Nandur

Vol. 2, No. 3, Juli 2022

EISSN: 2746-6957 | Halaman 138-144

https://ojs.unud.ac.id/index.php/nandur Fakultas Pertanian, Universitas Udayana

Ekologi Tanaman Jeruju Hitam (Acanthus ilicifolius) dan Jeruju Putih (Acanthus ebracteatus) di Bali

Ahnaf Abimanyu*), I Gede Putu Wirawan, I Ketut Suada Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman Denpasar 80232 *)Email: ahnafabim@yahoo.com

Abstract

Jeruju is a genus of Acanthus which is divided into two types, namely white jeruju and black jeruju. These two types of plants are found naturally growing wild in areas with wetlands around downstream and river mouths, along the coast, and swamps, especially in Bali as mangrove vegetation. Both jeruju plants have the ability as environmental phytotechnology. Therefore, it is necessary to study the environmental habitat of the black and white jeruju plants. This study aims to determine the habitat of black and white jeruju plants which can be used as a basis data for conservation efforts. The research method was carried out by observing the biotic and abiotic environment in the black and white jeruju habitats. The results showed that black jeruju plants grow in swamp habitats, clay soil structures with a pH value of 6 and some mangrove plants as the surrounding vegetation. However, the white jeruju grows in coastal habitats, sandy loam soil structures with a pH value of 5 and no vegetation around it.

Keywords: Acanthus, white jeruju, black jeruju, habitats

  • 1.    Pendahuluan

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan hujan tropis paling besar di dunia serta terkenal akan kekayaan dan kelimpahan alamnya yang sangat beragam. Keanekaragaman flora dan faunanya dapat sangat menguntungkan apabila hal tersebut dapat dieksplorasi dan dimanfaatkan dengan pengelolaan yang berkesinambungan. Keberagaman hayati juga dapat menjadi modal yang sangat besar untuk bisa digunakan dalam hal memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Banyak sekali tanaman-tanaman yang tidak terlalu dikenal oleh masyarakat luas, namun memiliki berbagai macam manfaat, salah satunya adalah tanaman jeruju.

Jeruju termasuk kedalam genus Acanthus yang diperkirakan mempunyai kurang lebih 29 spesies yang tersebar luas pada daerah tropis dan subtropis (Bora et al., 2017). Jeruju terbagi menjadi 2 spesies yang dikenal, yaitu jeruju hitam (Acanthus ilicifolius) dan jeruju putih (Acanthus ebracteatus). Jeruju hitam dan jeruju putih memiliki ciri morfologi yang hampir mirip satu sama lain, sehingga cenderung dianggap sebagai 1 spesies (Noor et al., 1999). Tanaman jeruju merupakan tanaman yang tumbuh secara liar di daerah dengan lahan basah (wetland) seperti daerah pantai, daerah air payau dan hilir

atau muara sungai sebagai vegetasi mangrove. Sebagai spesies tanaman yang sangat penting untuk vegetasi mangrove, tanaman jeruju juga tegolong sebagai tanaman akuatik emergent. Peran tanaman akuatik dalam lingkungan adalah sebagai indikator terhadap kualitas air dan mampu menyaring limbah dan kotoran pada lingkungan hidupnya (Kusumawardani dan Irawanto, 2013). Sehingga tanaman ini mampu digunakan untuk memulihkan kualitas lingkungan khususnya perairan dari adanya pencemaran oleh limbah (Irawanto et al., 2015). Irawanto dan Mangkoedihardjo (2015) melaporkan pada penelitiannya bahwa tanaman jeruju mampu menyerap logam berat (Pb dan Cd) pada daerah lingkungan hidupnya.

Tanaman jeruju sangat jarang dimanfaatkan potensinya namun banyak dijumpai tumbuh secara liar di alam. Jika berkaca pada kondisi lingkungan perairan di Indonesia khususnya di Bali saat ini, tanaman jeruju memiliki potensi sebagai fitoteknologi. Oleh karena itu penelitian mengenai ekologi dan habitat dari tanaman jeruju hitam dan jeruju putih ini perlu dilakukan untuk menambah ilmu pengetahuan dan informasi yang berkaitan dengan upaya konservasi serta menjadi dasar dalam perkembangan penelitian terkait fitoteknologi.

  • 2.    Bahan dan Metode

    2.1    Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2022 dan dilakukan pengamatan pada kedua tanaman jeruju hitam dan jeruju putih di pantai Petengahan, Tabanan, Bali dengan koordinat °28'45''S 114°56'20''E dan 8°28'36.2''S 114°56'03.8''E (Gambar 1).

Gambar 1. Peta pengamatan sampel tanaman jeruju (A) jeruju hitam dan (B) jeruju putih di kawasan pinggiran pantai Petengahan, Tabanan, Bali

  • 2.2    Bahan dan Alat

Adapun bahan dan alat yang digunakan pada penelitian ini adalah buku pedoman mangrove di Indonesia karya Noor et al., (1999), pH indikator, handphone, kamera, GPS, pH meter, alat tulis, dan laptop

  • 2.3    Studi Literatur

Studi literatur dimaksudkan untuk dapat memahami dan mendukung dasar-dasar teori yang akan digunakan pada penelitian yang akan dilaksanakan (Utomo et al., 2017).

  • 2.4    Prosedur Penelitian

Jenis penelitian ini adalah observasional. Prosedur penelitian dilakukan dengan melakukan pengamatan tanaman jeruju hitam dan jeruju putih pada habitat kedua sampel tumbuh di pantai Petengahan, Tabanan, Bali. Data pengamatan lingkungan abiotik dan biotik diperoleh dengan melakukan pengukuran pH tanah, jenis habitat dan kondisi di sekitar habitat tanaman berupa vegetasi dicatat dan diamati.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    3.1 Deskripsi Jeruju Hitam dan Jeruju Putih



Gambar 2. Morfologi dan habitat jeruju hitam di pantai Petengahan, Tabanan, Bali (A. habitat, B. bunga, C. Bentuk daun)

Jeruju hitam memiliki ciri daun tunggal yangberbentuk lonjong atau oval dan berwarna hijau tua dengan panjang 7,5-20 cm dengan lebar 5-6 cm serta terdapat duri tajam atau bergerigi di bagian samping masing-masing daun (Irwanto et al., 2015). Bunga dari tanaman jeruju hitam memiliki panjang sekitar 4-5 cm dengan mahkota bunga yang berwarna biru mudahingga ungu dan terkadang putih. Buah dari tanaman jeruju hitam berbentuk oval dengan panjang kurang lebih sekitar 3-4 cm dan berwarna hijau saat masih muda dan berwarna coklat ketika sudah masak. Tanaman ini memiliki biji berbentuk ginjal yang berjumlah 2-4 buah (Noor et al., 1999).

Jeruju putih memiliki ciri yang hampir mirip dengan jeruju hitam, namun terdapat beberapa morfologi yang membedakan kedua tanaman tersebut. Ciri yang membedakan kedua tanaman ini adalah jeruju putih memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan jeruju hitam serta bentuk daun yang sedikit berbeda. Jeruju putih memiliki daun yang berbentuk memanjang atau oval dengan tepian yang berduri tajam atau bergerigi dengan panjang 7-20 cm dan lebar 4-6 cm. Bunga dari tanaman jeruju putih memiliki panjang 2-3 cm dengan mahkota bunga yang berwarna biru muda hingga putih. Buah tanaman jeruju memiliki bentuk bulat lonjong dengan permukaan yang mengkilat dengan ukuran 2-2,5 cm dan berwarna hijau ketika muda (Noor et al., 1999).

Gambar 3. Morfologi dan habitat jeruju putih di pantai Petengahan, Tabanan, Bali (A. habitat, B. bunga, C. bentuk daun)

Ciri yang membedakan jeruju hitam dengan jeruju putih lainnya adalah pada bentuk daunnya, dimana jeruju hitam memiliki bentuk daun yang berwarna hijau tua dan lebih lebar, bentuk gerigi dari daun jeruju hitam memiliki bentuk yang sedikit tumpul sedangkan pada jeruju putih warna daun terlihat hijau muda dan lebih ramping serta bentuk gerigi pada daun terlihat lebih tajam dan runcing. Bunga jeruju hitam dan putih tidak jauh berbeda, namun panjang tandan bunga jeruju putih lebih pendek daripada jeruju hitam (Noor et al., 1999). Letak duri aksial batang juga dapat membedakan jeruju hitam dengan jeruju putih. Duri aksial pada batang jeruju putih menghadap ke bawah sedangkan pada batang jeruju hitam duri aksial batang menghadap ke atas.

  • 3.2    Karakterisik Habitat Jeruju Putih dan Jeruju Hitam

Tanaman jeruju hitam dan jeruju putih merupakan herba rendah yang tumbuh secara berkelompok dan dikategorikan sebagai semak (shrub) umumnya tumbuh di tepi sungai, lahan basah rendah, dan daerah mangrove (Aluri et al., 2017). Tanaman jeruju memiliki tipe semak yang tegak dan tidak melilit, memiliki rumpun yang banyak serta memiliki akar udara yang adventif (Yudhoyono dan Sukarya, 2013). Tumbuh pada ketinggian hingga 450 mdpl, kedua tanaman ini tumbuh pada zona menengah sampai

belakang pada ekosistem mangrove yang merupakan zona yang dipengaruhi pasang surut air laut dan mendapat pasokan air tawar lebih banyak, umumnya sering ditemukan pada perbatasan antara air dan daratan (Kovendan dan Murugan, 2011; Prayogo et al., 2016). Kedua tanaman ini dapat tumbuh pada segala jenis tanah dan banyak ditemukan pada tepi sungai dengan dengan kondisi tanah yang berlumpur. Jeruju dikenal sebagai tanaman yang dapat bertahan dalam kondisi lingkungan yang terkontaminasi cukup parah (Bora et al., 2017).

Berdasarkan pengamatan dan observasi yang sudah dilakukan di daerah pantai Petengahan, Tabanan, Bali, habitat dari tanaman jeruju hitam terdapat pada hilir dan muara sungai, sedangkan pada jeruju putih ditemukan berada di di tepian sekitar pantai (Tabel 1). Karakteristik habitat dari masing-masing tanaman jeruju tidak memiliki perbedaan yang signifikan, dimana tanaman ini hidup pada lahan basah (wetland) yang hampir terendam oleh air atau menjadi perbatasan antara air dan daratan.

Tabel 1. Faktor biotik dan abiotik habitat dari tanaman jeruju hitam dan jeruju putih di daerah pantai Petengahan, Tabanan, Bali

No

Nama Tanaman

Tipe Habitat

Tumbuhan Sekitar

Tekstur tanah

pH tanah

1.

Jeruju Hitam (Acanthus ilicifolius)

Rawa

Rhizopora apiculata

Rhizopora mucronata Beberapa jenis Avicennia

Tanah lempung

6

2.

Jeruju Putih (Acanthus ebracteatus)

Tepian sekitar pantai

-

Tanah lempung berpasir

5

  • 3.3    Pembahasan

Berdasarkan Tabel 1 ditemukan bahwa jeruju hitam hidup pada habitat dengan tipe rawa dimana vegetasi disekitarnya berupa tanaman mangrove sejati seperti R. apiculata, R. mucronata, dan beberapa jenis Avicennia. Tanaman-tanaman ini banyak ditemukan hampir pada seluruh daerah mangrove. Kondisi pH tanah pada tanaman jeruju hitam termasuk ke dalam kategori masam ke netral yaitu dengan nilai 6, sedangkan pada jeruju putih pH tanah tempatnya hidup memiliki nilai 5, dimana nilai pH tersebut termasuk ke dalam kondisi tanah yang masam. Berdasarkan pengukuran pada lokasi tersebut, kisaran nilai pH pada tanah termasuk ke dalam batas toleransi pada daerah mangrove, karena pada umumnya tanaman mangrove akan dapat tumbuh pada pH tanah yang berkisar 5-8 (Priyono, 2006). Pada jeruju putih, ditemukan bahwa habitat hidupnya ada pada tepian pinggir pantai. Tanaman jeruju putih tumbuh secara berkelompok, bertipe semak dan tidak ada tanaman lain yang tumbuh disekitarnya (Gambar 2), hal ini dapat dikarenakan tempat tumbuh dari tanaman jeruju putih memiliki struktur tanah yang lempung berpasir serta pH tanah yang cenderung masam (Tabel 1) dimana mikroorganisme akan kesulitan

untuk tumbuh pada pH <7 (Notodarmojo, 2005). Jenis tanaman mangrove seperti R. apiculata, R. mucronata dan jenis Avicennia memiliki toleransi yang tinggi terhadap tingkat pH pada tanah berkisar 6,5-6.6, melihat habitat hidupya yang memang berada di daerah rawa, hutan mangrove dan juga pinggiran pantai. Tanaman tersebut juga akan tumbuh dengan baik pada tipe substrat lumpur berpasir yang relatif tebal (Alik et al., 2012).

Tanaman mangrove mampu beradaptasi dengan habitatnya yang memiliki struktur tanah belumpur dan selalu tergenang dengan membentuk akar-akar khusus untuk dapat tumbuh dengan kuat dan mampu menyerap oksigen. Jeruju hitam dan jeruju putih memiliki akar adventif yang membantunya untuk dapat beradaptasi pada kondisi tanah dan lingkungan yang berlumpur dan tergenang (Yudhoyono dan Sukarya, 2013). Akar yang adventif ini tumbuh dari batang tanaman dan tumbuh ke dalam tanah. Munculnya akar adventif ini berfungsi untuk menjaga ketersediaan air dan mineral serta menggantikan fungsi dari akar utama yang tidak bisa menyerap oksigen dengan maksimal pada kondisi tergenang (Sembiring et al., 2016).

  • 4.    Kesimpulan

Tanaman jeruju hitam memiliki tipe habitat rawa dengan struktur tanah lempung dan memiliki nilai pH tanah 6 serta vegetasi yang tumbuh di sekitar jeruju hitam adalah Rhizopora apiculata, Rhizopora mucronata, dan beberapa jenis Avicennia. Tanaman jeruju putih memiliki tipe habitat pinggiran sekitar pantai dengan struktur tanah yang lempung berpasir dengan nilai pH 5 dan tidak ada vegetasi disekitar tempat hidup tanaman jeruju putih. Tanaman jeruju hitam dan jeruju putih tumbuh secara berkelompok sebagai semak (shrub) dan memiliki kemampuan untuk beradaptasi pada cekaman genangan.

Daftar Pustaka

Alik, T. S. D., M. R. Umar, & D. Priosambodo. (2012). Analisis Vegetasi Mangrove di Pesisir Pantai Mara Bombang Kab. Pinrang. Makasar. Universitas Hasanudin Press

Aluri, J. S. R., R. Bethapudi, & P. R. Chappidi. (2017). Reproductive ecology of Acanthus ilicifolius L., a Non-Viviparous Mangrove Associate in Coringa Mangrove Forest, Andhira Pradesh (India).  Transylv. Rev. Syst. Ecol. Res, 19(3),  17-28.

http://dx.doi.org/10.1515/trser-2017-0018

Bora, R., P. P. Adhikari, A. K. Das, N. Raaman, & G. D. Sharma. (2017). Ethnomedicinal, Phytocemical, dan Pharmacological Aspect of Genus Acanthus. Interntional Journal of Pharmacy and Parmaceutical Sciences, 9(12).

Irawanto, R. & S. Mangkoedihardjo. (2015). Fitoforensik Logam Berat (Pb dan Cd) pada Tumbuhan Akuatik (Acanthus ilicifolius dan Coix lacryma-Jobi). Jurnal Purifikasi, 15(1), 53-66.

Irawanto, R., R. Hendrian, & S. Mangkoedihardjo. (2015). Konsentrasi logam berat (Pb dan Cd) pada bagian tumbuhan akuatik Acanthus ilicifolius. Jurnal FKIP UNS, 1(1), 147-155

Kovendan, K. & K. Murugan. (2011). Effect of Medicinal Plants on the Mosquito Vectors from the Different Agroclimatic Regions of Tamil Nadu, India. Advan Environ Biol, 5(2), 335-344.

Kusumawardani, Y. & R. Irawanto. (2013). Study of Plants Selection in Wastewater Garden for Domestic Wastewater Treatment. Proceeding of the International Conference of Basic Science-Universitas Brawijaya. Malang.

Noor, R. Y., M. Khazali, dan I. N. N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP Bogor.

Notodarmojo, S. (2005). Pencemaran Tanah dan Air Tanah. ITB Bandung.

Pariyono. (2006). Kajian Potensi Kawasan Mangrove dalam Kaitannya dengan Pengelolaan Wilayah Pantai di Desa Panggung, Bulakbaru, Tanggultlare, Kabupaten Jepara. Tesis. Semarang: Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Diponegoro.

Prayogo, E., A. Purwoko, & K. S. Hartini. (2016). Analisis Fnansial Pemanfatan dan Pengolahan Daun Jeruju (Acanthus ilicifolius L.) Menjadi Berbagai Produk Olahan. Peronema Forestry Science Journal, 5(1), 82-93.

Sembiring, M. J., R. I. M. Damanik, & L. A. M. Siregar. (2016). Respon Pertumbuhan Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max L. Merrill) pada Keadaan Tergenang terhadap Pemberian GA3. J. Agroteknologi, 4, 2331–2340.

Utomo, A. W., Suprayogi,A.,& Sasmito, B. (2017). Analisis Hubungan Variasi Land Surface Temperature dengan Kelas Tutupan Lahan Menggunakan Data Citra Satelit Landsat (Studi Kasus: Kabupaten Pati). Geodesi Undip,6(2),71-80

Yudhoyono, A. & D. G. Sukarya. (2013). 3500 plant species of the botanic gardens of Indonesia. PT. Sukarya dan Sukarya Pendetama Jakarta.

144