SCREEN-BASED SEDENTARY LIFESTYLE MEMENGARUHI TINGKAT DISABILITAS LEHER PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

Emily Devina Kartawijaya1*, Anak Agung Gede Eka Septian Utama2, Made Hendra Satria Nugraha3, Agung Wiwiek Indrayani4

1Program Studi Sarjana Fisioterapi dan Profesi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali 2,3Departemen Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali

4Departemen Farmakologi dan Terapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali

*Koresponden: [email protected]

Diajukan: 25 Juni 2022 | Diterima: 11 Juli 2022 | Diterbitkan: 15 September 2023

DOI: https://doi.org/10.24843/MIFI.2023.v11.i03.p01

ABSTRAK

Pendahuluan: Screen-based sedentary lifestyle merupakan gaya hidup sedentari yang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menggunakan teknologi berbasis layar. Gaya hidup ini terus meningkat seiring dengan perkembangan teknologi berbasis layar dan peningkatan yang cukup tinggi terjadi ketika pandemi COVID-19. Perubahan proses pembelajaran menjadi daring, beban tugas yang tinggi, serta penyusunan skripsi menyebabkan mahasiswa tingkat akhir tidak terlepas dari screen-based sedentary lifestyle. Tingginya durasi screen-based sedentary lifestyle dapat menyebabkan disabilitas pada leher yang membatasi gerak fungsional leher. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara screen-based sedentary lifestyle dengan disabilitas leher.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan pada bulan Oktober-Desember 2021 secara daring. Pengambilan sampel dilakukan secara double blinding menggunakan teknik simple random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 52 orang mahasiswa tingkat akhir Fakultas Kedokteran Universitas Udayana tahun ajaran 2021/2022. Variabel bebas pada penelitian ini adalah screenbased sedentary lifestyle yang diukur menggunakan Screen Time-Based Sedentary Behaviour Questionnaire. Variabel terikat pada penelitian ini adalah disabilitas leher yang diukur menggunakan Neck Disability Index.

Hasil: Hasil analisis uji korelasi Spearman Rho didapatkan nilai p<0,05 dan nilai koefisien korelasi berada diantara 0,290-0,356.

Simpulan: Hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan antara screen-based sedentary lifestyle dengan disabilitas leher pada mahasiswa tingkat akhir Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Semakin tinggi durasi screen-based sedentary lifestyle maka risiko untuk menderita disabilitas leher juga akan semakin tinggi.

Kata Kunci: screen-based sedentary lifestyle, disabilitas leher, mahasiswa

PENDAHULUAN

Sejak tahun 1960, sedentary lifestyle terus meningkat seiring dengan perkembangan zaman karena duduk merupakan posisi tubuh yang dominan dalam setiap aktivitas manusia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bauman dkk. (2018) di 20 negara, rata-rata orang berada dalam posisi duduk selama lima jam dan 25% berada dalam posisi duduk lebih dari delapan jam/hari.1 Peningkatan perilaku sedentari terus terjadi sampai saat ini dan pada tahun 2020 terjadi peningkatan yang cukup besar akibat pandemi COVID-19 yang mengharuskan masyarakat menghabiskan lebih banyak waktunya di dalam rumah.2 Sedentary lifestyle merupakan gaya hidup seseorang yang dalam kesehariannya tidak banyak melakukan aktivitas yang menghasilkan banyak gerakan tubuh dengan pengeluaran energi di bawah 2 Metabolic Equivalent Tasks (METs).3

Sedentary lifestyle pada remaja dan anak-anak timbul akibat penggunaan teknologi berbasis layar, seperti televisi, smartphone, laptop, dan komputer. Perkembangan teknologi berbasis layar dikhawatirkan dapat meningkatkan jumlah anak-anak dan remaja, terutama mahasiswa, yang menghabiskan lebih banyak waktunya duduk diam di depan layar.1 Selama proses pembelajaran, mahasiswa tidak terlepas dari teknologi yang ada, terutama laptop dan smartphone yang banyak digunakan baik dalam bidang akademis maupun non akademis. Dalam bidang akademis, laptop membantu mahasiswa untuk mencari informasi dan materi kuliah, mengerjakan tugas, menyimpan materi kuliah serta mengikuti perkulahan secara daring.4

Penggunaan laptop dan smartphone semakin meningkat ketika sudah memasuki mahasiswa tingkat akhir yang sedang dalam proses pengerjaan skripsi yang menyebabkan mahasiswa lebih banyak menghabiskan waktunya duduk di depan laptop untuk mencari informasi serta data-data melalui internet, mengolah data, dan menyusun skripsi. Peningkatan dalam penggunaan teknologi juga disebabkan oleh pembatasan mobilitas selama pandemi COVID-19.2 Perubahan sistem pembelajaran menjadi daring menyebabkan mahasiswa banyak menghabiskan waktunya di depan layar. Pembatasan dalam kegiatan sosial menyebabkan mahasiswa tidak dapat berkumpul dan lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam rumah dengan menonton tayangan audiovisual dan bermain media sosial.2,5

Peningkatan dalam penggunaan teknologi akan meningkatkan perilaku screen-based sedentary lifestyle. Screen-based sedentary lifestyle merupakan sedentary lifestyle yang lebih banyak menghabiskan waktunya di depan teknologi berbasis layar.6 Sedentary lifestyle dan screen-based sedentary lifestyle telah diidentifikasi sebagai gaya hidup tidak sehat yang dapat menimbulkan banyak masalah pada tubuh, baik secara fisik maupun psikologis, salah satunya adalah gangguan pada sistem muskuloskeletal.3,7 Duduk di depan komputer atau laptop lebih dari dua jam tanpa melakukan istirahat memiliki risiko yang besar untuk mengalami disabilitas pada leher.

Duduk dalam durasi panjang dan statis menyebabkan otot leher menerima beban statis sehingga akan terjadi kontraksi otot dalam jangka waktu lama yang menyebabkan otot mengalami kelelahan dan memicu timbulnya rasa nyeri di sekitar area leher.8 Ketika menggunakan teknologi berbasis layar, secara tidak sadar seringkali leher berada dalam posisi tidak ergonomis, yaitu posisi leher fleksi lebih dari 20 derajat, sehingga kerja otot ekstensor akan lebih berat untuk menjaga kepala agar tidak jatuh ke depan. Hal ini akan menyebabkan otot kehabisan energi dan mengalami kelelahan sehingga menimbulkan rasa nyeri pada leher. Nyeri pada leher yang dibiarkan dan tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan disabilitas pada leher yang ditandai dengan keterbatasan gerak fungsional leher sehingga menghambat aktivitas sehari-hari.8

Perilaku screen based sedentary lifestyle serta kurangnya melakukan aktivitas fisik menyebabkan mahasiswa memiliki risiko untuk mengalami disabilitas leher. Penelitian mengenai hubungan antara screen-based sedentary lifestyle dan disabilitas leher belum pernah dilakukan, sehingga penting untuk mengetahui hubungan antara screenbased sedentary lifestyle dengan disabilitas leher. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara screenbased sedentary lifestyle dengan disabilitas leher pada mahasiswa tingkat akhir Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2021 dengan proses pengambilan data dilakukan secara daring karena Indonesia masih berada dalam kondisi pandemi COVID-19. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa tingkat akhir Fakultas Kedokteran Universitas Udayana tahun 2021-2022 yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi subjek penelitian adalah berusia 20-23 tahun, berjenis kelamin laki-laki atau perempuan, merupakan mahasiswa tingkat akhir, memiliki dan memakai TV, laptop/komputer, dan atau smartphone, dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia baik secara lisan maupun tulis, dan bersedia menjadi subjek penelitian. Kriteria eksklusi subjek penelitian adalah atlet dan mahasiswa yang sudah bekerja. Pemilihan subjek penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi dilakukan dengan menyebarkan google form. Besar sampel pada penelitian ini dihitung menggunakan aplikasi Statistical Calculators (StatCalc) yang dikeluarkan oleh Center for Disease Control and Prevention (CDC) dan didapatkan jumlah sampel penelitian sebanyak 52 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling dan menggunakan metode double blinding dengan bantuan tim asesor yang terdiri dari dua orang mahasiswa Profesi Fisioterapi Universitas Udayana untuk meminimalisir bias pada hasil penelitian.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah screen-based sedentary lifestyle yang diukur menggunakan screen time-based sedentary behaviour questionnaire. Screen time-based sedentary behavior questionnaire versi bahasa Indonesia memiliki nilai validitas sebesar 0,33-0,68 dan nilai reliabilitas 0,76. Kuesioner ini mengidentifikasi enam perilaku yang berhubungan dengan screen-based sedentary lifestyle, yaitu menonton tayangan audiovisual, bermain game di komputer, bermain video game, menggunakan internet untuk akademis dan non akademis, serta belajar yang dilakukan saat hari kerja dan hari libur dalam waktu satu minggu. Durasi screen-based sedentary lifestyle dibedakan menjadi tujuh, yaitu 0 menit, 0-30 menit, 30-60 menit, 1-2 jam, 2-3 jam, 3-4 jam, dan lebih dari 4 jam. Hasil durasi dari setiap pertanyaan kemudian dikategorikan menjadi tujuh kategori, yaitu kategori 1 (0 menit), kategori 2 (15 menit), kategori 3 (45 menit), kategori 4 (90 menit), kategori 5 (150 menit), kategori 6 (210 menit), dan kategori 7 (241 menit).9

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah disabilitas leher yang diukur menggunakan Neck Disability Index (NDI). NDI versi bahasa Indonesia merupakan instrumen yang valid dan reliabel untuk mengukur disabilitas leher dengan nilai validitas sebesar 0,61-0,80 dan untuk nilai reliabilitas sebesar 0,81-1. NDI terdiri dari sepuluh item pertanyaan mengenai intensitas nyeri, sakit kepala, konsentrasi, kualitas tidur, mengangkat benda, bekerja, mengemudi, rekreasi, perawatan diri dan membaca. Setiap pertanyaan terdapat enam poin jawaban yang dinilai dengan skor 0, yang menunjukkan tidak ada nyeri dan keterbatasan fungsional, sampai 5, yang menunjukkan nyeri berat dan keterbatasan fungsional maksimal. Skor dari setiap pertanyaan dijumlahkan menjadi total skor yang berada dalam rentangan 0-50, dimana 0-4 poin menunjukkan tidak ada disabilitas, 5-14 poin menunjukkan disabilitas ringan, 15-24 poin menunjukkan disabilitas sedang, 25-34 poin menunjukkan disabilitas berat, dan 35-50 poin menunjukkan disabilitas komplit.10 Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah usia yang menunjukkkan lamanya hidup yang dihitung dalam satuan tahun sejak dilahirkan sampai saat berulang tahun. Usia dapat diketahui dengan melihat tanggal lahir pada kartu identitas.

Penelitian ini diawali dengan membentuk tim asesor dan memberikan pengarahan mengenai bagaimana penelitian akan dilaksanakan. Tim asesor akan mengumpulkan subjek penelitian sebanyak 52 orang mahasiswa tingkat akhir yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi dengan melakukan pendataan melalui google form. Kemudian tim asesor akan memberikan informasi secara jelas kepada subjek penelitian mengenai tujuan, manfaat, dan bagaimana prosedur penelitian akan dilakukan melalui zoom meeting. Subjek penelitian yang setuju mengisi informed consent dan tim asesor akan melakukan pendataan identitas sampel penelitian berupa nama, usia, jenis kelamin, dan aktivitas fisik serta mengukur tingkat screen-based sedentary lifestyle dan tingkat disabilitas leher dengan meminta sampel untuk mengisi kuesioner melalui google form. Kemudian seluruh data akan dianalisis secara univariat dan bivariat menggunakan SPSS 16.0. Analisis bivariat yang digunakan adalah uji korelasi Spearman Rho antara screenbased sedentary lifestyle dengan disabilitas leher.

Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar dengan nomor Ethical Clearance/ Keterangan Kelaikan Etik adalah 1786/UN14.2.2.VII.14/LT/2021.

HASIL

Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik subjek penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin, aktivitas fisik, screen-based sedentary lifestyle, dan disabilitas leher dapat dilihat pada tabel di bawah.

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, dan Aktivitas Fisik

Jumlah (n)

Persentase (%)

Usia

20 tahun

4

7,7

21 tahun

40

76,9

22 tahun

7

13,5

23 tahun

1

1,9

Jenis Kelamin

Laki-laki

10

19.02

Perempuan

42

80.08.00

Aktivitas Fisik

Ya

22

42,3

Tidak

30

57,7

Tabel 1. menunjukkan mayoritas subjek penelitian berusia 21 tahun, yaitu sebanyak 40 orang dengan persentase 76,9%. Berdasarkan jenis kelamin, mayoritas subjek penelitian adalah perempuan, yaitu sebanyak 42 orang dengan persentase 80,8%. Mayoritas subjek penelitian tidak melakukan aktivitas fisik/olahraga minimal 3x/minggu selama 30 menit, yaitu sebanyak 30 orang dengan persentase 57,7%.

Tabel 2. Karakteristik Subjek Penelitian berdasarkan Screen-Based Sedentary Lifestyle

Screen-Based Sedentary Lifestyle

Jumlah (n)

Persentase (%)

Menonton tayangan audiovisual (hari kerja)

Kategori 1

1

1,9

Kategori 2

1

1,9

Kategori 3

0

0

Kategori 4

8

15,4

Kategori 5

5

9,6

Kategori 6

14

26,9

Kategori 7

23

44,2

Menonton tayangan audiovisual (hari libur)

Kategori 1

0

0

Kategori 2

1

1,9

Kategori 3

0

0

Kategori 4

0

0

Kategori 5

6

11,5

Kategori 6

9

17,3

Kategori 7

36

69,2

Bermain game di komputer (hari kerja)

Kategori 1

26

50

Kategori 2

4

7,7

Kategori 3

3

5,8

Kategori 4

5

9,6

Kategori 5

2

3,8

Kategori 6

1

1,9

Kategori 7

11

21,2

Bermain game di komputer (hari libur)

Kategori 1

26

50

Kategori 2

3

5,8

Kategori 3

5

9,6

Kategori 4

7

13,5

Kategori 5

3

5,8

Kategori 6

4

7,7

Kategori 7

4

7,7

Bermain video game (hari kerja)

Kategori 1

25

48,1

Kategori 2

6

11.5

Kategori 3

3

5,8

Kategori 4

5

9,6

Kategori 5

4

7,7

Kategori 6

2

3,8

Kategori 7

7

13,5

Lanjutan Tabel 2. Karakteristik Subjek Penelitian berdasarkan Screen-Based Sedentary Lifestyle

Screen-Based Sedentary Lifestyle

Jumlah (n)

Persentase (%)

Bermain video game (hari libur)

Kategori 1

24

46,2

Kategori 2

5

9,6

Kategori 3

2

3,8

Kategori 4

6

11,5

Kategori 5

4

7,7

Kategori 6

2

3,8

Kategori 7

9

17,3

Internet untuk non akademis (hari kerja)

Kategori 1

0

0

Kategori 2

4

7,7

Kategori 3

3

5,8

Kategori 4

9

17,3

Kategori 5

8

15,4

Kategori 6

9

17,3

Kategori 7

19

36,5

Internet untuk non akademis (hari libur)

Kategori 1

0

0

Kategori 2

3

5,8

Kategori 3

0

0

Kategori 4

5

9,6

Kategori 5

6

11,5

Kategori 6

7

13,5

Kategori 7

31

59,6

Internet untuk akademis (hari kerja)

Kategori 1

0

0

Kategori 2

2

3,8

Kategori 3

2

3,8

Kategori 4

0

0

Kategori 5

4

7,7

Kategori 6

7

13,5

Kategori 7

37

71,2

Internet untuk akademis (hari libur)

Kategori 1

0

0

Kategori 2

3

5,8

Kategori 3

3

5,8

Kategori 4

11

21,2

Kategori 5

12

23,1

Kategori 6

12

23,1

Kategori 7

11

21,2

Belajar (hari kerja)

Kategori 1

0

0

Kategori 2

0

0

Kategori 3

2

3,8

Kategori 4

4

7,7

Kategori 5

6

11,5

Kategori 6

9

17,3

Kategori 7

31

59,6

Belajar (hari libur)

Kategori 1

1

1,9

Kategori 2

4

7,7

Kategori 3

7

13,5

Kategori 4

10

19,2

Kategori 5

6

11,5

Kategori 6

15

28,8

Kategori 7

9

17,3

Tabel 2. menunjukkan screen-based sedentary lifestyle yang terdiri dari menonton tayangan audiovisual, bermain game komputer maupun video game, menggunakan internet untuk akademis dan non akademis, serta belajar saat hari kerja dan hari libur. Menonton tayangan audiovisual saat hari kerja dan hari libur mayoritas subjek berada pada kategori 7, yaitu sebanyak 23 orang (44,2%) saat hari kerja dan sebanyak 36 orang (69,2%) saat hari libur. Bermain game di komputer saat hari kerja dan hari libur mayoritas subjek berada pada kategori 1, yaitu sebanyak 26 orang (50%) baik saat hari kerja maupun hari libur. Bermain video game saat hari kerja dan hari libur mayoritas subjek berada pada kategori 1, yaitu sebanyak 25 orang (48,1%) saat hari kerja dan sebanyak 24 orang (46,2%) saat hari libur. Menggunakan internet untuk non akademis saat hari kerja dan hari libur mayoritas subjek berada pada kategori 7, yaitu sebanyak 19 orang (36,5%) saat hari kerja dan sebanyak 31 orang (59,6%) saat hari libur. Menggunakan internet untuk akademis saat hari kerja mayoritas subjek berada pada kategori 7, yaitu sebanyak 37 orang (71,2%), sedangkan saat hari libur mayoritas subjek berada pada kategori 5 dan 6, yaitu sebanyak 12 orang (23,1%) pada setiap kategorinya. Belajar saat hari kerja mayoritas subjek berada pada kategori 7, yaitu sebanyak 31 orang (59,6%), sedangkan saat hari libur mayoritas subjek berada pada kategori 6, yaitu sebanyak 15 orang (28,8%).

Tabel 3. Karakteristik Subjek Penelitian berdasarkan Disabilitas Leher

Disabilitas Leher

Jumlah (n)

Persentase (%)

Tidak ada disabilitas

7

13,5

Disabilitas ringan

30

57,7

Disabilitas sedang

15

28,8

Total

52

100

Tabel 3 .menunjukkan mayoritas subjek penelitian mengalami disabilitas ringan, yaitu sebanyak 30 orang dengan persentase 57,7%.

Tabel 4. Karakteristik Subjek Penelitian berdasarkan Aktivitas Fisik dan Disabilitas Leher

Disabilitas Leher

Aktivitas Fisik

Total

Ya

Tidak

n

%

n

%

n

%

Tidak ada disabilitas

4

7,7

3

5,8

7

13,5

Disabilitas ringan

14

26,9

16

30,8

30

57,7

Disabilitas sedang

4

7,7

11

21,2

15

28,8

Total

22

42,3

30

57,7

52

100

Tabel 4. menunjukkan subjek yang tidak mengalami disabilitas mayoritas melakukan aktivitas fisik, yaitu sebanyak 4 orang dengan persentase 7,7%. Pada subjek dengan disabilitas ringan mayoritas tidak melakukan aktivitas fisik, yaitu sebanyak 16 orang dengan persentase 30,8%. Kemudian pada subjek dengan disabilitas sedang mayoritas subjek tidak melakukan aktivitas fisik, yaitu sebanyak 11 orang dengan persentase 21,2%.

Analisis Hubungan Screen-Based Sedentary Lifestyle dengan Disabilitas Leher

Hasil uji korelasi Spearman Rho antara screen-based sedentary lifestyle dan disabilitas leher dapat dilihat pada tabel di bawah.

Tabel 5. Hasil Uji Korelasi Spearman Rho antara Screen-Based Sedentary Lifestyle dan Disabilitas Leher

Disabilitas Leher

Spearman’s rho

Menonton tayangan audiovisual (hari kerja)

Correlation Coefficient p

0,356

0,010

Menonton tayangan audiovisual (hari libur)

Correlation Coefficient p

0,290 0,037

Bermain game di komputer (hari kerja)

Correlation Coefficient p

0,304

0,028

Bermain game di komputer (hari libur)

Correlation Coefficient p

0,301 0,030

Bermain video game (hari kerja)

Correlation Coefficient p

0,334

0,015

Bermain video game (hari libur)

Correlation Coefficient p

0,331

0,017

Internet untuk non akademis (hari kerja)

Correlation Coefficient p

0,333 0,016

Internet untuk non akademis (hari libur)

Correlation Coefficient p

0,330 0,017

Internet untuk akademis (hari kerja)

Correlation Coefficient p

0,316

0,022

Internet untuk akademis (hari libur)

Correlation Coefficient p

0,303 0,029

Belajar (hari kerja)

Correlation Coefficient p

0,348

0,011

Belajar (hari libur)

Correlation Coefficient p

0,309 0,026

Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman Rho pada Tabel 5., nilai p pada 12 perilaku screen-based sedentary lifestyle dan disabilitas leher <0,05 yang menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara screen-based sedentary lifestyle terhadap disabilitas leher pada mahasiswa tingkat akhir. Dari uji Spearman Rho didapatkan pula angka koefisien korelasi di antara 0,290-0,356 yang menunjukkan kekuatan hubungan cukup dan searah, dimana apabila durasi screen-based sedentary lifestyle semakin tinggi maka risiko untuk menderita disabilitas leher juga akan semakin tinggi. Pada 12 perilaku screen-based sedentary lifestyle, menonton tayangan audiovisual saat hari kerja memiliki nilai koefisien korelasi yang paling tinggi, yaitu 0,356. Kemudian disusul oleh belajar pada hari kerja, dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,348 dan urutan ketiga adalah bermain video game pada hari kerja dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,334. Ketiga perilaku screen-based sedentary lifestyle tersebut merupakan perilaku yang memiliki kecenderungan lebih besar untuk menyebabkan disabilitas pada leher dibandingkan dengan perilaku screenbased sedentary lifestyle lainnya karena semakin tinggi angka koefisien korelasi, maka semakin kuat hubungan antara perilaku screen-based sedentary lifestyle tersebut dengan disabilitas leher.

DISKUSI

Karakteristik Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa tingkat akhir Fakultas Kedokteran Universitas Udayana sebanyak 52 orang yang melakukan screen-based sedentary lifestyle dan sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan. Berdasarkan usia, mayoritas subjek penelitian berusia 21 tahun dan berdasarkan jenis kelamin mayoritas subjek penelitian adalah perempuan. Mahasiswa tingkat akhir FK Unud tahun 2021/2022 didominasi oleh mahasiswa berjenis kelamin perempuan sehingga lebih banyak mahasiswa perempuan yang terpilih menjadi sampel penelitian. Mahasiswa tingkat akhir FK Unud memiliki tingkat aktivitas fisik yang rendah, dapat dilihat dari mayoritas subjek penelitian tidak melakukan aktivitas fisik/olahraga minimal 3x/minggu selama 30 menit. Penurunan tingkat aktivitas fisik disebabkan oleh pandemi COVID-19 yang mengubah sistem pembelajaran menjadi daring, penggunaan teknologi berbasis layar yang tinggi, serta beban tugas yang tinggi menyebabkan waktu sedentari bertambah dan tingkat aktivitas fisik menurun.2,11

Screen-based sedentary lifestyle pada mahasiswa tingkat akhir FK Unud cukup tinggi, dimana pada setiap aktivitasnya mayoritas mahasiswa berada pada kategori 7. Hal ini sejalan dengan penelitian Depenau dkk. (2022) yang menyatakan bahwa screen-based sedentary lifestyle pada mahasiswa cukup tinggi karena mahasiswa menghabiskan sebagian besar waktunya menggunakan teknologi berbasis layar dengan rata-rata 5,5 jam/hari.12 Namun, pada aktivitas bermain game di komputer dan video game mayoritas berada pada kategori 1 karena mayoritas subjek penelitian adalah perempuan, sedangkan waktu bermain game lebih banyak dihabiskan oleh laki-laki.13 Menonton tayangan audiovisual meningkat sebesar 67% saat pandemi COVID-19 akibat adanya pembatasan mobilitas yang menyebabkan mahasiswa lebih banyak menghabiskan waktunya menonton tayangan audiovisual di rumah sebagai sarana hiburan. Internet untuk non akademis meningkat sebesar 74% selama masa pandemi yang digunakan untuk menonton tayangan audiovisual secara online dan menggunakan sosial media.14 Internet untuk akademis digunakan untuk mengikuti pembelajaran secara online, mencari materi kuliah, mencari informasi dan data-data untuk skripsi. Belajar terdiri dari mengikuti kegiatan pembelajaran baik secara offline maupun online, mengerjakan tugas, belajar secara mandiri, membaca buku pelajaran dan berbagai sumber serta berdiskusi.15 Saat hari kerja aktivitas belajar mahasiswa lebih tinggi dibandingkan hari libur karena mahasiswa cenderung melakukan kegiatan refreshing di hari libur. Belajar merupakan kewajiban sebagai mahasiswa dan dalam sehari mahasiswa tingkat akhir FK Unud melakukan kegiatan pembelajaran lebih dari 2 jam yang menyebabkan mahasiswa berada dalam posisi duduk dalam jangka waktu lama.

Screen-based sedentary lifestyle yang cukup tinggi menyebabkan disabilitas leher juga dapat dialami oleh mahasiswa, dimana mayoritas mahasiswa tingkat akhir FK Unud mengalami disabilitas ringan. Penggunaan teknologi berbasis layar selama 6 jam/lebih pada mahasiswa dapat menyebabkan munculnya disabilitas leher akibat postur yang buruk serta posisi statis yang dapat menimbulkan nyeri leher.16 Frekuensi nyeri leher dan munculnya disabilitas leher lebih tinggi ketika masa lockdown akibat pandemi COVID-19 dibandingkan dengan sebelumnya.17 World Health Organization (2020) menyarankan untuk membatasi waktu sedentary lifestyle dan menggantinya dengan aktivitas fisik untuk mengurangi efek merugikan dari sedentary lifestyle.18 Mahasiswa tingkat akhir yang tidak mengalami disabilitas mayoritas melakukan aktivitas fisik, sedangkan mahasiswa dengan disabilitas ringan dan sedang mayoritas tidak melakukan aktivitas fisik. Aktivitas fisik, seperti berjalan kaki dapat mengurangi risiko terjadinya nyeri leher yang dapat mengakibatkan disabilitas leher. Secara tidak langsung aktivitas fisik akan memberikan waktu istirahat pada tubuh serta terjadi pergantian aktivitas otot leher dan bahu sehingga jaringan yang mengalami kelelahan karena duduk dalam waktu lama serta postur yang buruk akibat screen-based sedentary lifestyle akan mengalami pemulihan dan mengurangi ketidaknyamanan pada leher.19

Hubungan Screen-Based Sedentary Lifestyle dan Disabilitas Leher

Hasil uji korelasi Spearman Rho menunjukkan nilai p<0,05 pada 12 perilaku screen-based sedentary lifestyle dan disabilitas leher yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara screen-based sedentary lifestyle dengan disabilitas leher pada mahasiswa tingkat akhir. Menonton tayangan audiovisual lebih dari 2 jam memiliki risiko untuk mengalami disabilitas leher akibat posisi statis yang menyebabkan kontraksi otot dalam jangka waktu panjang dan mengakibatkan nyeri pada leher.8 Bermain game di komputer dapat menyebabkan nyeri leher sebesar 57% akibat kelelahan otot leher karena penggunaan komputer dalam jangka waktu panjang, posisi yang tidak ergonomis, serta tidak melakukan istirahat/peregangan selama penggunaan komputer.20 Bermain video game melalui smartphone dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan nyeri leher sebesar 68%. Menggunakan smartphone di bawah level mata menyebabkan leher berada dalam posisi fleksi sehingga beban pada cervical bertambah dan terjadi perubahan aktivitas otot leher. Otot ekstensor leher dan upper trapezius akan bekerja lebih berat untuk menjaga posisi kepala serta kontraksi otot secara terus menerus akan menyebabkan timbulnya nyeri leher.8,21

Penggunaan internet untuk non akademis didominasi oleh penggunaan media sosial dan menonton tayangan audiovisual secara online melalui smartphone, tablet, laptop, maupun televisi yang menyebabkan tubuh berada dalam posisi statis dan leher dalam posisi fleksi. Posisi statis dan tidak ergonomis menyebabkan otot leher bekerja secara terus menerus dan dapat memicu timbulnya nyeri leher.8,14,21 Internet untuk akademis digunakan mahasiswa untuk mengikuti pembelajaran online selama pandemi COVID-19. Sebanyak 72,2% mahasiswa baru mengalami nyeri leher ketika pandemi COVID-19 akibat perubahan metode pembelajaran menjadi daring. Penggunaan smartphone, tablet, atau laptop untuk menghadiri pembelajaran secara daring, mengerjakan tugas, dan mengerjakan skripsi pada mahasiswa tingkat akhir dapat berdampak pada nyeri leher akibat duduk dalam posisi statis dan tidak ergonomis.22 Duduk untuk belajar lebih dari 2 jam dapat menyebabkan timbulnya nyeri leher akibat posisi kepala dan bahu cenderung statis dalam jangka waktu yang lama serta posisi kepala yang menunduk, sehingga otot akan berkontraksi secara terus menerus.8,23 Nyeri leher yang dibiarkan dan tidak diobati dapat menyebabkan disabilitas leher.8

Hasil penelitian yang menunjukkan screen-based sedentary lifestyle berhubungan dengan disabilitas leher selaras dengan penelitian oleh Roggio dkk. (2021) yang menyatakan bahwa 52,3% mahasiswa yang menjalani gaya hidup sedentari mengeluhkan nyeri leher. Dapat dikatakan 1 dari 2 mahasiswa yang menjalani gaya hidup sedentari menderita nyeri leher.22 Nyeri leher pada mahasiswa muncul karena penggunaan teknologi berbasis layar dalam jangka waktu lama yang dipengaruhi oleh posisi statis dan postur yang tidak ergonomis.24 Duduk dalam durasi panjang dan statis menyebabkan otot-otot leher menerima beban statis sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot leher yang berlangsung dalam jangka waktu lama. Kontraksi otot leher dalam jangka waktu lama akan menyebabkan otot mengalami kelelahan yang memicu timbulnya rasa nyeri pada leher. Apabila rasa nyeri dibiarkan dan tidak ditangani dapat menyebabkan disabilitas pada leher.8

Penelitian oleh Bhutto dkk. (2019) menyatakan bahwa sekitar 62% dari penderita nyeri leher disebabkan karena postur yang tidak ergonomis ketika menggunakan komputer atau teknologi berbasis layar.20 Ketika leher berada dalam keadaan fleksi lebih dari 20 derajat dalam jangka waktu lama akan menyebabkan kerja otot ekstensor leher lebih berat karena bekerja secara eksentrik untuk menahan dan mempertahankan posisi kepala agar tidak jatuh ke depan. Kontraksi secara terus menerus akan mengakibatkan otot kehabisan energi dan mengalami kelelahan sehingga akan terjadi metabolisme anaerobik. Saat terjadi metabolisme anaerobik, chemonociceptive akan dirangsang melalui pelepasan mediator kimia berupa bradikinin, histamin, serotonin, dan natrium yang akan berikatan dengan reseptor nyeri. Sedangkan mechanonociceptive akan dirangsang akibat tekanan dari beban statis dan peregangan berlebih yang akan menyebabkan strain. Rangsangan yang telah diterima oleh free nerve ending akan ditransmisikan melalui kornu dorsalis ke spinalis dan berakhir di korteks serebri yang akan dipersepsikan sebagai rasa nyeri leher.8

Nyeri leher yang dibiarkan dan tidak ditangani dapat menyebabkan disabilitas pada leher. Menurut penelitian Shah dan Desai (2021), menyatakan bahwa subjek yang mengalami nyeri leher juga mengalami disabilitas leher.25 Rasa nyeri pada leher menyebabkan kemampuan untuk menggerakan persendian pada cervical berkurang sehingga akan mengakibatkan terjadinya imobilisasi. Imobilisasi menyebabkan peredaran darah ke otot terhambat sehingga nutrisi dan oksigen yang dibawa ke otot berkurang yang mengakibatkan terjadinya kontraktur. Kontraktur menyebabkan penurunan elastisitas dan fleksibilitas leher sehingga terjadi keterbatasan pada kemampuan fungsional leher yang disebut dengan disabilitas leher.8 Disabilitas leher juga dipengaruhi oleh usia, dimana semakin bertambah usia risiko disabilitas semakin meningkat akibat proses degeneratif tubuh dan munculnya berbagai penyakit.26

Dalam penelitian ini masih terdapat beberapa keterbatasan penelitian yang harus diperhatikan dan dijadikan acuan untuk peneliti selanjutnya. Penelitian ini kurang memperhatikan beberapa variabel yang menjadi faktor risiko penyebab disabilitas pada leher, diantaranya adalah aktivitas fisik, postur tubuh ketika melakukan screen-based sedentary lifestyle, serta jenis kelamin. Orang yang rutin melakukan aktivitas fisik memiliki nilai NDI lebih rendah karena aktivitas fisik, seperti berjalan kaki, dapat mengurangi risiko terjadinya nyeri leher yang dapat mengakibatkan disabilitas leher.19 Postur tubuh yang tidak ergonomis ketika melakukan screen-based sedentary lifestyle menyebabkan timbulnya nyeri pada leher.20 Perempuan memiliki kronisitas yang lebih tinggi, ambang nyeri yang lebih rendah, dan secara anatomis diskus intervertebralis dan kekuatan otot pada laki-laki lebih besar sehingga laki-laki lebih mampu menahan kepala dibandingkan dengan perempuan yang menyebabkan nyeri leher akan lebih sering muncul pada perempuan.27

Disarankan kepada mahasiswa tingkat akhir untuk mengurangi screen-based sedentary lifestyle dan melakukan aktivitas fisik untuk menghindari dampak merugikan dari screen-based sedentary lifestyle, memperhatikan postur tubuh yang ergonomis saat menggunakan teknologi berbasis layar, dan menghindari tubuh berada dalam posisi statis untuk mengurangi risiko disabilitas leher. Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, sehingga sulit dikatakan hasil penelitian valid secara eksternal dan peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian pada populasi yang lebih luas serta lebih memperhatikan faktor risiko yang menyebabkan disabilitas leher, seperti posisi tubuh dan aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin.

SIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada mahasiswa tingkat akhir Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara screen-based sedentary lifestyle dan disabilitas leher. Semakin tinggi durasi screen-based sedentary lifestyle maka risiko untuk menderita disabilitas leher juga akan semakin tinggi. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara screen-based sedentary lifestyle dan risiko disabilitas leher pada mahasiswa tingkat akhir Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Implikasinya adalah mahasiswa perlu meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga gaya hidup yang aktif serta mengurangi durasi waktu yang dihabiskan di depan layar, sebagai langkah pencegahan untuk mengurangi risiko menderita masalah leher yang dapat berdampak negatif pada kualitas hidup dan kinerja akademik mereka.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Bauman AE, Petersen CB, Blond K, Rangul V, Hardy LL. The Descriptive Epidemiology of Sedentary Behaviour. 2018. doi:10.1007/978-3-319-61552-3_4

  • 2.    Barkley JE, Lepp A, Glickman E, et al. The Acute Effects of the COVID-19 Pandemic on Physical Activity and Sedentary Behavior in University Students and Employees. International Journal of Exercise Science. 2020;13(5):1326-1339.

  • 3.    Magnon V, Dutheil F, Auxiette C. Sedentariness: A Need for a Definition. Frontiers in Public Health. 2018;6(12):55-58. doi:10.3389/fpubh.2018.00372

  • 4.    Alexandro R, Situmorang NMA. Dampak Pemanfaatan Laptop sebagai Media Pendukung Belajar terhadap Prestasi Mahasiswa. Jurnal Imiah Pendidikan dan    Pembelajaran.    2021;5(3):510-520.

doi:10.23887/jipp.v5i3.39216

  • 5.    Kim J, Merrill K, Collins C, Yang H. Social TV Viewing during the COVID-19 Lockdown: The Mediating Role of

Social Presence. Technology in Society. 2021;67(09):2-10.

  • 6.    Wachira LJM, Muthuri SK, Ochola SA, Onywera VO, Tremblay MS. Screen-Based Sedentary Behaviour and Adiposity among School Children: Results from International Study of Childhood Obesity, Lifestyle and The Environment (Iscole) - Kenya. PLoS One. 2018;13(6):1-15. doi:10.1371/journal.pone.0199790

  • 7.    Zheng C, Huang WY, Sheridan S, Sit CHP, Chen XK, Wong SHS. Covid-19 Pandemic Brings a Sedentary Lifestyle in Young Adults: a Cross-Sectional and Longitudinal Study. International Journal of Environmental Research and Public Health. 2020;17(17):1-11. doi:10.3390/ijerph17176035

  • 8.    Putri NPN, Dewi AANTN, Juhanna IV, Sutadarma IW. Hubungan Postur dan Durasi Posisi Kerja Duduk Terhadap Risiko Terjadinya Disabilitas Leher pada Pekerja di Kota Denpasar. Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia. 2019;7(1):2-5.

  • 9.    Rey-López JP, Ruiz JR, Ortega FB, et al. Reliability and Validity of a Screen Time-Based Sedentary Behaviour

Questionnaire for Adolescents: The HELENA Study. European Journal of Public Health. 2012;22(3):373-377. doi:10.1093/eurpub/ckr040

  • 10.    Putra IPM, Nugraha MHS, Tianing NW, Primayanti IDAID. Uji Validitas dan Reliabilitas Adaptasi Lintas Budaya Kuesioner Neck Disability Index Versi Indonesia pada Mechanical Neck Pain. Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia. 2020;6(3):34-39. doi:10.24843/mifi.2020.v08.i03.p01

  • 11.    Romero-Blanco C, Rodríguez-Almagro J, Onieva-Zafra MD, Parra-Fernández ML, Prado-Laguna MDC, Hernández-Martínez A. Physical Activity and Sedentary Lifestyle in University Students: Changes during Confinement due to the Covid-19 Pandemic. International Journal of Environmental Research and Public Health.. 2020;17(18):1-13. doi:10.3390/ijerph17186567

  • 12.    Depenau M. Sitting with Your Problems: Exploring the Relationship between Leisure Screen-Based Sedentary Time and Perceived Psychological Stress in University Students, Moderated by Gender. University of Twente; 2022.

  • 13.    Simon L, Aibar A, Garcιa-gonzalez L, Abos A, Sevil J. “ Hyperconnected ” Adolescents : Sedentary Screen Time According to Gender and Type of Day. European Journal of Human Movement. 2019;43(12):49-66.

  • 14.    Sihombing LH, Lestari P, T.M JD. The Effects of Covid-19 Pandemic towards Conventional Theaters and online Streaming Services in Indonesia. International Journal of Communication and Society. 2022;4(1):153-162.

  • 15.    Assidiqi MH, Sumarni W. Pemanfaatan Platform Digital di Masa Pandemi Covid-19. Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana. Published online 2020:298-303.

  • 16.    Anand B, Kalra R, Chauhan S, Kulshrestha S, Raj S. Association of Portable Electronic Devices with Neck Disability and Carpal Tunnel Syndrome among Students. Journal of Medical Case Reports and Reviews. 2021;04(07):939-945.

  • 17.    Daher A, Halperin O. Association between Psychological Stress and Neck Pain among College Students during the Coronavirus Disease of 2019 Pandemic: A Questionnaire-Based Cross-Sectional Study. Healthcare. 2021;9(11):1-11.

  • 18.    WHO. Physical Activity. Published 2020. Accessed April 18, 2022. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/physical-activity

  • 19.    Akkarakittichoke N, Jensen MP, Newman AK, Waongenngarm P, Janwantanakul P. Characteristics of Office Workers who Benefit Most from Interventions for Preventing Neck and Low Back Pain: A Moderation Analysis. PAIN Reports. 2022;7(3):1-8. doi:10.1097/pr9.0000000000001014

  • 20.    Ali Bhutto M, Abdullah A, Asadullah Arslan S, Sarfraz Khan M, Khan Bugti M, Jehan Rana Z. Prevalence of Neck Pain in Relation to Gender, Posture and Ergonomics in Computer Users. Acta Scientific Orthopaedics. 2019;2(10):02-06. doi:10.31080/asor.2019.02.0097

  • 21.    Mathew K V B, Walarine MT. Neck Pain among Smartphone Users: an Imminent Public Health Issue during the Pandemic Time. Journal of Ideas in Health. 2020;3(Special1):201-204. doi:10.47108/jidhealth.vol3.issspecial1.65

  • 22.    Roggio F, Trovato B, Ravalli S, et al. One Year of COVID-19 Pandemic in Italy: Effect of Sedentary Behavior on Physical Activity Levels and Musculoskeletal Pain Among University Students. International Journal of Environmental Research and Public Health.. 2021;18(16):1-17. doi:10.3390/ijerph18168680

  • 23.    Budiman, Sakinah RK, Ibnusantosa RG. Hubungan Postur Tubuh dengan Nyeri Leher dan Bahu pada Mahasiswa Kedokteran selama Pembelajaran Daring. Medika Kartika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. 2021;4(4):447-460.

  • 24.    Nugraha MHS, Dewi AANTN, Negara AAGAP, Suputri NWBM. Study Of Anthropometry , Sedentary Lifestyle , And Neck Disability Of Physiotherapy Students In Bali. Interest: Jurnal Ilmu Kesehatan. 2021;10(2):207-214.

  • 25.    Shah M, Desai R. Prevalence of Neck Pain and Back Pain in Computer Users Working from Home during COVID-19 Pandemic: A Web-Based Survey. International Journal of Health Science and Research. 2021;11(2):26-31.

  • 26.    Nurhidayanti O, Hartati E, Handayani PA. Pengaruh Mckenzie Cervical Exercise terhadap Nyeri Leher Pekerja Home Industry Tahu. Holistic Nursing and Health Science. 2021;4(1):34-43. doi:10.14710/hnhs.4.1.2021.34-43

  • 27.    Putra AIYD, Wardana ING, Yuliana, Muliani. Prevalensi dan Derajat Nyeri Leher Akibat Penggunaan Telepon Genggam pada Mahasiswa PSSKPD FK Unud Berumur 18-23 Tahun. Jurnal Medika Udayana. 2021;10(10):15-21.

Karya ini dilisensikan dibawah: Creative Commons Attribution 4.0 International License.

Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 11, Nomor 3 (2023), Halaman 227-234, Open Access Journal: https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi |234|