan dengan pengguna akun @novakusuma__, @ekadana_san, @ngurhm_, @agus_wiratama__, dan @artist_ak_0 merupakan kalimat yang menyatakan sebuah pembenaran dan kesepakatan. Tanggapan kritik yang merupakan tanggapan yang disertai dengan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hal, sejalan dengan tanggapan pengguna akun @momogi_16, @jong_santiasa_putra, dan @dedeksurya__.

  • b. Media Sosial Facebook

Respon pengguna media sosial di facebook yang diterima melalui pengungahan karya seni di akun Facebook Tress. Berdasarkan hasil analisis data, sebagaima dinyatakan Kurniawan, (2001) di atas ditemukan dalam penelitian ini. Setelah mengunggah gambar karya seni instalasi “Anjing Kintamani” di Facebook, terdapat sebanyak 35 tanggapan like berupa (33 simbol dan 2 simbol O), simbol yang mengacungkan jempolnya ke atas ditandai sebagai tanda setuju, jembol yang diacungkan memiliki nilai simbolik sebagai pengharapan, penghargaan, ucapan terimakasih, pujian dan rasa syukur kepada Tuhan, diri sendiri dan kepada sesama atau orang lain. Sedangan simbol O dapat ditandai sebagai ekspresi rasa cinta, romansa, hubungan romantik, dan bisa juga sebagai simbol persahabatan. Selain tanggapan berupa like, juga terdapat 10 komentar, dan 2 akun pengguna yang membagikan unggahan, dapat dilihat pada (Gambar 12).

Gambar 12. Respon Pengguna Media Sosial Facebook


Selain tanggapan di atas, respon pengguna media sosial muncul berupa argumen

dalam bentuk komentar. Tanggapan juga bisa digunakan untuk menguatkan atau

mempertegas dari teks atau komentar yang dikirimkan, seperti tanggapan yang muncul

dari komentar pengguna media sosial atas nama akun: Gede Sanita, I Wayan Dedik

Aryanto, Rai Semara, Koyen BN, I Putu Edi Swastawan, Ekadana Dk-san, Ngurah

Mahadiputra, Trisna Wati, dan Agus Wiratama.

Sxi b» ne kode Mtn O peteng e rung ⅛

Gambar 13. Tanggapan Pengguna Media Sosial Facebook



I Wcyxi CXM AryxHO Kcnxwngne?


ScOdt d*gxιg CXUng txoge ne JeUh Md∙ Undog

Trnru WMi

TuUngtoconenyennuh

Konteks

Pengguna media sosial Facebook menuliskan tanggapan di kolom komentar berupa respon, penjelasan, keadaan, dan pertanyaan atas pengunggahan karya seni instalasi “Anjing Kintamani”

Gede Sanita “Sah be ne kode alam ibi peteng e mang ” jika diterjemahkan “Bener sudah ini kode alam semalam mang ⅛ ”

I Wayan Dedik Aryanto “Ken anjing ne?” jika diterjemahkan “Mana anjingnya?

Rai Semara “Mantav pakmang ”

Koyen BN “Gass bosku      ”

I Putu Edi Swastawan “Selalu kreatif gitu kamu nok, mai kecirin malu ” jika diterjemahkan “Selalu kreatif gini kamu loh, sini berpesta dulu

Ekadana Dk-san “Mantapppp… Luarbiasa”

Ekadana Dk-san Tress ngidang lanjut ne tresss” jika diterjemahkan “bisa lanjut ke tahap berikutnya ini tress

Ngurah Mahadiputra “Sekadi dagang canang bunga ne telah, tiada tanding ” jika diterjemahkan “seperti pedagang canang yang bunganya sudah habis, tiada tanding

Trisna Wati “Tukang fotone nyen malu” jika diterjemahkan “Yang fotoin siapa dulu nih

Agus Wiratama V

Menurut anilisis semiotic Charles Sandres Pierce, penggunaan emoticon yang disisipkan dalam pesan dikategorikan sebagai simbol. Seperti pengguna akun Gede Sanita yang menggunakan simbol emoticon ⅛ yang dapat dimaknai sebagai ekspresi menertawakan sesuatu yang lucu atau menyenangkan. Tanggapan yang diberikan oleh responden dapat dimaknai sebagai bentuk kegiatan dan kabar yang terjadi ketika penggunggahan karya seni instalasi “Anjing Kintamani” sesuai dengan kejadian yang pernah responden alami, ini sejalan dengan (Zoest, 1992). Tanda-tanda itu hanya mengemban arti (significant) dalam hubunganya dengan pembacanya. Pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakannya (signifie) sesuai dengan konvensi dalam sistem bahasa yang bersangkutan.

Tanggapan lainnya akun pengguna Rai Semara memberikan tanggapan yang menggunakan emoticon ⅛ dapat dimaknai sebagai bentuk kebahagian secara tulus atau dapat dimaknai sebagai tersipu malu akan unggahan yang di tanggapi. Sementara akun I Putu Edi Swastawan yang menggunakan emotikon simbol yang bermakna pesta, mengadakan acara, bersantai, dan bersenang-senang. Selain itu, simbol ini juga bisa berarti bir, menikmati bir, dan mengunjungi bar atau café, yang dapat dimaknai sebagai rasa mendukung terhadap unggahan karya seni instalasi “Anjing Kintamani”.

  • 3.5 Respon Pengguna Media Sosial Terhadap Lingkungan Setelah Melihat

    Pameran Karya Seni Instalasi “Anjing Kintamani”

Melalui tanggapan yang diperoleh dari hasil komentar sosial media Instagram yang berjumlah 14 akun komentar, dan sosial media Facebook yang berjumlah 10 akun komentar, terdapat 14 akun sosial media yang merespon setelah melihat hasil karya melalui wawancara tentang karya seni instalasi “Anjing Kintamani”. Berikut daftar

responden yang diperoleh dari hasil wawancara dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Daftar Responden Terhadap Tanggapan Karya Seni Instalasi “Anjing

Kintamani”

No.

Nama

Biodata dan User Name Sosial Media (Sosmed)

1.

Reza

Maraneka

Reza Maraneka, usia 24 tahun (laki-laki). User name sosmed: maraneka.

2.

I Ketut

Pramana Yoga

I Ketut Pramana Yoga, usia 24 tahun (laki-laki). User name sosmed: ikt_pramanayoga.

3.

Mahadiputra

Mahadiputra, usia 24 tahun (laki-laki). User name sosmed: ngurahm_.

4.

I Made Rai Semara Yasa

I Made Rai Samara Yasa, usia 25 tahun (laki-laki). User name sosmed: Rai Semara.

5.

I Wayan Agus Wiratama

I Wayan Agus Wiratama, usia 27 tahun (laki-laki). User name sosmed: agus_wiratama__.

6.

Ekadana

Ekadana, usia 32 tahun (laki-laki). User name sosmed: ekadana_dksan.

7.

I Kadek

Widhiantara

I Kadek Widhiantara, usia 40 tahun (laki-laki). User name sosmed: Koyen BN.

8.

Trisna Wati

Trisna Wati, usia 23 tahun (perempuan). User name sosmed: Trisna Wati.

9.

Sri Linda Oktavia

Sri Linda Oktavia, usia 26 tahun (perempuan). User name sosmed: momogi_16.

10.

I Wayan Dedek Surya

Mahadipa

I Wayan Dedek Surya Mahadipa, usia 22 tahun (laki-laki). User name sosmed: dedeksurya__.

11.

I Gusti Bagus Agung Dwijaksara

I Gusti Bagus Agung Dwijaksara, usia 24 tahun (laki-laki). User name sosmed: agungdwijaksara.

12.

Devy Gita

Devy Gita, usia 34 tahun (perempuan). User name sosmed: devygita.

13.

I Putu Edi Swastawan

I Putu Edi Swastawan, usia 25 tahun (laki-laki). User name sosmed: edi_swastawan.

14.

Ir. Cokorda Gede Alit Semarajaya, M.S.

Ir. Cokorda Gede Alit Semarajaya, M.S. Usia 65 tahun (laki-laki). User name sosmed:-.

Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada 14 akun media sosial, tanggapan terhadap pengunggahan karya seni instalasi “Anjing Kintamani” yang berlangsung selama satu minggu dari tanggal 3 Agustus sampai 10 Agustus 2022, menggunakan daftar panduan pertanyaan wawancara pengguna media sosial Instagram dan Facebook sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimana bentuk karya seni instalasi, apakah menarik?

  • 2.    Hal apa saja yang membuat karya seni tersebut menarik?

  • 3.    Setelah melihat instalasi “Anjing Kintamani” apakah menurut anda keaslian ras anjing Kintamani perlu dijaga?

  • 4.    Setelah meliht instalasi “Anjing Kintamani” apakah menurut anda habitat asli anjing Kintamani perlu dilindungi?

  • 5.    Bagaimana menurut anda jika keaslian ras anjing Kintamani tidak dijaga?

  • 6.    Perlukah karya seni instalasi tentang anjing Kintamani dimanfaatkan sebagai icon tentang anjing Kintamani di Desa Kintamani?

Tanggapan terhadap bentuk karya seni instalasi “Anjing Kintamani” mengenai isu lingkungan di dapat pada akun @ekadana_dksan yang mengatakan:

@ekadana_dksan: Dalam karya instalasi anjing Kintamani. Sebagai sebuah karya instalasi sangat menarik dari segi bentuk rupa bisa membuat menyerupai anjing apalagi jika dilihat dari judul dan diletakan di kawasan Kintamani bisa sangat menarik dipadukan dengan alam yang sangat mendukung sebagai sebuah pengingat kalau di Kintamani ada anjing ras yang sangat terkenal”

Tanggapan terhadap respon bentuk karya seni intsalasi “Anjing Kintamani” mengenai isu lingkungan di dapat dari Ir. Cokorda Gede Alit Semarajaya, M.S. yang mengatakan:

Ir. Cokorda Gede Alit Semarajaya, M.S.: Menarik, imajinasi saya setelah melihat karya seni tersebut, asosiasinya terletak pada anjing. Ada di bagian gambar yang membuat saya menarik. Kotak dengan ukuran yang berbeda, latar belakang background yang menonjolkan karya. Ketika gelap orang pasti tidak bisa membayangkan, ketika agak terang lebih kebayang akan bentuknya. Background sangat penting, bayangan saya pada asosiasi si pembuat dalam merespon bentuk anjing.”

Tanggapan terhadap keaslian ras anjing Kintamani mengenai isu lingkungan di dapat pada akun @devygita yang mengatakan:

@devygita: Sangat perlu, bukan berarti tidak membuka kemungkinan persilangan. Namun, harus ada konservasi untuk keaslian ras agar kelangsungan ras asli masih terjaga”

Tanggapan terhadap habitat ras anjing Kintamani menganai isu lingkungan di dapat pada akun @dedeksurya__ yang mengatakan:

@dedeksurya__: Habitat anjing Kintamani saya pikir menjadi penting untuk dijaga atau dikonservasi. Karena konservasi ini tidak hanya akan berdampak pada ras anjing Kintamani saja tapi flora dan fauna lain di kawasan yang sama akan terjaga”

Tanggapan terhadap respon keaslian ras anjing Kintamani mengenai isu lingkungan di dapat pada akun @edi_swastawan yang mengatakan:

@edi_swastawan: Saya khawatir kemudian hari, ras asli Kintamani akan hilang. Karena hewan sejenis anjing, termasuk anjing ras Kintamani di daerah asalnya notabene hidup secara bebas (tidak di kandang), sehingga potensi kawin silang dengan non ras Kintamani sangat mungkin terjadi.”

Tanggapan terhadap pembuatan icon karya seni instalasi mengenai isu lingkungan di dapat pada akun @dedeksurya__ yang mengatakan:

@dedeksurya__: Instalasi anjing Kintamani bisa dimanfaatkan sebagai sebuah landmark. Misalnya pada persimpangan jalan, atau instalasi ini dibangun dalam sebuah taman, atau bisa juga dibangun pada tempat konservasi anjing Kintamani.” Berdasarkan hasil wawancara tersebut, karya seni instalasi “Anjing Kintamani” yang diunggah peneliti memberikan pengaruh bahwa karya seni instalasi “Anjing

Kintamani” membuat responden sadar terhadap lingkungan khususnya habitat, ras, dan keaslian dari ras anjing Kintamani.

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan karya seni instalasi dalam penelitian ini memberikan pengertian bahwa bentuk karya seni instalasi “Anjing Kintamani” dipengaruhi oleh waktu, situasi, dan kondisi yang terjadi di reprensentasikan kembali dan divisualisasikan pada karya seni instalasi “Anjing Kintamani”. Ide atau gagasan dalam karya seni instalasi merespon kondisi situasi atau peristiwa yang terjadi di sekitar lingkungan peniliti yaitu di daerah Sukawana, Kintamani, Bali. Pada penelitian ini, ditemukan bahwa media sosial Instagram lebih banyak responden daripada media sosial Facebook, ini dapat dilihat dari jumlah like dan komentar pada sosial media. Dari 24 respon dan komentar tentang karya seni instalasi “Anjing Kintamani” ada 3 akun pengguna yang mempertanyakan akan bentuk karya seni instalasi dan 21 akun pengguna memberikan respon positif.Berdasarkan hasil wawancara, karya seni instalasi “Anjing Kintamani” yang diunggah peneliti memberikan pengaruh bahwa karya seni instalasi “Anjing Kintamani” membuat responden sadar terhadap lingkungan khususnya habitat, ras, isu lingkungan dan keaslian dari ras anjing Kintamani. Hal itu ditemukan dari wawancara yang dilakukan peneliti dengan respon yang positif dan beberapa tanggapan juga memberikan respon prihatin terhadap keaslian ras anjing Kintamani. Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa karya seni instalasi “Anjing Kintamani” memberikan kesadaran lingkungan terhadap pengguna media sosial khususnya Instagram dan Facebook.

Daftar Pustaka

Atkins, R. (1990). Art Speak; Guide to Contemporary Ideas, Movements and Buzzwords. New York: Abbeville Press.

Badriya, Y. (2016).    “30 Pengertian Seni Menurut Para Ahli”.

https://ilmuseni.com/dasar-seni/pengertian-seni-menurut-para-ahli/amp. (Diakses pada 13 Oktober 2019)

Broadbent, G. (1995). Design in Architecture.

Hardiman, F. B. (2009). Demokrasi Deliberatif: Menimbang Negara Hukum dan Ruang Publik dalam Teori Diskursus Jurgen Habermas (Yogyakarta: Kanisius, 2009), 137.

Hakim, R. (1987). Komponen Perencanaan Arsitektur Lanskap. Jakarta.

Indarto, K. (2016). Mengartikulasikan Ruang Publik dan Karya Seni. Tersedia online pada:

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:http://tby.jogjaprov.go.id /assets/uploadsck/files/MAJE%2520edisi%25201%2520%25202016.pdf (Diakses 10 Oktober 2019).

Kurniawan. (2001). Semiologi Roland Barthes. Magelang: Yayasan Indonesia Tera. Munandar, U. (1988). Kreativitas Sepanjang Masa. Jakarta: Muliasari.

Munandar, U. (2009). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta. Reza A. A. (2010). “Ruang Publik dan Peran Para Penyair Menurut Richard Rorty,”

dalam Ruang Publik: Melacak Partisipasi Demokratis dari Polis sampai Cyberspace, Editor F. Budi Hardiman (Yogyakarta: Kanisius, 2010), 241 & 242.

Rosenthal, M. (2002). Understanding Installation Art: From Duchamp to Holzer. Munich: Prestel.

Sobour, A. (2016). Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Stephen, C. et al. (1992). Public Space. Cambridge: Cambridge University Press.

Zoest, A. V. (1992). Serba-Serbi Semiotika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

16