ORIGINAL ARTICLE

MAJALAH ILMIAH FISIOTERAPI INDONESIA

Volume 11, Nomor 2 2023), Halaman 128-132 P-ISSN 2303-1921, E-ISSN 2722-0443

OBESITAS MEMENGARUHI TINGKAT DISABILITAS LUTUT PADA LANSIA

Putu Devinda Ardaswari1*, Gede Parta Kinandana2, Anak Agung Angga Puspa Negara3, I Gusti Ayu Artini4

1Program Studi Sarjana Fisioterapi dan Profesi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali 2,3Departemen Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali 4Departemen Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali

* Koresponden: [email protected]

Diajukan: 10 Juni 2022 | Diterima: 20 Juni 2022 | Diterbitkan: 15 Mei 2023

DOI: https://doi.org/10.24843/MIFI.2023.v11.i02.p04

ABSTRAK

Pendahuluan: Disabilitas lutut adalah gangguan kesehatan sendi lutut sehingga lansia kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Pada lansia dengan obesitas terjadi peningkatan berat badan yang dapat memengaruhi kesehatan sendi lutut. Tujuan pada penelitian ini yaitu membuktikan hubungan antara obesitas dengan tingkat disabilitas lutut pada lansia serta membuktikan semakin tinggi nilai indeks massa tubuh memengaruhi semakin buruknya tingkat disabilitas lutut pada lansia.

Metode: Metode penelitian ini yaitu observasional analitik pendekatan cross-sectional. Penelitian ini dilakukan pada bulan November-Desember 2021. Subjek penelitian adalah lansia sebanyak 43 orang di Kecamatan Kuta Utara melalui teknik purposive sampling. Peneliti melakukan seleksi subjek dengan anamnesis dan pemeriksaan yang disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi, lalu mengukur berat dan tinggi badan dan tingkat disabilitas lutut dengan kuesioner KOS-ADL melalui wawancara.

Hasil: Hasil uji hipotesis spearman’s rho menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan (p = 0,000), antara obesitas dengan tingkat disabilitas lutut. Ditemukan hasil yang menunjukkan tingkat korelasi sangat kuat dengan arah hubungan yang berlawanan (r = -0,998), antara obesitas dengan tingkat disabilitas lutut pada lansia di Kecamatan Kuta Utara.

Simpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara obesitas dengan tingkat disabilitas lutut dan terdapat korelasi sangat kuat dengan hubungan tidak searah yaitu semakin tinggi nilai IMT (semakin buruk obesitas) maka semakin rendah nilai KOS-ADL (semakin buruk tingkat disabilitas lutut) pada lansia di Kecamatan Kuta Utara.

Kata Kunci: disabilitas lutut, lansia, obesitas

PENDAHULUAN

Lanjut usia atau lansia tergolong kelompok masyarakat yang memerlukan perhatian lebih khususnya terkait masalah kesehatan akibat penuaan yang dialami. Definisi lansia menurut Peraturan Daerah Bali No. 11 Tahun 2018 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia bahwa lansia merupakan individu yang berusia 60 (enam puluh) tahun keatas.1 Berdasarkan data statistik dari Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) diperkirakan terjadi peningkatan proporsi jumlah lansia dunia antara tahun 2015 dan 2050 yaitu dari 12% menjadi 22%.2 Data Badan Pusat Statistik Indonesia (2019) melaporkan bahwa persentase jumlah lansia di Indonesia untuk usia 60-69 tahun (63,82%), 70-79 tahun (27,68%), dan ≥ 80 tahun (8,50%). Bali menduduki posisi ke-4 tertinggi di Indonesia sebagai provinsi jumlah lansia terbanyak di Indonesia yaitu mencapai 1,30% dari seluruh penduduk Indonesia.3

Peningkatan jumlah lansia tidak selamanya berdampak pada tingkat ketergantungan lansia khususnya di Provinsi Bali. Lansia tetap memiliki peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat karena seorang lansia yang masih memiliki potensi dapat bekerja sesuai dengan kemampuannya. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 11 (2018) yang tertuang dalam pelayanan kesempatan kerja pasal 14 bahwa tenaga kerja lanjut usia potensial yang memenuhi persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan seperti kondisi fisik, keterampilan, pendidikan, formasi yang tersedia, dan bidang usaha, diberikan kesempatan seluas-luasnya oleh dunia usaha untuk memeroleh pekerjaan sesuai dengan kemampuan, minat, dan bakatnya.1

Seorang lansia potensial tak luput dari fase akhir dalam kehidupan yang disebut sebagai penuaan. Penuaan yang dialami ketika seseorang memasuki usia lansia berupa kemunduran fungsi fisiologis tubuh seperti penurunan kekuatan otot dan tulang, penglihatan kabur, postur tubuh tidak proporsional, dan gerakan melambat.4 Seiring dengan proses penuaan juga terjadi peningkatan risiko gangguan muskuloskeletal degeneratif seperti radang sendi atau arthritis. Menurut data Riskesdas, pada tahun 2013 bahwa penyakit arthritis menduduki posisi kedua penyakit tersering yang dialami lansia dengan presentase sebesar 45,9% pada usia 55-64 tahun, 51,9% pada usia 65-75 tahun, dan 54,8% pada usia lebih dari 75 tahun.5

Sendi lutut yang berperan sebagai sendi penopang berat tubuh sering kali dikeluhkan bermasalah seperti rasa sakit dan kaku. Salah satu contoh kasus yang sering dikeluhkan lansia yaitu radang sendi pada lutut. Pada osteo arthritis (OA) lutut terjadi perubahan pada struktur sendi lutut berupa pengikisan artikulasi kartilago sendi secara progresif,

pembentukan osteofit, penebalan tulang subkondral, dan kerusakan ligamen sekitar sendi.6 Sendi lutut yang mengalami perubahan baik akibat penuaan dan/ disertai dengan gangguan muskuloskeletal degeneratif akan mengganggu kinerja sendi lutut dan jaringan disekitarnya. Gangguan sendi lutut yang menyebabkan terbatasnya pergerakan dalam beraktivitas disebut disabilitas lutut. Disabilitas lutut dapat terjadi karena beberapa hal antara lain kecacatan saat lahir, cedera, dan kemunduran fisik khususnya pada lutut.7 Badan Pusat Statistik tahun 2015 melaporkan persentase disabilitas pada penduduk Indonesia dengan usia 10 tahun keatas mencapai 8,56% dengan jenis disabilitas kesulitan berjalan/naik tangga menduduki posisi ke-2 tertinggi dengan persentase sebesar 3,76%. Provinsi Bali memiliki persentase disablitas diatas persentase Indonesia yaitu mencapai 9,57%.8

Gangguan pada sendi lutut dapat dipengaruhi beberapa faktor seperti usia, obesitas, jenis kelamin, genetik, dan trauma lutut. Obesitas menjadi salah satu faktor risiko utama lansia mengalami gangguan pada lututnya.9 Obesitas merupakan suatu kondisi penumpukan lemak yang disebabkan karena tidak seimbangnya energi masuk dan energi yang digunakan. Adapun energi yang masuk jumlahnya lebih banyak dibanding energi yang digunakan oleh tubuh.10 Penentuan obesitas dilakukan dengan menghitung rumus indeks massa tubuh (IMT) kemudian disesuaikan berdasarkan tabel klasifikasinya. Klasifikasi IMT pada lansia menurut WHO Kriteria Asia Pasifik yaitu <18,5 (underweight), 18,5-22,9 (normal), 23-24,9 (overweight), 25-29,9 (obesitas I), dan >30 (obesitas II). Kemenkes RI (2018) melaporkan dalam Riset Kesehatan Dasar bahwa proporsi obesitas mengalami peningkatan 2 kali lipat antara tahun 2007 hingga 2018 yaitu dari 10,5 menjadi 21,8 pada kalangan dewasa yang berusia 18 tahun keatas.11

Obesitas menjadi perhatian penting terhadap kesehatan lutut lansia. Berat badan berlebih pada lansia dengan obesitas akan meningkatkan beban pada sendi yang akan menurunkan kinerja sendi lutut. Beberapa penelitian telah menunjukkan pengaruh obesitas terhadap kesehatan lutut. Menurut Miftakuljanah dan Hartutik (2018), ditemukan hasil bahwa terdapat hubungan antara obesitas dengan nyeri sendi lutut pada 63 lansia obesitas di Desa Daleman (p = 0,013).12 Mambodiyanto dan Susiyadi (2016), juga menemukan hasil yang menunjukkan terdapat pengaruh obesitas terhadap OA pada lansia di Kecamatan Cilacap (p = 0,05).13 Yanuarty dan Suntoko (2014), juga melaporkan bahwa ada hubungan antara IMT dengan nyeri dan disabilitas (p = 0,016), namun pada penelitian tersebut juga ditemukan hasil yang kontradiktif yaitu tidak ada hubungan antara IMT dengan disabilitas pada lansia OA di poliklinik Penyakit Dalam RSUP dr. Kariadi Semarang dan RSUD Kota Semarang (p = 0,089).14

Pada penelitian-penelitian sebelumnya umumnya subjek penelitian adalah lansia dengan OA sehingga masih sedikit studi yang mencari secara langsung antara obesitas dengan tingkat disabilitas lutut pada lansia secara umum. Untuk itu, tujuan dari penelitian ini adalah 1) Untuk membuktikan hubungan antara obesitas dengan tingkat disabilitas lutut pada lansia di Kecamatan Kuta Utara. 2) Untuk membuktikan semakin tinggi nilai IMT berhubungan dengan semakin buruknya disabilitas lutut pada lansia di Kecamatan Kuta Utara.

METODE

Metode penelitian ini adalah rancangan penelitian observasional analitik, pendekatan cross-sectional. Proses pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan November-Desember 2021. Pemilihan subjek dimulai dari melakukan survei pada bulan November 2021 sehingga terdata sebanyak 96 lansia obesitas. Penelitian dilanjutkan dengan seleksi calon subjek penelitian berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sehingga mendapatkan subjek sebanyak 43 orang yang selanjutnya dilakukan pengukuran obesitas dan wawancara kuesioner tingkat disabilitas lutut pada subjek di bulan Desember 2021. Lokasi penelitian ini bertempat di Kecamatan Kuta Utara. Penelitian dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan karena kondisi pandemi Covid-19. Teknik purposive sampling digunakan dalam pengambilan subjek yaitu pemilihan subjek didasarkan pada kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi antara lain lansia yang berusia 60-80 tahun, memiliki nilai IMT menurut WHO kriteria Asia Pasifik dengan nilai 25 kg/m2, serta memiliki kemampuan kognitif dan komunikasi yang baik dengan nilai MMSE sebesar 20-30. Kriteria ekslusi pada penelitian ini antara lain lansia dengan disabilitas permanen seperti lumpuh dan amputasi pada kedua kaki, kondisi tirah baring, asam urat pada sendi lutut, serta riwayat operasi pergantian sendi lutut dengan besi atau logam. Informasi tersebut diperoleh melalui anamnesis dengan wawancara dan disertai bukti surat keterangan oleh dokter. Variabel bebas pada penelitian ini adalah obesitas, variabel terikat pada penelitian ini yaitu tingkat disabilitas lutut, dan variabel kontrol penelitian ini yaitu usia dan fungsi kognitif.

Obesitas ditentukan melalui rumus IMT yaitu berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan (m2). Timbangan digunakan untuk mengukur berat badan dan stature meter untuk mengukur tinggi badan.15 Tingkat disabilitas lutut diukur menggunakan kuesioner Knee Outcome Survey Activity Daily Living (KOS-ADL) berdasarkan American College of Rheumatology. Hasil uji SPSS menemukan nilai Correct Item-Total Correlation dari setiap pertanyaan kuesioner ini lebih dari 0,3061 berarti valid yaitu memberikan hasil yang akurat, serta nilai Cronbach’s Alpha 0,747 > 0,6 menunjukkan kuesioner ini memiliki reliabilitas sehingga dapat dipercaya. Kuesioner ini terdiri dari 2 grup yaitu gejala (nyeri, kaku, bengkak, pergeseran lutut atau lutut tertekuk, kelemahan, dan pincang) dan keterbatasan fungsional (berjalan, berdiri, berlutut, naik tangga, turun tangga, jongkok, bangkit dari kursi, dan duduk dengan lutut ditekuk). Adapun nilai yang akan diperoleh sebesar 0-100% dengan interpretasi semakin kecil nilai persentase yang diperoleh maka semakin buruk tingkat disabilitas lutut yang dialami lansia.16,17 Dibutuhkan waktu sekitar 5-10 menit untuk melakukan wawancara. Pengumpulan data penelitian dilakukan secara single blinding yaitu data pengukuran diambil oleh rekan-rekan tim peneliti sebagai usaha dalam mengurangi risiko bias.

Peneliti juga melakukan analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik dari variabel-variabel yang diteliti meliputi jenis kelamin, usia, fungsi kognitif, indeks massa tubuh obesitas, dan tingkat disabilitas lutut. Analisis bivariat dilakukan untuk mengidentifikasi bagaimana hubungan antara variabel bebas dan terikat. Penelitian ini menggunakan uji korelatif spearman’s rho. Proses pengolahan data dilakukan menggunakan aplikasi IBM SPSS Statistics 26.0.

Adapun Informed consent yang telah disetujui oleh subjek penelitian diperoleh sebelum melakukan penelitian. Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar telah menyetujui penelitian ini dengan Keterangan Ethical clearance/ Kelaikan Etik nomor 1362/UN14.2.2.VII.14/LT/2021.

HASIL

Pada hasil survei ditemukan sebanyak 96 lansia dengan obesitas. Seletah tim peneliti melakukan seleksi sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan didapatkan sebanyak 43 lansia yang memenuhi kriteria. Karakteristik pada penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia, fungsi kognitif, indeks massa tubuh obesitas, dan tingkat disabilitas lutut.

Tabel 1. Karakteristik subjek

Variabel

Nilai

Jenis Kelamin (n, %)

Perempuan

29, 67,4%

Laki-laki

14, 32,6%

Usia (rerata±SD)

66,60±5,585

MMSE (rerata±SD)

25,44±1,894

IMT (rerata±SD)

28,47±2,886

KOS-ADL (rerata±SD)

42,53±11,644

Berdasarkan Tabel 1. mayoritas subjek penelitian adalah perempuan sebanyak 29 orang (67,4%) dan subjek laki-laki yaitu sebanyak 14 orang (32,6%). Pada variabel usia ditemukan rerata usia subjek adalah 66,80 dengan simpang baku yaitu 5,585. Selanjutnya ditemukan pula nilai rerata skor MMSE subjek yaitu 25,44 dengan simpang baku yaitu 1,894 yang berarti bahwa seluruh subjek memiliki kemampuan kognitif yang baik. Seluruh subjek adalah lansia obesitas dengan nilai rerata IMT yaitu 28,47 dan simpang baku yaitu 2,886. Kemudian ditemukan pula nilai rerata KOS-ADL sebesar 42,53 dengan simpang baku yaitu 11,644.

Hubungan antara obesitas dengan tingkat disabilitas lutut dapat diketahui melalui uji hipotesis. Karena nilai signifikansi dari uji normalitas munujukkan data berdistribusi tidak normal, maka digunakan uji hipotesis korelatif spearman’s rho.

Tabel 2. Hubungan obesitas dengan tingkat disabilitas lutut

Variabel p r

KOISM-TADL 0,000 -0,998

Tabel 2. hasil uji hipotesis spearman’s rho ditemukan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara obesitas dengan tingkat disabilitas lutut pada lansia di Kecamatan Kuta Utara. Tabel diatas juga menunjukkan nilai koefisien korelasi yaitu -0,998. Nilai tersebut berada dalam rentang 0,76-1,00 yang berarti tingkat korelasi antara variabel sangat kuat. Tanda minus (-) menunjukkan terdapat hubungan tidak searah yang berarti semakin tinggi nilai IMT (semakin buruk obesitas) maka semakin rendah nilai KOS-ADL (semakin buruk tingkat disabilitas lutut) pada lansia di Kecamatan Kuta Utara.

DISKUSI

Karakteristik Subjek

Berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan subjek penelitian sebanyak 43 orang lansia. Karakteristik subjek dalam penelitian ini merupakan lansia yang berusia 60-80 tahun yang dipilih melalui teknik purposive sampling. Berdasarkan Tabel 1. subjek penelitian didominasi oleh perempuan sebanyak 29 orang (67,4%) dan laki-laki sebanyak 14 orang (32,6%). Perbedaan jumlah jenis kelamin dapat memengaruhi hasil penelitian. Hal ini karena perempuan lebih berisiko mengalami obesitas disebabkan oleh kemampuan metabolisme yang lebih lambat pada perempuan dibandingkan laki-laki. Pada kondisi istirahat, perempuan memiliki tingkat metabolisme lebih rendah 10% daripada laki-laki sehingga perempuan cenderung mengubah makanan menjadi lemak.18 Selanjutnya ditemukan rerata usia subjek adalah 66,80 serta nilai rerata skor MMSE subjek adalah 25,44 yang berarti lansia dengan kemampuan kognitif baik dipilih menjadi subjek penelitian.

Kategori obesitas didapatkan melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan, kemudian dihitung dengan rumus IMT yaitu berat badan (kg) dibagi tinggi badan (m) kuadrat. Berdasarkan Tabel 1. ditemukan nilai rerata IMT subjek sebesar 28,47 yang menunjukkan bahwa seluruh subjek penelitian memiliki berat badan kategori obesitas. Selanjutnya ditemukan nilai rerata KOS-ADL subjek sebesar 42,53 yang menunjukkan mayoritas subjek memiliki keluhan pada lututnya seperti nyeri, kaku, bengkak, pergeseran lutut atau lutut tertekuk, kelemahan dan pincang, serta mengalami keterbatasan fungsional seperti berlutut, berjalan, naik dan turun tangga, bangkit dari kursi, dan duduk dengan lutut ditekuk. Adapun interpretasi dari kuesioner ini adalah semakin rendah nilai persentase yang diperoleh maka semakin buruk tingkat disabilitas lutut.16

Hubungan antara Obesitas dengan Tingkat Disabilitas Lutut pada Lansia

Hasil uji hipotesis pada penelitian ini ditemukan nilai signifikansi p = 0,000 menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara obesitas dengan tingkat disabilitas lutut pada lansia di Kecamatan Kuta Utara. Selain itu ditemukan pula nilai koefisien korelasi sebesar -0,998. Koefisien korelasi menunjukkan tingkat dan arah hubungan antara obesitas dengan tingkat disabilitas lutut. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pada penelitian terdapat hubungan tidak searah dengan tingkat korelasi yang sangat kuat. Hubungan tidak searah berarti semakin tinggi nilai IMT (semakin buruk

obesitas) maka semakin rendah persentase nilai KOS-ADL yang diperoleh (semakin buruk tingkat disabilitas lutut) pada lansia di Kecamatan Kuta Utara.

Pada fase penuaan, lansia mengalami penurunan fungsi fisiologis salah satunya yaitu penurunan kekuatan otot pada otot-otot sekitar sendi lutut. Lansia obesitas mengalami peningkatan berat badan karena terdapat lebih banyak massa lemak dibandingkan massa otot sehingga akan meningkatkan beban pada sendi lutut. Peningkatan berat beban disertai penurunan kekuatan otot di area sendi lutut akan menyebabkan beban yang diterima tubuh tidak seimbang dan terjadi perubahan arah resultan gaya. Resultan gaya akan terjatuh ke sisi medial lutut, jika pada kondisi yang berat akan menyebabkan perubahan morfologi sendi lutut menjadi cenderung varus. Hal tersebut dapat mempercepat proses pengikisan kartilago lutut sehingga akan kehilangan sifat kompresibilitasnya yang juga dapat menimbulkan degradasi proteoglikan dan fraktur pada jaringan kolagen. Selain itu, pada individu obesitas terjadi pertumbuhan jaringan adiposa yang berlebih. Jaringan ini akan menghasilkan mediator sitokin (IL-6) dan adipokinase yang memicu peradangan sistemik. Terkikisnya kartilago sendi dan peradangan sistemik yang dipicu obesitas dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman seperti nyeri dan keterbatasan gerak. Nyeri dan keterbatasan gerak merupakan tanda-tanda seseorang mengalami gangguan muskuloskeletal. Jika nyeri dan keterbatasan gerak terjadi terus menerus, hal tersebut akan menyebabkan disabilitas lutut yang membatasi aktivitas lansia sehari-hari. Adapun jenis disabilitas lutut yang dapat dialami lansia berupa berdiri, berjalan, naik-turun tangga, jongkok, dan bersimpuh.13,14,19

Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Miftakuljanah dan Hartutik (2018), ditemukan ada hubungan antara obesitas dengan nyeri sendi lutut pada 63 orang lansia dengan obesitas di Desa Daleman dengan nilai p = 0,013.12 Penelitian ini juga didukung penelitian sebelumnya oleh Mambodiyanto dan Susiyadi (2016) yaitu menemukan hasil obesitas memengaruhi kejadian OA pada 90 lansia di Kecamatan Cilacap dengan nilai p = 0,05.13 Selain itu Yanuarty dan Suntoko (2014) juga menemukan beberapa hasil yang serupa yaitu IMT berhubungan dengan nyeri lutut (p = 0,023) serta indeks massa tubuh berhubungan dengan nyeri dan disabilitas (p = 0,016).14

Peningkatan massa tubuh memiliki konsekuensi terhadap beban sendi yang berlebih. Hal tersebut akan menyebabkan peningkatan tekanan dan pembatasan gerak pada sendi lutut sehingga berakibat pada peningkatan risiko kecacatan pada penderita obesitas.18 Obesitas dapat berdampak terhadap peningkatan nyeri lutut baik karena stres mekanik maupun peradangan sistemik oleh sitokin dan mediator adipokinase.14 Semakin meningkat berat badan maka kerja sendi akan semakin besar dan terjadi pergeseran titik tumpu berat tubuh.13 Secara biomekanika resultan gaya akan berada di sisi sentral sendi lutut pada kondisi normal, namun resultan gaya akan bergeser ke sisi medial lutut pada kondisi obesitas sehingga tulang rawan menjadi aus.19 Berat badan yang berlebih menyebabkan daya tahan sendi lutut menurun akibat sendi yang bekerja lebih keras sebagai penopang berat tubuh. Pembebanan berlebih terjadi secara terus menerus akan menyebabkan kerusakan pada tulang rawan sendi sehingga sifat kompresibilitas sendi menjadi hilang.12

Peneliti menemukan beberapa keterbatasan didalam penelitian ini yaitu tidak diketahui berapa jumlah subjek yang menderita OA lutut maupun tidak karena tidak semua subjek melakukan pemeriksaan radiologi sehingga penyebab disabilitas lutut kemungkinan tidak murni karena obesitas. Selain itu, subjek penelitian ini hanya berasal dari Kecamatan Kuta Utara sehingga hasil kemungkinan berbeda jika dilakukan di lokasi lain karena dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti tingkat kesadaran subjek melakukan pemeriksaan rutin terhadap lututnya ke fasilitas kesehatan.

Hasil penelitian ini dapat menjadi representasi bahwa lansia obesitas berisiko mengalami disabilitas lutut. Pengukuran pada penelitian ini dilakukan menggunakan alat ukur yang cukup valid serta dilakukan usaha mengurangi bias dengan single blinding. Selain itu faktor usia juga berperan penting karena lansia mengalami penuaan. Penuaan yang disertai obesitas akan meningkatkan risiko disabilitas lutut pada lansia.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara obesitas dengan tingkat disabilitas lutut pada lansia di Kecamatan Kuta Utara. Selain itu, ditemukan pula hubungan tidak searah yang berarti semakin tinggi nilai IMT (semakin buruk obesitas) maka semakin rendah nilai KOS-ADL (semakin buruk tingkat disabilitas lutut). Hal tersebut menunjukkan semakin tinggi IMT mempengaruhi semakin buruknya disabilitas lutut dengan tingkat korelasi yang sangat kuat pada lansia di Kecamatan Kuta Utara. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan atau referensi untuk pengembangan penelitian selanjutnya serta dapat menjadi edukasi mengenai pentingnya menjaga berat badan sehingga dapat memperlambat terjadinya disabilitas lutut pada lansia.

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada selutuh pihak yang mendukung dan berperan pada penelitian “Hubungan antara Obesitas dengan Tingkat Disabilitas Lutut pada Lansia di Kecamatan Kuta Utara”. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang dapat disebarluaskan kepada masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Pemerintah Provinsi Bali. Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Bali, Indonesia: Pemerintah Daerah Bali; 2018. 8.

  • 2.    World Health Organization. Ageing and health [Internet]. 2021 [cited 2021 Dec 1]. Available from: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/ageing-and-health

  • 3.    Badan Pusat Statistik. Statistik Penduduk Lanjut Usia di Indonesia 2019. Jakarta: Badan Pusat Statistik Republik Indonesia; 2019. viii–258.

  • 4.    Aldo RR, Gustin RK. Hubungan Obesitas Dengan Kejadian Osteoarthritis Pada Lansia. Jurnal Kesehatan. 2019;10(2):106.

  • 5.    Adawiyah AR, Suratmi T, Rahardjo TBW. Kapasitas Fungsional Dan Kualitas Hidup Lansia Wanita Dengan Osteoartritis Lutut. Jurnal Untuk Masyarakat Sehat. 2020;4(1).

  • 6.    Anggraini NE, Hendrati LY. Hubungan Obesitas dan Faktor-Faktor Pada Individu dengan Kejadian Osteoarthritis Genu. J Berk Epidemiol. 2014;1(1):94.

  • 7.    Center For Disease Control and Prevention. Disability and Health Overview [Internet]. 2020 [cited 2020 Oct 28]. Available from: https://www.cdc.gov/ncbddd/disabilityandhealth/disability.html#:~:text=A disability is any condition,around them (participation restrictions).

  • 8.    Ismandari F. Situasi Disabilitas. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Jakarta; 2019. 1–10.

  • 9.    Soeryadi A, Gesal J, Sengkey LS. Gambaran Faktor Risiko Penderita Osteoartritis Lutut di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari –Juni 2017. e-CliniC. 2017;5(2).

  • 10.    Pratiwi AI. Diagnosis and treatment. J Majority. 2015;4(4):10–7.

  • 11.    Kementerian Kesehatan RI. Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar [Internet]. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta: Balitbangkes; 2018. 1–100.

  • 12.    Miftakuljanah, Hartutik S. Tingkat Obesitas dengan Nyeri Persendian Lutut Pada Lansia. Gaster. 2018;16(2):206.

  • 13.    Mambodiyanto, Susiyadi. Pengaruh Obesitas Terhadap Osteoartritis Lutut Pada Lansia Di Kecamatan Cilacap Utara Kabupaten Cilacap. Sainteks. 2016;XIII(1):1–11.

  • 14.    Yanuarty M, Suntoko B. Hubungan Antara Faktor Risiko Osteoartritis Lutut Dengan Nyeri, Disabilitas, dan Berat Ringannya Osteoartritis. Jurnal Kedokteran Diponegoro. 2014;3(1):1–13.

  • 15.    Dwiyanti D, Yani IE, Amos J. Analisis Status Gizi Lansia dengan Beberapa Teknik Pengukuran Tinggi (tinggi lutut (knee height), Panjang Depa (arm span), dan Tinggi Badan (stature) di Padang Tahun 2015. Jurnal Sehat Mandiri. 2017;12(2):10–9.

  • 16.    McHugh M, Droy E, Muscatelli S, Gagnier JJ. Measures of Adult Knee Function. Arthritis Care Research. 2020;72(S10):219–49.

  • 17.   Yusandy SP. Perbandingan Nilai Activity of Daily Living Pada Pasien Osteoarthritis Genu Sebelum dan Sesudah

Terapi Microwave Diathermy. Sumatera Selatan; 2014.

  • 18.    Septina L, Gustiranda R. Hubungan Obesitas Terhadap Derajat Nyeri Pada Pasien Lansia Dengan Simtom Osteoarthritis Di Posyandu Lansi Puskesmas Kampung Baru Medan Maimun. Jurnal Ilmiah Simantek. 2020;4(4):87–92.

  • 19.    Arismunandar R. The Relations Between Obesity and Osteoarthritis Knee in Elderly Patients. Medical Journal of Lampung University. 2015;4(5):110–6.

Karya ini dilisensikan dibawah: Creative Commons Attribution 4.0 International License

Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 11, Nomor 2 (2023), Halaman 128-132, Open Access Journal: https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi |132|